Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ULUMUL HADIS

KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADIS TERHADAP AL QUR’AN

Disusun Oleh:
Tria Nur Utami : 2021050102003
Yunita Tetty : 2021050102004

Dosen Pembimbing:
Drs. Sulaemang L,M.Th.I

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAN NEGERI KENDARI
2022

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya karena
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Adapun dalam penulisan makalah ini,
materi yang akan dibahas adalah “Kedudukan dan fungsi Hadis terhadap Al-Qur’an”.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ulumul Hadis. Selain itu, makalah
ini bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang kedudukan dan fungsi hadis
terhadap al-quran, bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Berkenaan dengan hal tersebut,
dalam makalah ini, penulis akan mencoba menguraikan tentang Kedudukan dan Fungsi Hadis
terhadap Alquran.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Drs. Sulaemang L,M.Th.I selaku dosen
Mata Kuliah Ulumul Hadis, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Kendari, 9 Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................................................

KATA PENGANTAR..................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................. 1
C. Tujuan .............................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kedudukan Hadis.............................................................................................................. 3
B. Fungsi Hadis terhadap Al-Qur’an..................................................................................... 5
BAB II PENUTUP
Kesimpulan ..................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam adalah wahyu Allah SWT yang berisikan
sejarah, hukum, dan syariat-syariat yang menuntun dan membimbing umat Islam ke jalan
yang benar, yang pada akhirnya akan memuliakan manusia itu sendiri. Al-Quran juga
membenarkan Kitab-Kitab yang Allah turunkan sebelumnya yaitu Zabur, Taurat dan Injil.
Sebagai kitab suci tentu saja Al-Quran merupakan sumber hukum utama bagi umat
Islam dalam menjalankan perintah-perintah dan meninggalkan larangan-larangan Allah.
Untuk menjelaskan banyak hal yang bersifat umum dalam Al-Quran, maka Hadis memiliki
peran penting dalam menuntun dan dan mengarahkan manusia dalam menjalankan ajaran
Al-Quran.
Kata “Hadis” secara bahasa dapat diartikan “baru” (al-jadid), yang merupakan lawan
kata dari al-qadim (lama/terdahulu). Makna ini dipahami sebagai berita yang disandarkan
kepada Nabi Saw, karena pembaruannya sebagai perimbangan dengan berita yang
terkandung dalam Al-Quran yang sifatnya qadim. Dengan demikian hadis memiliki peran
yang sangat penting dan tinggi bagi umat Islam sebagai sumber hukum atau penjelasan dari
sumber hukum yang ada di Al-Quran.
Alquran dan Hadis adalah rujukan pokok dalam agama Islam. Keduanya tidak dapat
dipisahkan. Alquran sebagai rujukan pertama berisikan petunjuk dan prinsip-prinsip yang
bersifat umum dan universal yang perlu diterangkan lebih lanjut. Maka Hadislah sebagai
sumber dan rujukan kedua untuk menjelaskan Alquran. Karena pada dasarnya, hanya
dengan as-sunnah dengan Hadislah kita dapat menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan baik
dan benar.
Oleh sebab itu, maka Hadis sangat penting dikaji karena kedudukan dan fungsi
sebagai pensyarah bagi Alquran, terutama bagi ayat-ayat yang bersifat mujmal, memberikan
taqy³d bagi ayat-ayat yang mu¯laq, memberikan tahk¡³¡ bagi ayat-ayat yang ‘amm, serta
menetapkan hukum-hukum yang tidak ditetapkan oleh Alquran.
Berkenaan dengan hal tersebut, dalam makalah ini, penulis akan mencoba
menguraikan tentang kedudukan dan fungsi Hadis terhadap Alquran, yang selanjutnya
mencakup Hadis sebagai sumber ajaran Islam, kedudukan Hadis terhadap Alquran, dan
fungsi Hadis terhadap Alquran.

B. Rumusan Masalah

1
1. Bagaimana kedudukan hadis sebagai sumber hukum?
2. Apa saja fungsi hadis terhadap al-quran?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kedudukan hadis sebagai sumber hukum
2. Untuk mengetahui fungsi-fungsi hadis terhadap al-qur’an

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kedudukan Hadis
Seluruh umat islam telah sepakat, bahwa hadis merupakan sumber dan dasar hukum
islam setelah al-qur’an. Umat islam diwajibkan mengikuti hadis sebagaimana diwajibkan
mengikuti al-qur’an.
Al-qur’an merupakan dua sumber hukum syariat islam yang tetap, yang orang islam
tidak mungkin memahami syariat islam secara mendalam dan lengkap dengan tanpa kembali
kepada kedua sumber tersebut. seorang mujtahid dan seorang alim pun tidak diperbolehkan
hanya mencukupkan diri dengan salah satu dari keduanya.
Hadis merupakan mubayyin (penjelas) bagi al-qur’an, yang karenanya siapapun tidak
akan bisa memahami al-qur’an tanpa dengan memahami dan menguasai hadis. Begitu pula
halnya menggunakan hadis tanpa al-qur’an, akan kehilangan arah, karena al-qur’an
merupakan dasar hukum pertama yang di dalamnya berisi garis-garis besar syariat islam.
Dengan demikian, antara al-qur’an dan hadis memiliki hubungan timbal balik yang tidak
dapat dipisah-pisahkan.
Banyak ayat alquran dan hadis yang memberikan pengertian bahwa hadis itu
merupakan sumber hukum islam selain al-qur’an yang wajib diikuti, baik dalam bentuk
perintah maupun larangannya.  Uraian di bawah ini merupakan paparan tantang kedudukan
hadis sebagai sumber hukum islam dengan melihat beberapa dalil, baik naqli maupun aqli.
1. Dalil Al-qur’an
Allah memerintah kaum muslimin untuk patuh dan tunduk kepada rasul-Nya
sebagaimana mereka patuh dan tunduk kepada Allah swt. Sebagaimana dijelaskan pada
beberapa ayat berikut :
ُ ‫قُ ْل َأ ِطي ُعوا هَّللا َ َوال َّر‬
َ‫سو َل ۖ فَِإنْ تَ َولَّ ْوا فَِإنَّ هَّللا َ اَل يُ ِح ُّب ا ْل َكافِ ِرين‬
‘’ Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang kafir".’’ (Q.S. Ali Imran : 32)

...‫ب‬ َ َ ‫سو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَ َها ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَ ُهوا ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ ۖ ِإنَّ هَّللا‬
ِ ‫ش ِدي ُد ا ْل ِعقَا‬ ُ ‫َو َما آتَا ُك ُم ال َّر‬
‘’….Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat
keras hukumannya.’’ (Q.S. Al-Hasyr : 7)

3
Selain itu, banyak juga ayat yang menyebutkan bahwa ketaatan kita kepada Allah
SWT sejajar dengan ketaatan kepada Allah. Beberapa ayat itu antara lain sebagai
berikut :
َ ‫سو َل فَقَ ْد َأطَا َع هَّللا‬
ُ ‫َمنْ يُ ِط ِع ال َّر‬
Artinya: “Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah”
(Q.S. An-Nisa : 80).
2. Dalil Hadis
Kedudukan hadis juga dapat dilihat melalui hadis hadis nabi. Nabi Muhammad
bersabda sebagai berikut :

‫سنَّةَ نَبِيِّ ِه‬


ُ ‫َاب هَّللا ِ َو‬ ِ َ‫ت ََر ْكتُ فِي ُك ْم َأ ْم َر ْي ِن لَنْ ت‬
َّ ‫ضلُّوا َما تَ َم‬
َ ‫س ْكتُ ْم بِ ِه َما ِكت‬
“Aku tinggalkan untuk kalian, dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama kalian
berpegang teguh dengan keduanya; Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.” (H.R. Malik
no.1935)

Dalam hadis lain rasulullah saw bersabda ;

‫س ُكوا بِ َها‬ ِ ‫سنَّ ِة ا ْل ُخلَفَا ِء ا ْل َم ْه ِديِّينَ ال َّر‬


َّ ‫اش ِدينَ تَ َم‬ ُ ‫فَ َعلَ ْي ُك ْم ِب‬
ُ ‫سنَّتِي َو‬
“Kalian berpegang dengan sunahku, sunah para khalifah yang lurus dan mendapat
petunjuk, berpegang teguhlah dengannya.” (H.R. Abu Dawud no. 3991).

3. Adanya konsensus (Ijma’) Ulama


Ijmak atau Ijma' (Arab:‫ )إجماع‬adalah kesepakatan para ulama dalam menetapkan
suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis dalam suatu perkara
yang terjadi.
Umat Islam telah sepakat menjadikan hadists sebagai salah satu dasar hukum.
Penerimaan mereka terhadap hadist sama seperti penerimaan mereka terhadap Al-Qur’an.
Keduanya dijadikan sebagai sumber ajaran dan hukum dalam Islam.
Kesepakatan ulama dan umat Islam dalam memercayai, menerima, dan
mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam hadis, berlaku sepanjang
zaman, tidak ada yang mengingkarinya. Banyak di antara mereka yang tidak hanya
memahami dan mengamalkan isi kandungannya, akan tetapi juga menghafal, men-tadwin

4
(menulis dan membukukakn hadis), memelihara, dan menyebarluaskan kepada generasi-
generasi selanjutnya.
Banyak peristiwa yang menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadis
sebagai sumber Hukum Islam, antara lain terdapat dalam beberapa peristiwa berikut :
a. Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah, ia pernah berkata, “Saya tidak
meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan/dilaksanakan Rasulullah.
Sesungguhnya saya takut tersesat apabila meninggalkan perintahnya.”
b. Saat Umar berada di depan hajar aswad, ia berkata, “Saya tahu bahwa engkau adalah
batu. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan
menciummu”.
c. Pernah ditanyakan kepada ‘Abdullah bin Umar tentang ketentuan shalat safar dalam al-
qur’an. Ibnu Umar menjawab: “Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad SAW
kepada kita dan kita tdak mengetahui sesuatu. Maka sesungguhnya kami berbuat
sebagaimana duduknya Rasuluullah SAW, saya makan sebagaimana makannya
Rasulullah dan saya solat sebagaimana salatnya Rasul”.
d. Diceritakan dari Sa’id bin Musyabbab bahwa Utsman bin Affa berkata, “Saya duduk
sebagaimana duduknya Nabi Muhammad SAW, saya makan sebagaimana maknnya
Nabi, dan saya shalat sebagaimana shalatnya Nabi.

4. Sesuai dengan petunjuk akal

Kerasulan Nabi Muhammad SAW telah di akui dan di benarkan oleh umat islam.
Maka sudah selayaknya segala peraturan dan perundang – undangan serta inisiatif beliau,
baik yang beliau ciptakan atas bimbingan ilham atau hasil ijtihad semata, ditempatkan
sebagai sumber hukum dan pedoman hidup. Disamping itu, secara logika kepercayaan
kepada Nabi Muhammad SAW sebagai rasul mengharuskan ummatnya mentaati dan
mengamalkan segala ketentuan yang beliau sampaikan.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa hadis merupakan salah satu sumber
hukum dan sumber ajaran islam yang menduduki urutan kedua setelah Al-Quran.

B. Fungsi Hadis terhadap Al-Qur’an


Al-Quran dan hadis sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam islam,
antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Al-qur’an sebagai sumber pertama
dan utama banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global. Oleh karena itu,
kehadiran hadis sebagai sumber ajaran kedua fungsi diantaranya sebagai sumber kedua
untuk menjelaskan (bayan) keumuman isi Al-Qur’an yang merupakan pedoman

5
hidup,sumber hukum,dan sumber ajaran dalam Islam. Fungsi hadis sebagai penjelas
terhadap al-quran itu bermacam-macam, diantaranya sebagai berikut:
1. Bayan at-taqrir (memperjelas isi al-quran)
Bayan at-taqrir disebut juga dengan bayan at-takid atau bayan al-isbat. Bayan Ini
adalah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam Al-
Qur’an.Fungsi hadis dalam hal ini hanya memperkukuh kandungan Al-Qur’an.Contoh
hadis yang diriwayatkan Muslim,dari Ibnu Umar sebagai berikut. :

‫صو ُموا َوِإ َذا َرَأ ْيتُ ُموهُ فََأ ْف ِط ُروا‬


ُ َ‫فَِإ َذا َرَأ ْيتُ ْم ا ْل ِهاَل َل ف‬
“Apabila kalian melihat bulan,maka berpuasalah,dan jika kalian melihatnya untuk yang
kedua kalinya maka berbukalah. “(H.R.Muslim no. 1798)
Hadis tersebut datang men-taqrir/memperkuat hukum yang terkandung dalam
penyataan ayat berikut ini :
ُ َ‫فَ َم ْن َش ِه َد ِم ْن ُك ُم ال َّشه َْر فَ ْلي‬..…
ۗ ُ‫ص ْمه‬
Maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia
berpuasa……( QS. Al-Baqarah 2:185)

2. Bayan al- Tafsir


Yang dimaksud bayan al-Tafsir adalah hadist berfungsi untuk memberi penjelasan
secara rinci terhadap ayat-ayat Al-qur’an yang masih bersifat global (mujmal),
memberikan batasan(taqyid) ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat mutlak, dan
mengkhususkan(takhsish) ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat umum. Di antara contoh
tentang ayat Al qur’an yang masih mujmal adalah perintah mengerjakan shalat, puasa,
zakat, disyariatkannya jual beli, nikah, qisas, dan hudud. Ayat Al-qur’an tentang masalah
ini masih bersifat mujmal, baik mengenai cara mengerjakan, seb-sebabnya, syarat-
syaratnya atau halangan-halangannya. Oleh karena itu, Rasulullah SAW. Melalui
hadisnya menafsirkan dan menjelaskan masalah-masalah tersebut. Macam – macamnya
sebagai berikut :
a.) Menjelaskan secara terperinci keglobalan ayat Al-qur’an (tafsil al-mujmal):

َ ‫صلُّوا َك َما َرَأ ْيتُ ُمونِي ُأ‬


‫صلِّي‬ َ
“Shalatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat” (HR. Bukhari)

6
Hadist ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam Al-qur’an
tidak menjelaskan secara rinci tentang pendirikan shalat. Salah satu ayat yang
memerintahkan shalat adalah:
َ‫ص ٰلوةَ َو ٰاتُوا ال َّز ٰكوةَ َو ۡار َك ُع ۡوا َم َع ال ٰ ّر ِك ِع ۡين‬
َّ ‫َواَقِ ۡي ُموا ال‬

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang
ruku’.”(Al-Baqarah:43)

b.) Memberi batasan terhadap ayat Al-qur’an (taqyid al mutlaq):

َ ‫ق فَقَطَ َع يَ َدهُ ِمنْ ِم ْف‬


ّ‫ص ِل ا ْل َكف‬ َ ‫َأتَى ِب‬
ِ ‫سا ِر‬
“Rasulullah SAW didatangi seseorang dengan membawa pencuri, maka beliau memotong
tangan pencuri dari pergelangan tangan.”

Hadist ini menberi batasan terhadap ayat:

‫هّٰللا هّٰللا‬ ۤ
ِ ‫َّارقَةُ فَا ْقطَع ُْٓوا اَ ْي ِديَهُ َما َج َزا ۢ ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكااًل ِّمنَ ِ ۗ َو ُ ع‬
‫َز ْي ٌز َح ِك ْي ٌم‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Maidah:38)

c) Mengkhususkan (mentakhsiskan) keumuman ayat Al-qur’an (takhsis al-am)


“Pembunuh tidak berhak menerima harta warisan”(HR Ahmad)
Hadis tersebut men-takhsis keumuman firman Allah (QS An-Nisa 4:11)

‌ِ ‫ظ ااۡل ُ ۡنثَيَ ۡي‬


ۚ‫ن‬ َّ ِ‫ص ۡي ُك ُم هّٰللا ُ فِ ۡۤى اَ ۡواَل ِد ُكمۡ‌ ۖ ل‬
ِّ ‫لذ َك ِر ِم ۡث ُل َح‬ ِ ‫يُ ۡو‬
“Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-
anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak
perempuan…”(QS An-Nisa 4:11)

3. Bayan at-Tasyri’
Yang dimaksud dengan bayan al-Tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau
ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Qur’an, atau dalam al-Qur’an hanya terdapat
7
pokok-pokoknya  (ashl) saja. Hadis Rasul saw, dalam segala bentuknya  (baik yang qauli,
fi’li maupun taqriri) berusaha menunjukkan suat kepastian hukum terhadap berbagai
persoalan yang muncul, yang tidak terdapat dalam al-Qur’an. Hadis-hadis Rasul saw,
yang termasuk ke dalam kelompok ini diantaranya hadis tentang penetapan haramnya
mengumpulkan dua wanita (antara istri dengan bibinya), hukum syuf’ah, hukum merajam
pezina wanita yang masih perawan, dan hukum tentang hak waris bagi seorang anak.
Suatu contoh, hadis tentang zakat fitrah, sebagai berikut:

Artinya: Bahwasannya Rasul saw, telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat islam pada
bulan Ramadhan satu sukat (sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka
atau hamba, laki-laki atau perempuan muslim. (HR. Muslim)

Hadis Rasul saw, yang termasuk bayan at-Tasyri’ ini wajib diamalkan,
sebagaimana mengamalkan hadis-hadis lain.

