NIM : 203106707003
KATA PENGANTAR
IBNU KHALDUN menuturkan sekelumit kehidupannya dalam kitab Al
'Ibar wa Diwanul Mubtada' wa Al-Khabar. "Aku bermukim di benteng Ibnu
Salamah selama empat tahun dalam kondisi tak terlalu sibuk. Di sinilah aku
menulis buku ini. Selama di sana pula, aku terinspirasi menyempurnakan
mukaddimahnya. Dari situlah mengalir kata-kata indah dan makna-makna yang
terdapat dalam pikiran hingga terkumpullah hasil dan manfaatnya."
Kitab Muqaddimah lbnu Khaldun mengundang banyak diskursus, sebab
isinya di kemudian hari menjadi teori-teori baru dalam bidang ilmu sejarah dan
sosial. Padahal sebenarnya ia adalah pengantar kitab Al-Ibar yang justru kurang
mendapatkan perhatian dan penelitian sebagaimana dilakukan terhadap kitab
Muqaddimah.
Di dalam kitab Muqaddimah ini, lbnu Khaldun telah menyingkap berbagai
hukum tentang perjalanan dan perkembangan sejarah masyarakat. Di situ ia
menyajikan berbagai contoh tentang bangkitnya suatu bangsa berikut alasan-
alasannya, menjelaskan sebab-sebab runtuhnya bangsa dan peradabannya.
Selain itu, ia juga memberikan contoh-contoh kesewenangan dan kezaliman
politik, ekonomi, dan sosial, selain juga contoh-contoh kemewahan, kesombongan
dan kondisi-kondisi sosial yang mengantarkan pada kehancuran.
Ibnu Khaldun sangat lihai dalam membaca pergerakan fenomena alam dan
sosial, menafsirkannya, dan menyebutkan kesimpulan-kesimpulannya sesuai
dengan sistem dan hukum sosial yang ia dapatkan dari penelitian terhadap
karakter-karakter keraja n dan faktor-faktor penopangnya, selain prinsip-prinsip
dan kenyataan-kenyataan yang dialaminya. Ia mengembalikan kepada psikologi
individu untuk unsur kemanusiaan yang terjadi antara generasi terdahulu (salaf)
dan generasi mutakhir (khalaf). Ia memotret bangsa dari sudut kebudayaan dan
peradaban yang berbeda beda dengan meninjau jauh-dekatnya dengan hakikat
agama dan kondisi idealis yang sempurna yang sepatutnya tampak dalam
masyarakat yang terbentuk dengan agama ini.
Menurut Ibnu Khaldun, urusan politik, pembangunan, keahlian dan ilmu
pengetahuan mempunyai keterkaitan erat dengan agama.
Abdurrahman bin Khaldun (732-808 H./1332-1406 M.) hidup dalam
kondisi politik dan kesukuan yang rumit. Masa itu, ia berpindah-pindah antara
Maroko, Andalusia (kini bernama Spanyol}, dan Mesir tempat ia wafat. Ia adalah
sosok agung yang muncul ketika dunia Islam terpecah belah menjadi negeri-
negeri kecil.
Dalam sejarah; keluarga lbnu Khaldun terlibat dalam pusaran konflik.
Sosok Ibnu Khaldun siap memainkan peran dalam mengurai konflik konflik
tersebut.
lbnu Khaldun tumbuh dan berkembang sebagai orang yang mencintai
ilmu. Pertama-tama, ia menghapal Al-Qur'an lewat bimbingan ayahnya sendiri.
Lalu ia mempelajari ilmu hadits, ilmu fikih, ushul, bahasa, sastra, sejarah, selain
mempelajari filsafat dan ilmu manthiq (logika).
lbnu Khaldun sering berkunjung ke negeri Maroko dan Andalusia. Ia
menetap di Tilmisan dan mulai menyusun karya tentang sejarah di sana. Setelah
itu, ia kembali ke Tunisia. Dari sana, ia hijrah ke Mesir dan bertemu dengan
penguasanya, yakni Barquq. Dari perjumpaan itu, ia diamanahi jabatan hakim di
Mesir. Ia sering dipecat dari jabatannya lalu mengembannya kembali selama
enam kali. Selama bermukim di Mesir, ia sering menempuh perjalanan. Pada
tahun 789 H. ia bertandang ke Hijaz, lalu pada tahun 803 H. ia berkunjung ke
Damaskus dalam rangka menemani sang sultan yang pergi bersama pasukannya
untuk menemui penguasa Mongol, Timurlank.
PENDAHULUAN
Seorang hamba yang sangat membutuhkan rahmat Allah Yang Maha kaya
Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun Al-Hadhrami, semoga Allah
memberikannya taufiq mengatakan, Segala puji bagi Allah. Segala kemulian dan
kebesaran hanyalah milik-Nya. Segala kekuasaan dan kerajaan di tangan-Nya. Dia
memiliki sifat-sifat dan nama-nama yang indah. Dia Maha Mengetahui, maka
tidak samar bagi-Nya apa yang ditampakkan oleh pembicaraan dan apa yang
tersimpan dalam diam. Dia Maha kuasa, maka tidak ada sesuatu apapun di langit
dan di bumi yang mampu melemahkan-Nya. Dia telah menciptakan kita dari
tanah, menjadikan kita sebagai pemakmur bumi dalam berbagai generasi dan
bangsa, dan memudahkan rezeki-rezeki kita darinya.
Tali persaudaraan dan rumah-rumah melindungi kita, rezeki dan bahan
makanan menjamin kita, hari-hari dan waktu-waktu memusnahkan kita, dan ajal
yang telah ditetapkan terus mengejar kita. Dialah yang kekal, yang hidup dan
yang tidak akan mati.
Semoga shalawat dan salam terlimpah kepada junjungan dan pemimpin
kita Muhammad _., sang Nabi yang ummi, berbangsa Arab, yang telah disebutkan
sifat-sifatnya dalam kitab Taurat dan lnjil. Alam dunia menanti-nanti kelahirannya
sebelum hari Sabtu dan Ahad saling berganti dan bintang Zuhal (saturnus)
berjauhan dengan ikan paus.
Shalawat dan salam semoga tercurah juga kepada keluarga dan para
sahabatnya yang dari kebersamaan mereka dengan beliau mereka memperoleh
pengaruh yang banyak dan kemenangan yang besar dalam membela beliau serta
mengakibatkan musuh-musuh mereka tercerai-berai.
Sernoga Allah rnencurahkan shalawat dan salarn yang rnelirnpah kepada
beliau dan kepada rnereka selarna tali Islam senantiasa tersarnbung dan tali kafir
senantiasa terputus
ILMU SEJARAH
Ilmu sejarah merupakan bagian dari berbagai cabang ilmu yang dipelajari
oleh bangsa-bangsa dan generasi-generasi umat manusia. Ilmu sejarah senantiasa
menarik minat banyak orang. Orang-orang biasa dan
orang-orang yang tidak pintar juga ingin mengetahuinya. Para raja dan
penguasa berlomba-lomba mempelajarinya. Dalam memahaminya secara
lahiriyah, sama antara orang-orang pintar dan orang-orang bodoh. Hal itu karena
dilihat dari segi lahiriyah, sejarah tidak lebih dari berita tentang peristiwa-
peristiwa masa lalu.
Dalam sejarah tentang abad-abad lalu terdapat beragam pendapat,
perumpamaan, dan pertemuan yang diadakan, khususnya di saat perjamuan.
Selain itu, sejarah membuat kita memahami bagaimana kondisi-kondisi manusia
mengalami perubahan, kerajaan-kerajaan mengalami perluasan kawasan,
bagaimana manusia-manusia memakmurkan dunia hingga membuat mereka
meninggalkan tempat tinggal dan tibalah sang waktu menjumpai masa mereka.
