Anda di halaman 1dari 3

Nama : Calvin

Kelas : HPI 4B

Jurusan : Hukum Pidana Islam

Priode : UTS

Matkul : Fiqih Kontemporer

Dosen Pengampu : Aripin Marpaung, M.A

Konklusi Materi

A. IJTIHAD

Ijtihad adalah pengerahan segala kemampuan untuk mewujudkan hukum – hukum allah yang
berpijak pada nash al quran dan hadist. Kegunaan dan tujuan ijtihad yaitu untuk memenuhi
kebutuhan umat manusia terhadap pegangan hidup dalam menjalankan ibadah kepada allah pada
konteks tertentu.

Tidak semua hukum – hukum allah yang ada di nash dapat menjadi lapangan ijtihad, seperti
hukum yang dibawa oleh nash qath’i baik kedudukannya maupun pengertiaannya, atau dibawa
oleh hadits mutawatir, seperti kewajiban shalat, puasa, zakat, haji, haramnya riba, dan
sebagainya.

Adapun jenis – jenis dalam ijtihad terbagi kedalam beberapa bagian :

1. Ijmak, yaitu kesepakatan para mujtahid dari kalangan umat Muhammad, setelah beliau wafat,
pada suatau masa atas hukum suatau masalah.

2. Qiyâs, perumpamaan (analogi) ialah menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada
cabangnya, berdasarkan titik persamaan di antara keduanya.

3. Istihsân, tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan dan untuk
maslahat orang banyak.
4. Mashalat murshalah, yaitu tindakan memutuskan masalah yang tidak ada nashnya dengan
pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari
kemudharatan.

5. Istishab adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa
mengubahnya.

6. Urf adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat
setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsip dalam Al-
Qur’an dan Hadis.

Dalam perkembangan nya ijtihad pernah dilakukan pada zaman klasik, pertengahan, dan modern
dengan pola yang berbeda – beda. Perbedaan pola tersebut tidaklah menjadi hal yang harus
diperdebatkan, dikarenakan pada substansinya ijtihad tersebut memliki orientasi yang sama,
yaitu untuk menyelesaikan persoalan umat dengan berpijak pada disiplin ilmu yang berkaitan
sesuai dengan objek kajiannya.

Dikalangan ulama, terjadi perbedaan pendapat mengenai masalah ijtihad. Iman Syafi’I
menyamakan ijtihad dengan qiyas, yakni dua macam, tetapi maksudnya satu. Dia tidak mengakui
ra’yu yang didasarkan pada istihsan atau maslahah mursalah. Sementara itu, para ulama lainnya
memiliki pandangan lebih luas tentang ijtihad. Menurut mereka, ijtihad itu mencakup ra’yu,
qiyas, dan akal. Pemahaman mereka tentang ra’yu sebagaimana yang diungkapkan oleh para
sahabat, yaitu mengamalkan apa-apa yang dipandang maslahat oleh seorang mujtahi, atau
setidak-tidaknya mendekati syari’at, tanpa melihat apakah hal itu ada dasarnya atau tidak.
Berdasarkan pendapat tersebut, Dr. Dawalibi membagi ijtihad menjadi kitab Al-Muwafakat,
yaitu:

a. Ijtihad Al-Batani, yaitu ijtihad untuk menjelaskan hukum-hukum syara’ dari nash.

b. Ijtihad Aal-qiyasi, yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terdapat dalam AlQur’an
dan As-Sunah dengan menggunakan metode qiyas.

c. Ijtihad al-istislah, yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an
dan As-Sunah dengan menggunakan ra’yu berdasarkan kaidah istishlah.
d. Ijtihad syari’, yaitu ijtihad yang didasarkan pada syara’, termasuk dalam pembagian ini adalah
ijma’, qiyas, istihsan, Istishlah, ‘urf, istishhab, dan lain-lain.

B. MUJTAHID

Adapun mujtahid itu ialah ahli fiqih yang menghabiskan seluruh kesanggupannya untuk
memperoleh persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum agama dengan jalan istinbath dari Al-
Qur’an dan Sunnah”. Dengan kata lain, Mujtahid adalah orang-orang yang melakukan ijtihad.

Selain itu mujtahid juga memiliki tingkatan, yaitu antara lain :

a. Mujtahid Mutlak (Mujtahid Fi al-syar’i) yaitu orang-orang yang melakukan ijtihad langsung
secara keseluruhan dari Quran dan Hadis . Serta seringkali mendirikan madzhab sendiri, seperti
halnya para sahabat dan para imam yang empat, Syafi’i, Hambali, H}anafi, dan Maliki.

b. Mujtahid madzhab (Mujtahid fi al-madzhab atau fatwa mujtahid), yaitu para mujtahid yang
mengikuti salah satu madzhab dan tidak membentuk suatu madzhab tersendiri, yang dalam
beberapa hal berbeda pendapat dengan imamnya, misalnya Imam Syafi’i tidak mengikuti
pendapat gurunya Imam Malik, dalam beberapa masalah.

c. Mujtahid fi al-Masail atau ijtihad parsial (dalam cabang - cabang tertentu) ialah orang - orang
yang berijtihad hanya pada beberapa masalah saja. Jadi tidak dalam arti keseluruhan, namun
mereka tidak mengikuti satu madzhab, misalnya Hazairin berijtihad tentang hukum kewarisan
Islam.

d. Mujtahid Muqqayad, yakni orang-orang yang berijtihad yang mengikatkan diri dan mengikuti
pendapat ulama salaf. Tetapi memiliki kesanggupan untuk menentukan mana yang yang lebih
utama dan pendapat menentukan yang kuat dan pendapat yang berbeda beserta riwayat yang
lebih kuat diantara riwayat itu. Mereka juga memahami dalil-dalil yang menjadi dasar pendapat
para mujtahid yang diikuti misalnya Sayuti Tholib.

e. Mujtahid fi at-Tarjih, yaitu mujtahid yang kegiatannya bukan meng-istinbat-kan hukum tetapi
terbatas memperbandingkan berbagai madzhab atau pendapat, dan mempunyai kemampuan
untuk mentarjih atau memilih salah satu pendapat terkuat dari pendapat - pendapat yang ada,
dengan memakai metode tarjih yang telah dirumuskan oleh ulama-ulama mujtahid sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai