Anda di halaman 1dari 13

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembiyaan Utang

DISUSUN OLEH :

Afirah Majid (10300119030)

Ismit Banyal (10300117050)

JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2021
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atau suspension of payment atau surseance

van betaling, adalah suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim

Pengadilan Niaga, di mana dalam masa tersebut kepada pihak kreditor dan debitor diberikan

kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utangnya dengan memberikan

rencana pembayaran seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila perlu untuk
merestrukturisasi utang itu. Pada hakikatnya PKPU bertujuan untuk melakukan perdamaian

antara debitor dengan para kreditornya dan menghindarkan debitor yang telah atau akan

mengalami insolven dari pernyataan pailit. Akan tetapi apabila kesepakatan perdamaian dalam

rangka perdamaian PKPU tidak tercapai, maka debitor pada hari berikutnya dinyatakan pailit

oleh Pengadilan Niaga.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian kepailitan dan bagaimana Tata Cara Permohonan Kepailitan?

2. Apa Akibat Hukum Putusan Kepailitan dan Sebab-sebab Berakhirnya Kepailitan?

3. Apa Pengertian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Prosedur Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang?

4. Apa saja Syarat Pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang?

5. Apa saja Manfaat Proses Penundaan Kewajiban Utang?

C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui Pengertian kepailitan dan bagaimana Tata Cara Permohonan Kepailitan?

2. Mengetahui Akibat Hukum Putusan Kepailitan dan Sebab-sebab Berakhirnya Kepailitan?

3. Mengetahui Pengertian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Prosedur Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang?

4. Mengetahui saja Syarat Pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang?

5. Mengetahui saja Manfaat Proses Penundaan Kewajiban Utang?


BAB II

ISI

A. Pengartian Kepailitan dan Tata Cara Permohonan Kepailitan

Pailit adalah sebuah proses dimana seorang debitur memiliki kesulitan untuk membayar

utangnya, lalu dinyatakan pailit dalam pengadilan. Karena debitur tidak dapat membayar

hutangnya, maka harta debitur akan dibagikan kepada para kreditur berdasarkan keputusan

pengadilan atau undang-undang yang berlaku. Jadi, Kepailitan adalah suatu kondisi atau

keadaan ketika pihak yang berhutang (debitur) yakni seseorang atau badan usaha tidak dapat
menyelesaikan pembayaran terhadap utang yang diberikan dari pihak pemberi utang (kreditur).

Sedangkan Kepailitan menurut pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah sita umum atas semua

kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator dibawah

pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana telah diatur pada undang-undang ini.

Tata Cara yang benar dalam mengajukan permohonan pailit berdasarkan pada Undang-

Undang No 37 Tahun 2004 mengenai kepailitan adalah seperti berikut ini:

 Permohonan pernyataan proses  Pailit harus diajukan pada ketua pengadilan. Permohonan

ini diajukan melalui panitera sesuai dengan pasal 6 ayat 2.

 Selanjutnya Panitera akan menyampai kan permohonan tersebut kepada ketua

pengadilan. Permohonan penyataan Pailit tersebut paling lambat 2 hari setelah tanggal

permohonan pailit didaftarkan. Dalam tempo 3 hari sesudah mendaftar kan tanggal

permohonan, pengadilan akan menetapkan hari persidangan.

 Sidang pemeriksaan akan dilakukan dalam waktu paling lama 20 hari sesudah

pendaftaran tanggal permohonan pailit(pasal 6)

 Selanjutnya pengadilan akan memanggil pihak debitur apabila pihak kreditur,

Kejaksaan ,Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal atau Menteri Keuangan yang

mengajukan permohonan pailit (pasal 8).


 Pengadilan bisa memanggil pihak Kreditur apabila pernyataan Pailit diajukan oleh

Debitur dan ada keraguan jika persyaratan pailit sudah terpenuhi (pasal 8).

 Proses pemanggilan biasanya dilakukan oleh juru sita dengan menggunakan surat kilat

tercatat paling lama 7 hari sebelum proses persidangan pertama  dilaksanakan (pasal 8

ayat 2).

 Putusan kepailitan dari pengadilan mengenai permohonan pailit harus bisa dikabulkan

jika ada fakta yang memang membuktikan jika persyaratan pailit sudah lengkap dan

keputusan tersebut harus segera diucapkan, paling lambat selama 60 hari setelah tanggal
pendaftaran (pasal 8).

 Keputusan mengenai permohonan pailit ini harus memuat secara lengkap segala

pertimbangan hukum yang mendasari keputusan tersebut lengkap dengan pendapat dari

majelis hakim dan wajib diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum dan

bisa  dilakukan lebih dulu sekalipun pada putusan tersebut terdapat usaha hukum (pasal 8

ayat 7).

B. Akibat Hukum Putusan Kepailitan dan Sebab-sebab Berakhirnya Kepailitan

a) Akibat Hukum Putusan Kepailitan

Akibat kepailitan diatur dalam ketentuan Pasal 21 – Pasal 64 Undang-Undang Nomor 37 Tahun

2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Kepailitan meliputi

seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh

selama masa kepailitan, termasuk persatuan harta baik suami atau isteri dari debitor pailit.

Akibat kepailitan antara lain:

1. Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya

yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernytaan pailit diucapkan.

2. Semua perikatan debitor yang terbit setelah putusan pernyataan pailit tidak dapat

dibayarkan dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit.

3. Tuntutan mengenai hak dan kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh

atau terhadap kurator.


4. Selama beralngsungnya kepailitan tuntutan untuk memperoleh pemenuhan periktan dari

harta pailit yang ditujukan untuk terhadap debitor pailit, hanya dapat diajukan dengan

mendaftarkannya untuk dicocokkan.

5. Suatu tuntutan hukum yang diajukan debitor dan yang yang sedang berjalan selama

kepailitan berlangsung, atas permohonan tergugat, perkara harus ditangguhkan untuk

memberikan kesempatan kepada tergugat memanggil kurator untuk mengambil alih perkara

dalam jangka waktu yang ditentukan oleh hakim.

6. Suatu tuntutan hukum dipengadilan yang diajukan terhadap debitor sejauh bertujuan
untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan,

gugur demi hukum dengan diucapkan putusan pernyataan pailit terhadap debitor.

7. Segala penetapan pelaksanaan pengadilan terhadap setiap bagian kekayaan debitor yang

telah dimulai sebelum kepailitan, harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada suatu

putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera debitor.

8. Selama kepailitan debitor tidak kenakan uang paksa.

9. Penjualan benda bergerak atau tidak bergerak yang dilakukan debitor, yang prosesnya

sebelum putusan pailit diucapkan, atas izin hakim pengawas, kurator kuartor dapat

meneruskan penjualan itu atas tanggungan harta pailit.

10. Perjanjian yang bermaksud memindahtangankan hak atas tanah, balik nama kapal,

pembebanan hak tanggungan, hipotek atau jaminan fidusia yang telah diperjanjikan terlebih

dahulu, tidak dapat dilaksanakan setelah putusan pernyataan pailit diucapkan.

b) Sebab-sebab Berakhirnya Kepailitan

Sebagaimana sebuah proses pada umumnya yang bukan hanya memiliki sebuah awal namun

juga sebuah akhir, kepailitan juga memiliki sebuah akhir, hal tersebut biasanya disebut dengan

berakhirnya kepailitan. Mungkin belum banyak orang yang mengetahui, terdapat beberapa hal

yang melatarbelakangi berakhirnya kepailitan, diantaranya ialah sebagai berikut:

 Perdamaian
Dalam kepailitan adalah perjanjian antara debitor pailit dengan para kreditor dimana

menawarkan pembayaran sebagian dari utangnya dengan syarat bahwa setelah melakukan

pembayaran tersebut, ia dibebaskan dari sisa utangnya, sehingga ia tidak mempunyai utang lagi.

Kepailitan yang berakhir melalui akur disebut juga berakhir perantaraan hakim (pengadilan).

Perdamaian / akur diatur secara lengkap pada dalam lampiran 144-177 Undang-undang Nomor

37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Sebagimana

telah diatur pada pasal 144 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang menerangkan bahwa Debitur pailit berhak untuk
menawarkan perdamaian pada semua kreditur. Rencana perdamaian tersebut diterima apabila

disetujui oleh ½ jumlah kreditur yang hadir dalam rapat yang minimal dihadiri oleh 2/3 jumlah

kreditur kongkuren yang ada, sebagaimana disebutkan pada pasal 144 - 163 Undang-undang

Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Jika

perdamaian tersebut dapat diterima oleh para kreditur, pengadilan akan memutuskan pengesahan

perdamaian tersebut dan sidang akan diadakan paling cepat 8 hari atau paling lama 14 hari

setelah diajukannya perdamaian.

 Insolvensi atau Pemberesan Harta Pailit

Seperti yang telah dijelaskan oleh penjelasan pasal 57 (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun

2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang dimaksud dengan

insolvensi adalah keadaan tidak mampu membayar. Insolvensi terjadi bilamana dalam suatu

kepailitan tidak ditawarkan akur/perdamaian atau akur dipecakan karena tidak terpenuhi

sebagaimana yang telah disetujui. Dalam hal ini terjadi apabila bila dalam rapat pencocokan

utang piutang tidak ditawarkan perdamaian, atau bila perdamaian yang ditawarkan telah ditolak,

maka kurator atau seorang kreditor yang hadir dalam rapat tersebut dapat mengusulkan agar

perusahaan debitor pailit dilanjutkan.

 Rehabilitasi

Dalam pasal 215 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ditentukan bahwa,

debitor pailit atau para ahli waris berhak untuk mengajukan permohonan rehabilitasi kepada
pengadilan yang semula memeriksa kepailitan yang bersangkutan. Permohonan rehabilitasi akan

diterima apabila pemohon dapat melampirkan bukti yang menyatakan bahwa para kreditor yang

diakui sudah menerima pembayaran piutang seluruhnya. Permohonan tersebut harus diiklankan

dalam berita negara dan surat kabar yang ditunjuk oleh hakim. Dalam waktu 2 bulan setelah

dilakukan pengiklanan dalam berita negara, setiap kreditor yang diakui boleh mengajukan

perlawanan terhadap permohonan itu kepada panitera dengan menyampaikan surat keberatan

dengan disertai alasan-alasannya.

 Putusan pailit dibatalkan oleh Tingkat Pengadilan yang Lebih Tinggi


Undang-undang nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang memberikan sebuah jalan apabila salah satu pihak atau para pihak kurang

puas terhdap hasil putusan pailit yang telah dijatuhkan. Sebagaimana telah diatur dalam pasal

196 (1) Undang-undang nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang bahwa Terhadap putusan pengadilan, kuator atau setiap kreditur dapat

mengajukan permohonan kasasi. Kasasi diselenggarakan sesuai dengan prosedur yang telah

diatur sebelumnya pada pasal 11-13 Undang-undang nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan

dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Namun, walaupun terdapat upaya hukum

selanjutnya, putusan pailit tingkat I tetap dilaksanakan mengingat putusan pailit ialah putusan

yang bersifat serta merta. Selain dapat diajukan upaya hukum kasasi, putusan pailit juga dapat

diajukan upaya hukum peninjaun kembali.

 Pencabutan atas Anjuran Hakim Pengawas

Hakim pengawas bertugas untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Hakim

pengawas melakukan tugasnya bersama-sama dengan kurator untuk melakukan pengurusan dan

pemberesan harta pailit. Dalam hal pencabutan pailit atas anjuran hakim pengawas, hal

tersersebut tersirat pada pasal 66 Undang-undang nomr 7 tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pengadilan

wajib mendengar pendapat dari hakim pengawas, sebelum mengambil putusan mengenai
pengurusan dan pemberesan harta pailit. Dalam pasal ini dapat tercermin bahwa Hakim

pengawas berhak memberikan saran atau anjuran-anjuran untuk debitur pailit.

C. Pengertian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Prosedur Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang 

Pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU, sangat

direkomendasikan untuk menghindari konflik dikarenakan utang piutang. PKPU ini merupakan

cara menyelesaikan persoalan utang piutang secara perdata, yang mana bisa diajukan oleh pihak

debitur maupun pihak kreditur. PKPU sendiri jika ingin diartikan, bisa dipahami sebagai upaya
agar antara pihak debitur, yang berutang, dengan pihak kreditur, yang berpiutang, bisa mencapai

kata mufakat. Dengan pengajuan PKPU ini, maka ada tenggat waktu yang diberikan kepada

debitur dan kreditur, sesuai dengan keputusan Pengadilan Niaga, untuk menyelesaikan persoalan

utang piutangnya. Perihal PKPU ini juga diatur langsung di dalam undang-undang, yakni UU

No.37 Tahun 2004, tentang Kepailitan dan PKPU pada pasal 222 ayat (2). Kesimpulan dari ayat

tersebut adalah bahwa pihak debitur dapat mengajukan PKPU agar tercapai perdamaian dengan

pihak kreditur, dengan cara membayar sebagian atau seluruh utangnya. 

Prosedur Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 

Jika pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU diterima, tentu ada

prosedur khusus yang akan dijalani baik oleh debitur dan kreditur. Prosedur PKPU ini

diharapkan bisa memunculkan mufakat antara kedua belah pihak, serta pelunasan utang atau pun

juga restrukturisasi utang. berikut ini adalah dua prosedur atau tahapan dari PKPU tersebut :

1) PKPU Sementara

Tahapan pertama yang akan dilalui setelah pengajuan PKPU diterima adalah PKPU Sementara.

