0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
10 tayangan5 halaman
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas biografi dan pemikiran filsuf Skotlandia bernama David Hume, yang dikenal dengan gagasan empirisisme radikalnya.
2. Hume lahir pada tahun 1711 dan mendapat pendidikan hukum, meskipun minatnya lebih ke sastra dan filsafat.
3. Gagasan utama Hume adalah membedakan "kesan" yang bersifat konkret dari ind
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas biografi dan pemikiran filsuf Skotlandia bernama David Hume, yang dikenal dengan gagasan empirisisme radikalnya.
2. Hume lahir pada tahun 1711 dan mendapat pendidikan hukum, meskipun minatnya lebih ke sastra dan filsafat.
3. Gagasan utama Hume adalah membedakan "kesan" yang bersifat konkret dari ind
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas biografi dan pemikiran filsuf Skotlandia bernama David Hume, yang dikenal dengan gagasan empirisisme radikalnya.
2. Hume lahir pada tahun 1711 dan mendapat pendidikan hukum, meskipun minatnya lebih ke sastra dan filsafat.
3. Gagasan utama Hume adalah membedakan "kesan" yang bersifat konkret dari ind
Muatan kali ini terbangun untuk memenuhi kesepakatan kawan-kawan Manunggal Institute (suatu BANOM dari PMII Rayon FUAH, UIN KHAS), tidak mungkin saya acuh terhadap itu. Hal ini bukan kepatuhan terhadap kontrak forum, namun suatu tanggung jawab yang harus diselesaikan. Mudah-mudahan, hasil dari ini menjadi pemicu kader-kader untuk berperang gagasan, kritik, dan menjadi garis besar dalam kajian kali ini. Bukan hanya itu, tulisan ini sebagai langkah awal dalam upaya menuang pemahaman saya dalam bentuk karya. Lalu angan-angan tentang “kapan saya bisa nulis”, segera direalisasikan. Mengendapkan pengetahuan itu tidak bagus, hingga terkonstruksi dalam imajianasi, untuk membentuk tulisan dalam memproduksi literatur. Dan keinginan selanjutnya, dapat menyapaikan suatu gagasan hangat. Sejak logos dideklarasikan sebagai gerbang pengetahuan, sampai taraf keusangan nalar post-modern, sajian-sajian diskursus tokoh masih relevan sampai saat ini. Saya rasa pada kesempatan ini, kita coba bedah tokoh Hume dengan empiris radikalnya. Manakala akan menjadi pangkal dari segala aspek ilmu pengetahuan, kemajuan orang-orang Eropa, paradigma-paradigma yang mengalamai perkembangan pesat, serta kemewahan subjektifitas sains. David Hume merupakan sosok Filosof yang memiliki pengaruh besar dalam Filsafat kontemporer dengan corak nalar empirisism. Beberapa pemikirannya dipengaruhi oleh John Locke dan Berkeley, akan tetapi pada akhirnya juga mengkritik mereka. Kajian kali ini sangat menarik, jika pembacaan ini dimulai saat lahir sampai Dialoque Concerning Natural Relegion, salah satu karyanya, diinisiasi terbit ketika telah wafat. Kesempatan ini difokuskan melihat lebih dalam tentang empirisisme radikalnya, yang kemudian akan menjadi garis besar dari diskusi kawan-kawan Manunggal Institute. Hume memulai hidupnya di Edinburgh Skotlandia, tanggal lahirnya 26 April 1711. Lahir seperti manusia pada umumnya, anak bungsu dari keluarga tidak kaya apalagi miskin, hematnya sederhana. Namun hari sialnya sudah dimulai sejak bayi, ditandai dengan kepergian sang ayah ke alam lain. Ketika kecil, hidup biasa saja dengan seorang ibu di perkebunan Ninewells. Beruntungnya si ibu mampu menfasilitasi pendidikannya sejak awal. Disekolahkan seperti murid-murid pada umumnya, namun Hume terlalu keren jika dibandingkan dengan kawan-kawan Manunggal Institute. Sebab Ia menjelma sebagai pelajar sukses, dan dijuluki anak muda produktif. Sesingkat-singkatnya, menjadi mahasiswa di Universitas Edinburgh pada tahun 1723, waktu itu usianya masih 12 tahun!. Sebagai anak Shaleh, memulai studi hukum di kampus itu atas kehendak ibunya. Kemudian men-DOkan diri ketika berusia 15 tahun, karena perasaan tidak puas menyertai. Kita coba lihat lebih jelas lagi, ada sedikit keberuntungan dari keterangan hidup David Hume. Ada literatur lain yang baru saya temukan ketika bangun tidur dan sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Ahmad Asnawi, Spd. Judul bukunya Essays Moral Political And Literay Buku 1. Dalam buku tersebut rupanya tersisipkan keterangan hidup, yang begitu bersahaja, namun ampasnya juga banyak. Sebaagai Filsuf PD (Percaya Diri), mendeklarasikan diri. Sebagai manusia berwatak suka belajar, tenang hati, sehingga keluarganya memiliki gagasan singkat untuk memiliki gelar Hukum. Namun sejak awal si Hume sudah memiliki Hasrat lebih pada Sastra dan Filsafat. Karya-karya Voet dan Vinnius, Cicero dan Virgil dikonsumsi secara diam-diam. Kecendrungan tersebut, sebagai pengantar konstruksi besar terhadap Empirisisme sebelumnya. Komitmennya terhadap pengetahuan seperti anak kecil berlari untuk mendapatkan layangan putus, meskipun medannya berlumpur, tetap gigih untuk menjangkaunya. Hume merasa produktif pada tahun 1734, lalu pergi ke Briston, dengan beberapa rekomendasi para pedagang terkemuka. Selang beberapa bulan, merasa tidak layak, tidak cocok, atau gak kerasan di sana. Hingga hijrah ke Prancis, untuk melanjutkan studinya. Sebagai Filsuf ngece berwatak rajin, juga tidak sombong, Ia memusatkan perhatiannya untuk mengembangkan Sastra. Di Prancis, Hume menapakkan kakinya di Reims, beberapa waktu kemudian, ke Fleche, di Anjou. Sepanjang hidupnya di Prancis Ia menyusun Treatise Of Human Nature. Pada 1737, kemudian hengkang ke London. Menerbitkan karyanya pada akhir 1738, namun hari itu menjadi kurang beruntung, hal ini disebabkan karya itu tidak digubris oleh Pers. Hume tetaplah Hume, tidak ciut untuk tetap maju dalam kancah literatur, maskipun galaunya parah, Diks! Ketika kembali ke Edinburgh, essaynya diterbitkan pada 1742, dan memiliki perlakuan serta respon baik di sana. Bertepatan pada 1745, Hume menerima surat dari Marquis Of Annanele, diundang untuk datang serta tinggal bersama bangsawan-bangsawan di Inggris selama 12 bulan. Beberapa saat setelah itu, dijadikan sekretaris oleh St. Clair dalam upaya ekpedisinya. Bertepatan tahun 1747, dijadikan pembantu kedutaan militer di Wina dan Turin. Sejumlah prestasi Hume bagi saya merupakan pencapaian elok, beruntung memiliki zaman ideal untuk memperkaya pengetahuan. Berani mengorbankan perut, untuk pengetahuan. Sebelum kaya, bisa digambarkan seperti kader-kader Rayon Ushuluddin, mampu ngerokok dan makan dengan dalih silaturridinglah, diskusi, ngopi bareng, pada intinya gratisan. Tahun 1749, si Filsuf memutuskan untuk tinggal bersama saudara laki- lakinya, sembari melanjutkan kiprah produktifnya dengan menyusun Essay Political Discursuse. Pada 1752, pindah lagi ke kota, kemudian karya itu dipublikasikan di Edinburgh. Di tahun yang sama, menghibahkan dirinya sebagai pustakawan di Fakultas Hukum. Hume memang diidentifikasi terlibat dalam carut marut politik kala itu, serta menjadi anugrah tersendiri sebagai manusia beruntung. Kecondongan terhadap Tory (salah satu partai di Inggris), merupakan izin dari langit untuk ketenarannya. Tidak lama kemudian, bertepatan pada 1759, berhasil menerbitkan History of the House of Tudor karya ini menjadi titik awal narsisnya di kancah literatur. Sedikit tambahan dari Betrand Russel, dalam bukunya Sejarah Filsafat Barat dalam bentuk terjemahan ke bahasa Indonesi. 1763, mengunjungi Paris serta mendapati pujian-pujian dari komunitas Filsafat setempat. Secara sepihak, saya menganggap Hume sebagai ahlinya Sastra. Ia tidak membenamkan cerita hidupnya apalagi melangitkan, dalam Essai Moral Political And Leterary auto-biografinya sangat singkat, padat, serta dapat diukur dengan fakta historis, tidak seperti dongeng-dongeng Senior Sebenarnya Hume memiliki beberapa riwayat gangguan mental sejak Ia berusia 18 tahun dengan beberapa gejala seperti adanya bintik-bintik di jari, sehingga dokter waktu itu mendiagnonis “Penyakit Orang Terpelajar”. Wafat pada tanggal 25 Agustus 1776, karena penyakit kanker perut, parah sih. Saya rasa sekian Biografi Hume, sebenarnya pembahasan ini masih belum tuntas, karena saya paham karakter dari pembaca, tidak pernah menuntaskan bacaan. Namun semoga tulisan di atas sudah cukup banyak membahas kehidupan sang filosof, yang terombang ambing dalam ekspedisinya terhadap pengetahuan. Selanjutnya kita memasuki alam berfikir dari Hume, saya rasa ini sudah mulai agak serius. Pasalanya semenjak berusia 12-tahunan, dengan sikap skeptis, kemudian membangun segala bantahan terhadap tumpukan teori metafisis. Kesangsian tersebut bukan soal ngeyelnya, akan tetapi pandangan tentang kekayaan pengetahuan rasionalisme, hanya seperti bungkusan teori-teori bias dan tidak senada dengan kenyataan konkrit. Bagi hume akal tidak memiliki tempat tertinggi dalam subjektivitas manusia, dengan demikian akal teridentifikasi bukan aktor utama untuk merespon soal (tugas-kampus) apalagi persoalan, serta sebagai mesin utama dalam memproduksi gagsan/ide baru. Bantahannya terhadap kaum rasional, akal yang diagungkan oleh mereka hanyalah budak dari sensasi. Nalar luar biasanya, sampai pada Jonh Lock dan Brekeley. Dengan mengkrtitik pandangan empiris terdahulu, yang dirasa terlalu normatif serta memiliki batasan. Mari kita intip ruang produksi Epistemologi empirisisme radikal Hume, kata kunci dari ajarannya ialah; kesan (impressions) sebagai poin utama di sini. Mula-mula Hume memberikan takaran, posisi, dan perbedaan terhadap “kesan” (impressions) serta “gagasan/ide” (Ideas). Bahwasanya indra melahirkan kesan, serta memiliki kebenaran yang konkrit terhadap realitas. Sedangkan gagasan/ide, merupakan tempat pengolahan data-data dari fenomena yang dihasilkan oleh kesan melewati pengindraan. Pada intinya kesan lebih konkret dari pada gagasan/ide, yang sifatnya kabur. Saya coba memberikan gambaran jelas tentang ini, rasa kopi yang sekarang lebih konkrit dari pada rasa kopi yang saya coba gagas dan diimajinasikan nanti malam. Atau kita coba memikirkan kebenaran “rasa” dimarahi oleh ketua Rayon, itu merupakan persepsi yang samar, kebenaran yang paling konkrit ketika rasa itu diperoleh dari kesan langsung atau kejadian waktu itu loh. Gagasan (Ideas) itu sendiri, rupanya dijabarkan lagi oleh Hume, yakni; gagasan sederhana dan gagasan kompleks. Uraiannya begini; gagasan sederhana merupakan lanjutan dari kesan sederhana, namun penempatan diantara keduanya tentu berbeda, kesan merupakan yang konkrit sedangkan gagasan sederhana masih saja buram. Selanjutnya gagasan kompleks, gagasan kompleks ini berangkat dari kesan-kesan yang dikumpulkan, dibakukan, dan dibentuk untuk memproduksi gagasan baru atau pengetahuan baru. Mudahnya begini, “gagasan sederhana” merupakan gagasan yang didapat dari kesan sederhana tentang kopi. Penjelasan ini menekankan pada ketunggalan tentang; bentuk, warna, rasa, dan kejadian yang tersimpan dalam ruang ingatan, kemudian tergagas dalam bentuk penyampaian dari kesan yang sudah dialami. Misalnya, gagasan sederahana “cewe itu cantik”, berangkat dari kesan sederhana yang lahir dari indra, ketika menyaksikan cewek itu. Sedangkan gagasan kompleks merupakan konsentrasi perumusan gagasan baru, semisal gagasan tentang “Kedai B AJ tempat yang nyaman”, kesimpulan atau gagasan baru tentang B AJ, merupakan tumpukan “kesan” yang didapat. Semisal, kopi robustanya, pembelinya tidak rasis, tidak ada kelas sosial, baristanya cakep, alunan lagu-lagu percik, dan kesan-kesan lainnya, sehingga pada suatu momen kita merumuskan gagasan B AJ sebagai tempat ter- nyaman. Dari penyampaian pendek diatas, gagasan merupakan tokoh pembantu, pesuruh, budak, dan pada intinya kinerja lanjutan dari kesan serta tidak bisa apa-apa tanpa kesan. Tertuang dari literatur-litaratur lain, bahwa yang memberi pengaruh besar terhadap pengetahuan, budaya, sosial, politik, ekonomi, pemerintahan dan