Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah merupakan suatu hal yang telah terjadi di masa lalu yang
dijadikan sebagai batu pijakan dalam sebuah peradaban. Peradaban dalam
Islam, dapat ditelusuri dari sejarah kehidupan Rasulullah, para sahabat dan
sejarah kekhalifahan Islam sampai kehidupan umat Islam sekarang. Islam
yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad saw telah membawa bangsa Arab
yang semula terbelakang, bodoh, tidak terkenal, dan diabaikan oleh bangsa-
bangsa lain, menjadi bangsa yang maju.
Dalam peradaban umat Islam, Bani Abbasiyah merupakan salah satu
bukti sejarah peradaban umat Islam yang terjadi. Bani Abbasiyah merupakan
masa pemerintahan umat Islam yang memperoleh masa kejayaan yang
gemilang. Pada masa ini banyak kesuksesan yang diperoleh Bani Abbasiyah,
baik itu dibidang Ekonomi, Politik, dan Ilmu pengetahuan.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa masalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah?
2. Bagaimana kemajuan peradaban Islam pada masa pemerintahan Dinasti
Abbasiyah?
3. Apa saja faktor-faktor pendukung kemajuan masa pemerintahan Dinasti
Abbasiyah?
C. Tujuan Penulisan
Dari latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah.
2. Mengetahui kemajuan peradaban Islam pada masa pemerintahan Dinasti
Abbasiyah.
3. Mengetahui faktor-faktor pendukung kemajuan masa pemerintahan
Dinasti Abbasiyah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah


Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan
Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena pendiri dan
penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas, paman Nabi Muhammad SAW.
Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M, oleh Abul Abbas Ash-
Shafah.1
Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang
merupakan pusat kegiatan, antara satu dengan yang lain memiliki kedudukan
tersendiri dalam memainkan perannya untuk menegakkan kekuasaan keluarga
besar paman Rasulullah SAW, Abbas bin Abdul Muthalib. Dari nama Al-
Abbas paman Rasulullah inilah nama ini disandarkan pada tiga tempa pusat
kegiatan yaitu, Humaimah, Kufah, dan Khurasan.
Dengan organisasi yang bertingkat dan mekanisme pembagian tugas
di atas gerakan Abbasiyah memutuskan bahwa Khurasan dijadikan sebagai
pusat kegiatan gerakan Abbasiyah. Alasan pemilihan Khurasan selain karena
letak geografisnya yang jauh dari ibukota Dinasti Umayyah, Damaskus, juga
beberaoa faktor sosial yang menguntungkan yaitu masyarakat Khurasan yang
berkebangsaaan Arab mendukung gerakan ini. Sedangkan masyarakat
Khurasan non-Arab mempunyai kekecewaan-kekecewaan politik terhadap
Bani Umayyah karena kebijakan dalam hal pajak yang dianggap
memberatkan rakyat.2
Penguasa Umayyah di Kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah
ditaklukkan oleh Abbasiyah dan diusir ke Wasit. Abu Salamah selanjutnya
berkemah di Kufah yang telah ditaklukkan. Abdullah bin Ali, salah seorang
paman Abul abbas diperintahkan untuk mengejar khalifah Umayyah terakhir,
Marwan bin Muhammad bersama pasukannya yang melarikan diri. Khalifah
1
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: AMZAH, 2010), h. 138
2
Armany Lubis dkk, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN
Jakarta, 2005), h. 107

2
ini terus menerus melarikan diri hingga ke Fustat di Mesir dan akhirnya
terbunuh di Busir wilayah Al-Fayyum, tahun 132 H/750 M dengan demikian
maka tumbanglah kekuasaan dinasti Umayyah dan berdirilah Dinasti
Abbasiyah yang dipimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abul Abbas Ash-
Shafah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.3
Ditinjau dari proses pembentukannya, Dinasti Abbasiyah didirikan
atas dasar-dasar sebagai berikut.
1. Dasar kesatuan untuk menghadapi perpecahan yang timbuh dari
dinasti sebelumnya.
2. Dasar universal (bersifat universal), tidak terlandaskan atas kesukuan.
3. Dasar politik dan administrasi menyeluruh, tidak diangkat atas dasar
keningratan.
4. Dasar kesamaan hubungan dalam hukum bagi setiap masyarakat
Islam.
5. Pemerintahan bersifat Muslim moderat, ras Arab hanyalah dipandang
sebagai salah satu bagian saja di antara ras-ras lain.
6. Hak memerintarah sebagai ahli waris nabi masih tetap di tangan
mereka.4
Berikut adalah daftar nama-nama khalifah pemerintahan Abbasiyah.
1. Abu Abbas as-Saffah    132-137H/750-754M
2. Abu Ja’far al-Mansur    137-159H/754-775M
3. Abu Abdullah Muhammad al-Mahdi bin al-Manshur 159-169H/775-
785M
4. Abu Musa al-Hadi    169-170H/785-786M
5. Abu Ja’far Harun al-Rasyid    170-194H/786-809M
6. Abu Musa Muhammad al-Amin    194-198H/809-813M
7. Abu Ja’far Abdullah al-Ma’mun    198-218H/813-833M
8. Abu Ishak Muhammad al-Mu’tashim    218-227H/883-842M

3
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 140
4
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak
Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), h. 44

3
9. Abu Ja’far al-Watsiq    227-232H/842-847M
10. Abul Fadhl Ja’far al-Mutawakkil    232-247H/847-861M
11. Abu Ja’far Muhammad al-Muntasir    247-248H/861-862M
12. Abul-Abbas Ahmad al-Musta’in    248-252H/862-866M
13. Abu Abdullah Muhammad al-Mu’taz    252-256H/866-869M
14.  Abu Ishak Muhammad al-Muhtadi    256-257H/869-870M
15. Abul-Abbas Ahmad al-Mu’tamid    257-279H/870-892M
16. Abul-Abbas Ahmad al-Mu’tadid    279-290H/892-902M
17. Abu Muhammad Ali al-Muktafi    290-296H/902-908M
18. Abu-Fadhl Ja’far al-Muqtadir    296-320H/908-932M
19. Abu Mansur Muhammad al-Qohir    320-323H/932-934M
20. Abul-Abbas Ahmad ar-Radi    323-329H/934-940M
21. Abu Ishak Ibrahim al-Muttaqi    329-333H/940-944M
22. Abul-Qasum Abdulah al-Mustakfi    333-335H/944-946M
23. Abul-Qasim al-Mufadhdhal al-Muthi’    335-364H/946-974M
24. Abul-Fadhl Abdul Karim al-Tha’i    364-381H/974-991M
25. Abul-Abbas Ahmad al-Qadir    381-423H/991-1031M
26. Abu Ja’far Abdullah al-Qa’ima 423-468H/1031-1075M
27. Abul-Qasim Abdullah al-Muqtadi    468-487H/1075-1094M
28. Abul-Abbas Ahmad al-Mustazhir    487-512H/1094-1118M
29. Abu Mansur al-Fadhl al-Mustarshid    512-530/1118-1135
30. Abu Ja’far al-Mansur ar-Rasyid    530-531H/1135-1136M
31. Abu Abdullah Muhammad al-Muqtafi    531-555H/1136-1160M
32. Abul-Muzhaffar al-Mustanjid    555-566H/1160-1170M
33. Abu Muhammad al-Hasan al-Mustadhi’    566-576H/1170-1180M
34. Abul-Abbas Ahmad an-Nasir    576-622H/1180-1225M
35. Abu Nashr Muhammad az-Zahir    622-623H/1225-1226M
36. Abu Ja’far al-Mansur al-Mustansir    623-640H/1226-1242M
37. Abu Ahmad Abdullah al-Muta’shim    640-656H/1242-1258M

B. Kemajuan Peradaban Islam pada Masa Pemerintahan Dinasti Abbasiyah

4
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa
keemasan. Secara politis khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan
pusat kekuasaan politik sekaligus agama. Disisi lain kemakmuran masyarakat
mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan
bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam
Peradaban dan kebudayaan islam tumbuh dan berkembang bahkan
mencapai kejayaannya pada masa Abbasiyah. Hal tersebut dikarenakan
Dinasti Bani Abbasiyah pada periode ini lebih menekankan pembinaan
peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayayh. Di sini letak
perbedaan pokok antara Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah
Puncak kejayaan Dinasti Abbasiyah terjadi pada masa khalifah Harun
Ar-Rasyid (786-809 M) dan Anaknya Al-Makmum (813-833 M). Ketika Ar-
Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah,
keamanan terjamin walaupun ada juga pemberontakan, dan luas wilayahnya
mulai dari Afrika Utara hingga ke India.5
1. Lembaga dan Kegiatan Ilmu Pengetahuan
Kontribusi ilmu terlihat pada upaya Harun Al-Rasyid dan
puteranya Al-Makmun ketika mendirikan sebuah akademi pertama
dilengkapi pusat peneropong bintang, perpustakaan terbesar dan
dilengkapi pula dengan lembaga untuk penerjemahan.
Sebelum Dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan Dunia Islam selalu
bermuara pada masjid. Masjid dijadikan centre of education. Pada
Dinasti Abbasiyah inilah mulai adanya pengembangan keilmuan dan
teknologi diarahkan ke dalam ma’had. Lembaga ini kita kenal ada dua
tingkatan yaitu sebagai berikut.
a. Maktab/kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah
tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, menghitung, dan
menulis serta anak remaja belajar dasar-dasar ilmu agama.

5
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 144

5
b. Tingkat pedalaman, para pelajar yang ingin memperdalam
ilmunya, pergi ke luar daerah atau ke masjid-masjid bahkan ke
rumah-rumah gurunya.
c. Pada perkembangan selanjutnya mulailah dibuka madrasah-
madrasah yang dipelopori Nizhamul Muluk yang memerintah
pada tahun 456-486 H. lembaga inilah yang kemudian
berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah. Madrasah ini dapat
ditemukan di Bagdad, Balkan, Naishabur, Hara, Ishafan, Basrah,
Mausil dan kota-kota lainnya. Madrasah yang didirikan ini mulai
dari tingkat rendah, menengah, serta meliputi segala bidang ilmu
pengetahuan.6
2. Corak Gerakan Keilmuan
Gerakan keilmuan pada Dinasti Abbasiyah lebih bersifat spesifik. Kajian
keilmuan yang kemanfaatannya bersifat keduniaan bertumpu pada ilmu
kedokteran. Disamping kajian yang bersifat pada Al-Quran dan Al-
Hadis; sedang astronomi, mantik dan sastra baru dikembangkan dengan
penerjemahan dari Yunani.7
3. Kemajuan dalam Bidang Agama
Pada masa Dinasti Abbasiyah, ilmu dan metode tafsir mulai
berkembang, terutama dua metode penafsiran, yaitu tafsir bi al-ma’tsur
dan tafsir bi al-ra’yi. Dalam bidang hadis, pada zamannya hanya
bersifat penyempurnaan, pembukuan dari catatan dan hafalan para
sahabat. Pada zaman ini juga mulai diklafikasikan secara sistematis dan
kronologis. Pengklafikasian itu secara ketat dikualifikasikan sehingga
kita kenal dengan klasifikasi hadis shahih, dhaif dan maudhu. Bahkan
dikemukakan pula kritik sanad dan matan, sehingga terlihat jarah dan
takdil rawi yang meriwayatkan hadis tersebut. 8 Diantara para ahli tafsir

6
A. Hasymy, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 212
7
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak
Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, h. 51
8
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak
Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, h. 51

6
pada masa dinasti Abbasiyah adalah Ibnu Jarir Ath-Thabari, Ibnu
Athiyah Al-Andalusi, dan Ibnu Muslim Muhammad bin Bahar Isfahani
Dalam bidang fiqhi, pada masa ini lahir fuqaha legendaris yang
kita kenal, seperti imam Hanifah (700-767 M), Imam Malik (735-795
M), Imam Syafei (767-820 M) dan Imam Ahmad Ibnu Hambal (780-855
M). Sedangkan dalam bidang hadis, pada masa ini lahir ahli hadis
seperti Imam Bukhari (194-256 H), karyanya Shahih Al-Bukhari. Imam
Muslim (w. 261 H), karyanya Shahih Muslim. Ibnu Majah, karyanya
Sunan Ibnu Majah. Abu Dawud, karyanya sunan Abu Dawud. Imam
An-Nasai, karyanya sunan An-Nasai dan Imam Baihaqi.9
4. Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Sains dan Teknologi
Kemajuan ilmu teknologi (sains) sesungguhnya telah direkayasa
oleh ilmuan Muslim. Kemajuan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Astronomi, ilmu ini melalui karya India Shindind diterjemahkan
oleh Muhammad ibnu Ibrahim Al-Farazi (777 M). Ia adalah
astronom Muslim pertama yang membuatastrolabe, yaitu alat
untuk mengukur ketinggian bintang. Di samping itu, masih ada
ilmuan-ilmuan Islam lainnya, seperti Ali ibnu Isa Al-Asturlabi, Al-
Farghani, Al-Battani, Umar Al-Khayyam dan Al-Tusi.10
2. Kedokteran, ilmu kedokteran pada masa daulah Abbasiyah
berkembang pesat. Rumah-rumah sakit besar dan sekolah
kedokteran banyak didirikan. Pada masa ini dokter yang pertama
yang terkenal adalah Ali ibnu Rabban Al-Tabari. Pada tahun 850
ia mengarang buku Firdaus al-Hikmah. Tokoh lainnya adalah Al-
Razi, Al-Tuqrai, dan Ibnu Sina.
3. Sejarah dan Geografi. Pada masa Abbasiyah sejarawan ternama
abad ke 3 H adalah Ahmad bin Al-Yakubi, Abu Jafar Muhammad
bin Al- Tabari. Dalam bidang geografi umat Islam sangat maju,
karena sejak semula bangsa Arab merupakan bangsa pedagang
9
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 148
10
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak
Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, h. 52

7
yang biasanya menempuh jarak jauh untuk berniaga. Di antara
wilayah pengembaraan umat Islam adalah umat Islam
mengembara ke Cina dan Indonesia pada masa-masa awal
kemunculan Islam. Di antara tokoh ahli geografi yang terkenal
adalah Abu Hasan Al-Mas’udi (w.345 H/956 M), seorang
penjelajah yang mengadakan perjalanan sampai Persia, India,
Srilanka, Cina, dan penulis buku Muruj Az-Zahab wa Ma’adin Al-
jawahir.11
4. Ilmu Kimia, bapak kimia Islam adalah Jabir ibnu Hayyan (721-
815 M). Sebenarnya banyak ahli kimia Islam ternama lainnya
seperti Al-Razi, Al-Tuqrai yang hidup pada abad ke 12 M.
5. Farmasi, diantara ahli farmasi pada masa Dinasti Abbasiyah
adalah Ibnu Baithar, karyanya yang terkenal adalah Al-Mughini
(berisi tentang obat-obatan), Jami Al-Mufradat Al-Adawiyah
(berisi tentang obat-obatan dan makanan bergizi).12
6. Matematika, terjemahan dari buku-buku asing ke dalam bahasa
Arab menghasilkan karya dalam bidang matematika. Di antara ahli
matematika Islam yang terkenal adalah Al-Khawarizmi. Al-
Khawarizmi adalah pengarang kitab Al-Jabar wal Muqabalah
(ilmu hitung), dan penemu angka nol. Sedangkan angka lain: 1, 2,
3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0 disebut angka Arab karena diambil dari Arab.
Sebelum dikenal angka Romawi I, II, III, IV, V dan seterusnya.
Tokoh lain adalah Abu Al-Wafa Muhammad bin Muhammad bin
Ismail bin Abbas (940-998) terkenal sebagai ahli matematika.13
7. Sastra, dalam bidang sastra, Baghdad merupakan kota pusat
seniman dan sastrawan. Para tokoh sastra antara lain; Abu Nuwas,
salah seorang penyair terkenal dengan karya cerita humornya. An-
Nasyasi, penulis buku Alfu Lailah wa Lailah yang merupaka buku

11
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 151
12
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 151
13
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 151

8
cerita sastra Seribu Satu Malam yang sangat terkenal dan
diterjemahkan ke dalam hampir seluruh dunia.14
8.
C. Faktor-faktor Pendukung Kemajuan Dinasti Abbasiyah
Lembaga pendidikan pada masa Dinasti Abbasiyah mengalami
perkembangan dan kemajuan pesat. Hal ini sangat ditentukan oleh
perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa adminitrasi yang sudah
berlaku sejak masah Bumi Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu
pengetahuan. Disamping itu, kemajuan tersebut paling tidak, juga ditentukan
oleh dua hal yaitu sebagai berikut.
1. Terjadinya asimilasi antara bahasa Arab dengan bangsa-bangsa yang
lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu
pengetahuan. Pada masa Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak
yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai
guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan
dalam Islam. Pengaruh Persia, sebagaimana sudah disebutkan sangat
kuat di bidang pemerintahan. Disamping itu, bangsa Persia banyak
berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra.
2. Gerakan penerjemahan berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada
masa khalifah Al-Manshur hingga Harun Ar-Rasyid. Pada fase ini
banyak di terjemahkan adalah karya karya dalam bidang astronomi dan
mantiq. Fase kedua berlangsung masa Khalifah Al-Makmum hingga
tahun 300 H. buku buku yang di terjemahkan dalam bidang filsafat, dan
kedokteran pada fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H terutama
setelah adanya pembuatan kertas. Selanjutnya bidang bidang ilmu yang
diterjemahkan semakin meluas.15

Dengan gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan dalam


bidang ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Akan

14
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 152
15
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 146

9
tetapi, secara garis besar ada dua faktor penyebab tumbuh dan kejayaan Bani
Abbasiyah yaitu sebagai berikut.16
1. Faktor internal: faktor yang berasal dari dalam ajaran Islam yang
mampu memberikan motivasi bagi para pemeluk untuk
mengembangkan peradabannya.
2. Faktor eksternal, ada 4 pengaruh, yaitu: semangat Islam,
perkembangan organisasi Negara, perkembangan ilmu pengetahuan,
dan perluasan daerah Islam.

D. Penyebab Kehancuran Dinasti Abbasiyah


Penyebab kehancuran Dinasti Abbasiyah terbagi dua yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internalnya yaitu banyak peristiwa
penaklukan terdahulu hanya tinggal nama. Kemungkinan terjadinya
desentralisasi dan pembagian kekuasaan di daerah-daerah selalu mengiringi
setiap penaklukan yang dilakukan tergesan-gesa dan tidak usai. Metode
administrasi yang diterapkannya pun tidak kondusif bagi penciptaan stabilitas
negara.17 Seiring lintasan zaman, darah penakluk telah bercampur dengan
darah taklukan, diserta hilangnya kualitas dan posisi dominan yang mereka
miliki. Perlahan-lahan imperium mereka dikuasai ole bangsa yang dulu
mereka taklukan. Standar kehidupan mewah yang menonjolkan minuman
keras dan nyanyian, merupakan faktor lain yang melemahkan vitalitas
keluarga dan tentu saja menghasilkan keturunan-keturunan yang lemah yang
terus memegang tahta. Posisi mereka semakin lemah karena muculnya
berbagai pertikaian yang tak berkesudahan, dan persaingan untuk menjadi
pewaris tahta yang tidak pernah bisa dipastikan. Selain itu, faktor ekonomi
tidak bisa diabaikan. Pembebanan pajak dan pengaturan wilayah-wilayah
provinsi demi keuntungan kelas penguasa telah menghancurkan bidang
pertanian dan industri. Kehancuran ekonomi nasional tentu saja berakibat

16
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam (Semarang: PT. Thoha Putra, 2003), h. 56
17
Philip K. Hitti, History of The Arabs (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,
2006), h. 617

10
langsung pada turunnya tingkat intelektualitas masyarakat dan mengekang
tumbuhnya pemikiran kreatif.
Sedangkan faktor eksternalnya yaitu adanya serbuan kaum Barbar
(dalam kasus ini, Mongol atau Tartar). Pada 1253, Hulagu, cucu Jengis Khan
bergerak dari Mongol memimpin pasukan berkekuatan besar untuk membasmi
kelompok pembuh dan menyerang kekhalifaan Abbasiyah.18
Di dalam referensi lain menyebutkan bahwa adapun beberapa faktor
yang menjadi penyebab kehancuran Dinasti Abbasiyah adalah; Pertama,
masuknya dominasi kekuatan luar ke dalam pusat pemerintahan Baghdad,
sehingga menjadikan khalifah sebagai boneka. Dalam arti, secara de jure,
khalifah yang berkuasa atas seluruh Dinasti Abbas, tetapi de facto,
pemerintahan dikuasai oleh kekuatan lain. Seperti diketahui bahwa sejak awal
khalifah Bani Abbas memasukkan unsur-unsur luar non-Arab, baik personil
maupun kebudayaannya, seperti unsur Persia maupun unsur Turki. Lambat
maun unsur-unsur tersebut ikut mewarnai jalannya pemerintahan hingga pada
perkembangan selanjutnya, militer dan penjaga dikuasai oleh orang-orang
Turki.19
Kedua, pada periode kedua (950-1050 M), banyak wilayah-wilayah
yang dipimpin oleh gubernur melepaskan diri dari pusat Baghdad, kemudian
mereka mendirikan dinasti-dinasti kecil secara mandiri.
Ketiga, kesulitan ekonomi. Sumber penghasilan Bani Abbas antara
lain adalah pajak dari wilayah dan pertanian. Sehubungan dengan ini,
banyaknya wilayah yang melepaskan diri sangat mempengaruhi jumlah
wilayah pembayar pajak. Maka untuk meningkatkan pembayaran, pemerintah
memaksimalkan peran militer untuk menekan dan mengambil pembayaran
pajak, tetapi cara ini membutuhkan pula biaya yang besar. Pendapatan Bani
Abbas menurun karena para petugas pajak memonopoli pajak, disamping
pertanian terganggu karena irigasi tertimbun oleh lumpur dan sungai