4. Bayan an-Nasakh
Kata nasikh secara bahasa berarti ibthal (membatalkan), izalah (menghilangkan), tahwil
(memindahkan), dan taghyir (mengubah). Para ulama’ mengartikan bayan al-Nasikh ini
banyak yang melalui pendekatan bahasa, sehingga diantara mereka terjadi perbedaan
pendapat dalam menta’rifkannya. Jadi intinya ketentuan yang datang kemudian tersebut
menghapus ketentuan yang datang terdahulu, karena yang akhir dipandang lebih luas dan
lebih cocok dengan nuansanya. Ketidakberlakuan suatu hukum harus memenuhi syarat-
syarat yang ditentukan, terutama  syarat ketentuan adanya nasikh dan mansukh. Pada
akhirnya, hadis sebagai ketentuan yang datang kemudian daripada Al-Qur’an dapat
menghapus ketentuan dan isi kandungan Al-Qur’an. Salah satu contoh yang biasa
diajukan oleh para ulama’ ialah:

                      ‫ال وصية لوارث‬

Artinya: tidak ada wasiat bagi ahli waris.

Hadis ini menurut mereka menasikhk isi firman Allah swt;

ۗ َ‫ف َحقًّا َعلَى ا ْل ُمتَّقِيْن‬


ِ ۚ ‫صيَّةُ لِ ْل َوالِ َد ْي ِن َوااْل َ ْق َربِيْنَ بِا ْل َم ْع ُر ْو‬ َ ‫ُكتِ َب َعلَ ْي ُك ْم اِ َذا َح‬
ِ ‫ض َر اَ َح َد ُك ُم ا ْل َم ْوتُ اِنْ تَ َر َك َخ ْي ًرا ۖ ۨا ْل َو‬

Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-
tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib
kerabatnya secara ma'ruf (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”.

8
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Hadis memiliki kedudukan yang tinggi dalam hukum Islam. Hadis menjadi sumber
hukum kedua dibawah Al-Qur’an. Hal tersebut berdasarkan berbagai argumentasi yang berasal
dari Al-Qur’an, hadis, maupun ijma’ ulama. Selain itu, juga dapat kita pikirkan dengan
pertimbangan akal karena adanya kesesuaian antara Al-Qur’an dan hadis. Oleh karena itu, kita
wajib meyakini akan kebenaran hadis. Jangan hanya mengambil hukum dari Al-Qur’an saja,
tetapi juga perlu meninjau hadis.
Selain memiliki kedudukan sebagai sumber hukum Islam di bawah Al-Qur’an, hadis juga
memiliki fungsi yang berhubungan dengan Al-Qur’an itu sendiri. Ayat-ayat Al-Qur’an masih
bersifat umum (global), untuk itu hadis berperan sebagai penjelas dari ayat-ayat Al-Qur’an.
Hadis dapat menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam Al-Qur’an
maupun memberikan penjelasan dalam bentuk rician terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih
bersifat global. Bahkan, hadis juga dapat mewujudkan, mengadakan, atau menetapkan suatu
hukum / aturan syara’ yang tidak didapati nashnya dalam Al-Qur’an. Oleh sebab itu, sebagai
umat Islam, kita perlu menjaga hadis supaya hadis tidak tercampur dengan hadis-hadis palsu.

9
DAFTAR PUSTAKA

Khon, Abdul Majid. 2009. Ulumul Hadis. Jakarta: Bumi Aksara.


Khumaidi, Irham. 2008. Ilmu Hadits Untuk Pemula. Jakarta: CV Artha Rivera.
Sahrani, Sohari.2015.Ulumul Hadits.Bogor: Ghalia Indonesia.
Sulaemang.2019.Ulumul Hadis.Kendari: CV Shadra.
Suparta, Muzier. 2006. Ilmu Hadis. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Suryadilaga, alfatih. 2010. Ulumul Hadits. Yogyakarta:Teras Jogja.
https://www.academia.edu/40072084/Kedudukan_dan_Fungsi_Hadits
https://barengbareng100.blogspot.com/2020/02/makalah-kedudukan-dan-fungsi-hadits.html
https://id.scribd.com/doc/96813650/Kedudukan-Dan-Fungsi-Hadis-Terhadap-Alquran

10

Anda mungkin juga menyukai