Anda di halaman 1dari 23

TUGAS FILSAFAT UMUM

DOSEN ANSHARULLAH, S Ag

ESSAY

A D I : 1101160258

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI JURUSAN PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS SYARIAH BANJARMASIN 2011/2012

PERTANYAAN 1. Bagaimana pengertian secara bahasa dan istilah filsafat menurut anda? 2. Jelaskan menurut anda mengenai ajaran aliran rasionalisme! 3. Jelaskan menurut anda mengenai ajaran aliran pragmatisme? 4. Dalam sejarah pemikiran Islam, para filosof muslim pernah mendapat kritikan dari al-Gazali yang salah satunya mengenai tema kebangkitan ruhani! Jelaskan bagaimana pendapat al-Gazali mengenai hal ini. 5. Dalam sejarah pemikiran Islam, para filosof muslim pernah mendapat kritikan dari al-Gazali yang salah satunya mengenai tema globalnya pengetahuan Tuhan! Bagaimana pendapat al-Gazali mengenai hal ini! 6. Dalam sejarah pemikiran Islam, para filosof muslim pernah mendapat kritikan dari al-Gazali yang salah satunya mengenai tema kekalnya alam. Kemudian kritikan ini dijawab oleh Ibn Rusyd. Jelaskan bagaimana jawaban/komentar Ibn Rusyd mengenai tema ini. 7. Jelaskan menurut anda mengenai ajaran aliran empirisme! 8. Apa yang anda ketahui mengenai axiologi? 9. Jelaskan tentang idealisme Hegel! 10. Jelaskan menurut anda mengenai ajaran aliran intuisionisme! 11. Apa yang anda ketahui mengenai epistemologi?

12. Jelaskan menurut anda mengenai aliran eksistensialisme! 13. Jelaskan menurut anda mengenai aliran idealisme! 14. Jelaskan latar belakang masuknya filsafat Yunani ke dunia pemikiran Islam! 15. Jelaskan menurut anda bahwa filsafat itu bersifat spekulatif! 16. Jelaskan pemikiran Plato di bidang politik! 17. Jelaskan pemikiran Aristoteles tentang ekonomi! 19. Jelaskan dalam hal apa saja filsafat Yunani mempengaruhi pemikiran Kristen Klasik (Patristik)! 20. Apa yang anda ketahui tentang: a. Cogito ergo sum c. Hayy bin Yaqazhan e. Materialisme dialektis g. Penggerak Yang Tak Bergerak b. Credo et intellegame d. Metode ilmiah f. Immanuel Kant h. Metode induktif Sokrates

JAWABAN
1. Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : philosophia. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : philosophic dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; philosophy dalam bahasa Inggris; philosophia dalam bahasa Latin; dan falsafah dalam bahasa Arab. Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat, namun batasan yang berbeda itu tidak mendasar. Selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan secara terminologi. Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat. Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika . filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut.

2. Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul. Meskipun begitu, ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut:

Humanisme dipusatkan pada masyarakat manusia dan keberhasilannya. Rasionalisme tidak mengklaim bahwa manusia lebih penting daripada hewan atau elemen alamiah lainnya. Ada rasionalis-rasionalis yang dengan tegas menentang filosofi humanisme yang antroposentrik.

Atheisme adalah suatu keadaan tanpa kepercayaan akan adanya Tuhan atau dewa-dewa; rasionalisme tidak menyatakan pernyataan apapun mengenai adanya dewa-dewi meski ia menolak kepercayaan apapun yang hanya berdasarkan iman. Meski ada pengaruh atheisme yang kuat dalam rasionalisme modern, tidak seluruh rasionalis adalah atheis.

Di luar diskusi keagamaan, rasionalisme dapat diterapkan secara lebih umum, misalnya kepada masalah-masalah politik atau sosial. Dalam kasus-kasus seperti ini, yang menjadi ciri-ciri penting dari perpektif para rasionalis adalah penolakan terhadap perasaan (emosi),adat-istiadat atau kepercayaan yang sedang populer. Pada pertengahan abad ke-20, ada tradisi kuat rasionalisme yang terencana, yang dipengaruhi secara besar oleh para pemikir bebas dan kaum intelektual. Rasionalisme modern hanya mempunyai sedikit kesamaan dengan rasionalisme kontinental yang diterangkan Ren Descartes. Perbedaan paling jelas terlihat pada ketergantungan rasionalisme modern terhadap sains yang mengandalkan percobaan dan pengamatan, suatu hal yang ditentang rasionalisme kontinental sama sekali.

3. Istilah pragmatisme berasal dari kata Yunani "pragma" yang berarti perbuatan atau tindakan. "Isme" di sini sama artinya dengan isme-isme yang lainnya yaitu berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian pragmatisme berarti: ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan. Kreteria kebenarannya adalah "faedah" atau "manfaat". Tokoh yang mempopulerkan ajaran pragmatisme :

C.S. Peirce (1839-1914) secara umum orang memakai istilah pragmatisme sebagai ajaran yang mengatakan bahwa suatu teori itu benar sejauh sesuatu mampu dihasilkan oleh teori tersebut. Misalnya sesuatu itu dikatakan berarti atau benar bila berguna bagi masyarakat. Pragmatisme Peirce yang kemudian hari ia namakan pragmatisme lebih merupakan suatu teori mengenai arti (Theory of Meaning) daripada teori tentang kebenaran (Theory of Truth).

William James James adalah tokoh pragmatisme yang lebih terkenal daripada Peirce. Dialah yang mempublikasikan ajaran pragmatisme. Dalam tokoh ini, pragmatisme mencapai keradikalannya. Dalam kata pengantar buku The Will to Believe (1903), James menulis sikap filsafatnya sebagai empirisme radikal. Dengan empirisnya James memaksudkan sebagai pandangan yang "contented to regard its most assured conclusions concerning matters of future experience ". Segi radikalnya terletak dalam perlakuannya terhadap ajaran monisme. Seperti kita ketahui, monisme adalah teori yang mengatakan bahwa dunia ini merupakan suatu entitas saja yang unik. Kebanyakan orang terutama kaum filosof abad lalu memperlakukan tidak demikian. Keradikalannya, justeru karena ajaran monisme sendiri ia perlakukan sebagai hipotesis. Pahamnya mengenai monisme adalah keanekaragaman hal yang membentuk suatu kesatuan yang dapat dimengerti.

John Dewey (1859-1952) Kekhususan filsafatnya terutama berdasarkan pada prinsip "naturalisme empiris atau empirisme naturalis". Istilah "naturalisme" ia terangkan sebagai pertama-tama bagi Dewey akal budi bukanlah satu-satunya pemerosesan istimewa dari realitas obyektip secara metafisis. Pokoknya Dewey menolak untuk merumuskan realitas berdasar pada pangkalan perbedaan antara subyek yang memandang obyek. Dewey lebih mau memandang proses intelektual manusia sebagaimana berkembang dari alam. Menurut Dewey, akal budi adalah perwujudan proses tanggap antara rangsangan dengan tanggapan panca indera pada tingkat biologis. Rangsangan tersebut aslinya dari alam, manusia mula-mula bertindak menurut kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Setelah refleksinya bekerja, ia mulai berhenti dan tidak mau hanya asal beraksi saja terhadap lingkungan. Mulailah ia mempertanyakan lingkungan alam itu. Selama itu pulalah proses tanggapan berlangsung terus. Berkat proses ini, terwujud adanya perubahan dalam lingkungan.

4. Ketika mengenai kebangkitan dari kubur yang semata secara ruhani. Menurut al-Ghazali, dalam Al-Quran banyak ayat yang menegaskan bahwa kebangkitan dari kubur secara ruhani dan jasmani, misalnya, Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang yang sudah hancur luluh? (QS., 36: 78). AlQuran banyak menggunakan pendekatan logika untuk membela kemungkinan kebangkitan, seperti Tuhan menciptakan manusia itu pertama kali dan masalah kebangkitan(untuk kembali kepada-Nya) adalah penciptaan kedua yang merupakan pengulangan (QS., 7: 29) dan berarti lebih mudah. Tetapi bagi para filosof,melalui metode penafsiran metaforis terhadap ayat-ayat Al-Quran,kebangkitan hanya secara ruhani. Masalah ini menjadi lebih rumit dengan adanya tuduhan Ibn Rusyd terhadap al-Ghazali yang tidak konsisten,bahwa dalam sebuah buku tasawufnya, al-Ghazali sangat kuat mengisyaratkan bahwa kebangkitan hanya secara ruhani. Menurut catatan sejarah, al-Ghazali dikenal sebagai seorang yang lebih mengandalkan dzawq intuisi, karena ia mempunyai kecenderungan yang sangat kuat kepada tasawuf. Hal ini disebabkan, seperti yang dikatakan Ibn Arabi, bahwa akal tidak mampu memahami agama, sebab dengan sendirinya akal akan membuat batasan-batasan tertentu, apalagi akal modern yang hanya membatasi pada sesuatu yang bisa diukur. Itulah sebabnya kenapa dalam uraian-uraiannya Ibn Arabi selalu menggunakan ungkapan-ungkapan simbolik, dan sedikit sekali menggunakan ungkapan-ungkapan logis. Ini seperti disebut dalam bukunya Fushsh al-Hikam ,yang kalau tidak terlatih membacanya kita akan bisa salah paham dan mungkin menuduhnya tidak Islam. Lebih lanjut menurutnya, akal hanya mampu mengantarkan manusia ke gerbang dunia keagamaan, dan setelah masuk, akal akan mendapati dunia yang sama sekali berbeda,yaitu dunia dzawq, dunia intuisi.

5. Dalam masalah pengetahuan Tuhan, al-Ghazali menuduh para filosof berpendirian bahwa Tuhan tidak mengetahui hal-hal yang kecil, kecuali dengan cara yang kulliyat (umum, universal). Ibnu Rusyd menjawab tuduhan al-Ghazali ini telah salah paham terhadap pendapat filosof. Ibnu Rusyd meluruskan, pendapat filosof adalah bahwa pengetahuan Tuhan tentang rincian (juziyyat) berbeda dengan pengetahuan manusia. Pengetahuan manusia adalah mengambil bentuk efek, yaitu melalui yang ditangkapnya oleh panca indera, sedangkan pengetahuan Tuhan merupakan sebab bagi terwujudnya rincian tersebut. Karena itu, pengetahuan manusia bersifat baharu dan pengetahuan Tuhan bersifat qadim, yaitu semenjak azalinya. Tuhan mengetahui segala hal yang terjadi di alam ini. Namun begitu, pengetahuan Tuhan tidak dapat diberi sifat-sifat kulliyat atau juziyyat, karena sifat-sifat yang demikian hanya dapat dikaitkan kepada makhluk saja. Secara pasti, pengetahuan Tuhan tidak dapat diketahui kecuali oleh Tuhan sendiri. 6. Qadimnya Alam Ibnu Rusyd menjelaskan, perselisihan yang terjadi antara kaum teolog dengan kaum filosof klasik mengenai persoalan apakah alam semesta ini qadim (ada tanpa permulaan) atau hadits (ada setelah tiada) sebagaimana pendapat al-Ghazali. Menurut Rusyd dari yang tidak ada tidak mungkin menjadi ada, tetapi mungkin terjadi adalah ada yang berubah menjadi ada dalam bentuk lain. Lebih lanjut Rusyd mengatakan tidak ada ayat yang menunjukkan bahwa Tuhan pada mulanya berwujud sendiri, yaitu tidak ada wujud selain Allah dan kemudian barulah dijadikan alam, seperti tersebut dalam surat Hud ayat 7 berikut ini: Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya ". (lihat juga Q.S. Fusilat ayat 11 dan al-Ambiya ayat 30 serta Ibrahim ayat 47-48). Inti dari ayat di atas menurut pemahamn Ibnu Rusyd adalah sebelum adanya wujud langit dan bumi telah ada wujud lain yaitu air atau uap, kemudian Allah menciptakan bumi dengan air atau uap tersebut. Memang alam ini betul diwujudkan atau diciptakan kata Rusyd, tetapi diwujudkan secara terus menerus, artinya penciptaan itu terus menerus setiap saat dalam bentuk perubahan alam yang berkelanjutan, semua bagian alam akan berubah dalam bentuk baru menggantikan bentuk lama. Pencipta alam hanya dilakukan sekali saja. Adapun keabadian alam ini menurut Rusyd ada dua macam keabadian yaitu keabadian dengan sebab dan keabadian tanpa sebab. Hanya Tuhan yang abadi tanpa sebab, sedangkan alam menjadi abadi tetapi dengan adanya sebab atau perantara. Penulis melihat perbedaan pendapat al-Ghazali dan teolog lainnya dengan pemikiran Ibnu Rusyd hanya pada penamaan saja, tetapi subtansinya tidak ada beda satu sama lain. Penulis yakin

tidak ada yang salah dengan Ibnu Rusyd, barangkali berbeda sudut pandang saja. Andaikata mereka hidup dalam satu zaman mungkin perdebatan itu tidak akan terjadi, sebab mereka sendiri pada dasarnya sepakat tentang adanya tiga macam wujud yaitu: Sisi wujud yang pertama adalah: Wujud yang tercipta dari sesuatu di luar dirinya sendiri dan berasal dari sesuatu yang berbeda, yang tercipta dari bahan (materi) tertentu dan didahului oleh zaman. Inilah kondisi benda-benda wujud yang tertangkap indera seperti air, udara, bumi, hewan tumbuhan dan sebagainya. Wujud ini disepakati untuk menamakannya sebagai sesuatu yang muhdatsah (tercipta setelah tidak ada). Sisi wujud yang kedua berseberangan dengan sisi tersebut di atas adalah wujud yang keberadaannya tidak berasal dari sesuatu apapun, tidak disebabkan oleh sesuatu apapun juga dan tidak didahului oleh zaman. Sisi wujud ini juga disepakati, untuk menamakannya sebagai yang qadim (ada tanpa permulaan). Wujud ini adalah Allah Taala, penggerak sesuatu yang ada. Ketiga sisi wujud yang di antara keduanya yaitu: wujud yang keberadaannya tidak berasal dari sesuatu apapun, tidak didahului oleh zaman, akan tetapi keberadaannya disebabkan oleh suatu penggerak. Sisi wujud ini adalah alam semesta dengan segala perangkatnya. Mereka semua setuju adanya tiga sifat tersebut pada alam semesta. Para teolog mengakui bahwa zaman tidak mendahului alam semesta, karena zaman adalah sesuatu yang menyertai gerak dan benda. Jadi letak permasalahannya adalah sisi wujud yang pertengahan ini menempati dan memiliki persamaan dengan wujud yang muhdats maupun wujud yang qadim. 7. Pengertian Aliran Empirisme Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme di ambil dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia. Ajaran-ajaran pokok empirisme yaitu: Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami.Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber

pengetahuan, dan bukan akal atau rasio. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di

peroleh dari pengalaman.Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. 8. Axiologi Aksiologis: adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan nilai seperti etika, estetika, atau agama. Litle John menyebutkan bahwa aksiologis, merupakan bidang kajian filosofis yang membahas value (nilai-nilai) Litle John mengistilahkan kajian menelusuri tiga asumsi dasar teori ini adalah dengan nama metatori. Metatori adalah bahan spesifik pelbagai teori seperti tentang apa yang diobservasi, bagaimana observasi dilakukan dan apa bentuk teorinya. Metatori adalah teori tentang teori pelbagai kajian metatori yang berkembang sejak 1970 an mengajukan berbagai metode dan teori, berdasarkan perkembangan paradigma sosial. Membahas hal-hal seperti bagaimana sebuah knowledge itu (epistemologi) berkembang. Sampai sejauh manakah eksistensinya (ontologi) perkembangannya dan bagaimanakah kegunaan nilai-nilainya (aksiologis) bagi kehidupan social.

9. Idealisme Hegel Filsafat Idealisme Hegel (1770-1831) Merupakan puncak gerakan filsafat Jerman yang berawal dari Kant; walaupun ia sering mengkeritik Kant. Filsafatnya tidak akan pernah muncul kalau tidak ada Kant. Pengaruhnya, kendati kini surut, sangat besar, tidak hanya atau terutama di Jerman. Pada akhir abad kesembilan belas, para filusuf akademik terkemuka, baik di Amerika maupun Britina Raya, sangat bercorak Hegelian. Marx, seperti yang kita ketahui, ialah murid Hegel semasa mudanya, dan dalam sistem filsafatnya yang terakhir ia masih mempertahankkan beberapa corak Hegelian. Filosof Amerika, M. R. Cohen, menyebut Hegel sebagai filosof terbesar abad ke-19. Kalau melihat pengaruhnya pada Marx saja agaknya penyataaan Cohen itu cukup beralasan. Dalam pengantar bukunya, Das Kapital edisi kedua, Marx mengatakan bahwa dirinya adalah murid Hegel sekalipun "dialektika saya berlawanan dengan dialektika Hegel". Masalah pokok yang hendak dicari Hegel jawabannya muncul dari suasana perpecahan keyakinan Kristen dan penuhanan akal sebagaimana muncul dalam revolusi Prancis 1789. Ini adalah masalah nasib manusia, masalah kebermaknaan eksistensi manusia. Hegel berusaha membuat jawaban dengan menggunakan istilah-istilah sekular. Hegel menghubungi nenek moyangnya orang Yunani, untuk meminta pertolongan mencari jawaban jawaban atas persoalan dasar itu. Di dalam bukunya, History Of Pihlosophy, ia mengatakan, "Aristoteles adalah tokoh Yunani yang paling penting dipelajari; pada Plato kita memperoleh prinsip-prinsip umum yang abstrak; pada Aristoteles pemikiran itu sudah menjadi pemikiran yang kongkrit."

Pusat filsafat Hegel ialah konsep Geist (roh, spirit,) suatu istilah yang diilhami oleh agamanya. Istilah ini agak sulit dipahami. Roh dalam pandangan Hegel adalah sesuatu yang real, kongkrit, kekuatan yang objektif, menjelma dalam berbagai bentuk sebagai dunia Roh yang menempati objek-objek khusus. Di dalam kesadaran diri, roh itu merupakan esensi manusia dan juga esensi sejarah manusia. Bagian metafisikanya ini dimulai dari penmbahasan tentang rasio. Bertens (1979;68) menjelaskan bahwa Hegel sangat mementingkan rasio. Tentu saja karena ia seorang Idealis. Yang dimaksud olehnya bukan saja rasio pada manusia perseorangan, tapi terutama rasio pada subjek absolute kerena Hegel juga menerima prinsip idealistic bahwa realita seluruhnya harus di setarafkan dengan suatu subjek. Dalil Hegel yang kemudian terkenal berbunyi; "Semua yang real bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat real." Maksudnya, luasnya rasio sama dengan luasnya relaitas. Realitas seluruhnya adalah proses pemikiran (idea, menurut istilah Hegel) yang memikirkan dirinya sendiri. Atau dengan perkataan Hegel yang lain, realita seluruhnya adalah roh yang lambat laun menjadi sadar akan dirinya. Dengan mementingkan rasio, Hegel sengaja beraksi terhadap kecenderungan intelektual ketika itu yang mencurigai sambil mengutamakan perasaan. Menurut Marx ada dua hal yang dapat menjadi titik tolak kita dalam menelusuri beberapa gagasan dasar Hegel, di antaranya Hegel melihat manusia sebagai hasil sebuah proses, dan proses itu di pahami sebagai sebuah pekerjaan. Hegel menegaskan bahwa yang nyata adalah rasional, dan yang rasional adalah nyata. Namun ketika ia mengatakan hal ini ia tidak memaksudkan "yang nyata" itu sebagai apa yang menurut para tokoh empiris dipandang nyata. Ia mengakui, bahkan meyakinkan, bahwa apa yang bagi tokoh empiris terlihat sebagai fakta adalah, dan pasti, tidak rasional; ini hanya setelah karakter yang terlihat pada fakta itu dijelmakan memandang karakter-karakter itu sebagai aspek-aspek dari keseluruhan sehingga terlihat rasional. Sekalipun begitu, identifikasi terhadap yang nyata dan yang rasional itu tentu menimbulkan beberapa kepuasan yang tak biasa dipiiisahkan keyakinan bahwa "apa saja yang berada (is), adalah benar". Ada dua hal yang membuat Hegel berbeda dengan orang-orang yang memiliki metafisis yang kurang lebih mirip dengannya. Salah satunya adalah penekanan pada logika; Hegel memandang bahwa hakekat realitas biasa dideduksi dari pertimbangan tunggal bahwa realitas harus tidak kontradiktif diri. Corak pembeda lainnya (yang terkait erat dengan yang pertama) adalah gerakan tritungal yang disebut "dialektik". Logika, menurut pemahaman Hegel, dinyatakan sebagai hal yang sama dengan metafisika. Ini berbeda dengan apa yang biasanya disebut logika. Pandangannya adalah bahwa segala predikat biasa, jika diterima sebagai sesuatu yang memungkinkan keutuhan realitas, menghasilkan kontradiktif diri. Untuk contoh kasar, kita biasa mengambil teori Permides bahwa Yang Esa, yang

dia sendirian adalah nyata, itu bersifat bulat. Tidak ada yang bisa bulat kecuali yang memiliki garis batas, dan tidak ada yang bisa memiliki garis batas kecuali ada sesuatu (atau sekurangkuranmgnya ruang hampa) diluarnya. Oleh sebab itu menganggap alam semesta sebagai kaseluruhan yang bulat adalah kontradiktif diri. (argument ini bisa dipersoalkan dengan membawanya kedalam geometri Non-Euklides, tetapi argument ini berfungsi sebagai ilustrasi.) atau mari kita ambil ilustrasi lain, tanpa kontradiksi yang terlihat, bahwa pak Ali ialah seorang paman; namun kalau anda mengatakan bahwa alam semesta adalah seorang paman, anda akan menceburkan diri sendiri kedalam beberapa kesulitan. Paman adalah orang yang memiliki kemenakan, dan kemenakan ialah orang terpisah dari paman; oleh sebab itu, seorang paman tidak bisa menjadi realitas seutuhya. Konsep filsafat Hegel seluruhnya historis dan relatif. Karena juga dipengaruhi oleh pandanganpandangan antropologi dan sosiologi modern, relativismenya cukup menonjol. Ia mengatakan bahwa apa yang benar ialah perubahan. Kunci filsafat Hegel terletak pada pandangannya tentang sejarah. Sejarah, menurut Hegel, mengikuti jiwa dialektik. Untuk menjelaskan filsafatnya, Hegel menggunakan dialektika sebagai metode. Namun, dialektika itu bukanlah sekedar digunakan untuk menjelaskan. Lebih luas dari itu, menurut Hegel, dalam realitas ini berlangsung dialektika. Dealektika yang berlangsung dalam realitas itu diungkapkan oleh Hegel dalam filsafatnya. Yang dimaksud oleh Hegel dengan dialektika ialah mendamaikan. Mengkompromikan hal-hal yang berlawanan (Bertens,1979;68). Proses dialektika selalu terdiri atas tiga fase. Fase pertama (tesis) dihadapi (antithesis) fase kedua, dan akhirnya timbul fase ketiga (sintesis). Dalam sintesis itu, tesis dan antithesis menghilang. Dapat juga tidak menghilang ia masih ada, tetapi sudah diangkat pada tingkat yang lebih tinggi. Proses ini berlangsung terus. Sintesis segera menjadi tesis baru, dihadapi oleh antithesis baru, dan menghasilkan sintesis baru. Dan sintesis baru ini segera pula menjadi tesis baru lagi, dan seterusnya.

10. aliran Intuisioner Henri Bergson (1859-1941) adalah tokoh aliran ini. ia menganggap, tidak hanya indera yang terbatas, akal juga terbatas. Obyek-obyek kita tangkap itu adalah obyek yang selalu berubah, demikian Bergson. Jadi pengetahuan kita tentangnya tidak lengkap. Intelek atau akal juga terbatas. Dengan menyadari keterbatasan indera dan akal, Bergsion mengembangkan satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intusi. Ini adalah hasil evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan instinct, tetapi berbeda dalam kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan ini memerlukan usaha. Kemampuan inilah yang dapat memahami kebenaran yang utuh, yang tetap, yang unique. Intuisi ini menangkap obyek secara langsung tanpa melalui pemikiran. Jadi indera dan akal hanya mampu menghasilkan

pengetahuan yang tidak utuh (spatial), sedangkan intuisi dapat menghasilkan pengetahuan yang utuh, tetap. 11. Epistemologi berasal dari kata episteme dan logos yang berarti pengetahuan dan logos berarti teori. Jadi epistemologi merupakan cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal-usul pengetahuan, struktur, metode dan validitas pengetahuan, bila direnungkan maka dapat dipahami bahwa prinsipnya epistemologi adalah bagian dari filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan dan batas-batas, sifat, metode dan keahlian pengetahuan. 12. Eksistensialisme dan Fenomenologi merupakan dua gerakan yang sangat erat dan menunjukkan pemberontakan tambahan metode-metode dan pandangan-pandangan filsafat barat. Istilah eksistensialisme tidak menunujukkan suatu sistem filsafat secara khusus. Meskipun terdapat perbedaan-perbedan yang besar antara para pengikut aliran ini, namun terdapat tema-tema yang sama sebagai ciri khas aliran ini yang tampak pada penganutnya. Mengidentifikasi ciri aliran eksistensialisme sebagai berikut : Eksistensialisme adalah pemberontakan dan protes terhadap rasionalisme dan masyarakat modern, khususnya terhadap idealisme Hegel. Eksistensialisme adalah suatu proses atas nama individualis terhadap konsep-konsep, filsafat akademis yang jauh dari kehidupan konkrit. Eksistensialisme juga merupakan pemberontakan terhadap alam yang impersonal (tanpa kepribadian) dari zaman industri modern dan teknologi, serta gerakan massa. Eksistensialisme merupakan protes terhadap gerakan-gerakan totaliter, baik gerakan fasis, komunis, yang cenderung menghancurkan atau menenggelamkan perorangan di dalam kolektif atau massa. Eksistensialisme menekankan situasi manusia dan prospek (harapan) manusia di dunia. Eksistensialisme menekankan keunikan dan kedudukan pertama eksistensi, pengalaman kesadaran yang dalam dan langsung. Salah seorang tokoh eksistensialisme yang popular adalah Jean Paul Sartre (1905-1980), ia membedakan rasio dialektis dengan rasio analitis. Rasio analitis dijalankan dalam ilmu pengetahuan. Rasio dialektis harus digunakan, jika kita berfikir tentang manusia, sejarah, dan kehidupan sosial. Secara umum eksistensialisme merupakan suatu aliran filsafat yang lahir karena ketidakpuasan beberapa filusuf yang memandang bahwa filsafat pada masa yunani hingga modern, seperti protes terhadap rasionalisme Yunani, khususnya pandangan tentang spekulatif tentang manusia. Intinya adalah Penolakan untuk mengikuti suatu aliran, penolakan terhadap kemampuan suatu kumpulan keyakinan, khususnya kemampuan sistem, rasa tidak puas terhadap filsafat tradisional yang bersifat dangkal, akademik dan jauh dari kehidupan, juga pemberontakan terhadap alam yang impersonal yang memandang manusia terbelenggu dengan aktifitas teknologi yang membuat manusia kehilangan hakekat hidupnya sebagai manusia yang bereksistensi. 13. Idealisme adalah aliran filsafat yang berpendapat bahwa pengetahuan itu tidak lain daripada kejadian dalam jiwa manusia, sedangkan kenyataan yang diketahui manusia itu terletak di luarnya. Konsep filsafat menurut aliran idealisme adalah: (1) Metafisika-idealisme; Secara absolut kenyataan yang sebenarnya adalah spiritual dan rohaniah, sedangkan secara kritis yaitu adanya kenyataan yang bersifat fisik dan rohaniah, tetapi kenyataan rohaniah yang lebih dapat berperan; (2) Humanologi-idealisme; Jiwa dikarunai kemampuan berpikir yang dapat menyebabkan adanya kemampuan memilih; (3) Epistemologi-idealisme; Pengetahuan yang benar diperoleh melalui

intuisi dan pengingatan kembali melalui berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang; sebagian besar manusia hanya sampai pada tingkat berpendapat; (4) Aksiologi-idealisme; Kehidupan manusia diatur oleh kewajiban-kewajiban moral yang diturunkan dari pendapat tentang kenyataan atau metafisika Dalam hubungannya dengan pendidikan, idealisme memberi sumbangan yang besar tehadap perkembangan filsafat pendidikan. Kaum idealis percaya bahwa anak merupakan bagian dari alam spiritual, yang memiliki pembawaan spiritual sesuai potensialitasnya. Oleh karena itu, pendidikan harus mengajarkan hubungan antara anak dengan bagian alam spiritual. Pendidikan harus menekankan kesesuian batin antara anak dan alam semesta. Pendidikan merupakan pertumbuhan ke arah tujuan pribadi manusia yang ideal. Pendidik yang idealisme mewujudkan sedapat mungkin watak yang terbaik. Pendidik harus memandang anak sebagai tujuan, bukan sebagai alat. Menurut Power (1982), implikasi filsafat pendidikan idealisme adalah sebagai berikut: (1) Tujuan: untuk membentuk karakter, mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikkan sosial; (2) Kurikulum: pendidikan liberal untuk pengembangan kemam-puan dan pendidikan praktis untuk memperoleh pekerjaan; (3) Metode: diutamakan metode dialektika, tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan; (4) Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan dasarnya; (5) Pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan melalui kerja sama dengan alam.

14. Latar Belakang Historis Salah satu karya terbaik mengenai sejarah Arab-Islam yang ditulis Philip K. Hitti berjudul History of The Arabs disebutkan bahwa periode al Mahdi dan al Rasyid dikenal sebagai gerakan intelektual dalam sejarah Islam yang banyak dipengaruhi oleh peradaban Yunani. Peradaban Yunani memang bukan satu-satunya pengaruh asing yang masuk ke dunia Islam dalam pembentukan budaya Islam universal Persia,Hitti mencatat pengaruh asing lain juga turut mempengaruhi pembentukan budaya tersebut, adalah: India dan Persia. Philip K. Hitti selanjutnya menyebutkan persentuhan budaya Yunani dengan Islam bermula ketika orang Arab bergerak menaklukan Daerah Bulan Sabit Subur. Hellenisme kemudian menjadi unsur paling penting yang mempengaruhi kehidupan orang Arab. Berbagai serangan ke wilayah Romawi, khususnya pada masa Harun al Rasyid menjadi peluang bagi masuknya masnuskripmanuskrip Yunani, selain harta rampasan, terutama yang berasal dari Amorium dan Ankara. Tentang Helenisme Nurcholish Madjid menambahkan gelombang ini merupakan hasil wajar dari kegiatan penerjemahan karya-karya Yunani Kuno ke dalam bahasa Arab. Kegiatan ini tampaknya telah dirintis sejak zaman Bani Umayyah di Damaskus, dibuktikan dengan Khalid bin Yazid yang klaim kekhalifahannya ditolak karena mencurahkan perhatiannya pada pengkajian filsafat. Titik tertinggi pengaruh Yunani pada masa kejayaan Daulah Abbasiyah terjadi pada masa al Mamun. Kecendrungan rasionalistik khalifah dan para pendukungnya dari kelimpok Mutazilah yang meyatakan teks-teks keagamaan harus bersesuaian dengan nalar manusia, mendorongnya untuk mencari pembenaran bagi pendapatnya dalam karya-karya filsafat Yunani. Kemudian pada tahun 830 al Mamun membangun Bayt al Hikmah (rumah kebijaksanaan), sebuah perpustakaan,

akademi, sekaligus biro penerjemah, yang dalam berbagai hal merupakan lembaga Nurcholish Madjid (ed). 1994. Khazanah Intelektual Islam. Jakarta: Bulan Bintang, hal:233pendidikan paling penting sejak berdirinya museum Iskandariyah pada paruh pertama abad ke-3 S.M. Beberapa literatur menyebukan masuknya pengaruh peradaban Yunani ke dunia Islam berawal dari pengejaran para filosof Yunani di negaranya dikarenakan perbedaan mazhab. Kaisar Yutsius pada tahun 529 M menutup sekolah Filsafat dan para pengajarnya diusir. Para sarjana yang terusir kemudian melarikan diri ke Persia dan mendapatkan kedudukan terhormat di Istana Kisra Anusirwan (531-578 M) dengan membawa aliran filsafat neo-platonis yang kemudian diterima dengan baik. Selanjutnya didirikanlah Yunde Sahpur, sebuah perguruan tinggi di mana para sarjana-sarjana tersebut mengajarkan berbagai macam ilmu, seperti: kedokteran dan filsafat. Nur Ahmad Fadhil Lubis menyebutkan, perkembangan pemikiran filosof didalam Islam menggantikan mazhab-mazhab teologi dialektika (kalam) yang muncul lebih awal pada abad ke-8 melalui masuknya gagasan dan serangan dari luar, terutama Yunani-Kristen tentang persoalan moral fundamental tertentu yang timbul dalam masyarakat Islam. Persoalan moral ini berkisar khususnya pada permasalahan kebebasan kehendak manusia, kemahakuasaan dan keadilan Tuhan, dan hubungan Tuhan dengan alam. 15. Bersifat Spekulatif Persoalan filsafat yang dihadapi manusia melampaui batas pengetahuan sehari-hari bahkan melampaui batas pengetahuan ilmiah. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang bersifat empiris atau pengetahuan yang menyangkut fakta atau kenyataan yang dapat diindera. Pengetahuan fakta adalah pengetahuan yang dapat diukur, dihitung atau ditimbang yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka atau bersifat kuantitatif. Memang ada fakta tentang filsafat, misalnya Plato menulis buku Republik, dan Immanuel Kant meninggal tahun 1804. Bila seseorang menanyakan pada Anda tentang Apa filsafat anda?, berarti jawabannya bukanlah definisi-definisi atau fakta-fakta historis yang Anda ketahui atau informasi khusus yang Anda miliki melainkan Anda mencoba menyatakan makna tentang apa yang Anda ketahui dan Anda punyai.

16. Pembahasan tentang Pemikiran Politik Plato Pemerintahan Para Filsuf

Dari sebagian besar karya Plato, terlihat bahwa pemikiran politik Plato sangat jauh dari asumsiasumsi yang dianggap sentral bagi tradisi pemikiran liberal dan demokratis. Padahal tradisi liberal dan demokratis ini sendiri justru yang sekarang mendominasi filsafat politik.

Plato jelas mengeritik kesetaraan demokratis dan kebebasan dalam Republic Buku VIII. Kritik

serupa terlihat di Buku VI, dalam analogi antara kewarganegaraan dan keterampilan kelautan, sebuah tema yang dielaborasi lewat investigasi keterampilan politik di Statesman.

Orang harus berusaha dengan susah payah, untuk menemukan sikap ramah Plato terhadap halhal seperti kesetaraan umat manusia, kebebasan kesadaran, hak partisipasi dalam politik, pemerintahan terbatas, saluran konstitusional, dan sebagainya. Ide-ide utama Plato adalah: pemerintahan oleh filsuf, penghapusan institusi keluarga dan harta milik, dan kebohongan terhormat (noble lies).

Dengan memberi perlakuan istimewa pada satu kelompok tertentu untuk berkuasa yakni, kaum wali dan para filsufjelas pilihan Plato ini bertentangan dengan semangat kebebasan dan demokratis, yang menuntut kesetaraan bagi seluruh warganegara.

Bolehnya pemerintah atau penguasa berbohong kepada rakyat, dengan menciptakan mitos-mitos palsu, dan menjejalkannya kepada generasi muda lewat indoktrinasi di lembaga-lembaga pendidikan, juga tidak bisa diterima dalam tradisi pemikiran demokratis.

Di Amerika dan sejumlah negara Eropa, ada hak warganegara untuk memperoleh informasi yang benar. Pemberian informasi yang keliru secara sengaja kepada warganegara akan dipandang sebagai pelanggaran etika plitik, dan secara moral tak bisa diterima. Kasus Presiden George W. Bush, yang membohongi rakyat Amerika tentang adanya senjata pemusnah massal di Irak, sebagai dalih untuk invasi militer ke Irak, sampai saat ini terus nenuai kecaman pedas.

Selain itu, institusi pendidikan yang sengaja difungsikan untuk mengajarkan kebohongan, bukan saja bertentangan dengan hak-hak demokratis warga, tetapi juga bertentangan dengan semangat ilmu filsafat untuk mencari kebenaran.

Meski demikian, pemerintahan oleh para filsuf bukanlah sesuatu ide yang mustahil diwujudkan. Republik Plato, tidak seperti Utopia-Utopia modern, tampaknya dimaksudkan untuk betul-betul terwujud. Pada masa itu, mungkin impian Plato ini tidak sefantastis yang kita bayangkan, jika melihat contoh yang sudah dilakukan Sparta. Kekuasaan oleh para filsuf telah diusahakan oleh Pythagoras. Di zaman Plato, Archytas yang menuruti ajaran Pythagoras juga secara politik berpengaruh di wilayah Taras, ketika Plato mengunjungi Sicily dan Italia selatan.

Adalah praktik umum bagi kota-kota waktu itu untuk mempekerjakan seorang bijak (filsuf) untuk merancang undang-undang mereka. Solon telah melakukan hal ini untuk orang Athena, dan Protagoras untuk Thurii. Koloni-koloni pada masa itu sepenuhnya bebas dari kendali kota-kota induknya, dan kondisi itu akan cukup memungkinkan bagi sekelompok penganut ajaran Plato untuk mendirikan Republik (dengan pemerintahan para filsuf) di pesisir Spanyol atau Gaul. Sayangnya, Plato kebetulan justru pergi ke Syracuse, sebuah kota perdagangan yang terlibat dalam perang berkepanjangan dengan Carthage. Dalam atmosfir semacam itu, tak seorang filsuf pun yang bisa mencapai banyak hal. Pada generasi berikutnya, bangkitnya Macedonia membuat

semua negara kecil jadi usang, dan menyebabkan kerapuhan pada setiap eksperimen politik dalam versi miniatur.

Patut dicatat, pemikiran politik Plato sendiri sebenarnya juga mengalami pergeseran. Dalam karyanya Laws, misalnya, Plato kemudian bersikap lebih ramah pada demokrasi, karena ia mengadopsi metafisika tentang nilai, yang mengakui sumber-sumber epistemologis dari kalangan non-filsuf. 17. Selain Plato pada zaman ini ada juga Aristoteles yang masih merupakan murid Plato. Kontribusi Aristoteles yang paling besar terhadap ilmu ekonomi ialah pemikirannya tentang pertukaran barang (exchange of commodities) dan kegunaan uang dalam pertukaran barang tersebut. Menurut pandangan Aristoteles, kebutuhan manusia (mans need) tidak terlalu banyak, tetapi keinginannya (mans desire) relatif tanpa batas. Dalam mengamati proses ekonomi, Aristoteles membedakannya atas dua cabang, yaitu kegunaan (use) dan keuntungan (gain). Lebih spesifik, ia membedakan oeconomia dan chrematistike. Oeconomia didefinisikannya sebagai "the art of household management, the administrations of ones patrimony, the careful husbanding of resources". Sedangkan chrematistike, yang tak ada padanan katanya dalam bahasa Inggris, juga Indonesia, mengimplikasikan penggunaan sumberdaya alam atau ketrampilan manusia untuk tujuan-tujuan yang acquisitive sifatnya. Dalam chrematistike berdagang adalah aktivitas ekonomi yang tidak didorong oleh motif faedah (use), melainkan lab (gain). (Deliarnov, 2003 : 15) Selain Plato dan Aristoteles, pemikir masa Yunani Kuno yang harus disimak pendapatnya adalah Xenophon (440 355 SM). Sebagai mana sudah disinggung sebelumnya, kata-kata ekonomi (dari oikos dan nomos) adalah "ciptaan" Xenophon. Karya utamanya adalah "On the Means of Improving the Revenue of the State of Athens". Menurutnya negara Athena yang punya beberapa kelebihan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan negara. Athena potensial untuk menarik pedagang dan pengunjung dari daerah-daerah lain. Hal ini menunjukkan bahwa spirit merkantilisme sudah ada pada masa Yunani Kuno, yang menganjurkan orang melakukan perdagangan dengan negara-negara lain. Juga spirit kepariwisataan, yang menganjurkan masyarakat melayani para pengunjung yang datang berdamawisata dilayani sebaik-baiknya., sebab yang datang akan membawa kemakmuran bagi masyarakat daerah yang dikunjungi. a. Cogito ergo sum adalah sebuah ungkapan yang diutarakan oleh Descartes, sang filsuf ternama dari Perancis. Artinya adalah: "aku berpikir maka aku ada". Maksudnya kalimat ini membuktikan bahwa satu-satunya hal yang pasti di dunia ini adalah keberadaan seseorang sendiri. Keberadaan ini bisa dibuktikan dengan fakta bahwa ia bisa berpikir sendiri Jika dijelaskan, kalimat "cogito ergo sum" berarti sebagai berikut. Descartes ingin mencari kebenaran dengan pertama-tama meragukan semua hal. Ia meragukan keberadaan bendabenda di sekelilingnya. Ia bahkan meragukan keberadaan dirinya sendiri. Descartes berpikir bahwa dengan cara meragukan semua hal termasuk dirinya sendiri tersebut, dia telah membersihkan dirinya dari segala prasangka yang mungkin menuntunnya ke jalan yang salah. Ia takut bahwa mungkin saja berpikir sebenarnya tidak membawanya menuju kebenaran. Mungkin saja bahwa pikiran manusia pada hakikatnya tidak membawa manusia kepada kebenaran, namun sebaliknya membawanya kepada kesalahan. Artinya, ada semacam kekuatan tertentu yang lebih besar dari dirinya yang mengontrol pikirannya dan selalu mengarahkan pikirannya ke jalan yang salah. Sampai di sini, Descartes tiba-tiba sadar

bahwa bagaimanapun pikiran mengarahkan dirinya kepada kesalahan, namun ia tetaplah berpikir. Inilah satu-satunya yang jelas. Inilah satu-satunya yang tidak mungkin salah. Maksudnya, tak mungkin kekuatan tadi membuat kalimat "ketika berpikir, sayalah yang berpikir" salah. Dengan demikian, Descartes sampai pada kesimpulan bahwa ketika ia berpikir, maka ia ada. Atau dalam bahasa Latin: COGITO ERGO SUM, aku berpikir maka aku ada. b. Para ahli Filsuf dan Agamawan mereka di saat itu karenanya teguh bermottokan Credo et intelligam, atau Keyakinan (keimanan agama) berkedudukan di atas pemikiran (logika), keyakinan mengungguli pemikiran atau lebih mudahnya, Yakini dulu sesuatu, baru carikan alasan untuk menjelaskannya. Maka, dengan sendirinya, Akal (di Barat) benar-benar kalah pada masa ini (terutama terlihat pada isi Filsafat dari Plotinus, Augustinus, Anselmus). Bahkan potensi pemanfaatan akal diganti mutlak oleh Augustinus dengan Iman dogmatis, sebelum penghargaan terhadap potensi Akal sempat muncul kembali kemudian pada masa Thomas Aquinas diakhir masa Abad Pertengahan itu. Dan karenanya pula, Aquinas kemudian ditentangi hebat dan dibenci sebagian besar masyarakat Gereja yang terlanjur menjadi pendukung jalur Hati, iman Kristiani, yang dalam hal ini sebagaimana telah disebutkan di atas, adalah iman mutlak dogmatis a la Kristiani, tak mengindahkan telaah kritis akal. Ini juga tak pelak menyebabkan masyarakat Barat di masa itu secara luas menjadi percaya dan beriman dogmatis akan rasa hati (atau yang adalah agama, Kristen, lebih tepatnya Kristen Katolik, bagi mereka), karena menurut mereka, Agama adalah rasa hati dan Filsafat adalah pemikiran. Filsafat dan Agama itu sendiri, satu hal yang di masa sesudahnya, terutama masa Thomas Aquinas, dicoba untuk disatu-padukan namun menemui sejumlah kendala sampai masa Modern merebak.

c. Pada situasi seperti inilah Al-quran datang ''membantu''. Dalam buku ini ''kerjasama'' antara filsafat dan Alquran tampaknya terungkap dalam kisahtentang Hayy bin Yaqazhan yang diceritakan filosof Ibn Thufayl. Hayy bin Yaqazhan adalah bayi yang dibuang ke pulau yang tak berpenghuni.Dengan mengandalkan kemampuan logikanya, Hayy bin Yaqazhan menghabiskansebagian hidupnya untuk memikirkan keberadaan Tuhan. Hayy bin Yaqazhanmemang berhasil menemukan Tuhan. Namun, sebagaimana para filosof, akalnyatak mampu menjelaskan hakikat Tuhan. Ia pun akhirnya hanya bisa pasrah dan senantiasa meleburkan diri dalam 'kegaiban' Tuhan sampai ia bertemu denganAbsal. Absal adalah saudara Salman. Keduanya sama-sama menjadi pengikut agama baru,Islam. Namun, Absal lebih tertarik pada hal-hal yang berkaitan dengan alamakhirat sedangkan Salman pada hal-hal yang bersifat lahiriah.Dengan maksud menjalankan syariat agama baru itu, Absal pergi ke pulautempat Hayy bin Yaqazhan hidup. Ketika mendengar penjelasan Hayy bin Yaqazhan tentang eksistensi Tuhan, Absal berkesimpulan bahwa semua yangterdapat dalam syariat sama dengan apa yang diperoleh melalui akal-pikiran. Meski tak mampu menembus lebih jauh kesempurnaan Tuhan, yang terpenting adalah bahwa filsafat telah mampu mengantarkan manusia pada keyakinan akan keberadaan Tuhan. Karena itu, sesungguhnya tak ada kontradiksi antara filsafat dan Alquran dalam penetapan eksistensi serta keesahan Tuhan.

Filsafat yang benar tak berlawanan sama sekali dengan agama yang benar dalam penetapan eksistensi Allah dan keesaan-Nya. Dengan demikian, dalam bahasa Ibn Khaldun, filosof dan nabi punya tujuan yang sama: memikirkan dan mencari Tuhan. Perbedaannya hanya terletak pada cara yang mereka tempuh dalam upaya tersebut. Pada satu titik, pemikiran mereka mencapai puncaknya yang kemudian akan mengantarkan mereka pada dua kedudukan: apakah akan melanjutkan pemikiran tentang berbagai eksistensi Tuhan ataukah perkara-perkara ketuhanan datang kepada mereka. Mereka yang memperoleh kedudukan pertama disebut filosof, sedangkan yang kedua disebut nabi. Jika ''dipertemukan'' pemikiran nabi dan filosof saling bersesuaian dan saling membenarkan. Untuk menguatkan pernyataan Ibn Khaldun itu, Syaikh mengutip perkataan Descartes, Pascal, serta Alquran. Descartes berkata, ''Saya ini ada. Lalu, siapa yang mengadakan dan menciptakan saya? Saya tidak (mungkin) menciptakan diri saya sendiri. Oleh karena itu, ada yang menciptakan diri saya. Zat yang menciptakan ini, mau tidak mau, eksistensinya bersifat wajib (mutlak). Dialah Tuhan, itulah Allah yang menciptakan semua yang ada.'' Pascal berkata,''Mungkin sekali bagi saya untuk tidak ada seandainya ibu saya telah meninggal dunia sebelum saya dilahirkan hidup-hidup. Oleh karena itu, saya bukanlah suatu eksistensi yang mutlak (wajib). Jadi, harus ada eksistensi mutlak yang menjadi sandaran eksistensi saya, yaitu Tuhan.'' Sedangkan Alqur'an mengungkapkan,''Apakah mereka diciptakan karena sesuatuyang lain ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)'' (QS52:35). Kemudian, Syaikh membahas sejumlah fenomena alam semesta. Syaikh antara

lainmenjelaskan ihwal luas langit. Berdasarkan sains, ada bintang Andromeda yang berjarak satu juta tahun cahaya (1.000.000 x 6.000.000.000.000 mil) dari bumi. Diperkirakan masih ada benda langit lain yang berjarak lebih jauh lagi. Dengan perkataan lain, langit itu sangat luas. Ini sejalan dengan firman Allah: Langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami); sesungguhnya kami pun benar-benar meluaskannya (QS 51:47). Dari situ tampak jelas tak ada kontradiksi antara sains dan agama (Islam). Buku ini dengan demikian membuktikan bahwa tak ada kontradiksi antara Alquran, filsafat, dan sains dalam hal keimanan kepada Tuhan. Tak berlebihan kalau buku ini menyebut dirinya sebagai buku yang berisi dialog Alquran,filsafat, dan sains dalam bingkai keimanan. Buku ini dalam beberapa segi bisa dikatakan lebih menarik ketimbang buku filsafat karya Jostein Gaarder, Dunia Sophi (Mizan, Bandung, 1996) yang jugaberbentuk novel. Pertama, dari segi metode, buku yang mengambil bentuk dialogis ini praktis lebih menarik. Dalam Dunia Sophi, beberapa materi filsafat diajarkan lewat surat karena itu bersifat lebih monolog. Kedua,

buku ini lebih fair. Selain menampilkan filosof Barat, buku ini juga menampilkan para filosof Muslim. Dunia Sophi hanya menampilkan filosof barat. Padahal, sebagaimana ditunjukkan buku ini, banyak filosof Barat yang''belajar'' dari filosof Muslim. Ketiga, buku ini mengambil tema filsafat yang lebih spesifik: pencarian Tuhan. Keempat, instrument pencarian Tuhan itu lebih beragam dari filsafat, Alquran sampai sains. Sayang, buku ini tak menampilkan filosof yang terang-terangan mengingkari keberadaan Tuhan, semisal Karl Marx, Hegel, Engels, dll. Jika buku ini menampilkan mereka dan kemudian berhasil ''mematahkan'' pemikiran mereka, wacana pencarian Tuhan ini pasti lebih menarik. Namun, bagaimanapun, buku ini serta tentu saja buku Dunia Sophi merupakan buku filsafat dengan motode penyampaian yang unik.ewat keduabuku, filsafat praktis menjadi ilmu yang mengasyikkan serta lebih mudahdipelajari. Lewat keduanya, filsafat tak lagi membuat dahi berkernyit tatkala mempelajarinya. d. METODE ILMIAH Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yangdisebut dengan ilmu. Jadi, ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan metode ilmiah. Seperti diketahui berpikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran.Dengan cara bekerja ini maka pengetahuan yang dihasilkan diharapkan mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasional dan teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusunnya merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan. Dalam hal ini maka metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dan cara berfikir induktif dalam mengembangkan tubuh pengetahuannya. Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya. Secara sistematik dan kumulatif pengetahuan ilmiah disusun setahap demi setahap dengan menyusun argumentasi mengenai sesuatu yang baru berdasarkan dari pengetahuan yang telah ada. Penjelasan yang bersifat rasional ini dengan kriteria kebenaran koherensi tidak memberikan kesimpulan yang bersifat final, sebab sesuai dengan hakikat rasionalisme yang bersifat pluralistik, maka dimungkinkan disusunnya berbagai penjelasan terhadap suatu objek pemikiran tertentu. Meskipun argumentasi secara rasional didasarkan kepada premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya namun dimungkinkan pula pilihan yang berbeda dari sejumlah premis ilmiah yang tersedia yang dipergunakan dalam penyusunan argumentasi. Oleh sebab itu maka diperlukan cara berpikir indiktif yang berdasarkan kriteria kebenaran korespondensi Materialisme Dialektika Historis.

e. Arti Materialisme Dialektika Historis M.D.H. adalah materialisme Dialektik dan Materialisme Histori. Materialisme Dialektik berarti pandangannya materialis dan metodenya dialektis. Sedang Materialisme Historis berarti Materialisme Dialektika yang diterapkan dalam gejala sosial atau masyarakat. Lahirnya Materialisme Dialektika Historis dan Penciptanya Filsafat Materialisme Dialektika Historis lahir sesudah lahirnya berbagai macam filsafat yang pandangannya materialis atau yang metodenya dialektis. Sedang penciptanya adalah Karl Marx. Filsafat Materialisme Dialektika Historis merupakan hasil kesimpulan dan ciptaan Karl Marx sesudah Karl Marx belajar dan mengambil dari kebenaran ajaran pandangan Filsafat Materialisme Faeuerbach dan metode filsafat dialektik Hegel. Karl mengambil isinya yang benar dari pandangan materialis filsafat Feuerbach dan membuang kulitnya yang salah dari metodenya

yang metafisis. Selanjutnya Karl Marx mengambil isinya yang benar dari metode dialektis filsafat Hegel dan membuang kulitnya yang salah dari pandangannya yang idealis. Karl Marx menerima kebenaran pandangan materialme filsafat Feuerbach, tapi menolak kesalahan metodenya yang metafisis. Juga Karl Marx menerima kebenaran metode dialektis filsafat Hegel, tapi menolak kesalahan pandangannya yang idealis. Kesimpulan dari itu Karl Marx menciptakan Filsafat Materialisme Dialektika Historis dan lahirlah filsafat Materialisme Dialektika Historis Karl Marx. Ciri dan Watak Kelas Materialisme Dialektika Historis Ciri-ciri filsafat Materialisme Dialektika Historis ialah; Ilmiah, Objektif, Universal, Praktis, Lengkap dan Revolusioner. a. Ilmiah, karena metodenya dialektis. b. Objektif, karena pandangannya materialis. c. Universal, karena ajarannya tidak hanya berlaku didalam alam, tapi juga berlaku didalam masyarakat. d. Praktis, karena ajarannya dapat dibuktikan dan dilaksanakan. e. Lengkap, karena ajarannya tidak hanya bicara soal alam, tapi juga soal masyarakat. f. Revolusioner, karena ajarannya selalu berpihak kepada apa yang sedang tumbuh dan melawan apa yang sedang melayu berdasarkan hukum perkembangannya. Selanjutnya selalu menuntut penghancuran terhadap apa yang sudah tua, dan membangun yang baru dan lebih maju. Filsafat Materialisme Dialektika Historis mencerminkan watak dan mewakili kepentingan kelas bukan pemilik alat produksi yaitu kelas buruh atau klas proletar yang tertindas dan terhisap, serta merupakan satu-satunya filsafat yang berpihak kepada klas buruh atau klas proletar itu.

f.

Pemikiran Immanuel Kant

Proyek Kritik Kant Tujuan utama dari filsafat kritis Kant adalah untuk menunjukkan, bahwa manusia bisa memahami realitas alam (natural) dan moral dengan menggunakan akal budinya. Pengetahuan tentang alam dan moralitas itu berpijak pada hukum-hukum yang bersifat apriori, yakni hukumhukum yang sudah ada sebelum pengalaman inderawi. Pengetahuan teoritis tentang alam berasal dari hukum-hukum apriori yang digabungkan dengan hukum-hukum alam obyektif. Sementara pengetahuan moral diperoleh dari hukum moral yang sudah tertanam di dalam hati nurani manusia. Kant menentang empirisme dan rasionalisme. Empirisme adalah paham yang berpendapat, bahwa sumber utama pengetahuan manusia adalah pengalaman inderawi, dan bukan akal budi semata. Sementara rasionalisme berpendapat bahwa sumber utama pengetahuan adalah akal budi yang bersifat apriori, dan bukan pengalaman inderawi. Bagi Kant kedua pandangan tersebut Kant juga berpendapat bahwa moralitas memiliki dasar pengetahuan yang berbeda dengan ilmu pengetahuan (science). Oleh karena itu ia kemudian menulis Groundwork of the Metaphysics of Morals pada 1785, dan Critique of Practical Reason pada 1788. Pada 1790 Kant menulis Critiqe of the Power of Judgment. Di dalamnya ia menyentuh bidang estetika. Namun pada hemat saya, metode di dalam filsafat kritis Kant lebih nyata di dalam bukunya yang pertama, yakni Critique of Pure Reason yang saya terjemahkan menjadi Kritik atas Rasio Murni. Buku inilah yang kemudian menjadi acuan saya dan Buroker pada bab ini.Di dalam bagian pengantar dari Kritik atas Rasio Murni, Kant menyatakan bahwa walaupun metafisika banyak dimaksudkan sebagai ratu dari ilmu-ilmu, tetapi rasionalitas metafisis kini dihadapkan pada sebuah pengadilan. Sekali lagi, kita

harus menelusuri kembali langkah-langkah yang telah kita rumuskan. Perdebatan di dalam refleksi metafisika telah membuat metafisika itu sendiri menjadi semacam medan pertempuran, di mana setiap pihak yang berperang tidak berhasil mendapatkan satu inci pun dari teritori yang ada. Konsekuensinya metafisika kini terombang ambing di antara dogmatisme dan skeptisisme. Metafisika telah menjadi pemikiran spekulatif yang meraba-raba secara acak. haruslah dikombinasikan dalam satu bentuk sintesis filosofis yang sistematis. Immanuel Kant berpikir lain. Pada Kant metafisika dipahami sebagai suatu ilmu tentang batasbatas rasionalitas manusia. Metafisika tidak lagi hendak menyibak dan mengupas prinsip mendasar segala yang ada tetapi metafisika hendak pertama-tama menyelidiki manusia (human faculties) sebagai subjek pengetahuan. Disiplin metafisika selama ini yang mengandaikan adanya korespondensi pikiran dan realitas hingga menafikkan keterbatasan realitas manusia pada akhirnya direvolusi total oleh Kant. Dalam diri manusia, menurut Kant, ada fakultas yang berperan dalam menghasilkan pengetahuan yaitu sensibilitas yang berperan dalam menerima berbagai kesan inderawai yang tertata dalam ruang dan waktu dan understanding yang memiliki kategori-kategori yang mengatur dan menyatukan kesan-kesan inderawi menjadi pengetahuan. Para filosof sebelum Kant hendak menyibak das ding an sich realitas dalam dirinya atau neumenom oleh rasionalitas manusia, sedangkan pada Kant, hakikat realitas itu sebenarnya tidak pernah sungguh-sungguh diketahui (misalnya Tuhan itu sesungguhnya apa? Dunia itu apa?). yang diketahui adalah gejalahnya, fenomenanya (relitas sebagaimana penampakkannya), sejauh saya melihatnya (das ding fur mich). Di sini Kant tidak melegitimasi kemampuan akal budi manusia memahami esensi sebuah realitas tetapi memahami bahwa akal budi manusia terbatas dalam memeperoleh pengetahuan dibalik segala penampakan. Yang hendak ditelusuri dari paper ini adalah metafisika gnoseologi Immanuel Kant. Pokok pikiran utama yang hendak ditampilkan adalah sebuah revolusi metafisis yang diprakarsai oleh Kant. Dengan demikian uraian yang akan saya jelaskan nanti dalam skripsi berawal dari penjelasan tentang keberadaan metafisika gnoseologi dalam panorama filosofis sejak munculnya para filosof awali kemudian dilanjutkan dengan perkembangannya pada abad pertengahan, abad modern yang tentu diprakarsai oleh Descartes dan puncaknya adalah revolusi pemikiran oleh Kant. Oleh karena itu uraian yang akan saya berikan dalam papper berupa, yang utama, penjelasan tentang pemikiran Kant yang melihat pengetahuan itu bukan pertama-tama bagaimana subjek itu memahami objek (subjek yang terarah pada objek/realitas) tetapi memfokuskan diri pada bagaimana cara benak kita memahami objek sejauh cara tersebut bersifat apriori. Maka menurut saya adalah sangat penting untuk pertama-tama menjelaskan bagaimana cara kerja akal budi manusia sehingga bisa menentukan segala pengenalan dan pengetahuan tentang segala realitas yang ada.

Revolusi Kopernikan Filsafat sebelum Kant memiliki proses berpikir yang mana subjek harus mengarahkan diri pada objek (dunia, benda-benda). Kehadiran Kant membawa sebuah evolusi besar dalam cara berpikir metafisis, karena menurutnya, bukan subjek yang mengarahkan diri pada objek, tetapi sebaliknya. Yang mendasar dari pemikiran Kant ini adalah ia tidak memulai dari objek-objek tetapi dari subjek. Objek-obejk itu yang harus menyesuaikan diri dengan subjek. Dengan demikian menurut filsafat Kant, realitas itu ada dalam akal budi manusia. Inilah yang disebut sebagai revolusi Kopernikan, artinya sebuah perubahan cara berpikir semendasar Kopernikus yang mengubah pandangan dari geosentris menuju heliosentris.

Selanjutnya filsafat Kant ini disebut sebagai filsafat transendental (transcendental Philosophy). Filsafat transendental adalah filsafat yang berurusan bukan untuk mengetahui objek pengalaman melainkan bagaimana subjek (manusia) bisa mengalami dan mengetahui sesuatu. Filsafat transendental itu tidak memusatkan diri dengan urusan mengetahui dan mengumpulkan realitas kongkrit seperti misalnya pengetahuan tentang anatomi tubuh binatang, geografis, dll, melainkan berurusan dengan mengetahui hukum-hukum yang mengatur pengalaman dan pemikiran manusia tentang anatomi tubuh binatang, dll. Hukumhukum itu oleh Kant disebut hukum apriori (hukum yang dikonstruksi akal budi manusia) dan bukan hukum yang berdasarkan pengetahuan inderawi (aposteriori). Dengan demikian metafisika gnoseologi Kant ini merupakan sebuah upaya untuk mereduksi realitas kongkrit (inderawi) pada realitas di dalam akal budi. Bahwa akal budi manusia mempunyai strukturstruktur pengetahuan mengenai segala apa yang ada. Dalam pandangan Kant, objek itu nampak hanya dalam kategori subjek, jadi tidak ada cara lain kecuali mengetahuinya dengan struktur kategori akal budi manusia. Sebenarnya pemikiran Kant ini berangkat dari pemahamanya tentang hakikat realitas atau neumena itu tidak pernah diketahui , yang kita ketahui itu gejalahnya. Sejauh objek itu saya lihat lantas segala yang dilihat itu masuk dalam akal budi menjadi pengetahuan. Proses Pengetahuan. Kant menolak klaim metafisika atas pengetahuan tentang realitas fundamental (das ding an sich). Oleh karena ketika kita berhadapan dengan realitas kita selalau mengalami realitas itu dalam kategori-kategori yang sudah tertanam dalam benak kita. Jadi pengetahuan dan pengenalan tentang segala yang ada itu ditentukan oleh hukum-hukum atau prinsip-prinsip pengetahuan yang secara konstitutif ada dalam akal budi manusia. Untuk lebih jelasnya, saya akan membuat kerangka proses pengetahuan manusia menurut Kant. Rasio Kerangka di atas adalah skema tentang proses pengetahuan dari Immanuel Kant. Kerangka pengetahuan ini hendak menjelaskan bahwa Kant berpikir bukan melalui objek-objek tetapi subjek. Kant hendak menyelidiki struktur pengetahuan subjek sendiri yang membentuk pengetahuan tentang segala yang ada. Dengan cara ini Kant sekaligus sudah menunjukkan apa sesungguhnya yang menjadi sumber dan struktur pengetahuan manusia. Pengetahuan itu bersandar pada pengalaman inderawi dan bergerak dalam wilayah kenyataan yang bisa dialami manusia. Dan pengetahuan itu invalid bila bergerak di laur kenyataan yang bis adialami manusia. Itulah sebabnya maka Kant menolak metafisika-metafisika sebelumnya yang mengganggap realitas das ding an sich bisa dicerna oleh rasionalitas manusia. g. Ajaran Aristoteles mengenai metafisika adalah ajaran mengenai Allah. Menurut Aritoteles sesuatu yang bergerak pasti digerakkan oleh penggerak yang lain dan untuk itu dibutuhkan penggerak pertama dari segala sesuatu yang tidak digerakkan oleh penggerak lagi.Penggerak dari segala sesuatu yang bergerak itu adalah Allah Kedua pandangan filsafat ini dikombinasikan dengan ajaran Kristen tentang Kristus sehingga muncullah ajaran Doketis. h. Metode Maieutik dikembangkan oleh Sokrates. Dalam sejarah filsafat Yunani, Sokrates adalah salah satu filsuf yang terkemuka. Hanya sayang, dia tidak pernah meninggalkan bukti otentik yang bisa dianggap sebagai karya asli Sokrates. Karya Sokrates didapatkan dari beberapa karya

Plato dan Aristoteles. Tapi pemikiran Sokrates yang berhasil direkam hanya bisa dilihat dari karya Plato, terutama dalam dialog-dialog yang pertama, yang sering disebut dengan dialog Sokratik. Pemikiran Sokrates berpusat pada manusia. Refleksi filosofis Sokrates berangkat dari kehidupan sehari-hari. Jadi, menurut Sokrates melihat bahwa kehidupan sehari-hari sebagai kebenaran objektif. Sokrates dalam filsafatnya menolak subjektivisme dan relativisme aliran sofisme. Kebenaran objektif yang dicapai bukan sekedar didapatkan dari pengetahuan teoritis tapi justru dari kebajikan manusia. Filsafat Sokrates adalah upaya untuk mencapai kebajikan. Kebajikan harus nampak dan mengantar manusia kepada kebahagiaan sejati. Jadi, pengetahuan dan kebenaran objektif selalu menghasilkan tindakan yang benar secara objektif pula. Dan, disitulah kebahagiaan sejati dapat diraih. Untuk mencapai objektivitas maka diperlukan metode yang sesuai. Sokrates percaya bahwa pengetahuan akan kebenaran objektif itu tersimpan dalam jiwa setiap orang sejak masa praeksistensinya. Oleh sebab itu, filsafat Sokrates tidsak mengajarkan kebenaran tapi hanya menolong orang mencapai kebenaran. Filsafat menolong manusia melahirkan kebenaran seperti layaknya ibu melahirkan bayinya. Maka, tugas filsafat adalah tugas untuk menjadi bidan yang menolong manusia melahirkan kebenaran. Metode itu disebut dengan metode teknik kebidanan (maieutika tekhne). Metode kebidanan ini diperoleh dengan percakapan (konversasi). Sokrates selalu berfilsafat justru dalam percakapan. Lewat percakapan, Sokrates melihat ada kebenaran-kebenaran individual yang bersifat universal. Sampai taraf tertentu, percakapan ini akan menghasilkan persepsi induktif yang nantinya akan dikembangkan oleh filsuf yang lain. Dalam dialog, Sokrates melibatkan diri secara aktif dalam memanfaatkan argumentasi rasional dengan analisis yang jelas atas klasifikasi, keyakinan dan opini yang melahirkan kebenaran. Percakapan kritis ala Sokrates bisa membimbing manusia untuk bisa memilah dan menemukan kebenaran yang sesungguhnya. Metode percakapan kritis yang dilakukan Sokrates juga disebut dengan metode dialektis. Sementara yang lain, beranggapan bahwa metode dialektis bisa disebut dengan metode interogasi.

Anda mungkin juga menyukai