18
Philip K. Hitti, History of The Arabs, h. 619
19
Moh. Nurhakim, Sejarah dan Peradaban Islam (Malang: UMM Pres, 2003), h.
71

11
Nahwaram mengalami kerusakan besar akibat perang, dan tidak segera
diperbaiki salurannya.20
Keempat, ketidak jelasan sistem pergantian khalifah. Dinasti ini tidak
mempunyai ketentuan mengenahi mekanisme penggantian khalifah. Hal ini
membuat orang-orang Turki pengawal khaifah leluasa untuk mengangkat
siapa saja yang dia kehendaki di antara keluarga dinasti sebagai khalifah. Dan
kelima, munculnya gerakan-gerakan pemberontakan. Pada masa Al-Muhtadi
timbul pemberontakan kaum Zanj di bawah pimpinan Ali bin Muhammad. Di
Irak terdapat gerakan Syi’ah, Qaramithah yang dipimpin oleh Hamdan Qarmat
yang memulai operasinya pada 874 M.21
Menurut W. Montgomery Watt, bahwa beberapa faktor yang
menyebabkan kemunduran pada masa daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai
berikut.
1. Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyah, sementara komunikasi
pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat
saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan
sangat rendah.
2. Dengan profesionalisme angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah
kepada mereka sangat tinggi.
3. Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk
tentara bayaran sangat besar. Pada saat kekuatan militer menurun,
khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Bagdad.

20
Moh. Nurhakim, Sejarah dan Peradaban Islam, h. 72
21
Moh. Nurhakim, Sejarah dan Peradaban Islam, h. 73

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan materi yang dijelaskan sebelumnya, maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1. Daulah Bani Abbasiyah diambil dari nama Al-Abbas bin Abdul Mutholib,
paman Nabi Muhammad SAW. Pendirinya ialah Abdullah As-Saffah bin
Ali bin Abdullah bin Al-Abbas, atau lebih dikenal dengan sebutan Abul
Abbas As-Saffah. Daulah Bani Abbasiyah berdiri antara tahun 132 – 656
H / 750 – 1258 M.
2. Adapun kemajuan peradaban Islam pada masa Bani Abbasiyah dapat
dilihat dari beberapa hal yaitu munculnya lembaga dan kegiatan ilmu
pengetahuan, corak gerakan keilmuan, kemajuan dalam bidang agama,
kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, sains dan teknologi, serta
perkembangan politik, ekonomi dan administrasi.
3. Faktor pendukung kemajuan peradaban Islam pada masa Bani Abbasiyah
adalah terjadinya asimilasi antara bahasa Arab dengan bangsa-bangsa yang
lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.
Serta adanya gerakan penerjemahan berlangsung dalam tiga fase: Pada
masa khalifah Al-Manshur hingga Harun Ar-Rasyid, masa Khalifah Al-
Makmum hingga tahun 300 H, pada fase ketiga berlangsung setelah tahun
300 H
4. Pada pemerintahan Bani Abbasiyah terjadi disentegrasi politik muncul
dalam bentuk pemisahan diri dari pemerintah pusat dan memproklamirkan
diri sebagai khalifah sendiri.
5. Adapun yang menjadi faktor penyebab kehancuran Dinasti Abbasiyah
dapat dilihat dari beberapa pendapat para ahli. Salah satunya adalah
menurut Badri Yatim yaitu persaingan antar bangsa, kemerosotan
ekonomi, serangan bangsa mongol, konflik keagamaan dan perang salib.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ali, K. 1997. Sejarah Islam Dari Awal Hingga Runtuhnya Dinasti Usmai (Tarikh
Modern). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hasymy, A. 1993. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Hitti, Philip K. 2006. History of The Arabs. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

Lubis, Armany, dkk.2005. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Pusat Studi Wanita
UIN Jakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai