Anda di halaman 1dari 17

PEMBAHASAN MATERI

“RASIONALISME”

Kelompok 3:
Anggita Hapasari
(205059054)

Anita Sari
(205050011)
“DEFINISI RASIONALISME”

Secara etimologis rasionalisme berasal dari kata bahasa Menurut Ahmad tafsir rasionalisme ada dua macam:
inggris rationalism. Kata ini berakar dari kata dalam dalam bidang agama dan dalam bidang filsafat.
bahasa latin ratio yang berarti “akal”. Menurut a.r. Lacey Rasionalisme dalam bidang agama biasanya digunakan
berdasarkan akar katanya rasionalisme adalah : sebuah untuk mengkritik ajaran agama, rasionalisme dalam
pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan bidang filsafat terutama berguna sebagai teori
sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Rasionalisme pengetahuan. Dalam bidang filsafat, rasionalisme adalah
adalah faham atau aliran yang berdasar rasio, ide-ide yang lawan dari empirisme dan sering digunakan dalam
masuk akal. Selain itu, tidak ada sumber kebenaran yang menyusun teori pengetahuan. Hanya saja, empirisme
hakiki. Jadi, dalam proses perkembangan ilmu menjelaskan bahwa pengetahuan diperoleh dengan jalan
pengetahuan yang dimiliki oleh manusia harus dimulai mengetahui objek empirisme, sedangkan rasionalisme
dari rasio. Rasio itu adalah berpikir. Maka dari itu dalam mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara
aliran rasionalisme ilmu pengetahuan didapat dengan cara berfikir. Adapun alat berfikir adalah kaidah-kidah yang
berfikir. Jika tidak befikir maka tidak ada ilmu logis.
pengetahuan.
“SEJARAH RASIONALISME”

Perintis awal aliran rasionalisme ialah Heraclitus, yang meyakini akal melebihi panca indera
sebagai sumber ilmu. Menurut beliau akal manusia boleh berhubung dengan akal ketuhanan yang
memancarkan sinaran cahaya tuhan dalam diri manusia. Thales menerapkan rasionalisme dalam
filsafatnya. Rasionalisme mencapai zaman kepuncaknya pada zaman Aristoteles. Latar belakang
munculnya rasionalisme adalah, keinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran
tradisional yang pernah diterima, tetapi ternyata tidak mampu menangani hasil-hasil ilmu
pengetahuan yang dihadapi. Apa yang ditanam Aristoteles dalam pemikiran saat itu juga masih
dipengaruhi oleh khayalan-khayalan.
Descartes menginginkan cara yang baru dalam berpikir, maka diperlukan titik tolak pemikiran
pasti yang dapat ditemukan dalam keragu-raguan, cogito ergo sum (saya berpikir maka saya
ada). Jelasnya bertolak dari keraguan untuk mendapatkan kepastian. Perkembangan
rasionalisme selanjutnya berlangsung dari pertengahan abad XVII sampai akhir abad ke- XVIII.
Pada masa ini, hal yang khusus bagi ilmu pengetahuan adalah penggunaan akal budi (rasio)
secara ekslusif untuk menemukan kebenaran. Terbukti, pengguaan akal budi yang demikian
tidak sia-sia, bahkan memberikan tambahan ilmu pengetahuan yang besar sekali akibat
perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu alam.
NEXT..

Rasionalisme pada abad-abad berikutnya sangat berkembang dan mengharukan, karena orang-orang yang
terpelajar makin percaya pada akal budi mereka sebagai sumber kebenaran tentang hidup dan dunia. Terbukti pada
bagian kedua abad ke-XVII , dan lebih lagi pada abad ke ±XVIII dengan adanya pandangan baru terhadap dunia,
yang dijelaskan oleh Isaac Newtown.(1643-1727). Menurutnya "fisika terdiri dari bagian-bagian kecil (atom) yang
berhubungan satu sama lain berdasarkan hukum "sebab-akibat" . Harus diakui bahwa Newton sendiri memiliki
suatu keinsyafan yang mendalam tentang batas akal budi dalam mengejar kebenaran melalui ilmu pengetahuan.
Berdasarkan kekuatan dan keyakinan akan kekuasaan akal budi, lambat laun, orang-orang pada abad itu
berpandangan dalam kegelapan. Dan ketika itu mereka mampu meningkatkan penerangan bagi manusia dan
mayarakat modern yang telah lama dirindukan pada abad ke XVIII, maka abad ini disebut Aufklarung
(pencerahan).
“TOKOH-TOKOH ALIRAN
RASIOMALISME”
Rene Descartes (1596-1650)
Descartes lahir pada tahun 1596 dan meninggal pada tahun 1650.
disebut sebagai bapak filsafat modern. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu
hukum, dan ilmu kedokteran.Dialah orang pertama di akhir Abad
Pertengahan itu yang menyusun argumentasi yang kuat, yang
distinct, yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat haruslah akal,
bukan perasaan, bukanbiman, bukan ayat suci, bukan yang
lainnya( ahmad tafsir, 1990).

Descartes telah lama merasa tidak puas terhadap perkembangan


filsafat yang amat lamban dan banyak memakan korban itu.Ia
melihat tokoh-tokoh Gereja yang mengatasnamakan agama telah
menyebabkan lambannya perkembangan itu. Ia ingin fisafat
dilepaskan dari dominasi agama Kristen. Ia ingin filsafat
dikembalikan kepada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang
berbasis pada akal.

Bukunya yang terpenting di dalam filsafat murni ialah Discours de


In Methode (1637) dan Meditations (1642). Kedua buku ini saling
melengkapi satu sama lain. Di dalam kedua buku inilah ia
menuangkan metodenya yang terkenal itu, metode keraguan
Descartes (Cartesian Doubt). Metode ini sering juga disebut Cogito
Descartes, atau metode cogito saja.
Descartes meragukan (lebih dahulu) segala sesuatu yang dapat
diragukan. Mula-mula ia mencoba meragukan semua yang dapat di
indera, objek yang sebenarnya tidak mungkin diragukan. Inilah
langkah pertama metode cogito tersebut. Dia meragukan adanya
badannya sendiri. Keraguan itu menjadi mungkin karena pada
pengalaman mimpi, halusinasi, ilusi, dan juga pada pengalaman
dengan roh halus ada yang sebenarnya itu tidak jelas. Pada keempat
keadaan itu seseorang dapat mengalami sesuatu seolah- olah dalam
keadaan yang sesungguhnya. Di dalam mimpi seolah-olah seseorang
mengalami sesuatu yang sungguh- sungguh terjadi, persis seperti tidak
mimpi (jaga).
Begitu pula pada pengalaman halusinasi, ilusi, dan kenyataan gaib. Tidak
ada batas yang tegas antara mimpi dan jaga. Oleh karena itu, Descartes
berkata, "Aku dapat meragukan bahwa aku duduk di sini dalam pakaian
siap untuk pergi ke luar; ya, aku dapat meragukan itu karena kadang-
kadang aku bermimpi persis seperti itu, padahal aku ada di tempat tidur,
sedang bermimpi.". Tatkala bermimpi, rasa-rasanya seperti bukan mimpi.
Tidak ada perbedaan yang jelas antara mimpi dan jaga; demikian yang
dimaksud oleh Descartes. Benda-benda dalam mimpi, halusinasi, ilusi
dan kejadian dengan roh halus itu, bila dilihat dari posisi kita sedang
jaga, itu tidak ada. Akan tetapi, benda-benda itu sungguh-sungguh ada
bila dilihat dari posisi kita dalam mimpi, halusinasi, ilusi, dan roh halus.
Dalam mimpi kita melihat dan mengalami benda-benda itu; dalam mimpi
benda-benda itu sungguh-sungguh ada.
Masuk ke langkah ke dua menurut decrates dalam keempat keadaan itu
(mimpi, halusinasi, ilusi, roh halus), juga dalam jaga, ada sesuatu yang selalu
muncul. Ada sesuatu yang muncul yaitu ialah gerak, jumlah, dan besaran
(volume). Pada tahap kedua ini Descartes berpendapat bahwa yang tiga
inilah yang lebih ada daripada benda- benda.Mungkin ketiga inikah yang
benar-benar ada. Betulkah yang tiga ini (gerak, jumlah, besaran) benar- benar
ada? Lalu Descartes mengujinya. Kemudian ia pun meragukanya. Yang tiga
macam itu adalah matematika. Kata Descartes, matematika dapat salah. Saya
sering salah menjumlah (angka), salah mengukur (besaran), juga demikian
pada gerak. Jadi, ilmu pasti pun masih dapat saya ragukan. Ilmu pasti lebih
pasti daripada benda, tetapi saya masih dapat meragukanya. jadi, benda dan
ilmu pasti diragukan.
Langkah ketiga dalam metode cogito. Masih ada satu yang tidak dapat
diragukan menurut decrates yaitu saya sedang ragu. Jelas sekali, saya
sedang ragu. Tidak dapat diragukan bahwa saya sedang ragu. Begitu
distinct saya sedang ragu. Boleh saja badan saya ini saya ragukan
adanya, hanya bayangan, misalnya, atau hanya seperti dalam mimpi,
tetapi mengenai "saya sedang ragu" benar-benar tidak dapat diragukan
adanya. Aku yang sedang ragu itu disebabkan oleh aku berpikir. Kalau
begitu, aku berpikir pasti ada dan benar. Jika aku berpikir ada, berarti
aku ada sebab vang berpikir itu aku. Cogito ergo sum, aku berpikir, jadi
aku ada.
 Spinoza (1632-1677)
Dilahirkan pada tahun 1632 dan meninggal dunia pada tahun 1677. Nama
aslinya Baruch Spinoza. Setelah ia mengucilkan diri dari agama
Yahudi, ia mengubah namanya menjadi Benedictus de Spinoza. Ia
hidup di pinggiran kota Amsterdam (Solomon, 1981). Spinoza banyak
dipengauhi rasionalisme Descartes Dalam pemikiran sosial dan
intelektual pada zamannya, seperti Descartes dia juga ingin
menemukan pegangan yang pasti bagi segala bentuk pengetahuan.
Descartes menemukan konsep dasar pemikirannya adalah Cogito,
Spinoza menemukannya pada konsep subtansi. Menurut Spinoza
pikiran mustahil tanpa konsep subtansi. Dan mendefinisikan sebagai
suatu yang ada pada dirinya sendiri dan dipahami melalui dirinya
sendiri.

Spinoza memahami subtansi sebagai suatu kenyataan yang mandiri, tapi


juga terisolasi dari kenyataan - kenyataan lain. Subtansi tidak berelasi
dengan suatu yang lain, dan tidak dihasilkan atau tidak disebabkan oleh
sesuatu yang lain ( Cause sui = penyebab dirinya sendiri).
Ia mulai dengan meletakkan definisi-definisi, aksioma-aksioma,
proposisi- proposisi, kemudian barulah membuat pembuktian
(penyimpulan) berdasarkan definisi, aksioma, atau proposisi
itu.Menurut Spinoza, ada tiga taraf pengetahuan, yaitu berturut-turut:
taraf persepsi indrawi atau imajinasi, taraf refleksi yang mengarah
pada prinsip-prinsip dan taraf intuisi. Hanya taraf kedua dan ketigalah
yang dianggap pengetahuan sejati. Dengan ini, Spinoza menunjukkan
pendiriannya sebagai seorang rasionalis.
Pendiriannya dapat dijelaskan demikian, menurutnya sebuah idea
berhubungan dengan ideatum atau obyek dan kesesuaian antara idea
dan ideatum inilah yang disebut dengan kebenaran. Dia membedakan
idea ke dalam dua macam, yaitu idea yang memiliki kebenaran
intrinsik dan idea yang memiliki kebenaran ekstrinsik. Idea yang
benar secara intrinsik menurutnya memiliki sifat " memadai "
sedangkan ekstrinsik disebutnya "kurang memadai" (Teng, 2016.
Contoh bumi adalah salah satu planet yang ada di tata surya dianggap
cukup memadai di banding bumi adalah bola bulat.
 Leibniz (1646-1716)
Gotifried Wilhelm von Leibniz lahir pada tahun 1646 dan meninggal pada tahun 1716. Ia filosof Jerman,
matematikawan, fisikawan, dan sejarahwan. Pusat metafisikanya adalah idea tentang substansi yang dikembangkan
dalam konsep monad. Bagi Spinoza, alam semesta ini mekanistis dan keseluruhannya bergantung pada sebab,
sementara substansi pada Leibniz adalah hidup, dan setiap sesuatu terjadi untuk suatu tujuan. Penuntun prinsip
filsafatLeibniz ialah "prinsip akal yang mencukupi", yang secara sederhana dapat dirumuskan "sesuatu harus
mempunyai alasan". Sementara Spinoza berpendapat bahwa hanya ada satu substansi, Leibniz berpendapat bahwa
substansi itu banyak.
Ia menyebut substansi-substansi itu monad. jika dalam matematika yang terkecil adalah titik, dan dalam fisika disebut
dengan atom, maka dalam metafisika disebut dengan monad, terkecil dalam pendapat leibniz bukan berarti sebuah
ukuran, melainkan sebagai tidak berkeluasan, maka yang dimaksud dengan monad bukan sebuah benda. Setiap
monad berbeda satu dengan yang lain, dan Tuhan (sesuatu yang supermonad dan satu-satunya monad yang tidak
dicipta) adalah Pencipta monad-monad itu. Maka karya Leibniz tentang ini diberi judul 'Monadology (studi tentang
monad) yang ditulisnya 1714. Ini adalah singkatan metafisika Leibniz (lihat solomon: 82 dan seterusnya).
Monad, yang kita bicarakan di sini, adalah substansi yang sederhana, yang selanjutnya
menyusun substansi yang lebih besar.Monad itu adalah atom yang sebenarnya pada
sifatnya dan kenyataannya adalah unsur segala sesuatu.Dengan cara yang sama tidak ada
jalan untuk memahami simple substance itu dicipta (come into existence) karena monad itu
tidak dapat dibentuk dengan menyusun.Kita hanya dapat menyatakan sekarang bahwa
monad itu mulai dan berakhir hanya satu kali. Monad muncul karena dicipta dan berakhir
melalui peniadaan. Yang tersusun mempunyai permulaan dan berakhir secara berangsur.
Spinoza juga menyatakan bahwa satu substansi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat
dirusak; ia tidak mempunyai permulaan dan tidak mempunyai akhir. Monad-nya Leibniz
tidak dapat dicipta dan tidak dapat dirusak secara alamiah. Monad itu dapat dicipta dan
dirusak hanya sekaligus. Monad tidak mempunyai kualitas, karenanya mestinya mereka
tidak akan pernah ada. Dan jika substansi sederhana tidak dapat dibedakan satu dengan
lainnya, tidak berarti kita tidak dapat membayangkan perubahan padanya.
Apa pun yang tergabung dalam suatu susunan
(composite) dapat dikenai rusak hanya
melalui unsur sederhana dan monad itu.
Sekalipun mereka itu tanpa kualitas,
sekalipun kuantitasnya tidak dapat dibedakan,
tetap saja dapat dibedakan satu dari lainnya.
Misalnya, bila kita membayangkan sesuatu
yang penuh oleh ruang, di sana setiap sesuatu
hanya menerima ruang sebesar dirinya. Toh
kita tidak dapat membedakan satu dengan
lainnya (maksudnya tatkala ia dipindahkan).
Setiap monad harus dibedakan satu dengan
lainnya karena tidak pernah ada isi alam yang
sama sekalipun kita tidak dapat mengetahui
perbedaan itu. Hanya Tuhan yang benar-
benar mengetahui setiap monad agar ia dapat
membandingkan dan memperlawankan
monad-monad itu. Itu disebabkan monad-
monad itu memang berbeda satu dengan
lainnya. Menurut prinsip akal mencukupi ,
tidak akan ada sesuatu yang mengada tanpa
alasan yang cukup.
Thanks..

Anda mungkin juga menyukai