PKPU Sementara ini merupakan PKPU pendahuluan yang diberikan oleh Pengadilan Niaga saat

menerima permohonan PKPU, baik dari debitur atau kreditur. Hasil putusan PKPU Sementara

dari Pengadilan Niaga berlaku mulai dari putusan tersebut dikeluarkan hingga 45 hari ke

depannya. Setelah putusan PKPU Sementara, akan ditunjuk 1 orang hakim pengawas dan 1

orang atau lebih pengurus oleh pengadilan, untuk pengurusan selama PKPU Sementara.
Pengurus PKPU Sementara ini pun wajib mengumumkan hasil putusan tersebut dalam Berita

Negara Republik Indonesia, serta sedikitnya 2 surat kabar harian. Pada pengumuman yang

disampaikan oleh pengurus tersebut, memuat undangan yang ditujukan pada seluruh debitur dan

kreditur, serta jadwal rapat dan juga permusyawaratannya. Saat rapat diadakan, maka akan

diupayakan pencocokan piutang, pembahasan rencana untuk berdamai, serta penentuan apakah

diberikan PKPU Tetap pada debitur atau tidak. Jika sekiranya rencana perdamaian dari debitur

yang berisikan rencana pembayaran utang bisa diterima, maka pemungutan suara bisa langsung

dilakukan. Namun, jika rencana perdamaian belum disiapkan, maka debitur bisa mengajukan
permohonan perpanjangan waktu. Permohonan perpanjangan waktu ini nantinya disampaikan

lewat mekanisme PKPU Tetap.

2) PKPU Tetap

Tahapan atau prosedur selanjutnya berupa PKPU Tetap akan terlaksana jika sekiranya debitur

belum siap menyusun rencana perdamaiannya. Selain itu, PKPU Tetap juga bisa berlangsung

jika para kreditur belum mencapai kata mufakat atau belum adanya keputusan atas rencana

perdamaian dari debitur hingga berakhirnya masa PKPU Sementara. Terkait dengan pemberian

PKPU Tetap pada debitur, harus melalui proses voting terlebih dahulu, di mana semua kreditur

berpartisipasi dalam proses tersebut. Perhitungan kuorum ini didasarkan pada Pasal 229 ayat (1)

UU No.37 Tahun 2004, tentang Kepailitan dan PKPU. Pasal ini menjelaskan bahwa kreditur

konkuren atau separatis berhak menentukan kelanjutan dari proses PKPU. Jika sekiranya hasil

voting tersebut memenuhi kuorum untuk bisa diberikan PKPU Tetap pada debitur, maka proses

PKPU akan dilanjutkan dengan PKPU Tetap. Jangka waktu maksimalnya sendiri selama 270

hari sejak putusan PKPU Sementara dibacakan. Namun, jika kuorum tidak mencukupi, maka

debitur akan ditetapkan pailit oleh pengadilan. Jika PKPU Tetap berjalan, maka dalam kurun

waktu 270 hari, debitur dan kreditur bisa berunding dan membahas rencana perdamaian terkait

utang piutang antara keduanya. Jadi, kurun waktu 270 hari itu bukan waktu untuk debitur harus

melunasi utangnya. Jika tetap tak tercapai rencana perdamaian dalam kurun waktu tersebut,

maka debitur akan dinyatakan pailit oleh pengadilan.


D. Syarat Pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 

Walaupun Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini bisa diajukan untuk memperoleh

tenggat penyelesaian utang piutang, bukan berarti PKPU ini bisa diajukan sembarangan saja.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh baik kreditur atau debitur, agar nantinya bisa

mengajukan PKPU ini. Berikut persyaratan untuk pengajuan PKPU tersebut :

1. Tenggat Pembayaran Utang Telah Jatuh Tempo

2.  Debitur Memiliki Lebih dari Satu Kreditur

3. Kreditur Tergolong Sebagai Kreditur Konkuren 


E. Manfaat Proses Penundaan Kewajiban Utang

Dengan dilakukannya PKPU, tentu ada manfaat yang bisa diperoleh baik dari oleh pihak debitur

maupun pihak kreditur. Jika ditilik dari perspektif umum, PKPU ini tentu bisa menghindari

terjadinya konflik panas antara debitur dan kreditur yang disebabkan oleh persoalan utang

piutang. Jika dibuat secara lebih rinci, berikut deretan manfaat yang bisa diperoleh dari PKPU.

1. Kreditur Bisa Mendapat Kejelasan Atas Piutang yang Diberikannya

Dengan terlaksananya PKPU, maka pihak kreditur, khususnya kreditur konkuren, bisa

mendapatkan kejelasan atas piutang yang diberikannya pada pihak debitur. Perihal kapan

pembayaran utang tentu akan bisa lebih spesifik waktunya. Jadi, pihak kreditur tak perlu

dipusingkan dengan perkara piutang yang juga belum dibayarkan oleh pihak debitur.

2. Badan Usaha yang Hampir Bangkrut Bisa Menghasilkan Kembali

Dalam rencana perdamaian yang diajukan oleh pihak debitur, pasti tertuang cara untuk bisa

mendapatkan kembali dana, sehingga utang pada pihak kreditur bisa dilunasi. Dengan begini,

badan usaha atau debitur yang semula nominal profitnya kecil, bisa mengerahkan seluruh

kemampuannya agar bisa bangkit dan menghasilkan profit yang lebih besar.

3. Menghindari Kepailitan Pihak Debitur

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa PKPU dilakukan untuk bisa tercapai

kesepakatan antara debitur dan kreditur terkait pelunasan utang piutang antara keduanya. Dengan

disetujuinya rencana perdamaian yang diajukan oleh pihak debitur pada pihak kreditur, maka
pihak debitur pun akan bisa terhindar dari kepailitan. Rencana perdamaian tersebut bisa juga

berbentuk restrukturisasi Utang. Namun, tentu saja efektivitas PKPU dalam mencegah terjadinya

kepailitan ini tergantung pada sifat kooperatif antara debitur dan kreditur juga. Pasalnya, jika

pihak kreditur merasa tak tertarik dengan rencana perdamaian yang diajukan pihak debitur, maka

keputusan pailit bisa langsung diberikan. Oleh karena itu, bagusnya hubungan antara debitur dan

kreditur akan sangat mempengaruhinya.

4. Menghindari Terjadinya PHK Besar-Besaran 

Jika sebuah badan usaha mengalami kepailitan, maka tentu saja akan berefek pada setiap aspek
dalam badan usaha tersebut, khususnya para pegawainya. Mau tak mau, para pegawai atau

karyawan yang bekerja untuk badan usaha tersebut akan mengalami PHK atau Pemutusan

Hubungan Kerja. Dengan begini, secara otomatis akan memutus mata pencaharian mereka. 

Dengan terjadinya PHK besar-besaran ini, maka sudah pasti angka pengangguran akan semakin

tinggi. Apalagi perkara mencari kerja bukanlah hal yang mudah dilakukan. Nah, dengan

ditangguhkannya pembayaran piutang, serta diusahakan agar badan usaha bisa menghasilkan

kembali, diharapkan badan usaha tersebut akan tetap bisa bertahan.

5. Menghindari Makin Memburuknya Kondisi Perekonomian Masyarakat

Bayangkan jika sebuah badan usaha mengalami kepailitan dan seluruh karyawannya

diberhentikan. Sudah pasti hal tersebut bakal membuat makin memburuknya kondisi

perekonomian masyarakat. Jika kondisi perekonomian masyarakat makin memburuk, bukan hal

yang mustahil jika angka kriminalitas pun juga akan mengalami peningkatan.

Semisalnya badan usaha atau pihak debitur masih bisa bertahan dan mencari solusi melalui

penundaan Pembayaran Kewajiban Pembayaran Utang ini, perekonomian akan bisa stabil.

Karyawan yang bekerja pada badan usaha tersebut akan tetap bisa memperoleh pendapatan dari

pekerjaan yang dilakukannya, sama seperti sebelumnya.


BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Adapun Pengertian dari Kepailitan adalah suatu kondisi atau keadaan ketika pihak yang

berhutang (debitur) yakni seseorang atau badan usaha tidak dapat menyelesaikan pembayaran

terhadap utang yang diberikan dari pihak pemberi utang (kreditur). Kepailitan dapat berakhir

dengan suatu perdamaian. Perdamaian ini dilakukan dengan cara perjanjian antara debitor pailit

dengan para kreditor untuk membayar sebagaian utangnya terlebih dahulu. Namun, pada
keyataannya tidak semua perdamaian dapat diterima. Manakala jalan perdamaian tidak dapat

diterima, insolvensi menjadi jalan untuk mengakhiri kepailitan tersebut. Kepailitan dapat

berakhir dengan cara insolvensi apabila utang debitur kepada kreditur telah dibayar lunas.

Pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU, sangat direkomendasikan

untuk menghindari konflik dikarenakan utang piutang. PKPU ini merupakan cara menyelesaikan

persoalan utang piutang secara perdata, yang mana bisa diajukan oleh pihak debitur maupun

pihak kreditur.

Anda mungkin juga menyukai