Anda di halaman 1dari 2

Aku terlalu larut dalam suasana hati.

Mungkin terlalu banyak asupan gizi dari film- film romantis atau novel dan sejenisnya. Sepertinya melebihi dosis yang dianjurkan sehingga perasaan ini cenderung lebih mellow tentang masalah percintaan. Sampai saat ini, nyatanya gua belum bisa menerima kenyataan ini. Yap, kenyataan kalau seseorang yang masih diharapkan hingga saat ini memiliki perasaan yang biasa- biasa saja, alias nihil. ada perasaan sedih, kecewa dan berkecamuk dalam diri. Namun, dibalik itu semua bukannya aku semakin benci malah sebaliknya gua semakin penasaran dengan tipe cewe seperti itu. Ya, tipe cewe yang jarang ditemukan di dunia nyata, apalagi dunia maya. Secara dia ga punya akun dunia maya, palingan juga cumin email aja. Ah, sejak kapan sih gua jadi seperti ini ? jawabannya gua sendiri bingung. Yang jelas gua merasa ada yang nggak beres dalam diri ini. Kayaknya mesti ada sebuah aktifitas yang bisa menampung kecamuk perasaan ini. dan nampaknya menulis akan menjadi alternatif yang patut dicoba. Banyak orang sukses menyalurkan perasaannya lewat menulis. Yap itulah keajaiban menulis. Selain kita bisa berbagi apa yang kita rasakan bisa juga menulis dijadikan sebuah terapi untuk menghilangkan virus- virus yang menggerogoti perasaan di hati. Eyang Habibi salah seorang yang berhasil menjadikan menulis sebagai terapi penyembuhan penyakitnya. Beliau dengan segenap perasaan dan cintanya menulis tentang kisah cintanya bersama Eyang putri, ya beliau Almarhumah eyang Ainun. Lalu, kalau beliau bisa, kenapa gua tidak?. Semoga para pendahulu yang sudah concern menulis, dapat menginspirasi gua untuk konsisten menulis juga. Nah, untuk jenis tulisan yang paling gua suka adalah jenis fiksi. Emangnya kenapa ? Yang jelas menulis fiksi itu lebih menyenangkan dan lebih banyak sumber inspirasinya. Dan alasan sebenarnya adalah karena untuk menulis jenis tulisan non fiksi itu kebanyakan mesti baca literature yang bejibun dan saya kurang suka aktivitas itu. Tapi, gua juga sebenarnya bercita- cita untuk menjadi

penulis yang serba bisa. Mau itu tulisan fiksi atau non fiksi. Pokoknya gua harus kuasai itu semua. Eh, ini teh ngomongin tentang cinta, perasaan atau tentang tulismenulis? yang jelas ini tulisan yang gua buat karena terinpirasi dari film Radio Galau. Setelah gua liat film itu di malam selasa tanggal 04 Februari 2013 gua jadi terangsang buat jadi penulis juga. Di film tersebut ternyata sumber inspirasi Ternyata jadi penulis itu enak, apa- apa bisa jadi sumber tulisan. Bisa itu tentang cinta, Pelajaran di kampus, kejadian sehari- hari, masalah yang lagi hot- hotnya di media dan lain- lain. Yang jelas aku ingin jadi penulis sejati, menjadi penulis yang karyanya tetap hidup meskipun aku sudah tiada. Selain itu, gua berharap semoga apa yang gua tulis bisa menginspirasi orang banyak, tidak sekedar jadi tulisan yang numpang mampang di took buku saja tanpa pernah dilirik oleh pengunjung. Gua semakin bingung dengan yang ditulis ini. Gua belum menentukan arah tulisan ini mau dibawa kemana. Namun, gua harus terus menulis meskipun jarum jam di kamar kos gua menunjukan jam 23.22 WIB. Apapun yang terlintas di pikiran gua jadiin rangkaian kata yang tersusun menjadi kalimat- kalimat. Yang namanya belajar itu ngga bakalan langsung bisa, teman. Ya ialah, kalau udah bisa ngapain belajar mendingan ngajar aja. Buat apa buang- buang duit hanya buat belajar kalau kita udah pintar mah. Kita belajar karena kita tidak tahu dan berharap dengan belajar kita menjadi tahu dan dengan ke- tahuan itu kita dapat menjalani hidup dengan lebih mudah. Saya anggap tulisan ini sebagai tahapan belajar saya dalam meraih impian menjadi seorang penulis. Biarlah orang menilai apa tentang tulisan ini. Yang jelas saya puas telah memuntahkan kata- kata yang ada dalam pikiran saya menjadi sebuah tulisan. Pembaca yang baik,

Anda mungkin juga menyukai