Anda di halaman 1dari 3

FINAL PERBANDINGAN USHUL FIQIH DALAM MAZHAB

Nama: Muh Wildhan Hidayat


Kelas: PMH-A 019
NIM: 10300119013

1. Fikih:
- fiqih adalah sebuah pemahaman manusia yang memenuhi tentang syariah
dan terdapat dalam kitab-kitab fiqih.
- fikih bersifat instrumental dan cakupannya terbatas pada hukum yang
mengatur perbuatan manusia
- fiqih merupakan karya manusia dan sangat dimungkinkan mengalami
perkembangan zaman.
- fiqih menunjukkan keragaman pemikiran yang memang dianjurkan dalam
Islam.

Syariah:
- Ketentuan syariah terdapat dalam Al Quran dan kitab-kitab hadits. 
- Syariah bersifat fundamental dan cakupannya lebih luas. Bahkan meliputi
akhlak dan akidah.
- Syariat adalah ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-nya sehingga berlaku
abadi.
- Syariah menunjukkan konsep kesatuan dalam islam

Ushul Fikih
- membahas tentang metode pengambilan hukum/asal–usul fiqih
- Ushul fiqih ialah, suatu ilmu yang membicarakan berbagai ketentuan dan
kaidah yang dapat digunakan dalam menggali dan merumuskan hukum syari'at
Islam dari sumbernya.
Hukum Islam
- Hukum secara etimologi (lughah) kata hukum berasal dari    ‫ح ك م‬   yang
berarti ”menolak kezhaliman/penganiayaan atau dengan arti menetapkan, atau
memutuskan dan lain-lain. Secara terminologi/istilah ushul fiqh. Hukum itu
adalah titah Allah yang berkenaan dengan perbuatan orang-orang mukallaf,
berupa tuntutan (perintah dan larangan) pilihan, atau menjadi sebab-syarat,
dan mani’ (penghalang).
- hukum Islam lebih diartikan kepada fiqih Islam sebagai penjabaran dari
syari’ah.

2. Ahl-Hadis
Ahlul Hadits adalah orang-orang atau golongan yang dalam menetapkan hukum
berpegang teguh kepada Al-Qur'an dan hadits Nabi Muhammad Shallahu'alaihi
wassalam. Mereka juga umum disebut golongan Atsari dan HHanbali
Ahl-Ra’yi
Ahlul Ra’yi adalah sebuah gerakan pemikiran keislaman yang berpusat di Baghdad,
Irak, yang dalam mengambil sebuah fatwa terhadap ilmu fiqih lebih dominan berpikir
dengan akal daripada hadist. Tetapi, setiap fatwa yang dikemukakan tidaklah
menyimpang dari nilai-nilai keislaman

3. Penyebab dari munculnya perbedaan pendapat yakni karena tingkat perbedaan pikirab


atau akal manusia dalam memahami nash, cara menyimpulkan hukum dari dalil
syara', adanya kemampuan mengetahui rahasia yang terdapat dibalik aturan syara' dan
juga dalam mengetahui 'illat hukum syara'.

