Anda di halaman 1dari 14

REVIEW BAHAN AJAR

AL-QUR’AN HADIST MA KELAS X TAHUN 2020

Dosen pengampu:

Afrizal El Adzim Syahputra, Lc. MA

Disusun Oleh Kelompok 12:

M. Jaya Kusuma Kaffi (126201212202)

Indra Jaya Wardana (1262012133302)

Lailia Lutfiaturrohmah (126201213222)


Bella Aprilia (126201213239)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG


9 Desember 2023
 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an Hadis adalah salah satu dari mata pelajaran pendidikan
agama Islam, yang keberadaannya sangat penting bagi kemajuan pendidikan
Islam di Indonesia khususnya. Al-Qur’an dan Hadis adalah dua pedoman
yang ditinggalkan Rasulullah SAW untuk umat manusia di dunia.
Al-Qur’an amat dicintai oleh kaum muslimin, karena fashahah serta
balaqhahnya dan sebagai sumber petunjuk kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat. Hal ini terbukti dengan perhatian yang amat besar terhadap
pemeliharaannya semenjak turunnya di masa Rasulullah SAW sampai
tersusunnya mushhaf sampai akhir zaman.
Dalam pendidikan agama Islam diajar kan mata pelajaran Al Qur'an
dan Hadits, Al-Qur'an dan Hadits merupakan bagian penting dalam Islam,
karena Al- Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT kepada
nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi umat islam untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat. Sedangkan Hadist adalah tuntunan dari segala
perbuatan dan perkataan nabi Muhammad SAW yang selanjutnya menjadi
pedoman bagi umat Islam seluruh dunia. Sehubungan dengan hal tersebut
materi Al Qur'an dan hadits kelas VII ini sangat baik diberikan kepada siswa
kelas X
B. IdentitasBuku:

1. Judulbuku : Al- Qur’an Hadist Madrasah


Aliyah Kelas X
2. IBSN 978-623-6678-43-7 ( jilidlengkap ) , 978-623-6687-44-4 ( jilid 1 )
3. KontributorNaskah : Syaifullah Amin, H. Ahmad
Fawaid
4. Penelaah :
5. PenyeliaPenerbitan : Direktorat KSKK Madrasah,
DirektoratJedralPendiidkan Agama Islam, Kementrian Agama RI
6. Cetakan :1
7. TahunTerbit : 2020
 ISI KANDUNGAN

a) Al-Qur’an dan Hadist

1. Pengertian Al-Qur’an Dan hadist

Pengertian Al-Qur’an Para ulama ahli al-Qur’an memiliki beberapa definisi


dan pemahaman tentang al-Qur’an, baik dari segi etimologi maupun
terminologi. Beberapa pendapat tentang nama Al-Qur’an secara kebahasaan
antara lain adalah:

Menurut al-Lihyany (w.215) Qur’an adalah bentuk kata benda/inti (masdar)


dari kata kerja yang artinya membaca. Dari kata ini al-Qur’an bisa diartikan
sebagai bacaan atau sesuatu yang dibaca.

Menurut al-Asy’ari (w. 324 H) Kata Qur’an berasal dari menggabungkan


sesuatu dengan yang lain. Kata ini lalu dijadikan sebagai nama kumpulan
wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. pendapat ini juga
didasarkan pada kenyataan bahwa surat-surat, ayat-ayat dan huruf-huruf al-
Qur’an saling beriringan dan saling digabungkan.

Menurut al-Farra’ (w. 207 H) Asal kata al-Qur’an adalah lafadz yang
merupakan bentuk jama’ yang berarti petunjuk atau indikator.

Menurut az-Zujaj (w.331 H) Kata al-Qur’an berasal dari kata yang


mengikuti susunan pola (wazan) yang artinya (kumpulan). Argumen
pendapat ini adalah karena al-Qur’an terdiri dari kumpulan surat-surat dan
ayat-ayat yang memuat kisah-kisah,

Menurut Asy-Syafi’i (w. 204 H) Imam Syafi’i berpendapat bahwa kata al-
Qur’an adalah isim alam (nama) asli. Al-Qur’an menurut imam Syafi’i
tidaklah berasal dari kata apa pun. Al-Qur’an memang sejak awal
digunakan sebagai nama Kitab suci yang diturunkan Allah SWT kepada
Nabi Muhammad SAW.

Hadis biasa juga dimaknai dengan Sunnah. Hadis adalah segala sesuatu
yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw., baik berupa perkataan,
perbuatan, takrir, sifat-sifat, keadaan dan himmahnya. Takrir adalah
perbuatan atau keadaan sahabat yang diketahui Rasulullah dan beliau
mendiamkannya atau mengisyaratkan sesuatu yang menunjukkan
perkenannya atau beliau tidak menunjukkan pengingkarannya.
2. Keistimewaan Al-Qur'an antara lain:

a. Al-Quran memuat ringkasan dari ajaran-ajaran ketuhanan yang pernah


dimuat kitab- kitab suci sebelumnya.
b. Al-Qur'an memuat kalam-kalam Allah yang dijadikan pedoman hidup
manusia sepanjang masa sehingga al-Qur'an memang dikehendaki Allah
untuk kekal.
c. Al-Qur'an adalah sumber ilmu pengetahuan. Sehingga seluruh fenomena
yang terjadi dialam semesta yang merupakan ciptaan Allah juga tidak
akan pernah kontradiktif dengan apa yang Dia ciptakan.
d. Al-Quran diturunkan oleh Allah Swt. dengan suatu gaya bahasa yang
istimewa, mudah, tidak sukar bagi siapa pun untuk memahaminya dan
tidak sukar pula mengamalkannya, asal disertai dengan keikhlasan hati
dan kemauan yang kuat.

3. Hadis Sumber Ajaran Islam (BAB VII)


MEMAHAMI SEJARAH PERKEMBANGAN HADIS
Sejarah penulisan hadis merupakan masa atau periode yang telah dilalui
oleh hadis dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan,
dan pengamalan umat dari generasi ke generasi. Dengan memerhatikan
masa yang telah dilalui hadis sejak masa timbulnya/lahirnya di zaman Nabi
saw.. meneliti dan membina hadis, serta segala hal yang memengaruhi hadis
tersebut, para ulama ahli hadis (muh}addis|i>n) membagi sejarah hadis
dalam beberapa periode.
Adapun para ulama penulis sejarah hadis berbeda-beda dalam membagi
periode sejarah hadis. Ada yang membagi dalam tiga periode, lima periode,
dan tujuh periode. M. Hasbi Asy-Shidieqy membagi perkembangan hadis
menjadi tujuh periode, sejak periode Nabi saw.. hingga sekarang, yaitu
sebagai berikut:
1. Periode Pertama: Perkembangan Hadis pada Masa Rasulullah saw.
Periode ini disebut ‘`As}r al-Wah}yiwaat-Takwin (masa turunnya
wahyu dan pembentukan masyarakat Islam). Pada periode inilah,
hadis lahir berupa sabda (aqwa>l), perbuatan (af’a>l), dan takrir
Nabi yang berfungsi menerangkan aI-Qur’an untuk menegakkan
syariat Islam dan membentuk masyarakat Islam.
2. Periode Kedua: Perkembangan Hadis pada Masa al-Khulafa’ Ar-
Rasyidin (11 H-40 H)
Periode ini disebut ‘As}r at-Tas|abbutwaal-Iqla>l min al-Riwa>yah
(masa membatasi dan menyedikitkan riwayat). Nabi saw. Wafat
pada tahun 11 H. Kepada umatnya, beliau meninggalkan dua
pegangan sebagai dasar bagi pedoman hidup, yaitu al-Qur’an dan
hadis (as-Sunnah yang harus dipegangi dalam seluruh aspek
kehidupan umat).
3. Periode Ketiga: Perkembangan pada Masa Sahabat Kecil dan Tabiin
Periode ini disebut ‘As}r Intisya>r al-Riwa>yahila>al-Amslaar’
(masa berkembang dan meluasnya periwayatan hadis). Pada masa
ini, daerah Islam sudah meluas, yakni ke negeri Syam, Irak, Mesir,
Samarkand, bahkan pada tahun 93 H, meluas sampai ke Spanyol.
Hal ini bersamaan dengan berangkatnya para sahabat ke daerah-
daerah tersebut, terutama dalam rangka tugas memangku jabatan
pemerintahan dan penyebaran ilmu hadis.
4. Periode Keempat: Perkembangan Hadis pada Abad II dan III Hijriah
Periode ini disebut As}r al-Kita>bah waal-Tadwi>n (masa penulisan
dan pembukuan). Maksudnya, penulisan dan pembukuan secara
resmi, yakni yang diselenggarakan oleh atau atas inisiatif
pemerintah. Adapun kalau secara perseorangan, sebelum abad II H
hadis sudah banyak ditulis, baik pada masa tabiin, sahabat kecil,
sahabat besar, bahkan masa Nabi saw. Meskipun dengan kondisi
seadanya.
5. Periode Kelima: Masa Mentashihkan Hadis dan Penyusunan Kaidah-
Kaidahnya
Abad ketiga Hijriah merupakan puncak usaha pembukuan hadis.
Sesudah kitab-kitab Ibnu Juraij, kitab Muwat}t}a’ al-Malik tersebar
dalam masyarakat dan disambut dengan gembira, kemauan
menghafal hadis, mengumpul, dan membukukannya semakin
meningkat dan mulailah ahli-ahli ilmu berpindah dari suatu tempat
ke tempat lain dari sebuah negeri ke negeri lain untuk mencari hadis.
6. Periode Keenam: Dari Abad IV hingga Tahun 656 H.
Periode keenam ini dimulai dari abad IV hingga tahun 656 H, yaitu
pada masa `Abasiyyah angkatan kedua. Periode ini dinamakan ‘As}r
at-Tahzi>b waat-Tarti>biwaal-Istidra>qiwaal-ja>mi’.
7. Periode Ketujuh (656 H-Sekarang)
Periode ini adalah masa sesudah meninggalnya Khalifah Abasiyyah
ke XVII al-Mu’tas}im (w. 656 H.) sampai sekarang. Periode ini
dinamakan ‘Ahdu As-Syarh}i waal-Ja>mi’ waat-Takhri>ji>waal-
Bah}s|i, yaitu masa pensyarahan, penghimpunan, pentakhrijan dan
pembahasan.
8. Fase Pengumpulan dan Penulisan Hadis

MENGANALISIS UNSUR-UNSUR HADIS (BAB IX)


Secara bahasa, sanad berasal dari kata (sanada)yang berarti (penggabungan
sesuatu ke sesuatu yang lain). Di dalam susunan sanad terdapat banyak nama
yang tergabung dalam satu rentetan jalan.
Sanad bisa juga berarti (pegangan/tempat bersandar, tempat berpegang, yang
dipercaya atau yang sah). Sanad diartikan sebagai sandaran karena sanad
hadis merupakan sesuatu yang menjadi sandaran dan pegangan.

Contohnya pada kitab Sahih Bukhari sebagai berikut :


Para ahli hadis memberi penilaian terhadap sahih atau tidaknya dapat
berdasarkan pada sanad tersebut. Jika terdapat salah satu sanad yang kurang
memenuhi syarat maka dapat mengurangi atau bahkan dapat meragukan
kesahihan hadis.
Berikut adalah contoh sanad lainnya :

‫َقاَل َح َّد َثَنا ُس ْفَياُن َقاَل َح َّد َثَنا َيْح َيى ْبُن َسِع يٍد اَأْلْنَص اِرُّي َقاَل َأْخ َبَر ِني ُم َح َّم ُد ْبُن ِإْبَر اِهيَم الَّتْيِم ُّي َأَّن ُه َس ِمَع‬
‫َع ْلَقَم َة ْبَن َو َّقاٍص الَّلْيِثَّي َيُقوُل َسِم ْعُت ُع َم َر ْبَن اْلَخ َّطاِب َرِض َي ُهَّللا َع ْنُه َع َلى اْلِم ْنَبِر َقاَل َس ِم ْعُت َر ُس وَل‬
‫ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َيُقوُل‬
Al-Humaidi ibnal-Zubair telah menceritakan kepada kami seraya berkata
Sufyan telah mmenceritakan kepada kami seraya berkata Yahya ibnSa’idal-
Ansari telah menceritakan kepada kami seraya berkata Muhammad ibn
Ibrahim al-Taimi telah memberitakan kepada saya bahwa dia mendengar
‘AlqamahibnWaqqasal-Laisi berkata ‚saya mendengar Umar ibnal-Khattabra
berkata di atas mimbar ‚Saya mendengar Rasulullah saw. Bersabda

Matan
Matan, berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari huruf Matan memiliki
makna ma>s} alubawairtafa’a min al-ard}i (tanah yang meninggi) atau
punggung jalan atau bagian tanah yang keras dan menonjol ke atas,. Secara
terminologis, istilah matan dalam ilmu hadis adalah redaksi sabda Nabi
Muhammad saw. Atau isi dari hadis tersebut.

Matan hadis terdiri dari dua elemen yaitu teks atau lafal dan makna (konsep),
sehingga unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh suatu matan hadis yang sahih
yaitu terhindar dari syadz dan ’illat, contohnya:

‫إَّنَم ا األعَم ال بالِّنَّياِت وِإَّنما ِلُك ِّل امريٍء ما َن َو ى َفَم ْن َك اَنْت ِهْج َر ُت ُه إلى ِهللا وَر ُس وِلِه فِهْج َر ُت ُه إلى ِهللا‬
‫وَرُسْو ِلِه وَم ْن َك اَنْت ِهْج َر ُتُه ِلُد ْنَيا ُيِصْيُبها أو امرأٍة َيْنِكُح َها فِه ْج َر ُتُه إلى ما َهاَج َر إليِه‬

Artinya: Amal-amal perbuatan itu hanya tergantung niatnya dan setiap orang
akan mendapatkan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrah karena
untuk mendapatkan dunia atau karena perempuan yang akan dinikahinya
maka hijrahnya (akan mendapatkan) sesuai dengan tujuan hijrahnya…‛

Rawi Kata rawi berarti orang yang meriwayatkan atau yang memberitakan
suatu hadis. Orang-orang yang menerima hadis kemudian mengumpulkanya
dalam suatu kitab tadwin disebut dengan rawi. Perawi dapat disebutkan
dengan mudawwin (orang yang mengumpulkan). Sedangkan orang-orang
yang menerima hadis dan hanya meyampaikan kepada orang lain, tanpa
membukukannya disebut sanad hadis. Setiap sanad adalah perawi pada setiap
tabaqah (levelnya), tetapi tidak setiap perawi disebut sanad hadis karena ada
perawi yang langsung membukukanya.
Pada silsilah sanad, yang disebut sanad pertama adalah orang yang langsung
meyampaikan hadis tersebut kepada penerimanya. Sedangkan pada rawi yang
disebut rawi pertama ialah para sahabat Rasulullah saw.. Dengan demikian
penyebutan silsilah antara kedua istilah ini (sanad dan rawi) berlaku
kebalikannya. Artinya rawi pertama sanad terakhir dan sanad pertama adalah
rawi terakhir.

Contoh
Agar menjadi jelas apa yang dimaksudkan sebagai sanad, matan dan rawi,
perhatikan contoh di bawah ini.
Contoh sanad:

Contoh matan

Contoh Rowi:
Yang disebut rawi atau mukharrij adalah orang yang mengeluarkan hadis atau
membukukan hadis.

HADIS SAHIH SEBAGAI DASAR HUKUM (BAB XI)


Selain bertopang pada al-Quran, hukum yang ditetapkan dalam agama Islam
haruslah berlandaskan hadis sahih, bukan hadis daif. Allah swt. Telah
mengistimewakan agama ini dengan adanya sanad (jalur periwayatan) hadis.
Sanad merupakan penopang agama. Oleh karena itu, hadis sahih wajib
diamalkan. Hadis hasan hanya digunakan untuk fad}a>ilal-a’ma>l (motivasi
amal ibadah). Sedangkan hadis yang sampai pada tingkatan maud}u>’ sama
sekali tidak boleh digunakan. Adapun bila tidak sampai maud}u>, maka
masih boleh digunakan, tetapi bukan untuk menentukan hukum.
Abdullah bin Ahmad bin Hanbalrahimahullah berkata,
Artinya: Saya bertanya kepada ayahku (Imam Ahmad) mengenai seorang
yang memiliki berbagai kitab yang memuat sabda Nabi saw., perkataan para
sahabat, dan tabiin. Namun, dia tidak mampu untuk mengetahui hadis yang
lemah, tidak pula mampu membedakan sanad hadis yang sahih dengan sanad
yang lemah. Apakah dia boleh mengamalkan dan memilih hadis dalam kitab-
kitab tersebut semaunya, dan berfatwa dengannya? Ayahku menjawab, ‚Dia
tidak boleh mengamalkannya sampai dia bertanya hadis mana saja yang boleh
diamalkan dari kitab-kitab tersebut, sehingga dia beramal dengan landasan
yang tepat, dan (hendaknya) dia bertanya kepada ulama mengenai hal
tersebut.‚

PEMBAGIAN HADIS BERDASAR KUANTITAS

Adapun berdasarkan jumlah kuantitas atau berdasarkan jumlah perawinya,


hadis terbagi menjadi dua bagian. Pertama, hadis mutawatir, yaitu hadis yang
diriwayatkan oleh sejumlah orang yang banyak. Kedua hadis ahad, yang
diriwayatkan oleh orang yang banyak, tapi tidak sampai sejumlah hadis
mutawatir.
Hadis ahad itu bukanlah hadis palsu atau hadis bohong, namun hadis yang
sahih pun bisa termasuk hadis ahad juga, yang tidak sampai derajat
mutawatir. Hadis ahad tidak ditempatkan secara berlawanan dengan hadis
sahih, melainkan ditempatkan berlawanan dengan hadis mutawatir.

PEMBAGIAN HADIS BERDASARKAN KUALITAS


Berdasarkan kualitasnya, hadis dapat dibagi menjadi tiga, yakni hadis sahih,
hadis hasan dan hadis daif.
1. Hadis Sahih Secara etimologi, kata sahih (Arab: ‫ )حيحص‬artinya: sehat. Kata
ini merupakan antonim dari kata saqi>m (Arab: ‫ )ميقس‬yang artinya: sakit. Bila
digunakan untuk menyifati badan, maka makna yang digunakan adalah
makna hakiki (yang sebenarnya), tetapi bila diungkapkan di dalam hadis dan
pengertian-pengertian lainnya, maka maknanya hanya bersifat kiasan
(maja>z).
Artinya : Hadis yang bersambung sanadnya (jalur periwayatan) melalui
penyampaian para perawi yang adil, dabit, dari perawi ya’g semisalnya
sampai akhir jalur periwayatan, tanpa ada syuzu>z, dan juga tanpa ‘illat.
Ber’sambung sanadnya berarti masing-masing perawi mengambil hadis dari
perawi di atasnya secara langsung, dari awal periwayatan hingga ujung
(akhir) periwayatan.

2. Hadis Hasan Hadis hasan adalah hadis yang sanadnya tersambung, dengan
perantara perawi yang adil, yang sedikit lemah hafalannya, tidak ada syadz
(berbeda dengan hadis yang lebih sahih) dan ‘illat (penyakit). Kata al-h}asan
secara bahasa merupakan sifat musya>bahah dari kata al-h}usna yang berarti
al-jama>l, yang baik/bagus.

Sementara hadis ini dinilai hasan karena empat perawinya s|iqah (terpercaya)
kecuali Ja’far bin Sulaiman al-D}a’i yang kekuatan hafalannya sedikit lemah
sehingga hadis ini dari sahih turun derajatnya menjadi hasan.

3. Hadis Daif

Daif secara bahasa adalah kebalikan dari kuat yaitu lemah, sedangkan secara
istilah yaitu Apa yang sifat dari hadis hasan tidak tercangkup (terpenuhi)
dengan cara hilangnya satu syarat dari syarat-syarat hadis hasan.‛ Dengan
demikian, jika hilang salah satu kriteria saja, maka hadis itu menjadi tidak
sahih atau tidak hasan. Lebih-lebih jika yang hilang itu sampai dua atau tiga
syarat maka hadis tersebut dapat dinyatakan sebagai hadis daif yang sangat
lemah. Karena kualitasnya daif, maka sebagian ulama tidak menjadikannya
sebagai dasar hukum.

PERILAKU YANG BERPEGANG TEGUH PADA HADIS SAHIH


Sebagai seorang Muslim yang berpegang teguh kepada hadis sahih, kita
hendaknya tidak menggampangkan persoalan-persoalan yang sudah
termaktub di dalam hadis-hadis sahih baik berupa perintah maupun larangan.
Perintah-perintah yang termaktub di dalam hadis sahih antara lain adalah
perintah untuk mengimani rukun iman. Kita tidak boleh sekehendaknya
menambah atau mengurangi rukun iman yang sesuai ajaran.
4. Fungsi Al-Qur'an dan Hadits

Fungsi Hadis terhadap Al-Qur`an

Al-Qur’an dan hadis Rasulullah adalah dasar dari pengetahuan Islam.


Sunah Rasulullah yang diberitakan dan diinformasikan melalui hadis tentu
memiliki fungsi terhadap pemahaman dan penafsiran al-Qur’an. Fungsi hadis
terhadap al-Quran tentusajasangatdipengaruhidarikevali danhadistersebut. Hadis
berfungsi memperjelas pesan-pesan al-Quran secara lebih lengkap dan juga dalam
mencapai tujuan penciptaan manusia dan menjabarkan hukum-hukum dan ajaran
Islam. Manafsirkan dan memfungsikan hadis tidak bisa sembarangan, dan
harusdilakukan oleh orang yang benar-benarahli dan memiliki ilmu pengetahuan
terkait tentangnya. Untuk itu, berikut adalah penjelasan mengenai fungsi hadis
terhadap al-Qur’an.

1. Bayan at-Taqrir

Bayan at-taqrir adalah menetapkan juga memperkuat dari apa yang sudah
diterangkan dalam al-Quran. Di sini hadis berfungsi untuk membuatkan
dungan al-Qur’an semakin kokoh dengan adanya penjelasan hadis tersebut.
2. Bayan at-Tafsir
Fungsi hadis sebagai bayan at-tafsir berarti memberikan tafsiran
(perincian) terhadap isi al-Qur’an yang masih bersifat umum (mujmal) serta
memberikan batasan-batasan (persyaratan) pada ayat-ayat yang bersifat
mutlak (taqyid). Mungkin di dalam al-Qur’an masih bersifat umum,
sedangkan dalam hadis diperinci dan didetailkan serta mentekniskan apa yang
tidak dijelaskan dalam al-Qur’an. Misalnya Allah memerintahkan orang
beriman untuk melaksanakan salat.

3. Bayan at-Tasyri’
Hadis sebagai bay>n at-tasyri’ ialah sebagai pemberi kepastian hokum
atau ajaran-ajaran Islam yang tidak dijelaskan dalam al-Qur’an. Biasanya al-
Qur’an hanya menerangkan pokok-pokoknya saja.

4. Bayan an-Nasakh
Secaraetimologi, an-nasakh memiliki banyak arti di antaranya at-tagyir
(mengubah), al-ibt}al (membatalkan), at-tah}wil (memindahkan), atauizalah
(menghilangkan). Para ulama mendefinisikan bayan an-nasakh sebagai
ketentuan yang dating kemudian dapat menghapuskan ketentuan yang
terdahulu, sebab ketentuan yang baru dianggap lebih cocok dengan
lingkungannya dan lebih luas
Kelebihan Buku Siswa Al-Quran Dan Hadist Kelas VII

1. Buku ini mampu memberikan teori dan gambaran-gambaran berbagai


kebijakan-kebijakan pedoman hidup umat islam dimasa lalu yang
seharusnya ada sebuah perubahan dan memang harus lebih di optimalkan,
karena semua itu demi kemajuan dunia pendidikan dan perkembangan
akhlak.
2. Buku ini mampu menjawab dan memberikan solusi atas permasalahan
dunia pendidikan yang tengah labil dan kurang diperhatikan. Sehingga
setelah membaca buku ini diharapkan guru dan peserta didik ataupun
khalayak umum berbenah diri sebelum membenahi permasalahan-
permasalahan yang ada, khususnya pendidikan dengan tetap berlandaskan
pedoman agama islam.
3. Buku ini mampu memberi referensi untuk setiap kebijakan dalam aspek
pembaruan pendidikan sehingga mampu diapresiasi dan dilaksanakan
dengan jelas. Jelas di sini maksudnya dalam upaya meningkatkan
karakteristik agama islam sendiri, keteguhan iman, ke istiqomahan dalam
beribadah, dalam pembangunan pendidikan melalui pembaruan sistem
manajemen pendidikan.
4. Buku ini mampu memberitahu kita bahwa kebijakan pendidikan dapat
dijadikan instrument untuk melakukan perubahan, penyesuaian dan
inovasi-inovasi ke arah yang lebih memberikan manfaat nyata.

 Kekurangan Buku Siswa Al-Quran Dan Hadist MA Kelas X

1. Buku ini memiliki sumber rujukan yang kurang bervariatif.

2. Dalam hal teori memang buku ini cukup baik,namun dalam penggambaran
kurang, hal tersebut dikarenakan tidak adanya contoh-contoh yang riil,
yang mampu menggugah para pelaksana pendidikan untuk
menerapkannya.
PENUTUP

Materi atau bahan pelajaran menempati posisi yang sangat penting dari
sederet komponen pembelajaran. Bahan pembelajaran adalah isi yang
diberikan kepada siswa yang berlangsung dalam proses belajar mengajar
untuk mengantarkan kepada tujuan pengajaran sesuai dengan kurikulum.
Dengan perkataan lain, tujuan dibentuk dan dipengaruhi oleh bahan
pelajaran. Review buku ajar dilakukan berdasarkan standar penilaian umum
dan khusus, dan berdasarkan standar silabus buku ajar Al-qur’an dan hadist
tingkat menengah pertama pada jurusan Pendidikan Agama Islam.
Hasil review bahwa buku ajar Al-qur’an Hadist kelas X MA yang ditulis
oleh Syaifullah Amin , dan diterbitakan oleh Direktorat KSKK Madrasah
Direktorat JedralPendiidkan Agama Islam, Kementrian Agama RI, ini
dipandang dari konteks kurikulum dan peraturan pemerintah cukup
sinergik, tetapi tidak seluruhnya sesuai perlu penyempurnaan pada beberapa
bagian, penggunaaan metode yang efektif dalam mengimplementasikan
buku ajar baik secara eksplisit maupun inplisit tidak dituangkan pada setiap
materi, dan dari konteks sosial dan global baik secara substansi materi ajar,
proses yang berkelanjutan, metode, dan penilaian bahan ajar belum
mengusahakan pada pembentukan karakter dan budaya bangsa.

Anda mungkin juga menyukai