1.1 Pembahasan
1.1.1 Pencerahan di Inggris
Abad Pencerahan di Eropa berkembang dari negara Inggris, Prancis, dan
Jerman. Di Inggris, dimulainya Abad Pencerahan ditandai dengan disahkannya undang-
undang kebebasan berpikir pada pertengahan abad ke-17. Setelah itu, muncul aliran
filsafat yang sangat berpengaruh terjadap aspek kehidupan masyarakatnya. Ilmuwan
Inggris, Sir Isaac Newton adalah salah satu peletak dasar bagi terjadinya Aufklarung.
Banyak aliran filsafat yang berkembang di Inggris pada abad ini, yang sangat
dimungkinkan dipengaruhi keanekaragaman kepercayaan. Salah satu aliran
kepercayaan ialah aliran “deisme” yaitu suatu aliran di Inggris pada abad ke 18 yang
megabungkan diri dengan Eduard Herbert dari Chereburry (1581-1648), dikenal
sebagai pemberi alas ajaran agama alamiah (natural religion). Deisme menurut
Handiwijono (1980:50) merupakan aliran yang bersifat kontrotantif terhadap agama
wahyu (revealed religion) beserta kesaksian-kesaksiannya, buku-buku, al-kitab, kepada
kritik akal dalam menjabarkan agama dari pengetahuan alamiah, bebas dari segala
ajaran gereja. Aliran ini sangat dimungkinkan sebagai respon dari keadaan pada masa
itu yang cenderung menafikan kemampuan rasio dan verifikasi empiris.
Di Inggris, Aufklarung dikenal dengan nama masa enlightenment atau abad
pencerahan. Beberapa hasil dari Aufklarung di Inggris adalah Deisme dan Empirisme.
Deisme intinya adalah kepercayaan akan adanya Ilahi yang ikut campur dalam
memasukan hukum-hukum di dunia. Sedangkan Empirisme merupakan pengalaman
yang dicapai melalui indera kita atau yang telah kita alami. Tokoh-tokoh utama di
dalam Aufklarung Inggris adalah:
a. David Hume
Era Aufklarung sudah dimulai era dimana munculnya atheisme karena didukung
oleh "berpikir bebas" di zaman itu. David Hume dituduh atheis dan dia di dalam
sejarah tidak pernah menikah seumur hidupnya.
b. George Berkeley
Pendapatnya yang paling terkenal adalah semboyan Esse Est Percipi (Mengada
tidak lain adalah mengamati). Menurutnya Bahwa di dalam pemikiran Berkeley,
ada suatu dunia yang ada di luar kesadaran manusia. Berkeley menyimpulkan
bahwa pengetahuan didapat dari hubungan panca-indra kita yang saling melengkap,
yang didapat melalui pengamatan. George Berkeley adalah Uskup Anglikan (Gereja
Inggris).
c. John Locke
Salah satu tokoh yang berperan dalam gerakan Pencerahan tentang toleransi. John
Locke mengatakan, bahwa penyataan Allah sesuai dengan akal budi manusia
Pencerahan di Inggris yang disebut dengan Deisme memiliki pengaruh yang
menekankan kemampuan super rasio dan menolak otoritas adikodrati. Deisme adalah
suatu ajaran atau paham rasional yang percaya bahwa Tuhan ada dan dapat dilihat
melalui kerumitan dan hukum-hukum alam. Akan tetapi, Tuhan tidak turut serta dalam
perkembangan alam dan kehidupan manusia yang bekerja berdasarkan prinsip-prinsip
alam yang dibuatnya. Secara sederhana, Tuhan adalah pencipta alam pada taraf tingkat
kerumitannya, tetapi Tuhan hanya menanamkan prinsip-prinsip kerja dalam alam.
Kemudian sang adikodrati / Tuhan melepaskan alam dan manusia untuk bekerja dengan
sendirinya. Herbert (1999:72) mengatakan, agama yang sejati haruslah universal, tidak
hanya menuntut kesetiaan buta atas ajaran Alkitab dan tokoh-tokoh gereja. Agama
tidak berdasarkan pada keselamatan yang khusus, ataupun gerak sejarah, tetapi cukup
pada naluri alamiah dari setiap keberadaan manusia.
Dari pemikiran filsuf pada masa Enlightenment atau Aufklarung, umumnya
masa enlightenment di Inggris merupakan masa pencerahan yang mendukung
paham empirisme (selain deisme), yakni pengalaman lebih bisa diandalkan daripada
pengetahuan, karena pengetahuan didapat dari hasil skeptisme atau keragu-raguan.
Secara umum gerakan pencerahan di Inggris menurut Hassan (1996:87) berpengaruh
pada perkembangan berbagai disiplin ilmu, yang pada tahapan berikutnya
menghasilkan revolusi industri.
1.1.2 Pencerahan di Jerman
Secara umum gerakan pencerahan di Jerman tidak mengalami gejolak
perubahan sosial sebagaimana yang terjadi dengan Revolusi Prancis dan Revolusi
industri di Inggris, di Jerman zaman pencerahan lebih menekankan pada Filsafat dan
Etik. Menurut Hassan (1996:87) hal ini agaknya bisa dimengerti mengingat masyarakat
Jerman sebagian besar masih agrikultural dan kaum pedagangnya dari kelas menengah
tidak mempunyai kekuatan yang berarti dan tidak pula merasa berkepentingan untuk
tampil sebagai kekuatan melawan kekuasaan yang berlaku. Namun demikian bukan
berarti tidak terjadi perubahan sama sekali hanya saja perubahannya bersifat evolutif.
Berbeda dengan pemikiran-pemikiran para tokoh pencerahan di Inggris dan
Perancis, pemikiran pencerahan di Jerman tidaklah begitu menampakan sikap
kontrontatif terhadap agama Kristen. Memang di Jerman muncul orang yang berusaha
menyerang dasar-dasar iman kepercayaan yang berdasarkan wahyu dan menggantinya
dengan agama yang berdasarkan perasaan yang bersifat pantestis, akan tetapi semuanya
itu berjalan tanpa perang terbuka (Handiwijono, 1980:65).
Pada masa pencerahan, adanya pendekatan berdasarkan rasio dan ilmu
pengetahuan terhadap agama, sosial, ekonomi dan politik menjadi tren di masyarakat,
sehinga hal ini menghasilkan pandanganan yang bersifat duniawi atau sekuler.
Pandangan ini kemudian membangun opini umum tentang kemajuan dan
kesempurnaan di berbagai bidang. Semua ini tidak terlepas dari pengaruh
perkembangan ilmu pengetahuan dan intelektual yang sangat menjunjung tinggi prinsip
universal dan kepercayaan terhadap hukum alam, dimana perkembangan itu pun
menumbuhkan rasa kepercayaan terhadap akal manusia.
Diantara tokoh pemikir pada era pencerahan di Jerman yang dianggap cukup
representatif untuk disebut adalah Immanuel Kant dikarenakan periode Aufklarung di
Jerman ditandai dengan munculnya tokoh pemikir seperti Immanuel Kant itu sendiri.
Dengan slogan "Beranilah berpikir sendiri" Kant mengajak orang-orang lebih berani
menggunakan akalnya untuk menciptakan kemajuan. Ia meneruskan usaha-usaha yang
telah dirintis pemikir sebelumnya dengan cara mensintesiskan antara idealisme
Crhistian Wolf di Jerman di satu pihak dan empirisme Lock atau Hume di Inggris di
pihak lain. Sintesisnya yang merupakan titik pangkal suatu periode baru ini disebut
kritisme (Handiwijono, 1980:64).
a. Imanuel Kant
Imanuel Kant dikenal sebagai penyempurna Abad Pencerahan atau Aufklarung.
Menurutnya manusia harus menentukan unsur pemikirannya yang berasal dari
pengalaman dan berunsur yang terdapat pada akal manusia. Ia menjadi salah
satu pelopor di dalam empirisme dan rasionalisme. Adapun di dalam aspek
agama Kant menekankan bahwa agama memberikan wahyu, namun tidak
menutup kemungkinan untuk manusia yang tidak mengenalnya untuk mencapai
kesempurnaan hidup. Sedangkan pendapatnya mengenai etika adalah Etika
berlaku bagi semua orang, dan ia berpendapat bahwa bahwa manusia percaya
pada kehendak dan dirinya merupakan bentuk kemampuan universal manusia.
Azhar, Muhammad. (1996). Filsafat Politik: Perbandingan antara Islam da Barat, cet. I
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Brower, MAW, dan Heryadi. (1986). Sejarah Filsafat Barat Modern dan Sezaman, cet,
III: Bandung: Alumni.
Delgaauw, Bernard, Beknopte Geschiedenis der Wijsbegeerte. (1992). Sejarah Ringkas
Filsafat Barat, Cet,. I, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Edwards, Paul. (1972). The Encyclopedia of Philosophy, New York: Macmillan
Publishing Co., Inc & The Free Press.
Feldman, Melville W. (1965). The World UniversityEncyclopedia, Jilid IV, Cet XX:
Washinton: Publisher Company.
Hadiwijono, Harun. (1980). Sari Sejarah Filsafat Barat II, cet: XVI: Yogyakarta:
Kansius, 1980
Hamersma, Harry. (1992). Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, Cet. V: Jakarta: PT.
Gramedia.
Hasan Fuad. (1996). Pengantar Filsafat Barat, Cet. I: Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.
Russel, Bertrand. (1974). History of Philosophy, Cet. VII: London: George Allen &
Unwin.
Scruton, Roger. (1984). Sejarah Singkat Fiksafat Modern. Cet. II. Jakarta : PT. Pantja
Simpati.
Zubair, Ahmad Charris, Kuliah Etika, Cet. III: Jakarta Raja Grafindo Persada. 1995
Herbert, Olaf Schumann. (1999). Agama Dalam Dialog: Pencerahan, Pendamaian, Dan
Masa Depan. BPK Gunung Mulia.