lain-lainnya, adalah epistemologi empirisisme radikal ini. Meskipun, pemikir lain di abad-abad selanjutnya menuduh Hume merupakan sosok yang destruktif. Sejujurnya dalam penulisan ini, saya dibantu oleh Betrand Russel, Fahrudin Fais, F. Budi Hardiman dan obrolan-oborolan kecil tentang David Hume ini. Kritik terhadap kausalitas dan persepsi individu tentang Tuhan. Kali ini saya akan ringkas saja, persoalan paham atau enggak itu terserah kalian. Tentang kausalitas (sebab- akibat), awal mulanya terkonstruk dari Yunani kuno, dan bangunan-bangunan kausalitas Cartesian yang mengatakan adanya X Disebabkan Y. Kata Hume: tidak ada yang begitu- begituan!, adanya suatu kejadian atau peristiwa dilahirkan oleh peristiwa lainnya, rentetan itu merupakan satu kelompok peristiwa. Tentunya menjadi bantahan keras terhadap kausalitas tadi. Saya contohkan, peristiwa saya minum robusta susu, merupakan rentetan dari peritiwa kang Barista nyeduh, sanpai nganterkan ke meja saya. Semua itu, tersusun dari peristiwa- peristiwa sebelumnya. Ajaran Hume yang ini nih, menjadi alasan merosotnya keyakinan Deisme kala itu. Kemudian persepsi Tuhan, indvidu yang berimajinasi, mengkonstruk, dan meng mngambarkan, merupakan nalar atau imajinasi liar individu. Bagi Hume, kesan subjek terhadap objek dan gagasan kompleks, merupakan pengantar kepada tuhan, untuk narasi lengkapnya biasa baca di Treatise Of Human Nature, Essays Moral Politikal and Literay. Sederhananya, kesan dari objek keindahan alam, objek kasih sayang ibu, kerasnya bapak, dan posesifnya ayang, dengan sendirinya akan menkonstruksi kecerdasan individu bawasa dibalik itu, ada Yang Maha, melebihi objek-objek yang tadi. Wes cukup! Sejujurnya merasa malas menyimpulkan isi pemikirannya, namun saya berusaha mencoba mengkaji fenomena yang terjadi diluar pemikiran Hume. Dari atas sampai atasnya paragraf ini, bahwa kekayaan pengetahuan sebelumnya masih perlu diukur relevansinya dengan zaman yang terjadi sekarang, point pertama. Empirisisme radikal ini menjadi cikal bakal dari keseksian pengetahuan barat. Selayaknya Lock dengan emprisismenya, kemudian di evaluasi lagi oleh emprisismenya Hume. Gaya-gaya itu, berlaku pada budaya pengetahuan barat secara terus menerus. Penempatan skeptis sebagai analisis kritis, sebagai akses pertama untuk mempelajari filsfafat. Point terakhir, selayaknya manusia yang menghamba kepada Tuhan, kita hentikan sikap fanatik bahkan taklid buta. Selanjutnya, harapan. Teruntuk para pembaca, semoga tulisan ini tidak hanya menjadi tumpukan teori-teori, bahkan menjadi standar kebenaran. Kenyataan masih bergerak sampai sakarang, kerja-kerja fenomena tersebut menjadi tantangan besar terhadap kita. Seyogyanya upaya membangun pengetahuan, harus!! Dilakukan secara berkala, untuk menjadi perisai dan tombak dalam menghadapi hiruk-pikuk era globalisasi ini. Sempat saya berfikir begini, setidaknya kita terlihat cupu dari segi penampilan, serta miskin, akan tetapi keren dalam beretorika dan kaya pengetahuan. Untuk mendapatkan itu, ya baca buku dan diskusi. Masalah good looking, itu tergantung dompet kalean. Jika bisa, dapatkan keduanya. Sebagaimana manusia idaman, bagus diluar dan dalam. Kemudian dari Hume, kita mendapati tamparan keras bilamana kita lebih nyaman ngurung diri di kos tanpa kegiatan produktif apapun (Ngegoa), berkelompok namun tidak mengasilkan apa-apa, dan nongkrong hanya untuk kepentingan media tanpa mengakses pengetahuan apapun. Untuk terahir, tetaplah menjadi Insan ulul albab sebagai harapan sebelum titik. Saya sebagai kader menyampaikan juga kepada keder, kondisi zikir, mental, rasa, dan keintelektualan harus menjadi konsenstrasi untuk tujuan luhur PMII. Sebagaimana konflik- konflik pengetahuan sebelumnya, upaya yang dibangun dalam ruang ini berorientasi pada kepentingan pengetahuan, dengan harapan kemaslahatan publik. “Dari tuhan saya tahu, dan untuk tuhan, saya memberi tahu kepada kalean”