ULUMUL HADIST
Untuk Memenuhi Tugas Ulumul Hadist Mengenai hadist dan hubunganya dengan
Al-Quran
DISUSUN OLEH :
2020
1
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul....................................................................................................................
Kata Pengantar...................................................................................................................i
Daftar Isi...........................................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan
A. Latar belakang........................................................................................................iii
B. Rumusan masalah...................................................................................................iv
C. Tujuan masalah.......................................................................................................iv
Bab II Pembahasan
A. Kesimpulan............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT yang menjadi
teladan bagi umat dan rahmat bagi seluruh umat dan rahmat bagi seluruh
alam, dalam sejarah perannya bukan hanya sebagai Rosululloh, beliau juga
pemimpin masyarakat, hakim, panglima perang, bahkan kepada negara,
dan sisi lain beliau adalah seorang suami dan juga ayah.
Kehidupan Nabi Muhammad SAW terbatas ruang, waktu, dan
tempat dan tidak semua orang menemuinya. Karena itu peran para sahabat
dan tabi’in, dalam memberitakan semua yang berasal dari Rosululloh, baik
ucapan, perbuatan, taqrir, sifat dan keinginannya, sangat berarti untuk
menjadi pedoman bagi hidup manusia.
Pada dasarnya Alqur’an sebagai mukjizat Nabi Muhammad SAW
adalah kitab yang sempurna. Namun, ada ayat-ayat tertentu yang harus
dijelaskan secar rinci baik makna, hukum yang terkandung di dalam, atau
cara melakukannya. Dan inilah peran yang diambil Rosul melalui sunah-
sunahnya.
Hadits memiliki peranan penting sebagai salah satu sumber hukum
islam, adapun fungsinya untuk memperkuat isi kandungan Alqur’an yang
memrlukan perincian atau penjelasan lebih lanjut, untuk membatasai
keumuman Alqur’an sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian tertentu,
dan untuk menerapkan hokum yang tidak diterapkan dalam Alqur’an.
Semua fungsi di atas menempatkan kedudukan hadits sebagai sumber
hukum islam, karena itulah tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk
meninggalkan salah satunya atau atau hanya mengamalkan satu saja dari
kedua sumber hukum tersebut.
Dalam makalah ini secara garis besar permasalahan yang dibahas
adalah kedudukan hadits terhadap Alqur’an, fungsi hadits terhadap
Alqur’an.
4
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Alqur’an dan Hadits?
2. Apa dasar-dasar keterkaitan kehujahan Hadits?
3. Apa fungsi Hadits terhadap Alqur’an?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Alqur’an dan Hadits.
2. Untuk mengetahui dasar-dasar keterkaitan kehujahan Hadits.
3. Untuk mengetahui fungsi Hadits terhadap Alqur’an.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
yang lainnya adalah “segala sesuatu yang bersumber dari Nabi baik
perkataan, perbuatan dan ketetapannya.
Adapun menurut muhadditsin, hadits adalah segala apa yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik itu hadits marfu’ (yang
disandarkan kepada Nabi), hadits mauquf (yang disandar kepada sahabat)
ataupun hadits maqthu’ (yang disandar kepada tabi’in).1
1
Totok jumantoro, Kamus Ilmu Hadis (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2002), cet II, h. 69
7
c) Latar Belakang Yang Mendasari Kehujjahan Hadis
Secara normatif, kehujjahan hadis telah ditunjukkan oleh Allah SWT
di dalam al-Qur’an. Dalam al-Qur’an banyak ayat-ayat yang
menyuruh ummat Islam untuk taat kepada Rasulullah saw. Secara
historis, ummat Islam sejak abad pertama sampai pertengahan abad
kedua hijriyyah memandang hadis Nabi sebagai suatu dasar hukum
dan menempatkannya pada posisi setelah al-Qur’an. Namun dalam
penjabarannya, mendudukkan hadis pada posisi tersebut
tidaklah semulus yang semestinya. Sejarah Islam mencatat, keraguan
akan otentisitas hadis dan fungsi hadis pernah dipertanyakan dalam
wacana pemikiran ulama di pertengahan abad ke-2,
munculsekelompok orang yang secara terang-terangan tidak mau
menerima hadis sebagai hujjah dalam menetapkan hukum. Dan
Imam Syafi’i-lah yang mengambil peran penting dalam konteks ini,
sehingga ia dijuluki sebagai Nāshir al-Hadits.
Dengan melontarkan konsep sunnah yang baru yaitu sunnah hanya
berarti sunnah Nabi dengan tradisi verbal (hadis) sebagai satu-
satunya transmisi bagi sunnah Nabi, dimaksudkan untuk menekan
berkembangnya pemikiran bebas (ra’yu) yang tidak terkendali dan
mengeliminir munculnya praktek-praktek lokal.
8
mengidentifikasi otentisitas sebuah hadis, dan dapat dijadikan
sebagai dasar hukum, Imam Syafi’i merumuskan kualifikasi
tentang kesahihan hadis:
Apa yang dirumuskan oleh Imam Syafi’i ini merupakan hal baru
jika dibandingkan dengan para pendahulunya. Bahkan beliau disebut-sebut
sebagai orang pertama yang merumuskan kriteria kesahihan hadis dengan
sistematika yang jelas dan beliau juga orang pertama yang merumuskan
konsep bagi pengukuhan hadis Nabi sebagi sumber otoritatif ajaran Islam.
Karena upayanya inilah beliau dijuluki sebagai Si pembela hadis (Nāshir
al-Hadits2
9
Sudah kita ketahui bahwa hadits mempunyai kedudukan yang sangat
penting dalam ajara islam. Ia menemp[ati posisi kedua setelah Alqur’an.
Alqur’an sebagai sumber ajaran pertama memuat ajaran-ajaran yng
bersifat umum atau global, yang perlu dijelaskan lebih lanjut dan
terperinci. Disinilah, hadits menduduki atau menempati fungsinya sebagai
sumber ajaran kedua. Ia menjadi mubayyin atau penjelas isi Alqur’an. Hal
ini sesui firman Allah pada surah An-Nahl 16;44
ٱْلَب ِّي َٰن ِت َو ٱلُّز ُبِر ۗ َو َأنَز ْلَنٓا ِإَلْيَك ٱلِّذْك َر ِلُتَبِّيَن ِللَّناِس َم ا ُنِّز َل ِإَلْيِه ْم َو َلَع َّلُهْم َيَتَفَّك ُرو
Artinya : “ keterangan-keterangan (Mukjizat) dan kitab-kitab. Dan
kami turunkan kepada Al- Qur’an, agar kamu menerangkan
kepada umat manusia apa yang telah di turunkan kepada mereka
dan supaua mereka memikirkan”
10
Sebagi hadits tersebut, Rosul memberikan contoh tata cara shalat
yang sempurna. Bukan hanya itu, beliau melengkapi dengan bernagai
kegiatan yang dapat menambah pahala ibadah shalat.
Contoh lain, Allah SWT.memerintahkan kepada umat islam untuk
berzakat maka hadits menerangakannya dengan sangat detail.
Nabi SAW bersabda tentang zakat emas dan perak:
“Berikanlah dua setengah persen dari harta-hartamu.”
َو اْلُم َطَّلَقاُت َيَتَر َّبْص َن ِبَأْنُفِس ِهَّن َثاَل َثَة ُقُروٍء ۚ َو اَل َيِح ُّل َلُهَّن َأْن َيْك ُتْم َن َم ا َخ َل َق
ُهَّللا ِفي َأْر َح اِم ِهَّن ِإْن ُك َّن ُيْؤ ِم َّن ِباِهَّلل َو اْلَيْو ِم اآْل ِخ ِر ۚ َو ُبُع وَلُتُهَّن َأَح ُّق ِب َر ِّد ِهَّن
َٰذ
ِفي ِلَك ِإْن َأَر اُد وا ِإْص اَل ًحاۚ َو َلُهَّن ِم ْثُل اَّل ِذ ي َع َلْيِهَّن ِب اْلَم ْعُروِف ۚ َو ِللِّر َج اِل
َع َلْيِهَّن َد َر َج ٌةۗ َو ُهَّللا َع ِز يٌز َحِكيٌم
Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri
(menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang
diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan
hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti
itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita
11
mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan
daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Talak budak dua kali dan iddahnya dua haid (H.R, Ibnu Majah) .
Sehingga arti kata quru’ dalam ayat Q.S Al baqoroh ayat 228
berarti suci dari haid .
Telah dihalalkan bagi kamu dua macam bangkai dan dua (macam)
darah. Adapun dua bangkai adalah bangkai ikan dan belalang, sedangkan
dua darah adalah hati dan limpa.
Hadis ini men-taqyid ayat Alqur’an yang mengharamkan semua
bangkai dan darah, sebagaimana firman Allah SWT,dalam Q.S. Al-Maidah
5:3 sebagai berikut,
12
Allah mensyariatkan bagimu (pembagian pusaka untuk) anak-
anakmu . yaitu bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua anak
perempuan.(QS An Nisa 4 :11)
ُيوِص يُك ُم ُهَّللا ِفي َأْو اَل ِد ُك ْم ۖ ِللَّذ َك ِر ِم ْثُل َح ِّظ اُأْلْنَثَيْيِن
b. Bayan At Taqrir
Bayan at taqrir sering juga disebut dengan bayan at ta’kid dan
bayan al itsbat adalah hadist yang berfungsi untuk memeperkokoh dan
memperkuat pernyataan al quran. Dalam hal ini, hadist hanya berfungsi
untuk memperkokoh isi kandungan al quran. Contoh bayan at taqrir adalah
hadist nabi saw. yang memperkuat firman Allah QS. Al Baqarah 2 : 185
yaitu
Artinya :”Karena itu, barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu
bulan hendaklah ia berpuasa… QS Al Baqarah 2 :185.
Ayat diatas di taqrir oleh hadist nabi saw. yaitu
Apabila kalian melihat (ruk’yat) bulan berpuasalah, begitu pula
apabila melihat (ru’yat) bulan itu, berbukalah HR. Muslim dari Ibnu
Umar.
َي ا َأُّيَه ا اَّل ِذ يَن آَم ُن وا ِإَذ ا ُقْم ُتْم ِإَلى الَّص اَل ِة َفاْغ ِس ُلوا ُو ُج وَهُك ْم َو َأْي ِدَيُك ْم ِإَلى
اْلَم َر اِفِق َو اْمَس ُحوا ِبُر ُء وِس ُك ْم َو َأْر ُج َلُك ْم ِإَلى اْلَك ْع َبْيِن
13
Ayat al quran diatas di taqrir oleh hadist nabi saw. yakni
Rasulullah saw. bersabda “ tidak diterima salat seorang yang
berhadas sebelum ia berwudhu”. HR Bukhari dan Abu Hurairah.
Menurut sebagian ulama bayan taqrir atau bayan ta’kid ini disebut
juga bayan al muwafiq li nash al kitab al karim. Hal ini karena hadist-
hadist ini sesuai dan untuk memperkokoh nass al quran.
c. Bayan An Nasakh
Secara bahasa, an nasakh bisa berarti al ibthal (membatalkan) al
ijalah (menghilangkan) at tahwil (memindah), at taghir (mengubah).
Para ulama’ baik mutaqaddimin maupun mutakhirin berbeda
pendapat dalam mendefinisikan bayan an nasakh, perbedaan ini terjadi
karena perbedaan diantara mereka dalam mendefinisikan kata nasakh dari
segi kebahasaan.
Menurut ulama’ mutaqaddimi, yang dimaksud dengan bayan an
nasakh adalah adanya dalil sayara’ yang datang kemudian. Dari pengertian
tersebut, menurut ulama’ yang setuju adanya fungsi bayan an nasakh dapat
dipahami bahwa hadist sebagai ketentuan yang datang berikutnya dapat
menghapus ketentuan-leentuan atau isi al quran yang datang kemudian.
Diantara ulama’ yang membolehkan adanya nasakh hadist terhadap
al quran, juga berbeda pendapat dalam macam hadist yang dapat dipakai
utnuk mennasakh al quran. Dalam hal ni mereka berbagi kedalam 3
kelompok.
Pertama, yang membolehkan manasakh al quran dalam
segala hadist, meskipun hadist ahad. Pendapat ini diantaranya
dikemukakan oleh para ulama mutaqaddimin dan Ibnu Hazm serta
sebagian besar dzahiriyyah.
Kedua, yang membolehkan ,menasakh dengan syarat hadist
tersebut harus mutawattir. Pendapat ni diantaranya dipegang oleh
mu’tazilah.
14
Ketiga, ulama’ membolehkan menasakh dengan hadust
masyhur, tanpa harus dengan mutawattir. Pendapat ini diantaranya
dipegang oleh ulama’ hanafiyah
Salah satu contoh yang biasa diajukan oleh para ulama’ adalah
sabda Rasul saw. dari Abu Umamah al – baghili,
“Sesungguhnya Allah telah memebrikan kepada tiap-tiap orang
haknya (masing- masing). Maka,tidak ada wasiat bagi ahli waris”. . HR.
Ahmad dan Al Arba’ah.
Hadist ini menurut mereka menasakh isis al quran surat Al Baqarah
2 : 180 yakni
ُك ِتَب َع َلْي ُك ْم ِإَذ ا َح َض َر َأَح َد ُك ُم اْلَم ْو ُت ِإْن َت َر َك َخ ْي ًر ا اْلَو ِص َّي ُة ِلْلَو اِل َدْي ِن
َو اَأْلْق َر ِبيَن ِباْلَم ْع ُروِف ۖ َح ًّقا َع َلى اْلُم َّت ِقيَن
BAB III
PENUTUP
3
Agus Suyadi Ulumul Hadist, (Pustaka Setia Bandung 2008 hal 78-86)
15
Alqur’an sebagai mukjizat Nabi Muhammad SAW adalah kitab
yang sempurna. Namun, ada ayat-ayat tertentu yang harus dijelaskan secar
rinci baik makna, hukum yang terkandung di dalam, atau cara
melakukannya. Dan inilah peran yang diambil Rosul melalui sunah-
sunahnya.
Sedangkan Hadits memiliki peranan penting sebagai salah satu
sumber hukum islam, adapun fungsinya untuk memperkuat isi kandungan
Alqur’an yang memrlukan perincian atau penjelasan lebih lanjut, untuk
membatasai keumuman Alqur’an sehingga tidak berlaku pada bagian-
bagian tertentu, dan untuk menerapkan hokum yang tidak diterapkan
dalam Alqur’an. Semua fungsi di atas menempatkan kedudukan hadits
sebagai sumber hukum islam, karena itulah tidak ada alasan bagi seorang
muslim untuk meninggalkan salah satunya atau atau hanya mengamalkan
satu saja dari kedua sumber hukum tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
16
Suyadi, Agus. 2008, Ulumul Hadist, Bandung. Pustaka Setia
17