Anda di halaman 1dari 3

Syarat-syarat utama Mujtahid

Mujtahid adalah seseorang yang melakukan ijtihad. Syarat untuk menjadi seorang mujtahid adalah
harus Islam, Baligh, Berakal dan Adil. Ada juga syarat terkait penguasaan ilmu yang harus dimiliki
seorang mujtahid. Berikut syarat-syaratnya;

 Menguasai pengetahuan tentang al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam


mashadirus syariah tentu saja memegang peranan penting sebagai sumber hukum Islam.
Maka, seorang Mujtahid, ketika hendak menggali hukum dari ayat-ayat al-Qur’an harus
menguasai ilmu-ilmu terkait dengan al-Qur’an itu sendiri. Yakni ilmu seputar makna teks
al-Qur’an, illat dan tujuan yang terdapat di dalamya, asbabun nuzul, nasikh-mansukh dan
mampu mengidentifikasi ayat-ayat hukum.
 Menguasai pengetahuan tentang Sunnah Kenabian. Hadis dan sunnah kenabian
merupakan sumber kedua setelah al-Qur’an. Maka, ketika hendak menggali hukum Islam
dari teks-teks hadis, seorang Mujtahid harus menguasai seluruh ilmu terkait dengan hadis.
Mulai dari menguasai mustalahul hadis, kritik sanad dan matan hadis, ilmu jarh wat ta’dil,
dan berbagai macam ilmu dalam diskursus pemahaman hadis.
 Menguasai Ilmu Bahasa Arab. Al-Qur’an dan Hadis sampai kepada kita dengan media
Bahasa Arab. Seorang Mujtahid tidak akan mampu memahami teks tersebut ketika dia
tidak menguasai Bahasa Arab. Nahwu, Shorrof, Balaghah, Manthiq dan ilmu kebahasaan
lainnya mutlak harus dikuasai.
 Menguasai Ushul al-Fikih. Ushul Fikih adalah tiang ijtihad. Di dalamnya ada sekumpulan
teori dan konsep, berikut kaidah-kaidah untuk menggali hukum Islam. Maka sudah
sepatutnya seorang Mujtahid mesti menguasai ilmu ini. Tidak boleh tidak!
 Mengetahui hal-hal terkait Ijma’. Setelah al-Qur’an dan Hadis, Ijma’ adalah sumber
syariat ketiga dalam Islam. Ijma’ berkaitan dengan kesepakatan yang telah dilakukan oleh
para ulama terkait suatu hukum tertentu. Ijma’ ulama termasuk dalil qath’I (yang pasti),
yang harus dirujuk oleh Mujtahid ketika hendak menentukan sebuah hukum.

Syarat Penyempurna Mujtahid

Mujtahid adalah orang yang melakukan ijtihad. Selain harus Islam, baligh, berakal dan adil, ada
lagi beberapa syarat terkait penguasaan ilmu yang harus dimiliki oleh seorang Mujtahid; paham
ilmu terkait al-Qur’an dan Hadis, menguasai Bahasa Arab dan Ushul Fikih sekaligus tahu ijma’-
ijma’ ulama yang telah ada sebelumnya.
Namun, untuk menyempurnakan proses ijtihadnya, seorang Mujtahid juga dianjurkan untuk
menguasai beberapa hal lainnya yaitu:

 Mengetahui al-Bara’ah Al-Ashliyyah (hukum asal). Yaitu seputar hal-hal yang belum
diatur dan dijelaskan hukumnya oleh syariat. Entah karena ia belum disebutkan secara
jelas, atau ia belum memenuhi syarat-syarat untuk dihukumi sesuatu. Jadi tidak boleh asal
menghukumi ini wajib, ini haram dan seterusnya!
 Mengetahui Maqashid al-Syariah (tujuan/maksud syariah). Apa rahasia di balik regulasi
waris? Apa hikmah yang ada di balik aturan rukhsoh (keringanan hukum) berupa
bolehnya menqashar sholat dan tidak berpuasa ketika kita sedang ada di perjalanan sejauh
80 km? Nah seorang mujtahid harus paham soal ini.
 Mengetahui kaidah-kaidah umum (al-Qawa’id al-Kulliyah). Yakni kaidah yang disarikan
dari berbagai kejadian dan hukum, yang kemudian diringkas dalam satu teori umum. Ini
biasanya ada dalam qawa’id ushuliyyah dan qawa’id fiqhiyyah.
 Mengetahui letak perbedaan pendapat. Selain itu, seorang Mujtahid harus paham
mengenai mawadli’ul ikhtilaf (letak-letak perbedaan) yang terjadi di kalangan para
ulama. Dengan mengetahui hal itu, diharapkan seorang Mujtahid mampu menganalisis
argumentasi di antara kedua belah pihak dan mampu menemukan solusi atau jalan keluar
bagi perbedaan yang ada.
 Mengetahui kebiasaan (‘urf) yang tengah berlangsung. Selain harus jeli dalam membaca
teks-teks keagamaan, seorang Mujtahid haruslah peka terhadap kondisi masyarakat atau
mukallaf yang merupakan obyek hukum. Kepekaan dan pemahaman terhadap tradisi dan
kebiasaan masyarakat dapat membantu seorang Mujtahid untuk bijak dalam merumuskan
hukum dan menerapkannya.\

Tingkatan-tingkatan Mujtahid
Secara umum, ada tiga tingkatan Mujtahid, yakni Mujtahid Mutlak Mustaqil, Mujtahid
Mutlak Muntasib dan Mujtahib Madzhab.

 Mujtahid Mutlak Mustaqil adalah Mujtahid yang mengaplikasikan kaidah-kaidah


yang dirumuskannya sendiri secara independen dan dijadikannya metodologi berpikir
dalam proses penggalian hukum Islam. Nama-nama yang masuk dalam tingkatan ini
adalah seluruh fuqaha dari kalangan Sahabat dan beberapa fuqaha’ Tabi’in seperti
Sa’id bin al-Musayyib dan Ibrahim an-Nakho’i. berikut juga beberapa Imam Mujtahid
seperti Ja’far Shadiq, Abu Hanifah, Malik bin Anas, as-Syafi’I, Ahmad bin Hanbal,
al-Awza’i, Sufyan al-Tsauri dan al-Laits bin Sa’ad.
 Mujtahid Mutlak Muntasib adalah Mujtahid yang memiliki kemampuan untuk
menerapkan kaidah-kaidah, menggali hukum dan memilah ushul-furu’ (asal dan
cabang), namun belum bisa merumuskan metode ijtihad sendiri. Mereka masih berada
dan mengikuti pedoman metode dari para Imam Mujtahid Mutlak Mustaqil. Nama-
nama yang masuk dalam tingkatan ini semisal Abu Yusuf dan Zafr bin al-Hudzail
dari Madzhab Hanafi; Abu al-Qasim dan Asyhab dari Madzhab Maliki; Abu Ya’qub
al-Buwaythi dari Madzhab Syafi’I; al-Khiraqi dan Abu Bakr al-Khalal dari Madzhab
Hanbali.
 Mujtahid Madzhab adalah Mujtahid yang tidak memiliki kemampuan seperti
Mujtahid Mutlak, baik yang mustaqil maupun yang muntasib. Artinya dia mengikuti
satu madzhab imam tertentu, baik dalam mengadopsi metode berpikirnya maupun
proses penerapannya. Mujtahid Madzhab dibagi lagi menjadi tiga :
o Mujtahid Muqayyid
Yaitu para Mujtahid yang memiliki kompetensi untuk menggali dan
menetapkan hukum, serta menjadikan teks atau nash Imam madzhabnya
sebagai rujukan. Ketika adalah persoalan yang dihadapinya, maka dia akan
melakukan kontekstualisasi melalui nash imam madzhab. Jika belum cukup,
dia akan merujuk pada kaidah umum yang menjadi dasar di balik penetapan
hukum dalam nash imam madzhabnya. Al-Syairazi, al-Kurkhi, al-Thahawi,
dan al-Mawarzi merupakan contoh nama Imam Mujtahid Muqayyid.
o Mujtahid Tarjih
Adalah Mujtahid yang mengikuti imam madzhabnya, baik dalam perkara
ushul maupu furu’. Dia tidak menetapkan hukum baru. Perannya hanya
mengumpulkan pandangan-pandangan yang berbeda dan terlihat bertentangan
di kalangan imam madzhab, lalu menentukan satu pendapat yang lebih
unggul.
o Mujtahid Hafidzul Madzhab
Yaitu Mujtahid yang sama sekali tidak memiliki ijtihad fiqhi. Perannya hanya
pada proses pengumpulan, pembukuan dan penjagaan atas berbagai macam
kaum imam madzhabnya, berikut perbedaan dan perdebatan yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai