Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan
kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Hadis Ditinjau dari Segi Kuantitas
dan Kualitasnya” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan
akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Noor Amtsal selaku
guru mata pelajaran Quran Hadis atas bimbingan, pengarahan, dan kemudahan yang telah
diberikan kepada penulis dalam pengerjaan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah ini.
Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca
sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya.

Mempawah, 4 Oktober 2023

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB 1 : PENDAHULUAN 3
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Tujuan 3
BAB 2 : PEMBAHASAN 4
2.1 Kedudukan Hadis dalam Hubungannya dengan Al-Qur’an 6
2.2 Fungsi Hadis dalam Hubungannya dengan Al-Qur’an 11
BAB 3 : PENUTUP 16
3.1 Kesimpulan 16
DAFTAR PUSTAKA 17

2
3

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin memiliki peranan sangat penting
dalam membentuk peradaban manusia yang mulia. Sebagai agama, Islam tidak saja hanya
mengatur hubungan manusia dan Tuhannya, tetapi juga hubungan manusia dan manusia dan
hubungan manusia dan alam sekitarnya. Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam adalah
wahyu Allah SWT yang berisikan sejarah, hukum, dan syariat-syariat untuk menuntun dan
membimbing umat Islam ke jalan yang benar, yang pada akhirnya akan memuliakan manusia
itu sendiri. Manusia diciptakan sebagai khalifah dimuka bumi ini sebagai pemelihara
kelangsungan mahluk hidup dunia dan seisinya. Dalam rangka itulah Allah SWT membuat
sebuah undang-undang yang nantinya manusia bisa menjalankan tugasnya dengan baik,
apabila ia bisa mematuhi perundang-undangan yang telah dituangkan-Nya dalam kitab suci
Al-Qur’an. Al-Qur'an telah mencakup semua aspek kehidupan. Hanya saja, Al-Qur’an
berwujud teks yang sangat global, sehingga dibutuhkan penjelas sekaligus penyempurna akan
eksistensinya. Maka Allah SWT mengutus seorang Nabi untuk menyampaikannya, sekaligus
menyampaikan risalah yang Ia emban. Dari sang Nabi inilah selanjutnya lahir yang namanya
Hadist, yang mana kedudukan dan fungsinya amat sangatlah penting. Sebagai kitab suci tentu
saja Al-Qur’an merupakan sumber hukum utama bagi umat Islam dalam menjalankan
perintah-perintah dan meninggalkan larangan-larangan Allah SWT.
Untuk menjelaskan banyak hal yang bersifat umum dalam Al-Quran, maka Hadist
memiliki peran penting dalam menuntun dan mengarahkan manusia dalam menjalankan
ajaran Al-Qur’an. Kata “Hadist” secara bahasa dapat diartikan “baru” (al-jadid). Makna ini
dipahami sebagai berita yang disandarkan kepada Nabi, karena pembaruannya sebagai
perimbangan dengan berita yang terkandung dalam Al-Qur’an yang sifatnya terdahulu.
Dengan demikian Hadist memiliki peran yang sangat penting dan tinggi bagi umat Islam
sebagai sumber hukum atau penjelasan dari sumber hukum yang ada dalam Al-Qur’an.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kedudukan hadis sebagai sumber hukum Islam ?
2. Apa saja argumentasi terkait kedudukan hadis sebagai sumber hukum Islam ?
3. Apa saja fungsi hadis dalam hubungannya dengan Al-Qur’an ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini ini adalah :
1. Mengetahui kedudukan hadis sebagai sumber hukum Islam.
2. Memahami argumentasi terkait kedudukan hadis sebagai sumber hukum Islam.
3. Memahami fungsi hadis dalam hubungannya dengan Al-Qur’an.
4

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kedudukan Hadis dalam Hubungannya dengan Al-Qur’an

Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadis sebagai sumber ajaran Islam, dapat
dillihat beberapa argumenttasi berupa dalil-dalil, baik naqli (berdasarkan Al-Qur’an) maupun
aqli (rasional).

1. Dalil Al-Qur’an
Allah memerintah kaum muslimin untuk patuh dan tunduk kepada rasul-Nya
sebagaimana mereka patuh dan tunduk kepada Allah swt. Sebagaimana dijelaskan pada
beberapa ayat berikut :
‫ُقْل َأِط يُعوا َهَّللا َو الَّرُس وَل ۖ َفِإْن َتَو َّلْو ا َفِإَّن َهَّللا اَل ُيِح ُّب اْلَك اِفِريَن‬
‘’ Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang kafir".’’ (Q.S. Ali Imran : 32)
...‫َو َم ا آَتاُك ُم الَّرُس وُل َفُخ ُذ وُه َو َم ا َنَهاُك ْم َع ْنُه َفاْنَتُهواۚ َو اَّتُقوا َهَّللاۖ ِإَّن َهَّللا َش ِد يُد‬
‫اْلِع َقاِب‬
‘’….Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya.’’ (Q.S. Al-Hasyr : 7)
Selain itu, banyak juga ayat yang menyebutkan bahwa ketaatan kita kepada Allah
SWT sejajar dengan ketaatan kepada Allah. Beberapa ayat itu antara lain sebagai berikut :
‫َم ْن ُيِط ِع الَّرُس وَل َفَقْد َأَطاَع َهَّللا‬
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah” (Q.S. An-Nisa :
80)

2. Dalil Hadis
Kedudukan hadis juga dapat dilihat melalui hadis hadis nabi. Nabi Muhammad
bersabda sebagai berikut :
‫َتَر ْك ُت ِفيُك ْم َأْم َر ْيِن َلْن َتِض ُّلوا َم ا َتَم َّس ْك ُتْم ِبِهَم ا ِكَتاَب ِهَّللا َو ُس َّنَة َنِبِّيِه‬
“Aku tinggalkan untuk kalian, dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama kalian
berpegang teguh dengan keduanya; Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.” (H.R. Malik no.1935)
Dalam hadis lain rasulullah saw bersabda ;
‫َفَعَلْيُك ْم ِبُس َّنِتي َو ُس َّنِة اْلُخ َلَفاِء اْلَم ْهِدِّييَن الَّر اِش ِد يَن َتَم َّس ُك وا ِبَها‬
“Kalian berpegang dengan sunahku, sunah para khalifah yang lurus dan mendapat petunjuk,
berpegang teguhlah dengannya.” (H.R. Abu Dawud no. 3991)
3. Adanya konsensus (Ijma’) Ulama
Ijmak atau Ijma' (Arab:‫ )إجماع‬adalah kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu
hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis dalam suatu perkara yang
terjadi.
5

Umat Islam telah sepakat menjadikan hadists sebagai salah satu dasar hukum.
Penerimaan mereka terhadap hadist sama seperti penerimaan mereka terhadap Al-Qur’an.
Keduanya dijadikan sebagai sumber ajaran dan hukum dalam Islam.
Kesepakatan ulama dan umat Islam dalam memercayai, menerima, dan mengamalkan
segala ketentuan yang terkandung di dalam hadis, berlaku sepanjang zaman, tidak ada yang
mengingkarinya. Banyak di antara mereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi
kandungannya, akan tetapi juga menghafal, men-tadwin (menulis dan membukukakn hadis),
memelihara, dan menyebarluaskan kepada generasi-generasi selanjutnya.
Banyak peristiwa yang menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadis sebagai
sumber Hukum Islam, antara lain terdapat dalam beberapa peristiwa berikut :
a. Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah, ia pernah berkata, “Saya tidak meninggalkan
sedikitpun sesuatu yang diamalkan/dilaksanakan Rasulullah. Sesungguhnya saya takut
tersesat apabila meninggalkan perintahnya.”
b. Saat Umar berada di depan hajar aswad, ia berkata, “Saya tahu bahwa engkau adalah batu.
Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan menciummu.
c. Diceritakan dari Sa’id bin Musyabbab bahwa Utsman bin Affa berkata, “Saya duduk
sebagaimana duduknya Nabi Muhammad SAW, saya makan sebagaimana maknnya Nabi,
dan saya shalat sebagaimana shalatnya Nabi.
4. Adanya Kesesuaian dengan Pertimbangan Akal
Kerasulan Nabi Muhammad SAW telah dibenarkan dan diyakini umat Islam. Hal itu
menunjukkan adanya pengakuan bahwa Nabi Muhammad SAW membawa misi untuk
menegakkan amanat yang diberikan Allah SWT. Dari sisi akidah, Allah SWT menjadikan
kerasulan itu sebagai salah satu prinsip keimanan. Dengan demiikian, manifestasi dari
keimanan itu mengharuskan kita menaati dan mengamalkan segala peraturan/perundang-
undangan serta inisiatif beliau, baik yang beliau ciptakan atas bimbingan wahyu maupun
hasil ijtihadnya sendiri.
Di dalam mengemban misinya, kadang-kadang beliau hanya menyampaikan apa yang
diterima dari Allah SWT. Namun, tidak jarang beliau membawakan hasil ijtihad semata-mata
mengenai suatu masalah yang tidak ditunjuk wahyu. Hasil ijtihad beliau ini tetap berlaku
sampai ada nas yang menasakhnya. Berikut contoh ijtihad Rasulullah SAW :
1. Terdapat riwayat bahwa Nabi saw pernah menggunakan qiyas (analog) didalam ijtihadnya.
Didalam shahih Bukhori disebutkan bahwa seorang wanita dari Juhainah berkata kepada
beliau saw, ”Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk berhaji akan tetapi dia belum berhaji
hingga meninggalnya. Apakah aku berhaji baginya?’ Beliau saw menjawab,”Berhajilah
baginya. Bukankah seandainya ibumu memiliki utang maka engkau harus memabyarkannya?
Tunaikanlah sesungguhnya utang terhadap Allah lebih utama untuk ditunaikan.”
2. Didalam riwayat Muslim bahwa seorang laki-laki datang dari daerah Jaisyani—di Yaman
—lalu bertanya kepada Rasulullah saw tentang minuman yang mereka minum di negeri
mereka yang berasal dari jagung yang mereka namakan dengan “al Mizr”. Beliau saw
bertanya kepada oang itu,”Apakah minuman itu memabukkan?” orang itu menjawab,”Ya.”
Dan Nabi saw bersabda,”Setiap yang memabukkan adalah haram.”
6

Dari uraian di aras dapat diketahui bahwa hadis merupakan salah satu sumber hukum
dan sumber ajaran Islam yang menududuki urutan kedua setelah Al-Qur’an. Meski demikian,
hadis memunyai kekuatan hujjah (sisi argumentasi) tidak sama dengan Al-Qur’an. Hukum
yang ditimbulkan hadis masih bersifat zanni (belum tentu pasti), kecuali hadis yang
mutawattir, sedangkan hukum yang dikandung Al-Qur’an sudah bersifat qat’I (pasti).
2.2 Fungsi Hadis dalam Hubungannya dengan Al-Qur’an
Hadis memiliki fungsi diantaranya sebagai sumber kedua untuk menjelaskan (bayan)
keumuman isi Al-Qur’an yang merupakan pedoman hidup,sumber hukum,dan sumber ajaran
dalam Islam.Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat An-Nahl ayat 44 yang
berbunyi:

Allah SWT menurunkan Al-Quran agar manusia memahaminya untuk itu Rasulllulah
diutus guna menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka
melalui hadis-hadisnya.
Menurut Imam Malik ,paling sedikit terdapat empat macam fungsi hadis.Yaitu
sebagai bayan (penjelas),yaitu bayan at-taqrir,bayan at-tafsil,bayan al-ba’s,dan bayan at-
tasyri.Adapun menurut Imam Syafi’i menyebutkan ada lima macam fungsi hadis.Yaitu
sebagai bayan at-tafsil,bayan at-takhsis,bayan at-ta’yin,bayan at-tasyri,dan bayan an-naskah.
Dalam kitabnya ar-Risalah ,Imam Syafi’i menambahkan bayan al-isyarah sebagai
salah sayu fungsi tambahan.Sementara itu,Imam Ahmad ibn Hanbal menyebutkan empat
fungsi hadis,yaitu bayan at-takid,bayan at-tafsir,bayan at-tasyri,bayan at-takhsis.
Berikut ini akan dijelaskan secara singkat beberapa fungsi hadis :
1. Bayan at-taqrir
Bayan at-taqrir disebut juga dengan bayan at-takid atau bayan al-isbat.Bayan ini adalah
menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam Al-Qur’an.Fungsi hadis
dalam hal ini hanya memperkukuh kandungan Al-Qur’an.Contoh hadis yang diriwayatkan
Muslim,dari Ibnu Umar sebagai berikut. :

‫َفِإَذ ا َر َأْيُتْم اْلِهاَل َل َفُص وُم وا َو ِإَذ ا َر َأْيُتُم وُه َفَأْفِط ُر وا‬
“Apabila kalian melihat bulan,maka berpuasalah,dan jika kalian melihatnya untuk yang
kedua kalinya maka berbukalah. “(H.R.Muslim no. 1798)
7

Hadis tersebut datang men-taqrir/memperkuat hukum yang terkandung dalam penyataan


ayat berikut ini :

2. Bayan Al-Tafsir.
Yang dimaksud bayan al-Tafsir adalah hadist berfungsi untuk memberi penjelasan secara
rinci terhadap ayat-ayat Al-qur’an yang masih bersifat global (mujmal), memberikan
batasan(taqyid) ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan(takhsish) ayat-
ayat Al-qur’an yang bersifat umum. Di antara contoh tentang ayat Al qur’an yang masih
mujmal adalah perintah mengerjakan shalat, puasa, zakat, disyariatkannya jual beli, nikah,
qisas, dan hudud. Ayat Al-qur’an tentang masalah ini masih bersifat mujmal, baik mengenai
cara mengerjakan, seb-sebabnya, syarat-syaratnya atau halangan-halangannya. Oleh karena
itu, Rasulullah SAW. Melalui hadisnya menafsirkan dan menjelaskan masalah-masalah
tersebut. Macam – macamnya sebagai berikut :
a.) Menjelaskan secara terperinci keglobalan ayat Al-qur’an (tafsil al-mujmal):

‫َص ُّلوا َك َم ا َر َأْيُتُم وِني ُأَص ِّلي‬


“Shalatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat” (HR. Bukhari)

Hadist ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam Al-qur’an tidak
menjelaskan secara rinci tentang pendirikan shalat. Salah satu ayat yang memerintahkan
shalat adalah:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.”(Al-
Baqarah:43)
8

b.) Memberi batasan terhadap ayat Al-qur’an (taqyid al mutlaq):

‫َأَتى ِبَس ا ِرِق َفَقَطَع َيَد ُه ِم ْن ِم ْفَص ِل اْلَك ِّف‬


“Rasulullah SAW didatangi seseorang dengan membawa pencuri, maka beliau
memotong tangan pencuri dari pergelangan tangan.”
Hadist ini menberi batasan terhadap ayat:

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Maidah:38)
3) Mengkhususkan ( mentakhsiskan ) keumuman ayat Al-qur’an (takhsis al-am)

‫اَل ُنوَر ُث َم ا َتَر ْكَنا َص َد َقٌة‬

“Kami kelompok para nabi tidak meninggalkan harta waris, apa yang kami tinggalkan
adalah sebagai sedekah.” (H.R. Bukhari 4240-4241)
Hadis ini mengkhususkan Ayat:

“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.


Yaitu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan ……”
(QS. An-Nisa’: 11)
3. Bayan at-Tasyri
At-Tasyri’ berarti pembuatan, mewujudkan, atau menetapkan aturan atau hukum. Jadi
yang dimaksud dengan Bayan at-Tasyri’ adalah penjelasan hadis yang berupa mewujudkan,
mengadakan, atau menetapkan suatu hukum atau aturan syarak yang tidak didapati nasnya
dalam Al-Qur’an. Contohnya adalah sabda-sabda Nabi Muhammad yang ditujukan untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan para sahabat.

Hadis yang yang termasuk dalam kategori tersebut contohnya adalah hadis tentang
penetapan haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara. Hukum syuf’ah, hukum
9

merajam pezina wanita yang masih perawan, hukum haramnya memakan bianatang buas, dan
hukum hak waris bagi anak.

‫َأَّن َر ُس وَل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َنَهى َعْن ُك ِّل ِذ ي َناٍب ِم ْن الِّسَباِع‬
“Rasulullah melarang (memakan) dari setiap bintang buas yg bertaring.” [HR. Muslim
No.3575].
Nama lain Bayan at-Tasyri’ adalah bayan za’id ala al-Kitab al-Karim (tambahan
terhadap nas Al-Qur’an). Disebut begitu karena aturan pokoknya sebenarnya sudah ada
dalam Al-Qur’an dan peran Bayan at-Tasyri’ adalah sebagai penjelasnya. Jadi tidak ada
satupun hadis yang berdiri sendiri tanpa berdasar pada aturan pokok dalam Al-Qur’an.
Misalnya hadis tentang haramnya binatang buas dan keledai jinak yang ketentuan pokoknya
sudah ada pada surat Al-A’raf ayat 157.
Hadis yang termasuk Bayan at-Tasyri’ wajib hukumnya untuk diamalkan layaknya
mengamalkan hadis hadis yang lain. Menurut Ibnu al-Qayyim hadis tersebut wajib ditaati,
tidak boleh ditolak atau diingkari. Nabi Muhammad mengeluarkan hadis tersebut bukan
untuk mendahului Al-Qur’an, namun semata mata hanya untuk menjalankan perintah Allah
SWT.

BAB III
10

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hadis memiliki kedudukan yang tinggi dalam hokum Islam. Hadis menjadi sumber
hokum kedua dibawah Al-Qur’an. Hal tersebut berdasarkan berbagai argumentasi yang
berasal dari Al-Qur’an, hadis, maupun ijma’ ulama. Selain itu, juga dapat kita pikirkan
dengan pertimbangan akal karena adanya kesesuaian antara Al-Qur’an dan hadis. Oleh
karena itu, kita wajib meyakini akan kebenaran hadis. Jangan hanya mengambil hukum dari
Al-Qur’an saja, tetapi juga perlu meninjau hadis.
Selain memiliki kedudukan sebagai sumber hukum Islam di bawah Al-Qur’an, hadis
juga memiliki fungsi yang berhubungan dengan Al-Qur’an itu sendiri. Ayat-ayat Al-Qur’an
masih bersifat umum (global), untuk itu hadis berperan sebagai penjelas dari ayat-ayat Al-
Qur’an. Hadis dapat menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam Al-
Qur’an maupun memberikan penjelasan dalam bentuk rician terhadap ayat-ayat Al-Qur’an
yang masih bersifat global. Bahkan, hadis juga dapat mewujudkan, mengadakan, atau
menetapkan suatu hukum / aturan syara’ yang tidak didapati nashnya dalam Al-Qur’an. Oleh
sebab itu, sebagai umat Islam, kita perlu menjaga hadis supaya hadis tidak tercampur dengan
hadis-hadis palsu.

DAFTAR PUSTAKA
11

Fauziyah R.A., Lilis – Setyawan, Andi. 2017. Kebenaran Al-Qur’an dan Hadis untuk Kelas X
Madrasah Aliyah. Solo : Tiga Serangkai Pustaka Mandiri

https://darussalaf.or.id/tokoh-tokoh-ulama-ahli-hadis/

https://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/wahyu-dan-ijtihad-rasul-saw.htm#.XMaSfEgza01
12
13

13

Anda mungkin juga menyukai