Anda di halaman 1dari 15

Nama : Angelyn Natalisa Ribkana Tarihoran

Pransisco Mon Febry Silalahi


Tingkat/Jurusan : I-C Teologi
Mata Kuliah : Filsafat Barat
Dosen Pengampu : Dr. Jadiaman Parangin-angin

David Hume, Immanuel Kant, Hegel


I. Pendahuluan
Pada pertemuan kali ini, kami akan membahas tentang David Hume, Immanuel
Kant dan Hegel. Yang dimana kami akan memaparkan bagaimana kehidupan, karya-
karya, dan pemikiran-pemikiran semasa hidupnya. David sama sekali tidak tertarik
pada hukum dan malah menekuni filsafat serta kesusastraan, sehingga ia belajar
filsafat dan kesusastraan secara autodidak. Immanuel sangat berpengaruh pada filsafat
modern. Karena pemikiranya merintis lahirnya aliran-aliran baru dalam sejarah
filsafat modern, seperti idealisme dan positivisme, sehingga membentuk suatu paham
baru yang disebutnya kritisisme. Dan Hegel adalah seorang anak yang menderita
sejumlah penyakit berat sebelum ia mencapai usia dewasa. Semoga dalam sajian kami
ini dapat menambah wawasan kita semua, Tuhan Yesus Memberkati.
II. Pembahasan
II.1. David Hume
II.1.1. Riwayat Hidup
David Hume lahir di Edinburgh, Skotlandia pada tahun 1711. Ia
terlahir dari keluarga yang terpandang. Ayahnya meninggal sewaktu ia
masih kecil. Orang tuanya menghendaki dirinya belajar hukum.
Namun, ia sama sekali tidak tertarik pada hukum dan malah menekuni
filsafat serta kesusastraan, sehingga ia belajar filsafat dan kesusastraan
secara autodidak. Tetapi, akhirnya menjadi jelas bahwa ia sangat
menyukai filsafat.1
David Hume (1711-1776) ia hidup dengan tenang, tetapi
mempunyai pemikiran filsafat yang revolusioner. Ayahnya adalah

1
Masykur Arif Rahman, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat, (Jogyakarta: IRCisoD, 2013), 271
seorang pengacara dan tuan tanah, ibunya seorang kalvinis keras.
Hume pergi ke Universitas Edinburgh pada tahun 1723 pada umur
sebelas tahun dan belajar hukum tetapi ia lebih senang berfilsafat. ia
pergi ke Prancis, di mana ia menulis A Treatise of Human Nature.
Sebaliknya ke London ia menerbitkan karya itu pada tahun 1737, dan
kecewa ketika bukunya tidak laku sama sekali.2
Pemikirannya yang liberal dan cenderung ateis membuat Hume
ditolak menjadi professor di Universitas Edinburgh pada tahun 1744.
Sembilan belas tahun kemudian, tepatnya tahun 1763, ia diutus
sebagai sekretaris Duta Besar Inggris ke Paris. Lalu, pada tahun 1767,
ia bekerja sebagai sekretaris di London, dan kembali ke kampung
halamannya pada tahun 1769. Di kampung halamannya itu, ia
menghabiskan sisa hidupnya hingga meninggal pada tahun 1776.3
Aliran empirisme memuncak pada David Hume, sebab dia
menggunakan prinsip-prinsip empiris dengan cara yang paling radikal.
Terutama dengan pengertian substansi dan kausalitas (hubungan
sebab-akibat) menjadi objek kritiknya. Ia tidak menerima adanya
substansi, sebab yang di alami itu hanyalah kesan-kesan tentang
beberapa ciri yang salalu terdapat bersama-sama (misalnya: putih,
licin, ringan). Ini tetapi atas dasar pengalaman tidak dapat di
simpulkan bahwa di belakang ciri-ciri itu masih ada suatu substansi
tetap (misalnya: sehelai kerta yang mempunyai ciri-ciri tadi). Selaku
empiris, hume lebih konsekuen lagi dari pada Berkeley. Sudah nyata
kiranya pendirian hume ini mempunyai kosekuensi yang besar.
