Anda di halaman 1dari 12

My Psikologi

Beranda Penulis

undefined undefined

ALIRAN RASIONALISME

MAKALAH FILSAFAT MODERN ALIRAN RASIONALISME

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Manusia adalah hewan yang berpikir, yang dengan aktivitas berpikir itu manusia berfilsafat, berilmu pengetahuan dan ilmu teknologi. Sejak manusia tercipta, aktivitas itu ada dan berkembang, kemudian terus meningkat seiring dengan tantangan perkembangan zaman. Ada orang yang berkata, bahwa orang harus berfilsafat untuk mengetahui apa itu yang disebut filsafat. Mungkin ini benar, hanya kesulitannya ialah bagaimana ia tahu,bahwa ia berfilsafat? Mungkin ia mengira ia sudah berfilsafat dan mengira tahu pula apa filsafat itu. Melalui makalah ini, kami akan mengajak anda untuk bermain-main dalam dunia filsafat melalui pemikiran Rene Descartes dengan aliran rasionalismenya. Melalui pemikiran-pemikirannya, Descartes menyadari bahwa bukan sesuatu yang mudah untuk meyakinkan tokoh-tokoh gereja yang pada saat itu sangat mendominasi, bahwa dasar filsafat haruslah rasio (akal). Tokoh-tokoh gereja saat itu tetap yakin bahwa dasar filsafat haruslah iman. Untuk meyakinkan orang-orang bahwa dasar filsafat haruslah akal, Descartes menuangkan argumentasinya dalam sebuah metode, yang tentu saja penuangan argumentasi dalam metode tersebut sangat dipengaruhi oleh latar belakang kehidupannya. Descartes telah lama merasa tidak puas terhadap perkembangan filsafat yang sangat lamban dan banyak memakan korban itu. Sangat lamban terutama saat dibandingkan dengan perkembangan filsafat zaman sebelumnya. Ia melihat tokoh-tokoh gereja dengan mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambannya perkembangan tersebut. Descartes

ingin agar filsafat dilepaskan dari dominasi agama Kristen. Ia ingin agar filsafat dikembalikan kepada semangan filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal. Pemikirannya membuat sebuah revolusi filsafat di Eropa karena pendapatnya yang revolusioner bahwa semuanya tidak ada yang pasti, kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berpikir. Pada suatu malam ia bermimpi. Dalam hidup itu ia mendapat tugas menyusun dasar untuk segala ilmu dengan satu metode. Sejak itu ia bermaksud hidup untuk mencari kebenaran atau sebagai kebenaran, sebab zaman itu yang disebut benar adalah kata-kata pejabat baik pejabat negara, gereja, atau pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalahnya adalah bagaimana latar belakang (biografi) dan pemikiran Rene Descartes mengenai sumber pengetahuan dan dasar filsafat serta pengaruh pemikiran tersebut terhadap dunia?

1.3 Tujuan Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penyusunan makalah ini adalah mengetahui latar belakang dan pemikiran Rene Descartes mengenai sumber pengetahuan dan dasar filsafat serta pengaruh pemikiran tersebut pada dunia.

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Rasionalisme adalah paham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam mencari, memperoleh, dan mengetes pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya diukur dengan akal juga. Dicari dengan akal ialah dicari dengan berpikir logis. Diukur dengan akal maksudnya diuji, apakah temuan itu logis atau tidak. Bila logis benar, bila tidak logis salah. Akal itulah aturan untuk mengatur manusia dan alam. Ini juga berarti bahwa kebenaran itu berasal dari akal (rasio). 2.2 Sejarah Tokoh Salah satu orang yang sangat besar pengaruhnya dalam mewarnai dunia filsafat yaitu Rene Descartes. Ahli filsafat dan matematika Prancis. Ia merupakan pemula dari era filsafat modern. Kata modern tersebut digunakan untuk menunjukan suatu filsafat yang mempunyai corak yang sangat berbeda, bahkan berlawanan dengan corak filsafat pada abad pertengahan Kristen. Corak utama filsafat modern yang dimaksud ialah dianutnya kembali rasionalisme seperti pada masa Yunani kuno. Descartes dilahirkan pada 31 Maret 1596, di La Haye, Touraine, Prancis. Menurut catatan, Descartes adalah orang Inggris. Ayahnya Joachim Descartes, sebagai penasihat parlemen Inggris, hakim dan pengacara kaya. Sudah tentu ayahnya menyediakan lingkungan pendidikan yang baik, namun hanya menyisakan sedikit waktu untuk keluarga. Ketika ia berusia satu tahun, ibunya meninggal. Kemudian ayahnya kawin lagi. Descartes dan kedua saudaranya Pierre dan Jeanne dipelihara neneknya dan sejak itu ia tidak pernah melihat ayahnya lagi. Descartes adalah anak yang sangat cerdas, suka berpikir, dan suka menyendiri. Pada waktu ayahnya meninggal dan saudara kandungnya menikah, ia tak mau datang. Pada usia 8 tahun, 1606, ia masuk Royal College La Fleche yang dikelola pastur-pastur Yesuit. Ia belajar di tempat itu selama 8 tahun. Tahun 1614 ia meninggalkan La Fleche. Ia taat mengerjakan ibadah menurut ajaran agama Katholik, tetapi ia juga menganut Galileo yang pada masa itu masih ditentang oleh tokoh-tokoh Gereja. Tergambar jelas dari tulisan-tulisannya bahwa Descartes adalah seseorang yang teguh kepercayaannya pada Tuhan. Dia menganggap dirinya sebagai Katholik yang patuh, akan tetapi Katolik tidak menyukai pandangan-pandangannya, dan hasil karyanya digolongkan ke

dalam "index" buku-buku yang terlarang dibaca. Bahkan di kalangan Protestan Negeri Belanda (waktu itu mungkin negeri yang paling toleran di Eropa), Descartes dituduh seorang atheist dan menghadapi kesulitan dengan penguasa. Descartes mendapat pelajaran bahasa Yunani, Latin, Perancis, musik, drama, mengarang, bermain anggar, dan naik kuda. Pada tahun kuliah terakhir ia belajar filsafat, moral, dan matematika. Tapi ilmu pengetahuan yang ia terima hanya menimbulkan keraguan dalam jiwanya kecuali matematika. Karena kesehatannya lemah, ia diperbolehkan terlambat kuliah atau tidak mengikuti kuliah. Meskipun demikian pada tahun 1616 pada umur 20 tahun, ia berhasil mendapat gelar ahli hukum di Universitas Poitiers. Konon ia juga sempat belajar ilmu kedokteran di universitas yang sama selama dua tahun. Sesudah itu ia mengembara ke Belanda selama dua tahun (1617-1619) untuk menjadi relawan sebagai tentara Belanda. Di Belanda Descartes menghasilkan karya ilmiah yang disebut Le Monde atau The World yang ia akan mempublikasikan pada tahun 1634. Pada titik itu, bagaimanapun, dia mengetahui bahwa Galileo telah dikutuk oleh Gereja untuk mengajar Copernicanism. buku Descarte s 'Copernican ke inti, dan karena itu ia memilikinya ditekan. Pada tahun 1638 Descartes menerbitkan sebuah buku yang berisi tiga esai pada mata pelajaran matematika dan ilmiah dan Discourse on Method. Setelah tinggal singkat di militer, Descartes mulai menjalani kehidupannya yang tenang. Melanjutkan upaya intelektual, menulis esai filsafat, dan menjelajahi dunia ilmu pengetahuan dan matematika. Pada tahun 1637, ia menerbitkan geometri, di mana kombinasi aljabar-nya dan geometri analitis melahirkan geometri, lebih dikenal sebagai Cartesian Geometri. Descartes menulis tiga teks penting: Wacana tentang cara melakukan dengan tepat dan mencari alasan kebenaran dalam ilmu pengetahuan, renungan tentang filsafat pertama, dan prinsip-prinsip filsafat. Ren Descartes selalu menjadi individu yang lemah, dan dia biasanya akan menghabiskan sebagian besar pagi di tempat tidur, di mana ia melakukan sebagian besar berpikir, segar dari mimpi di mana ia sering punya wahyu. Pada tahun 1649, Ratu Christina dari Swedia membujuk Descartes untuk datang ke Stockholm. Ia harus pindah ke Swedia untuk mengajari Ratu Christina dalam hal filsafat. Sayangnya, Ratu mempunyai jadwal yang disiplin yaitu bangun pagi-pagi dan ia ingin memulai pelajaran pada pukul 5:00 pagi. jadwal membuat Descartes yang mempunyai kesehatan kurang baik menjadi rapuh,dia tertular radang paru-paru,dia meninggal pada 11 Februari 1650 pada usia 54 tahun.

Tulisan yang ditinggalkan sangat banyak, yang sangat mashur adalah Discours de la method (1637), meditations de prima philosophia (1641), Meditations (1642), Traite des passions (1649). Sesudah meninggal dunia Regulae ad directionem ingenii. 2.3 Inti Pemikiran Makna penting teori Descartes punya nilai ganda. Pertama, dia meletakkan pusat sistem filosofinya persoalan epistomologis yang fundamental, "Apakah asal-muasalnya pengetahuan manusia itu?" para filosof terdahulu sudah mencoba melukiskan gambaran dunia. Descartes mengajar kita bahwa pertanyaan macam itu tidak bisa memberi jawab yang memuaskan kecuali bila dikaitkan dengan pertanyaan "Bagaimana saya tahu?". Kedua, Descartes menganjurkan kita harus berangkat bukan dengan kepercayaan, melainkan dengan keraguan. (Ini merupakan kebalikan sepenuhnya dari sikap St. Augustine, dan umumnya teolog abad tengah bahwa kepercayaan harus didahulukan). Memang benar Descartes kemudian meneruskan dan sampai pada kesimpulan teologis yang ortodoks, tetapi para pembacanya lebih tertarik dan menaruh perhatian lebih besar kepada metode yang dikembangkannya ketimbang kongklusi yang ditariknya. (Ketakutan gereja bahwa tulisantulisan Descartes akhirnya akan menjadi bahaya, jelas sekali). Dalam filosofinya, Descartes menekankan beda nyata antara pikiran dan obyek material, dan dalam hubungan ini dia membela dualisme. Perbedaan ini telah dibuat sebelumnya, tetapi tulisan-tulisan Descartes menggalakkan perbincangan filosofis tentang masalah itu. Permasalahan yang dikemukakannya menarik para filosof sejak itu dan tetap tak terpecahkan. Pengaruh besar lain dari konsepsi Descartes adalah tentang fisik alam semesta. Dia yakin, seluruh alam (kecuali Tuhan dan jiwa manusia) bekerja secara mekanis, dan karena itu semua peristiwa alami dapat dijelaskan secara dan dari sebab-musabab mekanis. Atas dasar ini dia menolak anggapan-anggapan astrologi, magis dan lain-lain ketahayulan. Berarti, dia pun menolak semua penjelasan kejadian secara teleologis. (Yakni, dia mencari sebab-sebab mekanis secara langsung dan menolak anggapan bahwa kejadian itu terjadi untuk sesuatu tujuan final yang jauh). Dari pandangan Descartes semua makhluk pada hakekatnya merupakan mesin yang ruwet, dan tubuh manusia pun tunduk pada hukum mekanis yang biasa. Pendapat ini sejak saat itu menjadi salah satu ide fundamental fisiologi modern. Descartes menggandrungi penyelidikan ilmiah dan dia percaya bahwa penggunaan praktisnya dapat bermanfaat bagi masyarakat. Dia pikir, para ilmuwan harus menjauhi pendapat-pendapat yang semu dan harus berusaha menjabarkan dunia secara matematis. Semua ini kedengarannya modern. Tetapi, Descartes, melalui pengamatannya sendiri tak

pernah bersungguh-sungguh menekankan arti penting ruwetnya percobaan metode ilmiah.

2.3.1 Metode Keraguan (Cogito Descartes) Maksud kata keraguan disini bukan dalam arti kebingungan yang tak berkesudahan, melainkan mempertanyakan kembali kinerja akal budi. Keraguan dipraktekkan sebagai tahap awal menuju kepastian, menjaring yang benar dari yang salah, dan meretas jalan kepastian dari kemungkinan. Keraguan disebut juga sebagai metodis karena keraguan adalah cara penalaran mengungkap kebenaran secara reflektif-radikal-filosofis. Perjalanan menuju kebenaran ini mesti direntang tanpa batas sampai keraguan itu membatasi diri dengan menemukan kepastian yang benar-benar pasti dan pasti benar. Karenanya, keraguan metodis, kata Descartes, mesti bersifat universal. Agar menemukan dasar yang kuat bagi filsafat, Descartes mulai meragukan segala sesuatu yang dapat diragukan. Awalnya ia mencoba meragukan semua yang dapat diindera, objek yang sebenarnya tidak mungkin diragukan. Kemudian dia meragukan adanya badannya sendiri. Sampai akhirnya ia merasa benar. ketegangan dan ketidakpastian yang merajalela ketika itu dalam kalangan filsafat. Scholastik tidak mampu memberikan keterangan yang memuaskan kepada ilmu dan filsafat baru yang dimajukan ketika itu kerap kali bertentangn satu sama lain. Filsafat menjadi kacau, demikian pendapat Decardes. Adapun tidak adanya ketidakpastian itu karena menurut dia tidak ada pangkal yang sama, tidak ada metode. Berawal dari hal tersebut, ia mencari metode yang sama sekali baru. Adapun yang digunakan sebagai metode baru ini adalah keragu-raguan. Seakan-akan ia membuang segala kepastian.pikiran dipangkalkan pada keraguan ini. Maka apakah yang segera nampak? Jika orang ragu-ragu, demikian Decartes, ia juga ragu-ragu terhadap segala sesuatu, maka nampak jugalah kepadanya sendiri bahwa ia berpikir, karena ragu-ragu itu suatu cara berpikir. Pada hal tersebut segera nampak kepastian dan kebenaran yang cemerlang tentang adanya proses berpikir. Dari metode keragu-raguan ini timbul kepastian tentang adanya sendiri. Hal ini dirumuskan oleh Descartes dengan sebutan cogito ergo sum (saya berpikir maka saya ada). 2.3.2 Ide Terang-Benderang Keragu-raguan Descartes hanyalah sebuah metode, sesungguhnya ia bukan raguragu seperti skepsis. Ia ragu-ragu bukan untuk ragu-ragu, melainkan untuk mencapai kepastian. Dan tercapailah kepastian itu menurut dia. Kepastian yang terdapat pada kesadaran

inilah yang dipakai menjadi pangkal pikiran dan filsafatnya. Karena kesadaran ini, nampaklah rasio yang menentukan pangkal untuk bertindak seterusnya dan mengadakan sistem filsafat. Hanya rasio yang dapat membawa orang kepada kebenaran. Rasio pulalah yang dapat memberikan pimpinan dalam segala pikiran. Adapun yangbenar itu hanya tindakan yang terang-benderang yang disebut dengan idees claires et distinctes. Yang dapat diutarakan dengan ide yang demikian itu tidak masuk ke dalam wilayah filsafat. Akan tetapi apa dan siapa yang menjamin, bahwa ide terang-benderang itu benar? Yang menjadi jaminan ialah Tuhan sendiri. Ide yang terang-benderang ini pemberian Tuhan sebelum orang dilahirkan. Ide itu disebutnya ideae innatae (ide bawaan). Karena itu haruslah ide itu benar, karena pemberian yang maha benar. Jadi menurut Descartes itu bukanlah hasil pengabstrakan yang diambil dari yang kongkrit, melainkan sudah dimiliki orang orang waktu dilahirkan. Ide terang-benderang itu bekal hidup, hadiah dari kebenaran sejati. Tuhan yang sungguh-sungguh ada tak membiarkan ide-ide itu akan tak benar, sebab tak mungkin juga Tuhan memberi pedoman yang salah. Oleh karena itu, menurut Descartes rasiolah yang menjadi sumber dan pangkal dari segala pengertian dan budilah yang memegang pimpinan dalam segala pengertian. Pikiranlah yang menjadi landasan filsafat, dengan begitu filsafat berpangkal pada kebenaran yang fundamental dan asasi. Itu sebabnya mengapa aliran ini disebut rasionalisme. Kedaulatan rasio diakui sepenuhnya bahkan dilebih-lebihkan oleh Descartes dengan mengabaikan nilai pengetahuan indera, yang menurutnya kerap kali menyesatkan manusia. 2.4 Analisis Menjadi keinginan Descartes sendiri mempersembahkan hasil-hasil penyelidikan ilmiahnya dalam buku yang disebut Le Monde (Dunia). Tetapi, di tahun 1633, tatkala buku itu hampir rampung, dia dengan penguasa gereja di Italia mengutuk Galileo karena menyokong teori Copernicus bahwa dunia ini sebenarnya bulat, bukannya datar, dan bumi itu berputar mengitari matahari, bukan sebaliknya. Meskipun di Negeri Belanda dia tidak berada di bawah kekuasaan gereja Katolik, namun dia berkeputusan berhati-hati untuk tidak menerbitkan bukunya walau dia pun sebenarnya sepakat dengan teori Copernicus. Sebagai gantinya, di tahun 1637 dia menerbitkan bukunya yang masyhur Discourse on the Method for Properly Guiding the Reason and Finding Truth in the Sciences (biasanya diringkas saja Discourse on Method). Discourse ditulis dalam bahasa Perancis dan bukan Latin sehingga semua kalangan intelegensia dapat membacanya, termasuk mereka yang tak peroleh pendidikan klasik. Sebagai tambahan Discourse ada tiga esai.

Di dalamnya Descartes menyuguhkan contoh-contoh penemuan-penemuan yang telah dilakukannya dengan menggunakan metode itu. Tambahan pertamanya Optics, Descartes menjelaskan hukum pelengkungan cahaya (yang sesungguhnya sudah ditemukan oleh Willebord Snell). Dia juga mempersoalkan masalah lensa dan pelbagai alat-alat optik, melukiskan fungsi mata dan pelbagai kelainan-kelainannya serta menggambarkan teori cahaya yang hakekatnya versi pemula dari teori gelombang yang belakangan dirumuskan oleh Christiaan Huygens. Tambahan keduanya terdiri dari perbincangan ihwal meteorologi, Descartes membicarakan soal awan, hujan, angin, serta penjelasan yang tepat mengenai pelangi. Dia mengeluarkan sanggahan terhadap pendapat bahwa panas terdiri dari cairan yang tak tampak oleh mata, dan dengan tepat dia menyimpulkan bahwa panas adalah suatu bentuk dari gerakan intern. (Tetapi, pendapat ini telah ditemukan lebih dulu oleh Francis Bacon dan orang-orang lain). Tambahan ketiga Geometri, dia mempersembahkan sumbangan yang paling penting dari kesemua yang disebut di atas, yaitu penemuannya tentang geometri analitis. Ini merupakan langkah kemajuan besar di bidang matematika, dan menyediakan jalan buat Newton menemukan Kalkulus. Mungkin, bagian paling menarik dari filosofi Descartes adalah caranya dia memulai sesuatu. Meneliti sejumlah besar pendapat-pendapat yang keliru yang umumnya sudah disepakati orang, Descartes berkesimpulan untuk mencari kebenaran sejati dia mesti mulai melakukan langkah yang polos dan jernih. Untuk itu, dia mulai dengan cara meragukan apa saja, apa saja yang dikatakan gurunya. Meragukan kepercayaan meragukan pendapat yang sudah berlaku, meragukan eksistensi alam di luar dunia, bahkan meragukan eksistensinya sendiri. Pokoknya, meragukan segala-galanya. Ini tentu saja membuat dia menghadapi masalah yang menghadang: Apakah mungkin mengatasi pemecahan atas keraguan yang begitu universal, dan apakah mungkin menemukan pengetahuan yang bisa dipercaya mengenai segala-galanya? Tetapi, lewat alasan-alasan metafisika yang cerdik, dia mampu memuaskan dirinya sendiri bahwa dia sebenarnya "ada" ("Saya berpikir, karena itu saya ada"), dan Tuhan itu ada serta alam di luar dunia pun ada. Ini merupakan langkah pertama dari teori Descartes. Filosofi Descartes dikritik pedas oleh banyak filosof sejamannya, sebagian karena mereka anggap filosofi itu menggunakan alasan yang berputar-putar. Sebagian lagi menunjukkan kekurangan-kekurangan dalam sistemnya. Dan sedikit sekali orang saat ini yang membelanya dengan sepenuh hati. Tetapi, arti penting seorang filosof tidaklah terletak pada kebenaran sistemnya; melainkan pada apakah penting tidaknya ide-idenya, atau apakah