4. Mazhab Syafi'
adalah mazhab fikih dalam Sunni yang dicetuskan oleh Abu Abdullah Muhammad
bin Idris As Syafi'i atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Syafi'i pada awal abad
ke-9. Mazhab ini kebanyakan dianut para penduduk Mesir selatan, Arab Saudi bagian
barat, Suriah, Kurdistan, Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina, pantai
Koromandel, Ceylon, Malabar, Hadramaut, dan Bahrain.
Imam Syafi'i mulai mendirikan mazhabnya sendiri. Beliau menyusun mazhabnya
berdasarkan Hadis dan Qiyas. Metodologi yang digunakan Imam Syafi'i merupakan
hasil kolaborasi dari ilmu hadis yang dipelajarinya dari para ahli di Hijaz dan para ahli
kias di Irak. Kedua ilmu tersebut dielaborasikan oleh beliau sebagai dasar dari
mazhabnya, yakni mazhab Syafi'i.
Dasar-dasar Mazhab Syafi'i dapat dilihat dalam kitab ushul fiqh Ar-Risalah dan kitab
fiqh al-Umm. Di dalam buku-buku tersebut Imam Syafi'i menjelaskan kerangka dan
prinsip mazhabnya serta beberapa contoh merumuskan hukum far'iyyah (yang bersifat
cabang). Dasar-dasar mazhab yang pokok ialah berpegang pada hal-hal berikut.
1. Al-Quran, tafsir secara lahiriah, selama tidak ada yang menegaskan bahwa yang
dimaksud bukan arti lahiriahnya. Imam Syafi'i pertama sekali selalu mencari
alasannya dari Al-Qur'an dalam menetapkan hukum Islam.
2. Sunah dari Rasulullah SAW kemudian digunakan jika tidak ditemukan rujukan dari
Al-Quran. Imam Syafi'i sangat kuat pembelaannya terhadap sunnah sehingga
dijuluki Nashir As-Sunnah (pembela Sunnah Nabi).
3. Ijmak atau kesepakatan para Sahabat Nabi, yang tidak terdapat perbedaan pendapat
dalam suatu masalah. Ijma' yang diterima Imam Syafi'i sebagai landasan hukum
adalah ijma' para sahabat, bukan kesepakatan seluruh mujtahid pada masa tertentu
terhadap suatu hukum; karena menurutnya hal seperti ini tidak mungkin terjadi.
4. Qiyas yang dalam Ar-Risalah disebut sebagai ijtihad, apabila dalam ijmak tidak juga
ditemukan hukumnya. Akan tetapi Imam Syafi'i menolak dasar istihsan dan istislah
sebagai salah satu cara menetapkan hukum Islam.
Mazhab Hambali
Mazhab Hambali atau Al-Hanabilah adalah mazhab fikih dalam Islam yang
dikemukakan dan dikembangkan oleh Imam Ahmad bin Hambal atau Imam Hambali.
Pada dasarnya prinsip-prinsip dasar dalam mazhab Hambali hampir sama
dengan mazhab Syafi'i, hal ini dikarenakan Imam Hambali berguru pada Imam
Syafi'i. Mazhab Hambali memiliki 5 dasar yang utama, yaitu:
1. Nas Al-Qur'an dan Hadis marfuk.[3][4] Bila Imam Hambali mendapatkan suatu hadis,
beliau kemudian berfatwa (beriftâ) dengan tidak memperdulikan keterangan-
keterangan yang menyalahinya. Hal tersebut dilakukan Imam Hambali karena beliau
memilih untuk mengabaikan perbuatan-perbuatan yang menyalahi hadis. Imam
Hambali juga tidak mendahulukan suatu pendapat, baik qiyas ataupun perkataan
sahabat diatas kedudukan hadis yang shahih.
2. Fatwa Sahabat. Bila Imam Hambali mendapat fatwa atau perkataan dari seorang
sahabat Rasul, dan beliau tidak mengetahui pendapat sahabat lain yang bertentangan
dengannya, maka beliau jadikan fatwa sahabat itu sebagai hujah.
3. Pendapat Sahabat. Bila Imam Hambali mendapati adanya pendapat dari para sahabat
Rasul, maka beliau memilahnya dengan mempertimbangkan mana yang lebih dekat
dengan Al-Qur'an dan Hadis. Imam Hambali juga tidak meninggalkan perkataan para
Sahabat untuk membuat ijtihad sendiri. Jika ada pendapat para Sahabat yang tidak
sesuai atau kurang sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadis, maka Imam Hambali akan
menerangkan kekhilafan atau kekeliruan dengan tidak menegaskan pendapat mana
yang akan diambil.
4. Hadis mursal dan hadis daif. Imam Hambali tetap mempertimbangkan hadis mursal
dan hadis daif apabila tidak didapati keterangan-keterangan yang menolak hadis
tersebut. Bagi Imam Hambali berhujah dengan hadis daif tidak masalah, selama hadis
daif tersebut tidak bathil, tidak munkar, dan tidak ada perawi-perawinya yang dituduh
dusta. Bagi Imam Hambali melihat dan merujuk pada hadis mursal dan hadis daif
lebih utama dari kias.
5. Kias. Imam Hambali menggunakan kias bila dalam keadaan mendesak atau darurat
saja. Kondisi darurat yang dimaksud adalah ketika beliau tidak mendapati hadis (baik
hadis sahih, hadis mursal, dan hadis daif) atau perkataan sahabat yang bisa dipakai.
Imam Hambali juga tidak menggunakan kias bila dalil-dalil yang didapatnya saling
bertentangan satu sama lain.

Anda mungkin juga menyukai