Karena ilmu pengetahuan dan filsafat sama sekali berdasarkan prinsip
kausalitas, hume harus menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan dan
filsafat tidak mampu mencapai kepastian dan tidak pernah melebihi
taraf probalitas. Pendirian hume ini dapat dinamakan Skeptisisme.4
II.1.2. Karya-karya

2
Linda Smith dan William Raeper, Ide-ide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang, (Yogyakarta: KANISIUS, 2004), 71
3
Masykur Arif Rahman, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat, (Jogyakarta: IRCisoD, 2013), 271
4
K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Yogyakarta: KANISIUS, 2006), 52-53
David Hume menulis beberapa buku, di antaranya:
1. Treatise Upon Human Nature (1739-1740),
2. Essays, Moral, political, and Literary (1741-1742)
3. Inquiry Concerning Human Understanding (1748),
4. Inquiry Concerning the Principles of Morais (1751),
5. Political Discourses (1752),
6. Four Dissertation (1757),
7. Dialogues Concerning Natural Religion (1779), dan
8. Immortality of the Soul (1783).5
Karya Hume berjudul History membuatnya tenar dan
sukses. Pada tahun 1763 ia diangkat menjadi sekretaris duta besar
inggris di Prancis dimana ia sukses besar secara sosial. Ia
memegang Under Secretary of state dalam waktu singkat sebelum
pensiun ke Edinburgh pada tahun 1769. Disana Hume terus
merevisi Dialogues, yang diterbitkan setelah kematiannya tahun
1779.6
II.1.3. Filsafat
Filsafat Hume ialah kritik terhadap rationalisme digmatis dari
Descartes. Juga etika dari kaum rationalis dihancurkan. Virtue
(kebaikan) tak lain dari rasa enak yang kita alami kalau kita
melakukan sesuatu atau mengerjakan sesuatu yang umum dan
disetujui.7
Dalam sejarah filsafat, David Hume terkenal sebagai pemikir
empirisisme yang radikal dan skeptis. Terkait hal ini, Hume
mengkritisi tiga elemen pemikiran. Pertama, ia mengkritisi ajaran-
ajaran rasionalisme yang meyakini adanya ide-ide bawaan serta
anggapan bahwa alam semesta terdiri dari sebuah keseluruhan yang
saling berkaitan. Kedua, ia mengkritisi pemikiran religius, baik dari

5
Ibid, 271-272
6
Linda Smith dan William Raeper, Ide-ide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekaran, (Yogyakarta: KANISIUS, 2004), 71

7
M.A.W. Brouwer, Sejarah Filsafat Barat Modern dan Sejaman, (Bandung: Alumni, 1980), 11
ajaran Kristen maupun agama-agama lain, dan mereka yang menganut
deisme yang menyakini bahwa Tuhan yang membiarkan alam semesta
berjalan seperti mesin (mekanis) tanpa campur tangan Tuhan. Hal ini
yang paling penting adalah kritiknya terhadap ajaran agama yang
mempercayai adanya sebab tertinggi (sebab pertama).
Pada umumnya ia mengkritik agama yang menyakini adanya
hukum kausalitas (sebab-akibat). Ketiga, ia menyerang pemikiran
empirisme Dengan kritikannya ini ia ingin benar-benar membersihkan
empirisme dari bayangan-bayangan dan hantu-hantu rasionalisme.
Ada beberapa kritik David Hume sebagai berikut:
a. Kritik atas Rasionalisme
Hume menolak anggapan kaum rasionalis yang menyakini
bahwa manusia mempunyai ide-ide bawaan. Baginya, manusia
tidak mempunyai ide-ide bawaan. Pengetahuan atau kesadaran
yang terbentuk dalam diri manusia berasal dari pengalaman
Indrawi diperoleh melalui persepsi, yang terdiri dari dua unsur
yaitu:
1. Kesan (impressions) adalah kesan yang diperoleh dari
pengalaman langsung (ketika sedang terjadi), baik pengalaman
yang bersifat lahiriah maupun batiniah.
2. Gagasan (ideas). Gagasan lahir karena adanya penggabungan,
persekutuan atau pertautan antara kesan-kesan yang telah di
dapatkan sebelumnya.
Yang di permasalahkan oleh Hume yakni sebagian besar
manusia tidak bisa membedakan antara kesan dan gagasan.
Parahnya lagi, banyak manusia yang mendasarkan
pandangannya pada gagasan. Akibatnya, sering kali manusia
menemukan pengetahuannya terasa kabur, tidak jelas, dan
ragu-ragu.
b. Kritik atas Substansi
Rasionalisme memahami bahwa ada setiap benda, terdapat
substansi, termasuk manusia juga memiliki substansi. Misalnya,
pada manusia, substansinya disebut “pikiran”. Namun menurut
Hume “pikiran” bukanlah substansi, karena pikiran pada dasarnya
hanyalah sekumpulan kesan yang datang silih berganti dan terus
menerus.
Pernyataan hume tersebut bermakna bahwa, pikiran tidak
dapat dikatakan sebagai substansi, karena pikiran bukanlah subjek
yang berdiri sendiri. Dikatakan demikian karena pikiran, bagi
Hume, hanyalah sekumpulan kesan belaka, seperti perasaan sedih,
sakit, panas, takut, bahagia, dan lain sebagainya. Semua ini
hanyalah sekumpulan kesan yang oleh sebagian manusia dianggap
sebagai substansi. Karena itu Hume menyebut, substansi sebagai
“kepercayaan”, bukan “kenyataan” (matter of fact) yang sejati.
c. Kritik atas Kausalitas
Prinsip sebab-akibat (kausalitas), atau hukum alam sudah
menjadi kepercayaan yang mengakar kuat sejak lama, baik dalam
filsafat, ajaran agama, maupun sains. Misalnya dalam filsafat,
diyakini adanya prinsi-prinsip yang menjadi sebab adanya alam
semesta. Sementara dalam agama, di percayai bahwa adanya
makhluk yang disebabkan, pada sains (misalnya Fisika), di terima
bahwa gerakan suatu benda disebabkan oleh gerakan benda yang
lain.
Menurut Hume, konsep kausalitas yang didasarkan pada
hubungan yang niscaya antara peristiwa yang satu dengan
peristiwa yang lain tidak benar dan didasarkan pada sebuah
hubungan belaka. Bagi hume, yang disebut kausalitas hanyalah
sebuah urutan kejadian. Dengan kata lain, dalam konsep kausalitas,
tidak ada yang niscaya, yang ada hanyalah pengalaman mengenai
urutan kejadian. Karena itu, Hume menolak kausalitas.
d. Kritik atas Metode Induksi
Selain mengkritik prinsip sebab-akibat, Hume juga
mengkritik metode induksi. Sebagaimana kita ketahui, metode
induksi adalah sebuah cara untuk memperoleh pengetahuan yang
bersifat umum melalui kejadian-kejadian yang bersifat khusus.
Hume menolak kesimpulan metode induksi tersebut. Penolakan ini
sebenarnya ia lakukan untuk mengokohkan metode empirisisme
yang diyakininya.