Secara hakikat, sejarah mengandung pemikiran, penelitian, dan alasan-
alasan detil tentang perwujudan masyarakat dan dasar-dasarnya, sekaligus ilmu
yang mendalam tentang karakter berbagai peristiwa. Karena itu, sejarah adalah
ilmu yang orisinil tentang hikmah dan layak untuk dihitung sebagai bagian dari
ilmu-ilmu yang mengandung kebijaksanaan atau filsafat.
Para sejarawan Muslim terkemuka telah mencatat sejarah-sejarah masa
lalu secara menyeluruh. Namun, kerja keras mereka itu oleh orang-orang yang
kerdil dicampuradukkan dengan kebatilan-kebatilan dan riwayat-riwayat yang
lemah hingga diikuti oleh orang-orang yang datang kemudian. Kita lantas
mendengar sejarah tersebut dalam versinya yang tak lagi orisinil. Mereka pun
tidak memerhatikan sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa dan tidak membuang
kisah-kisah yang remeh atau lemah.
MUQADDIMAH
ETAHUILAH, ilmu sejarah merupakan ilmu yang mulia madzhabnya,
besar manfaatnya, dan bertujuan agung. Ilmu sejarah menyebabkan
kita dapat mengetahui perilaku dan akhlak umat-umat terdahulu, jejak-
jejak para-Nabi, para raja dengan kerajaan dan politik mereka sehingga dapat
dijadikan pelajaran oleh orang-orang yang mengambil pelajaran, baik dalam
urusan dunia maupun urusan agama.
Ilmu sejarah membutuhkan banyak rujukan, bermacam-macam
pengetahuan, dan penalaran sekaligus ketelitian yang mengantarkan kepada
kebenaran serta menyelamatkan dari kesalahan-kesalahan. Hal itu karena sejarah,
jika hanya didasarkan pada penukilan tanpa menilik kepada prinsip-prinsip adat,
kaidah-kaidah politik, tabiat peradaban, kondisi-kondisisosial masyarakat, serta
yang gaib, lalu tidak dianalogikan kepada yang dapat disaksikan; masa kini hadir
tidak dianalogikan dengan masa lalu, maka sejarah seperti itu tidak aman dari
kekeliruan dan penyimpangan dari kebenaran.
Seringkali para sejarawan, mufassir (ahli tafsir), dan para ulama riwayat
keliru dalam menulis riwayat dan mengisahkan peristiwa-peristiwa. Sebab,
mereka hanya menukil begitu saja, tanpa memilah mana yang benar dan yang
tidak, tidak menilainya dengan kaidah-kaidah, tidak menganalogikan ya dengan
peristiwa-peristiwa yang serupa, tidak menimbangnya dengan timbangan hikmah,
karakter alam, dan tidak menggunakan nalar dan wawasan yang tajam. Akibatnya
mereka menyimpang dari jalan yang benar dan tersesat di padang sahara
pemahaman yang keliru. Apalagi dalam menghitung jumlah kekayaan dan
pasukan ketika mengulas tentang sebuah peristiwa atau sejarah. Topik seperti ini
rentan menjadi sasaran kedustaan. Dalam kondisi seperti ini, harus dikembalikan
lagi kepada prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah yang dapat dijadikan patokan.
Contoh tentang hal ini adalah apa yang telah di nukil oleh Al-Mas'udi dan
para penulis sejarah lainnya tentang pasukan Bani Israel. Al-Mas'udi
menyebutkan bahwa Nabi Musa I menghitung jumlah mereka di Tih setelah
memperbolehkan orang yang mampu berperang harus yang sudah berumur dua
puluh tahun atau lebih. Total jumlah mereka mencapai 600 ribu atau lebih. Di sini
Al-Mas'udi lupa tentang kapasitas Mesir dan Syam untuk mendatangkan pasukan
sebanyak itu. Sebab, setiap kerajaan memiliki kawasan cukup untuk jumlah
pasukan tertentu, agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sebagaimana
didukung oleh kebiasaan dan fakta-fakta yang sudah dikenal.
