Anda di halaman 1dari 20

FILSAFAT RASIONALISME

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah : Filsafat Umum


Dosen pengampu : Solihin, M.Ag.

Disusun oleh :
 Abdul Halim El-Hakim (1221030003)
 Ahmad Fauzan AlGipari (1221030011)
 Ahmad Gun-Gun Fariq (1221030014)
 Alpiyatunnur’aliyah (1221030024)
 Arip Rahmat Nurhidayat (1221030026)
 Dais Siti Robiah Latifah (1221030036)

FAKULTAS USHULUDDIN
JURUSAN ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
T/A 2023

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Rasionalisme ialah faham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason) adalah alat
terpenting untuk memperoleh pengetahuan dan menetes pengetahuan. Rasionalisme percaya
bahwa cara untuk mencapai pengetahuan adalah menyandarkan diri pada sumber daya logika
dan intelektual. Penalaran demikian tidak berdasarkan pada data pengalaman, tetapi diolah dari
kebenaran dasar yang tidak menuntut untuk menjadi dan mendasarkan diri pada pengalaman.
Pengalaman indera diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahanbahan yang
menyebabkan akal dapat bekerja. Akan tetapi, untuk sampainya manusia kepada kebenaran,
adalah semata-mata dengan akal.
Rene Descartes yang mendirikan aliran rasionalisme ini berpendapat bahwa sumber
pengetahuan yang dapat dipercaya adalah akal. Hanya oengetahuan yang diperoleh lewat
akallah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh semua ilmu pengetahuan ilmiah. Dengan
akal, dapat diperoleh kebenaran dengan metode deduktif, seperti yang dicontohkan dalam ilmu
pasti. Ada anggapan bahwa kaum rasionalis adalah sebagai filosof yang mengawangawang
tidak seluruhnya salah, karena pendekatan mereka kepada filsafat menyarankan bahwa seluruh
kebenaran penting tentang realitas bisa ditemukan hanya dengan berpikir, tanpa kebutuhan
untuk berangkat dan menguji dunia. Rasionalisme bisa memunculkan sedikit bintik pada
pikiran modern, yang digunakan untuk ide bahwa pengatahuan yang menekankan diri pada
percobaan dan pengamatan, adalah penting untuk mengetahui selanjutnya. Oleh karena itu,
dalam tulisan ini sangat penting kiranya untuk diulas secara mandalam tentang bagaimana
corak pemikiran rasionalisme sebagai bagian aliran dari epistemologi filsafat, bagaimana cara
kerjanya, metodenya, siapa saja tokohnya dan apa saja pemikiran yang dihasilkan.
1.2. Rumusan masalah
1. Siapa saja tokoh filsafat Rasionalisme?
2. Apa hasil karya dari masing-masing tokoh tersebut?
3. Apa hasil pemikiran dari masing-masing tokoh tersebut?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Tokoh Filsafat Rasionalisme
1. Rane Descartes
Sebagaimana yang telah tertulis oleh Anggriani pada jurnal Pendidikan agama
islam tarbawi (2018:Vol.3) bahwa Rene Descartes lahir dikota la haye, perancis pada
tanggal 31 maret 1596. Ia merupakan seorang filsuf berkebangsaan perancis, beragama
katholik sekaligus penganut bid’ah galileo yang pada masa itu masih ditentang oleh
tokoh-tokoh gereja.
Ia dikenal sebagai Renatus cartesius karena ia merupakan seorang filsuf dan
matematikawan perancis. Ia juga sering disebut sebagai “bapak filsafat modern”,
bertnand russel berpendapat bahwa, gelar tersebut di berikan kepada Descartes karena
ialah orang pertama pada zaman modern yang membangun filsafat yang berdiri diatas
keyakinan diri sendiri yang dihasilkan oleh pengetahuan rasionalnya.
Ia bersekolah di universitas jesuites di la fleche dari tahun 1604-1612 M, yang
tampaknya telah memberikan dasar-dasar matematika modern kepadanya.
Pada tahun 1612, ia pergi ke paris, namun ia merasa kehidupan disana sangatlah
membosankan. Kemudian ia mengasingkan diri di daerah terpencil di fauborg st.
germain untuk menekuni geometri. Namun ia ditemukan oleh teman-temannya, maka
untuk lebih menyembunyikan diri, ia mendaftarkan dirinya sebagai tantara belanda
pada tahun 1617.
Pada tahun 1621, descartes berhenti dari medan pertempuran dan pergi
berkelana ke italia, lalu menetap diparis pada tahun 1625. Tiga tahun kemudian, ia
Kembali masuk tantara, tapi tidak lama lagi ia keluar dan akhirnya memutuskan untuk
hidup di negeri belanda dan menetap selama 20 tahun (1629-1649) dalam iklim
kebebasan berpikir, di negeri inilah ia merasa leluasa dalam menyusun dan
mengembangkan karya-karya nya dalam bidang ilmu dan filsafat.
Russel (2007) mengatakan bahwa meskipun Descartes tidak pernah menikah,
akan tetapi ia memiliki seorang anak perempuan kandung yang meninggal pada usia
lima tahun, menurutnya peristiwa ini merupakan satu peristiwa kesedihan yang paling
dalam semasa hidupnya.
Pada akhirnya, descartess menghabiskan masa hidupnya di swedia tatkala ia
memenuhi undangan dari ratu Christine yang menginginkan pengetahuan pembelajaran
darinya. Ia memberikan pembelajaran kepada ratu Christine di setiap jam lima pagi,

3
yang menyebabkan Descartes sampai jatuh sakit. Lalu ajal menjemputnya pada 11
februari 1650 di usia ke 54 tahun. Kemudian jenazahnya dipindahkan ke perancis pada
tahun 1667, dan tengkoraknya disimpan di museum d'historie naturelle, paris. Hal
tersebut diungkapkan oleh Zubaedi (2007)
2. Barunch De Spinoza
Barunch De Spinoza lahir di kota Amsterdam pada tanggal 24 November 1632.
Ayahnya merupakan pedagang yang kaya raya. Semasa kecilnya, ia telah menunjukkan
kecerdasan yang ia miliki. Sehingga tidak sedikit orang yang mengatakan bahwa ia bisa
menjadi seorang rabbi. Tidak hanya ilmu alam dan matematika saja yang ia pelajari.
Tetapi ia juga mempelajari Bahasa latin, Yunani, belanda, perancis, yahudi, jerman, dan
italia.
Genap usia 18 tahun, ia membuat marah komunitas yahudi. Karena ia meragukan
kitab suci sebagai wahyu Allah, mengkritik imam yahudi, mempertanyakan kedudukan
bangsa yahudi sebagai umat pilihan Yahweh dan keterlibatan Allah secara personal
dalam sejarah kehidupan manusia.
Sikap spinoza kepada kaum yahudi membuat kaum yahudi mengambil sikap.
Para tokoh yahudi menjadi semakin gelisah dengan adanya ajaran spinoza ini. Mereka
terus-menerus memaksa agar spinoza Kembali kepada ortodoksi agama dan hal ini jelas
tidak pernah berhasil sama sekali.
Akhirnya pada tahun 1969 ia dikucilkan. Akan tetapi ia selalu bersikap tenang
dalam menghadapi berbagai situasi ini. Sehingga pada akhirnya, ia mengganti
Namanya dengan Benedictus de Spinoza sebagai tanda kehidupan barunya.
Pada saat ia dikucilkan, ia mencari nafkah dengan cara mengasah lensa sambal
terus-menerus menuliskan pemikirannya. Tak lama kemudian, setelah pengucilan ini, ia
mengidap penyakit TBC.
Pada tahun 1673, ia di undang untuk mengajar di universitas Heidelberg. Namun
ia menolak dengan alasan “tidak ada yang lebih mengerikan dari pada kenyataan bahwa
orang-orang dihukum mati karena berfikir bebas.”
Semasa hidupnya ia bekerja sebagai guru pribadi di beberapa keluarga yang kaya
raya. Dan pada saat inilah ia bertemu dengan para tokoh belanda. Karena penyakit TBC
yang ia derita mulai menjadi lebih parah, maka ia dikucilkan Kembali. Ditambah
dengan penyakit paru-paru yang telah lama ia derita. Pada akhirnya, ia meninggal pada
tanggal 21 februari 1677 pada usia 44 tahun (Kariarta, I. Wayan, 2020)

4
3. Gottfried Wilhelm Leibniz
Bertrand Rusell dalam buku sejarahnya, 2004 (sejarah filsafat barat kaitannya
dengan kondisi sosio politik dari zaman kuno hingga sekarang) pada halaman 762
menyatakan bahwa Gottfried Wilhelm Leibniz merupakan seorang filsuf, ilmuwan,
matematikus, sejarawan, dan diplomat jerman yang dilahirkan dikota Leipzig di jerman
pada tahun 1646.
Pada usia 15 tahun, ia masuk universitas Leipzig dibawah bimbingan james
thormasius, sejak kecil Leibniz mulai membaca buku-buku di perpustakaan ayahnya.
Ayahnya seorang pengacara dan guru besar bidang etika di salah satu universitas kota.
Ditambah ia juga bersekolah di Nicolai di Leipzig.
Atang abdul hakim dan beni ahmad saebani, dalam buku filsafat umumnya, 2008
(dari metode sampai teofilosofi) pada halaman 259 mengatakan bahwa ia menguasai
banyak Bahasa dan banyak bidang ilmu pengetahuan. Pada usia 15 tahun ia sudah
menjadi mahasiswa di universitas Leipzig dengan mempelajari ilmu hukum. Disamping
itu, ia juga mengikuti kuliah matematika dan filsafat. Lalu ia pergi ke jena dan Altdorf
untuk belajar matematika dan hukum. Ia menolak jabatan mengajar di Altdorf agar ia
bisa memasuki dunia politik. Sebagai wakil diplomatik dari pemilih di mainz, Leibniz
hidup di paris untuk sesaat dan juga ia bepergian ke inggris untuk melanjutkan karya
studi matematikanya.
Pada tahun 1676, Ketika ia tinggal di paris ia menemukan kalkulus intinitesinmal
(infinitesimal calculus). Penemuan dan publikasi terhadap temuannya itu menimbulkan
perselisihan dengan Issac newton. Issac newton telah menulis tentang infinitesimal
calculus sebelum penemuan Leibniz, tetapi newton tidak segera mempublikasikan ide-
idenya. Akinatnya, Ketika Leibniz mempublikasikan temuannya sebelum newton,
muncullah perdebatan sengit untuk menentukan siapa yang lebih unggul.
Rusell dalam buku sejarahnya, pada halaman 763-764 menyatakan bahwa setelah
Leibniz Kembali ke jerman, ia dipekerjakan oleh duke of hanover dengan tugas utama
menulis sejarah keluarga duke. Akan tetapi ia tidak berhasil menyelesaikan sejarah itu,
tapi dibalik itu ia melakukan banyak proyek lain yang mencengangkan. Ia mendirikan
masyarakat terpelajar (learning society), dan pada tahun 1700 ia menjadi presiden
pertama masyarakat sains di Berlin. Ia membuat proposal untuk menyatukan orang
katholik dan protestan. Ia bahkan mendekati Louis XIV dari perancis dan Tras peter
dari rusia raya dengan usulan untuk menyatukan eropa. Lebih dari itu, di saat

5
kematiannya pada tahun 1716, ia telah menghasilkan tulisan-tulisan filosofis yang
berpengaruh sepanjang zaman.

B. Karya-Karya Tokoh Filsafat Rasionalisme


1. Karya Descartes

Karya-karya Descartes cukup banyak. Karyanya yang terpenting ialah Discours


de la Methode (1637) dan Meditationes de prima Philosophia (1641). Discours de la
Methode yang berarti uraian tentang metode yang isinya melukiskan perkembangan
intelektualnya. Di dalam karyanya inilah, ia menyatakan ketidakpuasannya atas filsafat
dan ilmu pengetahuan yang menjadi bahan penyelidikannya. Dalam bidang ilmiah,
tidak ada sesuatu pun yang dianggap pasti. Semuanya dapat dipersoalkan dan pada
kenyataannya memang dipersoalkan juga. Satu-satunya pengecualian adalah ilmu pasti.
Demikian menurut Descartes. (Abdul Hakim, 2008).
Karyanya berjudul A Discourse on Methode mengemukakan perlunya
memerhatikan empat hal berikut:
(1). Kebenaran baru dinyatakan shahih jika telah benar-benar indrawi dan
realitasnya telah jelas dan tegas, sehingga tidak ada suatu keraguan apa pun yang
mampu merobohkannya.
(2). Pecahkanlah setiap kesulitan atau masalah itu sebanyakbanyaknya, sehingga
tidak ada suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
(3). Bimbinglah pikiran dengan teratur, dengan memulai dari hal yang sederhana
dan mudah diketahui, kemudian secara bertahap sampai pada yang paling sulit dan
kompleks.
(4). Dalam proses pencarian dan pemeriksaan hal-hal sulit, selamanya harus di
buat perhitungan-perhitungan sempurna serta pertimbangan-pertimbangan yang
menyeluruh, sehingga di peroleh keyakinan bahwa tak ada satu pun yang mengabaikan
atau ketinggalan dalam penjelajahah itu.
Konsep dan metode pengetahuannya yang rasional, ia dijuluki bapak filsafat
Modern, ia meyakini bahwa sumber pengetahuan yang benar adalah rasio,bukan mitos,
dan bukan wahyu. (Masykur Arif Rahman, 2013: 240). Ia sangat yakin pada
kemampuan rasio untuk mencapai kebenaran, lantaran di luar rasio mengandung
kelemahan dan kesangsian, atas keyakinannya pada rasio tersebut ia mewujudkan
pemikiran filsafatnya. Dalam usahanya untuk mencapai kebenaran dasar tersebut.

6
Descartes menggunakan metode “Deduksi” yaitu dia mendeduksikan prinsip-prinsip
kebenaran yang diperolehnya kepada prinsip-prinsip yang sudah ada sebelumnya yang
berasal dari definisi dasar yang jelas. Sebagaimana yang ditulis oleh Robert C.
Solomon dan Kathleen M. Higgins dalam buku sejarah filsafat, kunci bagi deduksi
keseluruhan Descartes akan berupa aksioma tertentu yang akan berfungsi sebagai
sebuah premis dan berada diluar keraguan. Dan aksioma ini merupakan klaimnya yang
terkenal cogito ergo sum “Aku berpikir maka aku ada” 9 Tokoh rasionalisme ini
beranggapan bahwa dasar semua pengetahuan ada dalam pikiran. Dalam buku Discours
de la Methode, ia menegaskan perlunya metode yang jitu sebagai dasar kokoh bagi
semua pengetahuan. (Robert C. Solomon dan Kathleen M. Higgins, 1996).
2. Baruch De Spinoza

Karya-karya Spinoza, terkecuali beberapa karya dalam bahasa Belanda, hampir


semuanya berbahasa Latin. Karya besar yang dihasilkannya adalah Tractatus de
intellects emendatione, Brief Treatise on God, Man and His Happines (dalam bahasa
Belanda), Tractatus theologico-politicus, Tractatus politics (sebuah eksposisi dari
Prinsip Descartes), Cogitata metaphysica dan, di atas semua masterpiece-nya,
diterbitkan setelah kematiannya; Ethica ordine geometrico demonstrate (Ethics
Demonstrated in Geometrical Order). Karya yang terakhir ini mengikuti cara kebiasaan
eksposisi dalam buku-buku matematika, dengan aksioma, definisi, proposisi,
demonstrasi, korolari, dan scholia.
Ethics Demonstrated in Geometrical Order (Etika) merupakan magnum opus dari
karya Spinoza, ditulis dengan cara yang tak lazim. Alih-alih seperti prosa yang
mengalir secara merata, yang kita temukan adalah serangkaian definisi, aksioma,
proposisi, demonstrasi, dan korolari yang mengintimidasi. Seperti halnya teks-teks
matematika ketimbang karya filosofis, meskipun tidak memiliki notasi simbolis dari
kalkulus, tetapi lebih mirip dengan prinsip-prinsip matematika dari filsafat alam
Newton. Bahkan filsuf terkenal asal Prancis, Henri Bergson, menegaskan
bahwa Etika seperti halnya suatu mesin yang rumit dan memiliki kekuatan penghancur
yang membuat kita dilanda dengan kekaguman dan teror sekaligus, seolah-olah berdiri
di depan kapal perang berlapis baja. (Henri Begerson, 2016: 35)
Buku-buku karya Spinoza banyak yang dilarang sebagai subversif. Namun
setelah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, buku-buku itu malah termahsyur diluar
negeri. Beberapa karyanya yaitu Renati Descartes Principiorum Philosophilae (Prinsip

7
Filsafat Descartes, 1663), Tractatus de intellectusemendatione (Traktat tentang
Perbaikan Pemahaman, 1667), TractatusTheologico-Politicus (Traktat Politis-teologis,
1670), dan yang paling penting Ethica more geometrico demonstrate (Etika dibuktikan
secara geometris, 1677). (Budi Hardiman, 2011: 40-42)
3. Gottfried wilhelm Leibniz

Leibniz tidak hanya dikenal sebagai filosof saja tetapi dia juga seorang
matematikawan, fisikawan, sejarawan, bahkan seorang politikus. Sama halnya dengan
Spinoza, pemikiran Leibniz juga mengikuti pemikiran dari Descartes tetapi bedanya
adalah jika Descartes terkenal dengan Cogitonya dan Spinoza terkenal dengan
Subtstansinya maka Leibniz juga memiliki pemikirannya sendiri yang disebut dengan
Monad yang ia jelaskan secara utuh dalam bukunya La Monadologie (Monadologi)
yang terbit tahun 1714. Dimana dalam buku itu ia menyebut istilah monad, yaitu
substansi yang berbeda satu dengan yang lain, dan adanya monad purba atau
supermonad yang menciptakan dan mengatur monad- monad itu. Disinilah Leibniz
secara tidak langsung mengakui adanya Tuhan, Zat yang Maha mengatur dan mencipta
semesta.
Dalam tulisannya, ia cenderung menyelaraskan bidang teologi (ilmu ketuhanan)
dengan ilmu pengetahuan. Meski Leibniz sebenarnya banyak terinspirasi dari pemikira-
pemikiran Spinoza, namun ia tidak ingin dicap subversif, seorang murtad dan
sebagainya. Bahkan ia pernah menerbitkan buku Discours de Metaphysique (Wacana
Metafisika) tahun 1686 yang didalamnya ia banyak menyinggung masalah teologi dan
banyak tulisannya dalam bidang keagamaan berusaha menemukan keselarasan ajaran-
ajaran protestan dan katolik. (Budi Hardiman, 2011)

C. Pemikiran Tokoh Filsafat Rasionalisme


1. Rane Descartes
Rene Descartes dalam filsafatnya mengemukakan metode kesangsian untuk
merenungkan terus sesuatu hal sampai tidak ada keragu-raguan lagi.( The Liang Gie:18, 1991)
Dia dijuluki sebagai “bapak filsafat modern” karena ia menempatkan akal (rasio) pada
kedudukan yang tertinggi, satu hal yang memang didambakan oleh manusia di zaman modern.
Filsafat Descartes – terutama konsep tentang manusia – bersiat dualisme. Ia menganggap jiwa
(res cogitans) dan badan (res extensa) sebagai 2 hal yang terpisah. Konsep Descartes tentang
manusia ini kelak akan dikritik habis-habisan oleh salah seorang tokoh aliran Filsafat Bahasa
Biasa, Gilbert Ryle.

8
Menurut Descartes, untuk memperoleh pengetahuan yang terang dan jelas, maka terlebih
dahulu kita harus meragukan segala sesuatu. Bagi Descartes, pengertian yang benar haruslah
dapat menjamin dirinya sendiri. Untuk mendapatkan sesuatu pengetahuan yang tidak diragukan
lagi kebenarannya, Descartes menggariskan 4 langkah aturan sebagai berikut:

1) Kita harus menghindari sikap tergesa-gesa dan prasangka dalam mengambil sesuatu
keputusan dan hanya menerima yang dihadirkan pada akal secara jelas dan tegas sehingga
mustahil disangsikan.
2) Setiap persoalan yang diteliti dibagikan dalam sebanyak mungkin bagi sejauh yang
diperlukan bagi pemecahan yang memadai.
3) Mengatur pikir sedemikian rupa dengan bertitik tolak dari objek yang sederhana sampai
pada objek yang lebih kompleks. Atau dari pengertian yang sederhana dan mutlak sampai
pada pengertian yang komplek dan nisbi.
4) Setiap permasalahan ditinjau secara universal atau menyeluruh, sehingga tidak ada yang
dilalaikan.( Rizal Mustansyir: 28 – 29, 2001)

Juga dalam karyanya yang termasyhur, Discourse on Method, risalah tentang metode,
Descartes mengajukan 6 bagian penting sebagai berikut :
1) Membicarakan masalah ilmu-ilmu dengan menyebutkan akal sehat yang pada umumnya
dimiliki semua orang. Menurut Descartes, akal sehat ada yang kurang, ada pula yang lebih
banyak memilikinya, namun yang terpenting adalah penerapannya dalam aktivitas ilmiah.
Metode yang ia coba temukan itu merupakan upaya untuk mengarahkan nalarnya sendiri
secara optimal.
2) Menjelaskan kaidah-kaidah pokok tentang metode yang akan dipergunakan dalam aktivias
ilmiah. Bagi Descartes, sesuatu yang dikerjakan oleh satu orag lebih sempurna daripada yang
dikerjakan oleh sekelompok orang secara patungan. Descartes mengajukan 4 langakha yang
dapat mendukung metode yang dimaksud, yaitu sebagai berikut :
 Janganlah pernah menerima baik apa saja sebagai benar, jika anda tidak mempunyai
pengetahuan yang jelas mengenai kebenarannya.
 Pecahkanlah tiap kesulitan anda menjadi sebanyak mungkin bagian dan sebanyak yag dapat
dilakukan untuk mempermudah penyelesaiannya secara lebih baik.
 Arahkan pemikiran anda secara tertib, mulai dari objek yang paling sederhana dan paling
mudah diketahui, lalu meningkat sedikit demi sedikit ke pengetahuan yang paling kompleks.
 Buatlah penomoran untuk seluruh permalasalahan selengkap mungkin, dan tinjau ulang
secara menyeluruh sehingga anda dapat merasa pasti tidak sesuatupun yang ketinggalan.

9
3) Menyebutkan beberapa kaidah moral yang menjadi landasan bagi penerapan metode sebagai
berikut:
 Mematuhi undang-undang dan adat-istiadat negeri, sambil berpegang pada agama yang
diajarkan sejak masa kanak-kanak.
 Bertindak tegas dan mantap, baik pada pendapat yang paling meyakinkan maupun pendapat
yang paling meragukan.
 Berusaha lebih mengubah diri sendiri daripada merombak tatanan dunia.
 Menegaskan pengabdian pada kebenaran yang acapkali terkecoh oleh indera.
 Menegaskan perihal dualisme dalam diri manusia, yang terdiri atas 2 substansi, yaitu jiwa
bernalar dan jasmani yang meluas.
 Dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan spekulatif dan pengetahuan praktis.
(Muntasyir dan Misnal Munir:108 – 113, 2003)
Pada mulanya Descartes tidak puas dengan pengetahuan umumnya dengan alasan bahwa
misalnya panca indera itu banyak sekali membohong, oleh sebab itu tidak boleh dijadikan dasar
pengetahuan.
Yang dapat dipercaya kebenarannya adalah pikiran manusia, misalnya dalam ilmu pasti.
Dalam waktu kecewa pada kebenaran pengetahuan yang berlangsung selama 9 tahun, timbul
suatu pertanyaan pada dirinya sendiri yang tidak bisa dimungkiri lagi. Pertanyaan itu adalah:
saya berakal, jadi saya ada, sebagai makhluk yang kecewa. Itulah permulaan aliran pikiran
rasionalisme modern.
Descartes menganggap ilmu pasti, ilmu yang paling utama dari segala ilmu pengetahuan,
karena segala pokok ilmu pengetahuan bisa ditemukan dalam ilmu tersebut.
Ahli-ahli filsafat rasionalisme ini ada 4, yaitu Descartes, Spinoza, Leibnitz, dan Wolf.
Mereka dalam usaha mencari kebenaran dengan menggunakan perantaraan akal, dengan tandas
mengakui bahwa pada hakekatnya mereka bertemu dengan adanya Tuhan, sebab buat Tuhan
hanya ada satu kebenaran saja.
Descartes juga tidak mengadakan pendapat baru, hanya merubah haluan filsafat serta
mendatangan pembaharuan. Kalau filsafat itu di atas dasar pikiran Aristoteles, maka Descartes
mendudukkannya di atas fundamen ilmu pengetahuan, terlepas dari pelbagai prasangkaan dan
kepercayaan yang tidak berdasar pada kebenaran.
Cara yang ditempuhnya ialah menjadikan dasar filsafat itu kesangsian. Untuk itu dia
menggunakan senjata ragu, tidak percaya kepada sesuatu sehingga langit yang menanunginya
itu pada mulanya tidak dipercayainya, demikian juga bumi tempat dia berpijak tidak
dipercayainya.
Metode keraguan ini dipergunakan sebagai sistem mencari kebenaran, dan bukannya ia
ragu benar-benar. Sifat ragu-ragu pada manusia itu diteruskannya dengan sangat, sampai

10
akhirnya ia ragu pada undang-undang mathematik seperti logika, aljabar dan ilmu ukur yang
sudah ditetapkan kebenarannya oleh pengetahuan manusia.
Dua pertanyaan yang dikemukakan Descartes dalam ijtihadnya menetapkan adanya
Tuhan yang menjadikan alam semesta ini. Pertama: benarkah ada Tuhan? kedua, apakah Tuhan
yang ada itu?
 Untuk mengenal adanya Tuhan, Descartes perlu menempuh jalan yang belum pernah dilalui
orang lain menurut jalan berfikirnya. Seorang harus terlebih dahulu melepaskan dirinya dari
tubuhnya kemudian mencari kebenaran di dalam lautan diri yang telah terlepas dari jasmani.
Hal itu bukan saja untuk mengetahui di luar diri sendiri, tetapi juga demikian untuk
mengetahui dirinya yang sebenarnya. (H. Hamzah Yaqub: 35 – 37, 1992)
Kepastian bahwa ia adalah “sesuatu yang berpikir” yang memberi Descartes landasan
yang ia perlukan untuk membangun bangunan pengetahuan. Ia telah mendirikannya dengan
metode ragu dan dengan memakai apa yang disebutnya dengan “cahaya nalar”. Ia terus
menawarkan dua argumen untuk eksistensi Tuhan. Argumen pertama dimulai dari
kesadarannya akan dirinya sendiri sebagai yang ada yang karena keraguannya, tidak sempurna
namun mampu membuat gagasan tentang Tuhan sebagai wujud yang sempurna. ( Diane
Collinson: 84, 2001)

2. Barunch De Spinoza
Pemikiran Spinoza ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran Descartes.
Pemikiranya bersifat Rasionalisme. Para tokoh filsafat yang mempunyai pemikiran
rasionalisme ini percaya atau berpendirian bahwa sumber pengetahuan manusia itu
terletak pada akal. Tetapi bukan dimaksudkan bahwa rasionalisme mengingkari
pengalaman tetapi pengalaman dianggap sebagai perangsang bagi pemikiran. Mereka
percaya bahwa kebenaran dan kesesatan berasal dari ide kita sendiri. Jika kebenaran
menunjuk pada kenyataan, maka kebenaran hanya ada dalam pemikiran kita saja dan
dapat diperoleh dari akal budi kita. Menurut dia ilmu pengetahuan yang dapat
dipercaya adalah akal. Hanya pengetahuan yang diperoleh lewat akallah yang
memenuhi syarat yang dituntut oleh semua ilmu pengetahuan ilmiah. Dengan akal
menurutnya dapat diperoleh kebenaran dengan metode deduktif seperti yang
dicontohkan dalam ilmu pasti.
Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan
bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang
berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Rasionalisme
mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme,

11
dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus
sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul. Meskipun begitu, ada
perbedaan dengan kedua bentuk tersebut: Humanisme dipusatkan pada masyarakat
manusia dan keberhasilannya. Rasionalisme tidak mengklaim bahwa manusia lebih
penting daripada hewan atau elemen alamiah lainnya. Ada rasionalis-rasionalis yang
dengan tegas menentang filosofi humanisme yang antroposentrik. Atheisme adalah
suatu keadaan tanpa kepercayaan akan adanya Tuhan atau dewa-dewa; rasionalisme
tidak menyatakan pernyataan apapun mengenai adanya dewa-dewi meski ia menolak
kepercayaan apapun yang hanya berdasarkan iman. Meski ada pengaruh atheisme yang
kuat dalam rasionalisme modern, tidak seluruh rasionalis adalah atheis.
Karya terpentingnya, Ethics, diterbitkan setelah kematian dari Baruch Spinoza.
Dalam buku ini Spinoza membahas tentang beberapa masalah yang berbeda. Tiga
masalah tersebut adalah metafisika, psikologis hasrat dan kehendak. Menurut Spinoza,
segala sesuatu diatur oleh sebuah ketentuan logis yang absolut. Tidak ada semacam
kehendak bebas di wilayah mental atau peluang di dunia fisik. Segala yang terjadi
adalah manifestasi dari sifat Tuhan yang gaib, dan logikanya, suatu peristiwa tidak
mungkin menjadi peristiwa lain. Ini mengundang pertanyaan-pertanyaan yang gencar
mengenai dosa dari para kritikus. Salah satunya, menurut Spinoza, kalau memang
segala sesuatunya ditentukan Tuhan dan karena itu pasti baik, ada persoalan yang
bernada menjengkelkan: Apakah bisa dikatakan baik jika Nero membunuh ibunya?
Apakah baik jika Adam makan buah kuldi? Spinoza menjawab bahwa apa yang
bernilai positif dalam peristiwa-peristiwa tersebut adalah baik, dan hanya apa yang
bernilai negatiflah yang buruk. Bertrand Russel: 749, 2007) Selain itu Baruch Spinoza
juga memiliki teori emosi. Teori ini dikemukakan setelah pembahasan metafisis
tentang sifat dan asal-mula pikiran, yang menuntun pada dalil yang mengejutkan bahwa
“pikiran manusia cukup bisa mengetahui esensi Tuhan yang abadi dan tak terbatas.”
Rasio seseorang sudah cukup untuk dapat mengerti esensi Allah. Apa itu
esensi? Esensi adalah inti, hakikat, saripati, hal yang utama. (Tim Pena, 256) Jadi
melalui rasio atau akal seseorang saja menurut Spinoza sudah cukup untuk dapat
mengerti siapa itu Tuhan. Jadi tidak diperlukan lagi yang namanya pengalaman, ide-
ide atau materi untuk dapat mengerti tentang Tuhan. Kata kunci dari ajaran Spinoza ini
adalah Deus Sive Nature (Allah atau Alam). sebagai Allah alam adalah Natura
Naturans (alam yang melahirkan). Sebagai dirinya sendiri alam adalah Natura Naturata
(alam yang dilahirkan) yaitu nama untuk Allah dan Alam yang sama. Dari pandangan

12
ini, Spinoza membantah ajaran Descartes bahwa realitas seluruhnya terdiri dari 3
substansi yaitu Allah, jiwa dan materi. Bagi Spinoza hanya ada satu substansi yang ada
di dunia ini yang sering disebut dengan pemikiran substansi tunggal yaitu Allah atau
alam. Substansi merupakan sesuatu yang ada pada diri seseorang atau ada pada dirinya
yang bersifat abadi, tidak terbatas, mutlak dan utuh. Sifat tersebut hanya dimiliki oleh
Allah. Apabila substansi tunggal itu adalah Allah maka segala yang ada di dunia ini
baik jasmaniah maupun rohaniah adalah kehendak Allah. Segala sesuatu itu bisa
diciptakan atau dimusnahkan atas kehendak Allah. Spinoza selalu mengajarkan bahwa
segala sesuatu yang ada karena Allah merupakan hasil pemikiran. Sesuatu yang ada
karena Allah itu dapat menjadi kenikmatan atau kebahagiaan untuk manusia ataupun
sebaliknya bisa menjadi malapetaka dengan adanya pemikiran manusia terhadap semua
ciptaan Allah tersebut. Sehingga masa depan ditentukan dengan bagaimana pola pikir
seseorang dalam memandang keadaan dan situasi yang dialami tersebut.
Spinoza mengatakan bahwa kebenaran itu terpusat pada pemikiran dan keluasan.
Menurutnya pemikiran adalah jiwa dan keluasan adalah tubuh yang eksistensi
keduanya sama atau berbarengan. Pemikiran manusia itu sangat penting bagi
kelangsungan hidupnya. Semua manusia itu akan berpikir dan bertindak sesuai dengan
pemikrannya. Spinoza mengajarkan bahwa segala sesuatu yang ditentukan oleh
Tuhan adalah baik jika bernilai positif dan hanya yang buruklah yang bernilai
negatif. Semua hal yang baik maupun buruk itu tergantung dari pemikiran
manusia tentang hal tersebut. Pemikiran antara satu manusia dengan yang lain
itu berbeda-beda dan sesuatu yang dianggap seseorang buruk belum tentu
diangap buruk oleh orang yang lain. Jadi baik atau buruk itu bersifat subjektif
tergantung dari pemikiran atau akal manusia yang memikirkannya. Spinoza,
seperti Socrates dan Plato, percaya bahwa semua perbuatan salah disebabkan
oleh kesalahan intelektual.
Garis besar dari pemikiran Spinoza ini merupakan pemikiran yang didasari oleh
akal menurutnya dalam suatu pemikiran itu didominasi oleh akal atau dengan kata lain
bahwa akallah yang paling penting. Segala ilmu pengetahuan itu berasal dari akal
karena pengetahuan yang bersumber dari akal itu merupakan pengetahuan yang
benar dan dapat dipercaya. Semua manusia itu akan menggunakan akalnya dalam
berbagai hal untuk kebutuhan dalam hidupnya. Misalnya saja semua orang itu akan
mempertahankan diri dari segala sesuatu yang dia anggap akan membahayakan dirinya.
Hal tersebut merangsang manusia untuk berpikir bagaimana cara supaya ia dapat

13
mempertahankan dirinya. Selain usaha untuk mempertahankan diri, hal yang
merangsang pemikiran atau akal manusia adalah adanya pengalaman. Banyak orang
mengatakan bahwa pengalaman adalah guru terbaik. Hal itu memang benar karena dari
pengalaman sebelumnya yang dianggap buruk orang akan berpikir bahwa dia tidak
akan mengulangi hal tersebut dan akan berhati-hati. Akal itu mempunyai peranan
penting dalam kehidupan manusia dan sangat menentukan bagi kelangsungan
hidupnya.
Genap usia 18 tahun, ia membuat marah komunitas yahudi. Karena ia meragukan
kitab suci sebagai wahyu Allah, mengkritik imam yahudi, mempertanyakan kedudukan
bangsa yahudi sebagai umat pilihan Yahweh dan keterlibatan Allah secara personal
dalam sejarah kehidupan manusia.
Sikap spinoza kepada kaum yahudi membuat kaum yahudi mengambil sikap.
Para tokoh yahudi menjadi semakin gelisah dengan adanya ajaran spinoza ini. Mereka
terus-menerus memaksa agar spinoza Kembali kepada ortodoksi agama dan hal ini jelas
tidak pernah berhasil sama sekali.
Akhirnya pada tahun 1969 ia dikucilkan. Akan tetapi ia selalu bersikap tenang
dalam menghadapi berbagai situasi ini. Sehingga pada akhirnya, ia mengganti
Namanya dengan Benedictus de Spinoza sebagai tanda kehidupan barunya.
Pada saat ia dikucilkan, ia mencari nafkah dengan cara mengasah lensa sambal
terus-menerus menuliskan pemikirannya. Tak lama kemudian, setelah pengucilan ini, ia
mengidap penyakit TBC.
Pada tahun 1673, ia di undang untuk mengajar di universitas Heidelberg. Namun
ia menolak dengan alasan “tidak ada yang lebih mengerikan dari pada kenyataan bahwa
orang-orang dihukum mati karena berfikir bebas.”
Semasa hidupnya ia bekerja sebagai guru pribadi di beberapa keluarga yang kaya
raya. Dan pada saat inilah ia bertemu dengan para tokoh belanda. Karena penyakit TBC
yang ia derita mulai menjadi lebih parah, maka ia dikucilkan Kembali. Ditambah
dengan penyakit paru-paru yang telah lama ia derita. Pada akhirnya, ia meninggal pada
tanggal 21 februari 1677 pada usia 44 tahun (Kariarta, I. Wayan, 2020)
3. Gottfried Wilhelm Leibniz
1) Teori Monad
Pusat metafisika Leibniz adalah idea tentang substansi yang dikembangkan dalam
konsep monad. Penuntun prinsip filsafat Leibniz ialah “prinsip akal yang mencukupi”,
yang secara sederhana dapat dirumuskan “sesuatu harus mempunyai alasan.” Bahkan

14
Tuhan juga harus mempunyai alasan untuk setiap yang diciptakanNya. Ahmad Tafsir:
127, 2013). Berbeda dengan Spinoza yang mengatakan hanya ada satu substansi,
Leibniz berpendapat di alam semesta ini ada banyak sekali subtansi yang disebutnya
Monad (monos = satu; monad = satu unit). (F.Budi Hardiman:55, 2004) Setiap monad
berbeda satu sama lain, dan Tuhan (supermonad) adalah pencipta monad-monad
itu.Maka karya Leibiz ini disebut monadology yang ia tulis tahun 1714. Apakah yang
dimaksud monad? dalam ilmu matematika yang terkecil adalah titik, dalam fisika yang
terkecil adalam sub atomik yang meliputi proton, neutron dan electron, namun dalam
metafisika yang terkecil adalah monad. Kata terkecil hendaknya tidak dipahami sebagai
ukuran, melainkan sebagai tidak berkeluasan, maka monad itu bukan benda. Monad-
monad bukanlah kenyataan jasmaniyah, melainkan kenyataan mental, yang terdiri dari
persepsi dan hasrat. Menurut Leibniz monade tidak bersifat jasmani dan tidak dapat
dibagi-bagi lagi. (K. Bertens:5, 2012) Leibniz membayangkan monad sebagai principles
of Nature and the Grace founded on reason. Ia memaknai monade ini dengan “the true
atoms of nature”. Atom disini merupakan “jiwa-jiwa”, sehingga monade ia maksudkan
dengan “pusat-pusat kesadaran”. Juhaya S. Praja: 61, 2010) Dengan kata lain, yang ia
maksud sebagai monad adalah kesadaran diri tertutup, sejajar dengan cogito tertutup
descartes. Dalam sebuah pernyataannya yang kemudian termasyhur, dia mengatakan
sebagai berikut: “monad-monad tak memiliki jendela tempat sesuatu bisa keluar atau
masuk.” Di antara monad-monad tak ada interaksi, sebab masing-masing merupakan
kenyataan mental yang sudah cukup diri. Lalu bagaimana monad mengetahui diluar
dirinya? Setiap monad memiliki sifat yang jumlahnya tak terhingga, sebab setiap
monad mencerminkan seluruh alam semesta dari sedut pandangnya. Dengan kata lain,
setiap monad mencerminkan semua monad yang lainnya. Misalnya, saat aku menyadari
selembar daun jatuh di depanku, kesadaranku itu merupakan sebuah keadaan dari
monad yang mencerminkan keadaan monad-monad lain yang sama-sama
mengidentifikasikan “daun”.
Jika dunia dan kesadaran adalah monad-monad yang terisolasi satu sama lain, lalu
bagaimana menjelaskan gejala adanya keteraturan dalam hubungan timbal balik?
Leibniz menjawab bahwa Allah pada saaat menciptaan mengadakan “Pre-established
harmony” (keselarasan yang ditetapkan sebelumnya) di antara monad-monad. Jadi
meskipun monad-monad memiliki momentumnya sendiri-sendiri, mereka cocok satu
sama lain, sehingga menimbulkan ilusi bahwa mereka berinteraksi satu sama lain.

15
Misalnya, air yang diletakkan di atas api menjadi panas bukan karena api, melainkan
monad air, api, dan panas bersesuian satu sama lain,
Tuhan telah menetapkan bahwa peristiwa-peristiwa yang menyangkut satu
monad cocok dengan peristiwa yang terjadi pada monad lain. Jadi, hubungan timbal
balik antara monad-monad hanya kelihatannya ada. Karakteristik terpenting dari monad
atau atom spiritual adalah sebagai berikut:
a. Monad adalah suatu eksistensi hidup atau atom hidup yang seluruhnya
merupakan kekuatan aktif yang seluruhnya merupakan kekuatan aktif yang selalu
cenderung berkerja dan bergerak.
b. Ia tidak berbentuk, tidak berskala dan tidak terbagi.
c. Ia tidak terbentuk dari apapun dan tidak musnah sendiri tapi mesti ada yang
menciptakannya
d. Dari monad, bentuk-bentuk material terbangun. Sesuai dengan tingkat
pengetahuannya, monad terbagi empat macam :
1) Monad-monad yang hanya mempunyai pengetahuan dan kecendrungan dalam
bentuk yang paling sederhana. Disni Leibniz meletakka tumbuh-tumbuhan dan
makhluk-makhluk non organik.
2) Monad-monad hewani, disamping mempunyai pengetahuan juga mempunyai
hafalan dan ingatan
3) Monad manusiawi, yang pengetahuannya sangat tinggi hingga dapat
berargumentasi, memahami hakikat-hakikat universal serta meramalkan masa depan.
4) Diantara manusia dan tuhan yang dianggap Leibnz sebagai monad dari segala
monad terdapat lapisan-lapisan malaikat dan alam ruhani yang memiliki pengetahuan
lebih tinggi dan lebih sempurna dari pada manusia. Monad-monad yang merupakan
penyusun alam ini terpisah antara satu sama lain. Kita bisa menyamakan monad-monad
ini dengan sebuah kelompok musik, dimana masing-masing individu memainkan
melodi yang terpisah satu sama lainnya, namun kesemuanya menghasilkan suatu
simfoni yang serasi dan teratur. Logika Leibniz dimulai dari suatu prinsip rasional,
yaitu dasar pikiran yang jika diterapkan dengan tepat akan cukup menentukan struktur
realitas yang mendasar. Dunia yang terlihat dengan nyata ini hanya dapat dikenal
melalui penerapan dasar-dasar pertama pemikiran. Tanpa itu orang tidak dapat
melakukan penyelidikan ilmiah.

16
2) Bukti Adanya Tuhan
Kalau segala monad mencerminkan alam semesta, apakah bedanya kita dengan
hewan, tetumbuhan dan benda? Menurut leibniz, monad pada manusia berbeda dengan
monad-monad lain. Kalau monad-monad lain mencerminkan hanya alam semesta,
berbeda dengan monad-monad pada manusia yang juga mencerminkan Tuhan Saat kita
menyadari, kita tidak hanya sadar akan monad-monad lain, tetapi juga sadar akan
adanya allah. Dalam permikirannya, Leibniz bermaksud untuk membuktikan eksistensi
wujud (Tuhan). (Andre Comt Sponville:97, 2007) Bagaimana keberadaan Tuhan itu
benar-benar “ada” didalam kehidupan manusia. Ia membuktikan eksistensi Tuhan
dengan konsepnya tentang monade-monade. Berdasarkan pembedaan ini, leibniz
berusaha membuktikan adanya Tuhan dengan empat argumen.
Pertama, dia mengatakan bahwa manusia memiliki ide kesempurnaan, maka
adanya Allah terbukti. Bukti ini disebut bukti ontologis. Kedua, dia berpendapat bahwa
adanya alam semesta dan ketidak lengkapannya membuktikan adanya sesuatu yang
melebihi alam semesta ini, dan yang transenden ini disebut Tuhan. Ketiga, dia
berpendapat bahwa kita selalu ingin mencapai kebenaran abadi, dan bahwa
kebenaran macam itu tak bisa dihasilkan manusia menunjukan adanya pikiran abadi,
yaitu Tuhan. Keempat, leibniz mengatakan bahwa adanya keselarasan diantara monad-
monad membuktikan bahwa pada awal mula ada yang mencocokkan mereka satu sama
lain, yang mencocokkan itu adalah Tuhan.
Bukti ini mendifinisikan Tuhan sebagai yang paling sempurna, yaitu subjek dari
seluruh kesempurnaan. Serangkaian penyebab dikatakan tidak dapat menjadi tak
terbatas, dan penyebab pertama pastilah tidak mempunyai penyebab lagi, karena kalau
masih mempunyai berarti bukan penyebab pertama. Oleh karenanya, ada sebuah
penyebab yang tidak mempunyai penyebab bagi segala sesuatu dan ini tak lain adalah
Tuhan.
Ajaran Leibniz yakni tentang monad-monad ini, menjadi jalan keluar atas
keparcayaan Dualisme, dengan monade ini Leibniz memecahkan kesulitan mengenai
hubungan antara jiwa dan tubuh. Jiwa merupakan suatu monade dan tubuh terdiri dari
banyak monade. Suatu monade tidak dapat mempengaruhi monade lain, sebab masing-
masing monade harus dianggap tertutup. (K. Bertens:49, 1998)

3) Sifat tuhan, kebebasan dan kejahatan.

17
Mengapa didunia yang paling baik ini terdapat keburukan? Kalau Tuhan ada, dari
manakah asalnya kejahatan? Kalau Tuhan tidak ada, dari manakah asalnya kebaikan?
Leibniz komit pada dua ide fundamental, yang pertama, Tuhan Maha Sempurna.
Diantaranya, ini berarti bahwa tindakan Tuhan selalu baik. Kedua, bahwa ada kejahatan
di dunia ini.
Terkait yang pertama, sikap Leibniz adalah jelas: “Segala hal yang berasal dari
Tuhan sesuai dengan kebaikan, keadilan, dan kesucian”. Maka segala sesuatu yang ada
sekarang ini berdasarkan kebaikan, keadilan, dan kesucian tuhan. Terkait yang komit
yang kedua, destruksi, penderitaan, dan dosa adalah tidak baik. Dengan demikian,
seharusnya semua itu tidak ada karena semua yang ada merupakan kebaikan Tuhan.
Disini terdapat kontradiksi antara kedua komit Leibniz tersebut diatas. Salah satu
karakteristik paling khas dari filsafat Leibniz adalah doktrin tentang banyak dunia yang
mungkin. Karena kebaikan-Nya, Tuhan memutuskan untuk menciptakan dunia yang
terbaik dari seluruh dunia yang mungkin, dan dia menganggap dunia terbaik itu adalah
dunia yang memiliki ekses kebaikan lebih besar dari keburukan. (Bertran Russel: 772,
2007) Maksunya adalah, bukan berarti Tuhan tidak bisa menciptakan dunia yang tidak
mengandung kejahatan, tetapi itu tidak akan menjadi lebih baik seperti dunia nyata,
karena kebaikan yang luar biasa secara logis terikat dengan keburukan-keburukan
tertentu. Sebagai contoh, ketika kita sembuh dari sakit yang sekian lama menyiksa fisik
dan mental kita, maka sehat akan terasa jauh lebih baik. Banyak sekali orang sehat yang
lupa betapa indahnya sehat itu. Begitulah maksud dari statment liebniz tentang kedua
komit fundamentalnya diatas.
Dalam teologi, bukan ilustrasi-ilustrasi semacam ini yang penting, tetapi
hubungan antara dosa dan kehendak bebas. Kehendak bebas adalah sebuah kebaikan
yang luar biasa, tetapi secara logis tidaklah mungkin bagi Tuhan untuk
menganugerahkan kehendak bebas dan pada saat yang sama menitahkan tiadanya dosa.
Maka dari itu, Tuhan memutuskan untuk membuat manusia bebas. Walaupun dia
mengetahui Adam akan makan buah khuldi maka dosa itu pasti dibalas dengan
hukuman. Dunia yang tercipta meski tidak memiliki keburukan, memiliki surplus
kebaikan yang lebih besar atas keburukan daripada dunia lain yang mungkin, dan
keburukan yang dimilikinya tidak memiliki argumentasi yang menentang kebaikan
Tuhan.

18
BAB III
KESIMPULAN

Rasionalisme adalah faham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason) adalah alat
terpenting untuk memperoleh pengetahuan dan menetes pengetahuan. Jika empirisme
mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek empiris, maka
rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan dengan cara berpikir. Alat
dalam berpikir itu adalah kaidah-kaidah logis atau aturan-aturan logika. Adapun Beberapa
Pemikiran para Tokoh Rasionalisme yaitu sebagai berikut :
1) Rene Descartes (1596-1650), yaitu, sumber pengetahuan yang dapat dipercayai adalah akal.
2) Baruch De Spinoza (1632-1677), yaitu sebuah idea berhubungan dengan ideatum atau obyek
dan kesesuaian antara idea dan ideatuminilah yang disebut dengan kebenaran.
3) Leibniz (1.646-1716 M), Pemikiran Leibniz yang terkenal adalah monadologinya, dia
berpendapat bahwa banyak sekali subtansi yang terdapat di dunia ini, yang disebutnya
“monad” (monos:satu, monad: satu unit)

19
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: akal dan hati sejak thales sampaichapra, Bandung : Remaja
Rosdakarya, cet. Ke-20, 2013

The Liang Gie, Pengantar Filsafat ilmu, Yogyakarta: Liberty bekerjasama dengan Yayasan
Studi Ilmu dan Teknologi, 1991

Mustansyir Rizal, Filsafat Analitik, Sejarah, Perkembangan, dan Peranan Para Tokohnya,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001

Muntasyir Rizal dan Munir Misnal, Filsafat ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003

Yaqub Hamzah, Filsafat Agama, Titik Temu Akal dengan Wahyu, Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya, 1992

Collinson Diane, Lima Puluh Filosof Dunia yang Menggerakkan, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001
Hakim, Abdul, Atang dan Beni Ahmad Saebani. 2008. Filsafat Umum: Dari Metologi sampai
Teofilosofi. Bandung: CV Pustaka Setia

Masykur Arif Rahman. 2013. Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: IRCisod

Robert C. Solomon dan Kathleen M. Higgins. 1996. A Short History of Philosophy, telah
diterjemahkan oleh Saut Pasaribu New York: Oxtord University

Henri Begerson, Nadler. 2016. Spinoza’s: Ethics An Introduction. Cambridge: University


Press.

Budi Hardiman, 2011. Pemikiran-Pemikiran yang Membentuk Dunia Modern: Dari


Machiavelli sampai Nietzsche). Jakarta: Erlangga

20

Anda mungkin juga menyukai