Menurut Hume, kesimpulan induksi yang tidak berdasarkan
pada pengalaman harus ditolak. Kesimpulan induksi ataupun
prinsip sebab-akibat hanyalah berupa “harapan” atau
“kepercayaan”, bukan “kenyataan” yang sejati.8
II.2. Immanuel Kant
II.2.1. Riwayat Hidup
Lahir di Konigsberg, Prusia, pada tahun 1724. Ia tidak pernah
meninggalkan desa kelahiranya kecuali beberapa waktu singkat karena
memberikan kuliah di desa tetangganya. Dan ia sangat tekun dalam
melaksanakan agamanya.9
Immanuel sangat berpengaruh pada filsafat modern. Karena
pemikiranya merintis lahirnya aliran-aliran baru dalam sejarah filsafat
modern, seperti idealisme dan positivisme, sehingga membentuk suatu
paham baru yang disebutnya kritisisme. Pada saat usainya 8 tahun, ia
memulai pendidikanya formalnya di sebuah sekolah yang
berlandaskan semangat pietisme, namun kemudian ia tidak betah dan
menginginkan pengetahuan lain.
Pada tahun 1740, ia meninggalkan sekolah formalnya, dan
kemudian belajar filsafat, ilmu pengetahuan alam, dan teologi di
Universitas Konigsberg. Dengan disertai berjudul Meditationum
Guarundum de Igne Succinta Delineatio (uraian singkat atas sejumlah
pemikiran tentang Api), pada tahun 1755, ia mendapat gelar doctor. Ia

8
Masykur Arif Rahman, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat, (Jogyakarta: IRCisoD, 2013), 272-277

9
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), 151
mendapat gelar itu selama lima belas tahun, ia bekerja menjadi dosen
privat di Falkultas Filsafat Universitas Konigsnberg. Lalu pada tahun
1770 mendapatkan gelar Profesor logika dan metafisika dengan
disertai berjudul De Mundi Sensibilitas Atque Intelligibilis Forma et
Principiis (tentang bentuk dan asas-asas dari Dunia Indrawi dan Dunia
Akal Budi).
Menurut Kant, sebagaimana yang ditulis Tjahjadi (2004),
kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalananya dengan terlebih
dahulu menyelidiki kemampuan rasio dan batas-batasnya. Kritisisme
perlu di pertimbangakan dalam kaitanya dengan “filsafat dogmatic”
(dogmatisme). Dogmatisme menganggap pengetahuan objektif sebagai
sesuatu yang terjadi dengan sendirinya. Sebagai suatu sistem filosofis,
dogmatisme mempercayai kemampuan rasio dan mendasarkan
pandangannya pada ketentuan-ketentuan pada apriori atau pemahaman
yang telah ada tentang Allah, substansi, atau monade, tanpa
menanyakan apakah rasio telah memahami hakikatnya sendiri, yaitu
luas dan batas-batas kemampuannya.10
Tidak boleh disangsikan bahwa Immanuel Kant termasuk filsuf
yang terbesar dalam sejarah filsafat modern. Tentang riwayat hidupnya
tidak dapat dikisahkan hal-hal yang mencolok mata. Kehidupan Kant
sebagai filsuf dapat di bagi atas dua priode: jaman prakritis dan jaman
kritis. Dalam jaman prakritis ia menganut pendirian rasionalistis yang
di lancarkan oleh Wolff dan kawan-kawanya.11
II.2.2. Karya-karya
Immanuel Kant menulis beberapa buku, antara lain:
a. Grundlegung Zur Metaphysik der Sitten (pendasaran Metafisika
Kesusilaan, 1785),
b. Kritik der Praktischen Vernunft (kritik atas Budi Praktis, 1788),
c. Kritik der Urteilskraft (kritik atas Daya Pertimbangan, 1790) dan
d. Zum Ewigen Frieden (Menuju Perdamaian Abad, 1795).
10
Masykur Arif Rahman, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat, (Jogyakarta: IRCisoD, 2013), 278-280
11
K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Yogyakarta: KANISIUS, 2006), 59
II.2.3. Filsafat
a. Sintesis atas Rasionalisme dan Empirisisme
Seperti telah disinggung, Kant melakukan sintesis atas dua
aliran besar dalam filsafat yang selalu bertentangan, yaitu
rasionalisme dan empirisisme. Rasionalisme menyakini bahwa
sumber pengetahuan adalah akal atau rasio, dan pengalaman hanya
menegaskan apa yang ada dalam rasio. Sedangkan empirisisme
berpandangan sebaliknya. Dalam pandangan empirisisme, sumber
pengetahuan adalah pengalaman indrawi. Sebelum ada
pengalaman indrawi, akal kosong. Karena itu, pengalaman
indrawilah yang mengisi kekosongan dalam akal.
Menurut Kant, rasionalisme benar separuh, dan
empirisisme benar separuh. Dengan kata lain keduanya tidak benar
sepenuhnya. Kant menyakini bahwa dalam proses memperoleh
pengetahuan, kedua hal tersebut sama-sama berperan. Artinya, jika
tidak ada pengalaman indrawi, pengetahuan tidak akan diperoleh.
Begitu juga rasio, pengetahuan juga tidak akan didapat. Jadi,
keduanya memiliki peran dalam proses memperoleh pengetahuan
yang benar.
Selanjutnya, Kant menunjukkan bahwa pengetahuan
memiliki tiga tingkatan (hierarki). Tingkat yang pertama dan yang
terendah adalah pengalaman “indrawi”, tingkat kedua adalah
“rasio”, sedangkan tingkat ketiga ialah “intelek”. Dengan
pembagian tingkatan pengetahuan ini, ia ingin mengungkap
kebenaran pengetahuan filsafat, sains, dan metafisika.
b. Tingkat Pengalaman Indrawi
Menurut Kant, pada tingkat pengalaman indrawi,
sebenarnya sudah ada dua unsur sebelum pengalaman (apriori),
yaitu ruang dan waktu. Dengan pernyataan ini, ia telah melakukan
sintesis atas dua aliran yang bertentangan, yaitu empirisisme dan
rasionalisme.
Ruang dan waktu dipahami Kant sebagai struktur-struktur
intuitif yang ada dalam dari subjek (kita). Dengan kata lain ruang
dan waktu melekat pada rasio manusia. Sehubungan dengan
pendapat Kant tersebut, Gaarder (2001) memberikan contoh bahwa
ruang dan waktu yang dimaksud Kant mirip dengan kacamata
merah.
Dengan demikian, Kant telah membalikkan metode
pengetahuan yang sebelumnya dipahami bahwa objek menjadi
pusat, dan subjek yang mengelilinginya. Artinya subjek mengarah
diri kepada objek untuk memperoleh pengetahuan. Akan tetapi, hal
itu dibalik yang menjadi pusat kini adalah subjek, bukan objek.
Jadi, objeklah yang mengarahkan diri kepada subjek untuk di
proses menjadi sebuah pengetahuan. Pandangannya ini yang
membalikkan cara pandang terhadap metode ilmu pengetahuan
layaknya ‘Revolusi Copernican’.
c. Tingkat Rasio
Menurut Kant, didalam akal atau rasio, selain memiliki
“kacamata” ruang dan waktu, juga memiliki kategori-kategori yang
perannya seperti “kacamata” tersebut. Jadi, akal tidak hanya
memiliki kacamata, ruang dan waktu, tetapi mempunyai kategori-
kategori. Dan, kategori ini memiliki sifat apriori. Artinya, sama
dengan kategori-kategori.
Kategori-kategori tersebut, menurut Kant, terdiri dari dua
belas kategori yang dapat dikelompokkan lagi menjadi empat
macam, yang semuanya bersifat asasi dalam rasio. Keempat
kelompok tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kuantitas, terdiri dari kesatuan, kejamakan, dan keutuhan,
2. Kualitas, terdiri dari realitas, negasi, dan pembatasan,
3. Relasi, terdiri dari substansi, sebab-akibat (kausalitas), dan
4. Modalitas, terdiri dari kemungkinan atau kemustahilan, ada
atau tiada, dan keniscayaan atau kebetulan.
Dengan adanya pengalaman indrawi dan kategori-kategori
tersebut, Kant menolak skeptisisme Hume. Misalnya, Hume
tidak menyakini adanya hukum alam atau prinsip sebab-akibat
sebagai pengalaman, sehingga prinsip kausalitas di anggap
tidak ada. Dalam hal ini, Kant setuju dengan Hume jika
dikatakan bahwa prinsip kausalitas termasuk dari dua belas
kategori yang ditetapkannya, dan jelas apriori. Namun, ia tidak
setuju jika dikatakan bahwa prinsip kausalitas itu tidak ada.
Sebab, sebagaimana ditetapakannya, prinsip kausalitas itu ada
di dalam rasio sebagai alat untuk mengolah pengalaman.
Dengan demikian, pada tingkat rasio, sebagaimana diyakini
Kant, ilmu pengetahuan alam menjadi mungkin dan mutlak.
Sebab, pengetahuan, bagi Kant, adalah pengalaman indrawi
yang ditambah dengan kacamata, kategori-kategori yang
terdapat pada akal atau rasio.
d. Tingkat Intelek
Bagi Kant, tingkat intelek merupakan tingkat pengatahuan
manusia yang tertinggi. Pengetahuan rasional yang tak lain adalah
kesadaran dirangkum dalam konsep “jiwa”. Kemudian, alam
semesta dan jiwa dirangkum dalam konsep “Tuhan” sebagai dasar
lahirnya konsep alam semesta dan jiwa. Sehingga, filsafat dan ilmu
pengetahuan alam tidak mungkin merasionalkan dan membuktikan
tiga konsep tersebut. Maka dari itu, Kant menolak pengetahuan
metafisika yang mengklaim mempunyai pengetahuan tentang
Tuhan, jiwa, dan alam semesta. Padahal, bagi Kant, Tuhan berada
di luar pengetahuan indrawi, sehingga tidak dapat dilihat melalui
“kacamata” akal atau rasio. Oleh karena itu, menurut Kant,
memikirkan objek-objek di luar pengalaman indrawi hanya
menghasilkan kesetanan dan tipuan.
e. Tuhan dan Suara Hati
Menurut Kant, dalam diri manusia, ada suara hati. Suara
hati itu selalu mengajak pada kewajiban untuk bertindak secara
moral. Artinya, suara hati memerintahakan manusia untuk
bertindak baik dan meninggalkan yang jahat. Dalam pandangan
Kant, fakta adanya suara hati ini bukanalah pengalaman empiris,
melainkan berada pada rasio. Karena sifatnya memerintah yang
menghasilkan tindakan baik, maka suara hati disebut sebagai
“rasio Praktis” (practische Vernunft).
Nah, adanya kemutlakan suara hati yang memerintahakan
untuk bertindak baik ini mengandaikan adanya pribadi yang wajib
diikuti dan ditaati. Menurut Kant, pribadi itulah yang sering
disebut Tuhan. Jadi, Tuhan dapat dipahami melalui ajaran moral,
bukan melalui pemikiran teoritis.12
II.3. Hegel
II.3.1. Riwayat Hidup Hegel
Hegel Lahir pada tanggal 27 Agustus tahun 1770 di Stuttgart,
selama turun temurun keluarganya menjadi pegawai Negeri. Ayahnya
Hegel adalah seorang lelaki yang mempunyai kebiasaan teratur dan
naluri konservatif yang sesuai dengan tempatnya. Hegel adalah
seorang anak yang menderita sejumlah penyakit berat sebelum ia
mencapai usia dewasa. Pada usia 6 tahun, ia terserang penyakit cacar
yang sangat parah dan hampir merenggut nyawanya.
Selama lebih dari seminggu pandangan Hegel menjadi kabur dan
kulitnya di penuhi dengan bopeng-bopeng yang mengerikan. Pada usia
11 tahun Hegel berhasil lolos dari wabah yang menyerang keluarganya
itu. Walau begitu, ia harus kehilangan ibunya karena wabah itu.
Penyakit sepertinya tidak bisa meninggalkan Hegel. Saat kuliah ia
terkapar berbulan-bulan karena serangan malaria.13
Hidup Hegel tidak dipenuhi oleh kejadian-kejadian yang menonjol.
Setelah menjabat guru besar dalam ilmu filsafat di beberapa tempat
12
Masykur Arif Rahman, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat, (Jogyakarta: IRCisoD, 2013), 280-287
13
Paul STRATHERN, 90 Menit Bersama HEGEL, (Jakarta: Erlangga, 2001), 1-10
akhirnya ia menjadi professor di Berlin hingga pada wafatnya pada
tahun 1831. Banyak ia menulis buku sekalipun filsafatnya sukar untuk
di mengerti. Mungkin yang paling sukar dari segala filsafat.14
Pemikiran dasar di dalam semua pengajaran Hegel yang matang
ditunjukkan oleh perkataan Jerman: Geist. Kata itu boleh
diterjemahkan sebagai pikiran (menekankan aspek rasionalnya) atau
jiwa/Roh (menekankan aspek immaterial-atau lebih baik, aspek
supermaterial dan agamawi dari realita). Mungkin yang paling baik
ialah membiarkan Hegel menyatakan maksudnya di dalam kata-
katanya sendiri. Paling tidak itu akan memampukan pembaca
menangkap suatu ciri dari tulisan. Hegel dipandang sebagai yang
terbesar dan juga tokoh Idealisme Jerman dari abad ke-19. Setelah
berkarir menjadi seorang guru pribadi, seorang editor surat kabar, dan
seorang kepala sekolah, Hegel menerima jabatan sebagai Maha Guru
di Heideiberg pada tahun 1816 dan menggantikan Fichte di Berlin
(1818) dimana ia tinggal sampai kematiannya.15
II.3.2. Kronologi Hidup Hegel
1. 1770, dilahirkan di Stuttgart pada tanggal 27 Agustus,
2. 1782, menderita demam parah yang juga menyerang seluruh
keluarganya dan membuat ibunya meninggal dunia,
3. 1788, mempelajari teologi di Universitas Tubingen, pindah ke
Berne di Swiss untuk bekerja sebagai tutor di swasta,
4. 1796, Holderlin memberinya sebuah pekerjaan sebagai tutor di
Frankfurt,
5. 1799, kematian ayah Hegel meninggalkannya dengan sedikit
penghasilan,
6. 1801, dengan bantuan Schelling, diangkat sebagai privardozent
(pengajar muda) di Universitas jena,
7. 1806, Hegel menamatkan The Phenomenology of Mind ketika
Napoleon memenangkan pertempuran jena,
14
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Yogyakarta: KANISIUS, 2005), 98
15
Colin Brown, Filsafat dan Iman Kristen, (Jakarta: Lembaga Reformed Injil Indonesia, 1999), 165
8. 1807, menjadi redaktur untuk Bamberger Zeitung,
9. 1808, menjadi kepala sekolah Gymnasium di Nuremberg,
10. 1811, menikahi Marie von Tucher,
11. 1812, menerbitkan bagian pertama dari The Science of Logic,
dilengkapi empat tahun kemudian,
12. 1817, menerbitkan The Encyclopedia of the Philosophical Sciences
in Outline,
13. 1818, menjadi profesor filsafat di Universitas Berlin,
14. 1821, menerbitkan The Philosophy of Right,
15. 1830, secara mendalam mendalam dikecewakan oleh kerusuhan di
Berlin. Diangkat sebagai rector Universitas Berlin,
16. 1831, meninggal karena terserang penyakit kolera di Berlin pada
tanggal 14 November.16
II.3.3. Filsafat
Hegel dapat menerima adanya penggolongan menjadi idealisme
subjektif dan idealisme obyektif. Dari sini ia mengemukakan
filsafatnya tesisantitesis, dan ia mendirikan alur pemikiranya sendiri
yang disebut idealisme absolut sebagai sintesis tertinggi dibandingkan
dengan idealisme subjektif (tesis) dan idealisme objektif (antithesis).
Sejak Hegel mengemukakan idealisme absolut, banyak filosof yang
mulai menekankan pemikiranya pada yang Absolut.17
Dalam agama, menurut Hegel, yang mutlak adalah Roh yang
mengungkapkan diri di dalam alam, dengan maksud agar supaya dapat
sadar akan dirinya sendiri. Hakekat Roh adalah ide atau pikiran.
Pikiran menjadi sadar akan dirinya sendiri di dalam sejarah umat
manusia. Oleh karena itu manusia mendapat bagian dari idea yang
mutlak itu, yang adalah yang Ilahi. Seluruh proses dunia adalah
perkembangan roh. Sesuai dengan perkembangan roh ini maka filsafat
Hegal disusun dalam tiga tahap, yaitu:

16
Paul STRATHERN, 90 Menit Bersama HEGEL, (Jakarta: Erlangga, 2001), 76-77
17
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), 128
a. Tahap ketika roh dalam keadaan (ada dalam diri sendiri di sebut
logika),
b. Dalam tahap kedua roh berada dalam keadaan (berbeda dengan
dirinya sendiri atau disebut dengan dirinya dalam bentuk
alam/filsafat alam),
c. Akhirnya tahap ketiga, yaitu tahap ketika roh kembali kepada
dirinya sendiri disebut juga filsafat Roh.18
II.3.4. Karya-karya
1. The Phenomenology of Mind
2. Science of Logic
3. Encyclopedia of Philosophy
4. The History of Philosophy
5. The Philosophy of History
6. The Philosophy of Religion19
III. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas kami menyimpulkan bahwa David Hume,
Immanuel Kant, dan Hegel adalah filsuf yang terkenal dalam filsafat modern, yang
dimana para tokoh yang telah kami paparkan dapat dilihat dari setiap riwayat hidup
dan pemikiran-pemikiran yang kami cantumkan menunjukkan bahwa David,
Immanuel dan Hegel memberikan pengaruh dari pemikiran yang mereka tekankan
dalam hidup dan menjelaskan bagaimana cara berfikir kritis seperti Immanuel yang
hidup dalam dua priode yaitu jaman prakritis dan jaman kritis Dan ia sangat tekun
dalam melaksanakan agamanya, serta David yang menggunakan prinsip-prinsip
Empiristis aliran empirisme memuncak pada David Hume, sebab dia menggunakan
prinsip-prinsip empiris dengan cara yang paling radikal, bahkan Hegel
mengemukakan Idealisme Absolut. Hegel dipandang sebagai yang terbesar dan juga
tokoh Idealisme Jerman dari abad ke-19. Inilah yang membuat para tokoh-tokoh
seperti David Hume, Immanuel Kant dan juga Hegel terkenal dalam filsafat modern.
IV. Daftar Pustaka

18
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Yogyakarta: KANISIUS, 2005), 100-101
19
Colin Brown, Filsafat dan Iman Kristen, (Jakarta: Lembaga Reformed Injil Indonesia, 1999), 165
Hadiwijono Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Yogyakarta: KANISIUS, 2005
STRATHERN Paul, 90 Menit Bersama Hegel, Jakarta: Erlangga, 2001
Tafsir Ahmad, Filsafat Umum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994
Brouwer M.A.W, Sejarah Filsafat Barat Modern dan Sejaman, Bandung: ALUMNI,
1980
Bertens K, Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta: KANISIUS, 2006
William Raeper dan Linda Smith, Ide-ide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang,
Yogyakarta: KANISIUS, 2004
Arif Masykur Rahman, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta: IRCiSoD,
2013.
Brown Colin, Filsafat dan Iman Kristen, Jakarta: Lembaga Reformed Injil Indonesia,
1999.

Anda mungkin juga menyukai