PASAL
Kekeliruan yang lebih fatal daripada yang telah saya sebutkan tersebut
adalah yang sering dinukil oleh para mufasir ketika menafsirkan ayat berikut:
"Apakah Anda tidak memerhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat
terhadap kaum Ad?, (yaitu) penduduk !ram yang mempunyai bangunan-
bangunan yang tinggi." (Al-Fajr: 6-7)
Mereka menafsirkan kata Iram sebagai nama sebuah kota yang sifatnya
memiliki tiang-tiang. Mereka menceritakan, Ad bin Ush bin Iram mempunyai dua
anak yang masing-masing bernama Syadid dan Syaddad. Keduanya menjadi raja
setelahnya. Lalu Syadid meninggal sehingga kekuasaan hanya berada di tangan
Syaddad. Raja-raja kecil juga tunduk kepadanya.
Suatu ketika, ia mendengar cerita tentang surga. Lalu ia bertekad,
"Sungguh, aku akan membangun sepertinya!" Maka ia pun membangun kota Iram
di padang sahara Aden selama tiga ratus tahun. Umurnya sendiri mencapai
sembilan ratus tahun. Kota yang ia bangun ini sangat besar. Istana-istananya
terbuat dari emas dan tiang-tiangnya terbuat dari Zabarjat dan Yaqut. Di dalamnya
terdapat berbagai macam jenis tanaman dan sungai-sungai yang mengalir.
Setelah pembangunannya selesai, ia pindah ke kota tersebut bersama
keluarga kerajaan. Ketika perjalanannya menuju kota Iram kurang sehari semalam
lagi, Allah mengirim suara yang mengguntur dari langit hingga membinasakan
mereka secara keseluruhan.
Kisah tersebut disebutkan oleh Ath-Thabari, Ats-Tsa'alibi, Az
Zamakhsyari dan para mufasir (ahli tafsir) lainnya. Mereka mengisahkan bahwa
suatu saat Abdullah bin Qilabah keluar mencari untanya. Tiba tiba ia sampai di
kota tersebut. Ia lantas membawa harta yang sanggup ia bawa dari kota itu. Berita
tentang hal ini pun sampai kepada Muawiyah. Karena itu, ia diminta untuk
menghadap kepadanya dan bercerita tentang kisahnya. Muawiyah lantas mencari
Ka'ab Al-Ahbar dan menanyainya tentang hal itu. Ka'ab Al-Ahbar menjawab,
"Tempat tersebut adalah kota
Iram yang memiliki tiang-tiang. Kota ini akan dimasuki oleh salah
seorang muslim yang berkulit kuning kemerahan, pendek perawakannya, di
alisnya dan di lehernya terdapat tahi lalat. Ia pergi untuk mencari untanya."
Kemudian Ka'ab Al-Ahbar menoleh dan ia melihat lbnu Qilabah, lalu berkata,
"Demi Allah, inilah orangnya!"
Kota tersebut tidak pernah disebutkan berita mulai saat itu di mana mana.
Padang sahara Aden yang mereka sangka bahwa di situ kota Iram dibangun,
berada di tengah negeri Yaman. Sementara peradaban Yaman terus berkembang
dari masa ke masa. Para penunjuk jalan pun sering mengisahkan jalan-jalan
Yaman dari segala arah. Walaupun demikian, tidak terdapat berita tentang kota
Iram tersebut dan tidak ada pakar sejarah manapun yang pernah menyebutkannya.
Seandainya mereka mengatakan bahwa kota tersebut telah lenyap bekas-
bekasnya, maka hal itu masih bisa diterima. Namun mereka mengatakan secara
jelas bahwa kota tersebut masih ada. Sebagian mereka mengatakan bahwa kota
tersebut adalah kota Damaskus berdasarkan pertimbangan bahwa kaum Ad pernah
menguasainya.