Dalam Islam ada beberapa sumber hokum yang dapat dijadikan sebagai hujjah atau dalil selain
sumber pokok utama yaitu al-Quran dan hadis, yakni ijma’ para ulama. Ijma ulama menempati
urutan ketiga sebagai sumber hokum Islam. Karena hal ini disepakati oleh para ulama yang telah
memenuhi syarat-syarat sebagai ulama mujtahid. Sehingga kecil kemungkinan dalam
penetapan hukumnya melenceng jauh dari al-Quran dan hadis.
Dalam praktiknya ada beberapa macam ijma, hal itu tergantung kondisi dan situasinya. Hasil
ijma’ para ulama ini terbatas pada wilayah dan kelompok tertentu tidak bisa dilakukan untuk
seluruh dunia.
A. Pengertian Ijma’
Kata ijma’ berasal dari kata ajma’a-yujmi’u-ijma’an yang berarti berarti tekad yang kuat. Para
ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan ijma’ secara istilah. Hal demikian karena
perbedaan kaidah dan syarat ijma’. Secara umum pengertian ijma’ adalah kesepakatan para
mujtahid setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. pada masa tertentu atas suatu perkara
agama.
C. Rukun Ijma’
1. Ada beberapa orang mujtahid;
2. Kesepakatan sesama para mujtahid atas suatu masalah dengan wilayah negeri, jenis,
dan kelompok mereka;
3. Kesepakatan itu harus dinyatakan secara tegas;
4. Tidak ada perbedaan antar para mujtahid.
D. Macam-macam Ijma’
Dari segi cara terjadinya:
1) Ijma’ Bayani
Disebut juga ijmak sarih, ijmak qauli atau ijmak hakiki. Yakni ijma’ yang dinyatakan
secara jelas dan tegas, baik berupa ucapan maupun tulisan.
2) Ijma’ Sukuti
Disebut juga ijmak i'tibari. Yakni para mujtahid tidak menyatakan pendapatnya dengan
jelas dan tegas, hanya diam saja atau tidak memberikan reaksi terhadap suatu
ketentuan hukum yang telah dikemukakan mujtahid lain.
Dari segi yakin atau tidaknya terjadi suatu ijma’:
1) ljmak Qath'I;
2) ljmak Zanni
Selain itu adapula ijma’ yang dihubungkan dengan waktu, tempat terjadinya, dan orang yang
melaksanakannya.
a. Ijma’ Sahabat.
b. Ijma’ Khulafaur Rasyidin.
c. Ijma’ Shaikhan, yaitu ijma’ yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
d. Ijma’ Ahli Madinah.
e. Ijma’ Ulama Kufah.
Ijma yang tidak terpenuhi rukun-rukunnya tetapi ada kesepakatan sebagian para mujtahid
dalam lingkung wilayah atau kelompok tertentu hal ini lebih tepat bila disebut sebagai ijtihad
jama’i (kolektif), seperti hasil ijtihad yang dikeluarkan oleh Majlis Ulama Indonesia (MUI).
G. Obyek Ijma’
Obyek ijma’ ialah semua peristiwa atau kejadian yang tidak ada dasarnya dalam al-Qur’an
dan hadis, peristiwa atau kejadian yang berhubungan dengan ibadah ghairu mahdhah pada
bidang muamalah, bidang kemasyarakatan, atau semua hal-hal yang berhubungan dengan
urusan duniawi.
3. Konsep/teori/istilah pada modul yang memiliki perbedaan dengan pengetahuan awal Anda
(miskonsepsi)
4. Konsep/teori/istilah pada modul yang masih sulit Anda pahami atau membutuhkan penjelasan
lebih lanjut (sebagai bahan diskusi)
5. Setelah membaca modul, apa yang Anda harapkan/yang akan Anda lakukan di/pada tempat
Anda bekerja saat ini?
Setelah saya membaca modul ini, dapat dipahami bahwa untuk menetapkan suatu hokum
tidaklah mudah, harus memenuhi persyaratan tertentu. Oleh karena itu, tidak semua orang bisa
berijma’ karena ijma atau ijtihad adalah miliki bagi orang-orang yang telah memenuhi standar.
Pada dewasa ini sepertinya pintu ijtihad masih tertutup karena tidak ada keberanian dari para
mujtahid untuk bersepakat dalam suatu persoalan. Hal ini bisa jadi karena ada trend sudah
cukup dengan hokum yang ada saat ini dengan merujuk ulama-ulama klasik. Padahal dunia
selalu berubahan tentunya tatanan hukumnya pun berubah. Maka dari itu diperlukan ijtihad-
ijtihad baru untuk menyelesaikan persoalan tersebut.