ide-idenya ditiru orang dan berpengaruh luas. Dari ukuran ini, sedikitlah keraguan bahwa Descartes memang seorang tokoh yang penting. Sedikitnya ada lima ide Descartes yang punya pengaruh penting terhadap jalan pikiran Eropa yaitu: Pandangan mekanisnya mengenai alam semesta Sikapnya yang positif terhadap penjajagan ilmiah Tekanan yang diletakkannya pada penggunaan matematika dalam ilmu pengetahuan Pembelaannya terhadap dasar awal sikap skeptic Penitikpusatan perhatian terhadap epistemology Proses penemuan dasar filsafat Descartes amat berkaitan erat dengan tiga hal mendasar. Pertama, persoalan pencarian kepastian melalui ide yang jelas dan terpilahdisini Descartes menolak basis filsafat yang bersifat kemungkinan atau spekulatif. Kedua, Descartes ingin meletakkan dasar filsafatnya bertolak dari diri subyek. Baginya, hanya subyek yang memiliki kesadaran tentang dirinya sendirimetode cogito atau imanentisme Descartes (aku yang secara langsung mengenal diriku sendiri). Ketiga, Descartes hendak memberikan basis intelektual bagi eksistensi Tuhan sebagai titik tolak seluruh kebenaran, pengetahuan, dan pemahaman. Proses rumit epistemik ini telah menggiring Descartes menemukan basis filsafatnya secara otentik, sekaligus meruntuhkan puing-puing dasar filsafat yang bergema kuat pada waktu itu. Descartes mengandaikan roh/jiwa memiliki sifat asasi lebih cerdas dari sifat asasi bendawi/materi, karena secara a priori roh/jiwa membawa pengertian-pengertian tunggal tentang substansi roh dan bendawi serta mampu memilah-milah secara jelas (clear and distinctly atau self-evident) suatu gagasan atau idea tanpa terpengaruh oleh gagasan atau ideaidea yang lain. Melalui sifat asasi roh/jiwa, pengertian yang terungkap bukan hanya substansi bendawi dan rohani saja, melainkan menjamah substansi pertama, yaitu substansi Tuhan yang tiada batasnya. Disinilah letak perbedaan ontologi Descartes dengan pemikiran ontologi yang lain. Ia mengandaikan akal (rasio) mempunyai kemampuan menjangkau pengetahuan tentang segala hal, termasuk pengetahuan (substansi) Tuhan. Sekalipun yang mampu dijangkau sebetulnya, kata Descartes, hanyalah atribut substansi belaka. Justru di titik inilah filsafat Dercartes menemukan kerapuhan fundamental ketika dipaksa membicarakan tentang hubungan eksistensi substansi jiwa dan badan. Pendapatnya bahwa substansi Tuhan adalah pemegang otoritas ataumeminjam istilah Pak Joksis penjamin eksistensi substansi jiwa dan substansi badan, makin memperjelas bahwa tidak sepenuhnya segala kebenaran selalu bermuara dari subyek yang sadar. Menurut kadarnya

sendiri muncul banyak fakta bahwa manusia sering dihadapkan pada realitas (yang benar dan pasti) diluar jangkauannya sebagai subyek yang sadar. Dengan demikian akan kesulitan bagi kita mengemukakan secara pasti bagaimana sebenarnya hubungan antara jiwa dan badan terjadi. Descartes hanya menunjukkan akhir hubungan jiwa dan badan adalah membentuk manusia sempurna. Sementara, keduanya ia anggap sebagai ras yang berbeda, terpisah, dan tidak terjalin hubungan yang serius. Maka, menjadi aneh ketika tiba-tiba Descartes membawa Tuhan yang berada diluar subyek sadar sebagai penjamin dari eksistensi jiwa dan badan yang berada di dalam subyek sadar. Barangkali berangkat dari kerancuan ini banyak orang menyangka pemikiran Descartes bernada dualistik.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Berangkat dari keragu-raguan akan segala sesuatu, Descartes mampu mengubah dunia melalui pemikirannya yang luar biasa. Karena penemuan-penemuannya yang fenomenal, ia dijuluki sebagai Bapak Filsafat Modern. Descartes berkesimpulan untuk mencari kebenaran sejati dia mesti mulai melakukan langkah yang polos dan jernih. Untuk itu, dia mulai dengan cara meragukan apa saja, apa saja yang dikatakan gurunya. Meragukan kepercayaan meragukan pendapat yang sudah berlaku, meragukan eksistensi alam di luar dunia, bahkan meragukan eksistensinya sendiri. Pokoknya, meragukan segala-galanya. Kemudia dari keragu-raguan tersebutlah ia menemukan kebenaran yang sesungguhnya. Namun terdapat perbedaan antara antologi Descartes dengan antologi lainnya, ia mengandaikan akal mempunyai kemampuan menjangkau pengetahuan tentang segala hal, termasuk pengetahuan (substansi) Tuhan. Pendapatnya bahwa substansi Tuhan adalah pemegang otoritas atau penjamin eksistensi substansi jiwa dan substansi badan, makin memperjelas bahwa tidak sepenuhnya segala kebenaran selalu bermuara dari subyek yang akal. 3.2 Saran Perlu pembelajaran lebih lanjut tentang latar belakang dan pemikiran Rene Descartes mengenai sumber pengetahuan dan dasar filsafat serta pengaruh pemikiran tersebut hingga sekarang.

0 komentar: Poskan Komentar Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Pengikut

Mata Kuliah

ASSESMEN KEBERBAKATAN (1)

ASSESMEN KECERDASAN (1) ASSESMEN KEPRIBADIAN (1) BAKAT MINAT (1) BIOPSIKOLOGI (2) FILSAFAT (1) HISTORY PSIKOLOGI (1) ISBD (1) KOGNITIF DAN EMOSI (1) KONSTRUKSI ALAT UKUR (1) LINTAS BUDAYA (1) MODIFIKASI PERILAKU (1) OBSERVASI (1) PIO (1) PSIKOLOGI GANGGUAN (1) PSIKOLOGI INTERVIW (1) PSIKOLOGI KEPRIBADIAN (1) PSIKOLOGI KONSELING (1) PSIKOLOGI METPEN (1) PSIKOLOGI PENDIDIKAN (1) PSIKOLOGI PERKEMBANGAN (3) PSIKOLOGI POSITIF (1)

Semester

Semester 1 (4) Semester 2 (7) Semester 3 (4) Semester 4 (9)

About Me

Bakhtiyar Sierad - Nunutjoe Ika Nur Rochma N.

Arsip
Copyright 2011 My Psikologi. Template by Noct

Anda mungkin juga menyukai