Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

MEMAHAMI AYAT-AYAT AL-QURAN


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Quran
Dosen Pengampu : Husni Mubarak, M.Ag

DISUSUN OLEH :

Nanda Bahrul Li Ummah (2311203036)


M. Wildan Maulana (2311203023)
Nur Tazqiah (2311203010)
Mita Amalia (2311203006)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURURAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS
SAMARINDA
2023
KATA PENGANTAR

‫اﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ اﻟﺬي اﻧﻌﻤﻨﺎ ﺑﻨﻌﻤﺔ اﻻﻳﻤﺎن واﻻﺳﻼم و اﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻋﻠﻰ‬
‫ﺳﻴﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺧﻴﺮاﻻﻧﺎم وﻋﻠﻰ اﻟﻪ و اﺻﺤﺒﻪ و ﺗﺎﺑﻌﻪ ﻋﻠﻰ اﻟﺪوام اﺷﻬﺪ ان ﻻ‬
‫اﻟﻪ اﻻ اﻟﻠﻪ وﺣﺪه ﻻ ﺷﺮﻳﻚ ﻟﻪ و اﺷﻬﺪ ان ﻣﺤﻤﺪا ﻋﺒﺪه ورﺳﻮﻟﻪ ﻻ ﻧﺒﻲ ﺑﻌﺪه‬

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas


rahmat dan ridhoNya kami dapat menyusun makalah dengan judul “Memahami
Ayat-Ayat Al-Qur’an” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qura’an. Selain itu makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Ilmu Ulumul Quran bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Ustadz Husni Mubarak, M.Ag.


selaku dosen pengampu mata kuliah Ulumul Qur’an yang telah membimbing
kami dalam pembuatan makalah ini. Ucapan terimakasih juga kami ucapkan
pada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Samarinda, 20 oktober 2023

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 4

A. Latar Belakang .................................................................................. 4


B. Rumusan Masalah ............................................................................ 5
C. Tujuan ................................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 6

A. Batasan-Batasan Al-Qur’an .............................................................. 6


B. Ayat Mekkah dan Ayat Madinah ..................................................... 7
C. Keterkaitan Antar Ayat dan Antar Surah ........................................ 9

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 12

A. Kesimpulan ........................................................................................ 12
B. Saran .................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….1

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Al-Qur’an kitab suci umat Islam, adalah sumber utama ajaran


dan pedoman bagi jutaan orang di seluruh dunia. Ayat-ayat Al-Quran
dianggap sebagai wahyu ilahi yang diberikan kepada Nabi
Muhammad SAW selama periode 23 tahun. Kitab ini membawa pesan-
pesan universal, moral, etika, hukum, dan panduan untuk seluruh
aspek kehidupan manusia. Memahami ayat-ayat Al-Quran merupakan
tugas penting bagi umat Islam, karena ayat-ayat tersebut merupakan
sumber inspirasi, hikmah, dan petunjuk dalam menjalani
kehidupan sehari-hari.

Pemahaman terhadap Al-Quran menjadi lebih signifikan dalam


era kontemporer di mana informasi dan komunikasi semakin
berkembang. Kemampuan untuk memahami dan meresapi
pesan-pesan Al-Quran tidak hanya relevan dalam konteks agama,
tetapi juga dalam konteks sosial, budaya, politik, dan ekonomi.
Penafsiran yang benar dan mendalam terhadap Al-Quran dapat
membantu memecahkan berbagai permasalahan kontemporer, serta
mengarahkan individu dan masyarakat menuju kehidupan yang lebih
bermakna dan berdaya.

Penafsiran Al-Quran dapat bersifat literal maupun tafsir atau


pemahaman yang lebih mendalam. Setiap kata, frase, dan ayat dalam
Al-Quran memiliki makna dan konteks tertentu yang perlu
diungkapkan agar pesan yang terkandung di dalamnya dapat diterima
dengan benar. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang
Al-Quran memerlukan penguasaan bahasa Arab, pemahaman tentang
budaya dan konteks pada saat wahyu diterima, serta ilmu
pengetahuan yang relevan.

Pemahaman Al-Quran tidak hanya berkaitan dengan aspek


keagamaan, tetapi juga memiliki implikasi dalam kehidupan
4
sehari-hari, baik dalam hal etika, moralitas, hukum, kepemimpinan,
maupun hubungan antarindividu. Oleh karena itu, memahami
ayat-ayat Al-Quran bukan hanya tugas sekelompok ulama, tetapi
menjadi tanggung jawab bagi setiap individu muslim yang ingin
menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran Islam.

Dalam konteks globalisasi dan interkonektivitas saat ini,


pemahaman terhadap Al-Quran juga dapat berkontribusi pada dialog
antaragama, toleransi, dan pemahaman antarbudaya. Melalui
pemahaman yang benar, ayat-ayat Al-Quran dapat menjadi jembatan
untuk memahami persamaan dan perbedaan di antara berbagai
keyakinan dan budaya.

A. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah batasan-batasan Al-Qur’an?


2. Apakah pengertian dari ayat Mekkah dan ayat Madinah?
3. Bagaimana keterkaitan antar ayat dan surah didalam Al-Qur’an?

B. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana Batasan-batasan ayat dan surah


didalam Al-Qur’an
2. Untuk memahami maksud dari ayat Mekkah dan ayat Madinah
3. Untuk mengetahui bagaimana keterkaitan antar ayat dan surah
didalam Al-Qur’an

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Batasan-Batasan Al-Quran

Al-Qur’an dibuku kan menjadi 114 surah 30 juz yang mana


terdiri dari kurang lebih 6 ribu ayat yang didalamnya berisi penjelasan
tentang kisah para Rasul, ketauhidan, syari’at,
permasalahan-permasalahan dalam kehidupan serta hukum-hukum
yang ditetapkan oleh Allah didalam Al-Qur’an.

Hukum yang diperkenalkan Al-Qur’an bukanlah sesuatu yang


berdiri sendiri, tapi merupakan bagian integral dari Akidah. Akidah
tentang Tuhan yang menciptakan alam semesta, mengaturnya,
memeliharanya dan menjaganya sehingga segala makhluk itu
menjalani kehidupannya masing-masing dengan baik dan melakukan
fungsinya masing-masing dengan baik dan tertib. Hukum Allah
meliputi segenap makhluk (alam semesta). 1

Menurut Wahbah Zuhaili dalam bukunya Ushulul Fiqhil Islamy,


Tiga macam hukum yang dikandung dalam Al-Qur’an yaitu:

1) Hukum-hukum Akidah
Yaitu hukum yang berhubungan dengan sesuatu yang harus
diyakini oleh manusia tentang Allah SWT, Malaikat, Kitab-kitab
dan Rasul-rasul-Nya serta Hari Akhir. Dengan kata lain hukum
ini adalah hukum yang mengatur hubungan manusia dengan
Allah SWT secara rohaniah dan hal-hal yang berkaitan dengan
keimanan atau akidah. Hukum ini dipelajari dalam ilmu Tauhid,
dan ilum Ushuluddin atau ilmu Kalam.
2) Hukum-hukum Etika

1 Ernawati, , (Lex Jurnalica, Volume 13 Nomor 2, Agustus


2016) hal, 141

6
Yaitu hukum yang berhubungan dengan sesuatu keutamaan
yang digunakan oleh manusia untuk menghias dirinya seperti
kejujuran dan kedermawanan, dan menghilangkan sifat-sifat
yang jelek pada dirinya, seperti dusta dan bakhil. Hukum jenis
ini tercermin dalam konsep Ihsan dan dipelajari dalam Ilmu
Akhlak dan Tasawwuf.
3) Hukum-hukum Amaliyah
Yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan manusia
dalam bentuk ucapan, pekerjaan, kontrak dan beberapa usaha.
Hukum ini berisi dua macam yaitu:
Pertama : Hukum-hukum ibadat, seperti salat, puasa, zakat,
haji, nadzar, sumpah dan yang lainnya dari bentuk bentuk
ibadat yang bertujuan untuk mengatur hubungan manusia
dengan Tuhannya.
Kedua : Hukum-hukum muamalat, seperti kontrak kerja,
hukuman, pidana dan lainnya, yang berkaitan dengan
aturan hubungan manusia yang satu dengan yang lain.
Apakah bersifat pribadi ataupun secara kelompok.

B. Ayat Mekkah Dan Ayat Madinah

Perhatian sarjana muslim terhadap penyusunan kronologi


al-Qur’an telah dimulai sejak lama. Para sarjana Muslim meneliti
al-Qur’an secara cermat untuk disusun berdasarkan tartib al-nuzul
dengan memperhatikan waktu, tempat, dan gaya bahasa sehingga
melahirkan dua tipologi pentahapan al-Qur’an; periode Makkah dan
periode Madinah.

Pijakan utama dalam menentukan periode Makkah dan Madinah


bersumber data-data tradisional Islam berupa riwayat sejarah dan tafsir.
Namun, sumber tersebut dipandang memiliki berbagai kelemahan seperti
secara historis sumber tersebut diragukan, terdapat banyak inkosistentis,
dan rentan terhadap kritik bahkan pada level sanad. Upaya yang dilakukan
para sarjana Muslim kemudian mendapat perhatian dari sarjana Barat,
salah satunya adalah Teodor Nöldeke yang berupaya untuk merekonstruksi
secara kronologis terhadap surat ataupun ayat al-Qur’an. Tawaran menarik

7
Nöldeke terhadap penyusunan kronologi al-Qur’an terletak pada analisis
internal teks, yaitu menelaah gaya bahasa dan bentuk diksi dalam
menetukan penanggalan surat atau ayat al-Qur’an. Berpijak pada
analisi internal terks-serta menggunakan bahan-bahan tradisional
sarjana Muslim-Nöldeke membagi kronologi al-Qur’an periode
Makkah ke dalam tiga bagian, meliputi periode Makkah awal, tengah,
dan akhir. Tulisan ini berupaya untuk menelaah karakterisitik tiga
periode Makkah yang ditawarkan serta melihat metodologi analisis
internal teks Nöldeke terhadap rekonstruksi penyusunan
kronologi al-Qur’an.1

Salah satu permasalahan yang direspons secara berbeda


antara periode Makkah dan periode Madinah adalah masalah khamr.
Hal ini terlihat pada perbedaan konstruksi ayat-ayat khamr Makkiyah
dan Madaniah. Ayat-ayat khamr Makkiyah mengakui eksistensi
khamr sebagai minuman yang diistimewakan masyarakat Arab
Jahiliah, sedangkan ayat khamr Madaniah memandang khamr dalam
bingkai sebuah permasalahan dan secara tegas serta bertahap
menetapkan status hukum syariat khamr. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis ayat-ayat khamr dari perspektif konsep Makkiyah
Madaniah. Fokus penelitian ini membahas 3 hal, pertama konstruksi
ayat-ayat khamr periode Makkah dan Madinah. Kedua, penerapan
konsep Makkiyah Madaniah pada penafsiran ayat-ayat khamr. Ketiga,
relevansi ayat-ayat khamr dengan penanggulangan narkoba. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, ayat-ayat khamr
Makkiyah dibangun dalam konstruksi wacana penyadaran dengan
struktur ayatnya yang pendek dan sarat majas secara persuasif
berusaha menggerakkan kesadaran masyarakat akan keburukan
khamr. Sedangkan ayat-ayat khamr Madaniah dibangun dalam
konstruksi wacana transformasi dan implementasi nilai-nilai baru
untuk membentuk tatanan masyarakat baru yang ideal, dengan
struktur ayatnya yang lugas, ayat khamr Madaniah secara bertahap
melarang dengan tegas penggunaan khamr. Kedua, dengan
penerapan konsep Makkiyah Madaniah dalam penafsiran ayat-ayat

8
khamr diketahui bahwa penetapan hukum khamr dilakukan secara
bertahap (tadarruj). Ketiga, relevansi ayat-ayat khamr dengan
permasalahan narkoba di masa kini terletak pada prinsip-prinsip
dasar ideal moral dan nilai universal yang terkandung dalam
ayat-ayat khamr yang dapat dijadikan acuan dalam menyelesaikan
masalah narkoba.2

C. Keterkaitan Antar Ayat Dan Surah

Ilmu munasabah disebut juga Ilmu Tanasub Al Ayat. Ilmu Tanasub Al


Ayatadalah ilmu yang menerangkan persesuaian antara suatu ayat
dengan ayat yang sebelumnya dan dengan ayat yang sesudahnya.
Secara harfiyah, kata munasabah berarti perhubungan, pertalian,
pertautan, persesuaian, kecocokan dan kepantasan. Kata al-munasabah,
adalah sinonim (muradif) dengan kata al-muqarabah dan al-musyakalah,
yang masing-masing berarti berdekatan dan persamaan1. Secara istilah,
munasabah berarti hubungan atau keterkaitan dan keserasian antara
ayat-ayat Al-Qur’an. Ibnu Arabi, sebagaimana dikutip oleh Imam
As-Sayuti, mendefinisikan munasabah itu kepada ‘keterkaitan ayat-ayat
Al-Qur’an antara sebagiannya dengan sebagian yang lain, sehingga ia
terlihat sebagai suatu ungkapan yang rapi dan sistematis.3 Ilmu
Munasabah adalah ilmu mengenai rahasia-rahasia di sebalik hubungan
antara ayat dengan ayat, kumpulan ayat dengan kumpulan ayat atau
surah dengan surah menerusi hujah-hujah yang kukuh dan dapat
diterima akal.

Tokoh yang mula-mula membicarakan tentang ilmu ini ialah


al-Imam Abu Bakr an-Naisaburi (meninggal 324H). Selain darinya,
terdapat pula Abu Ja’far bin Zubair dengan karyanya “
”, Burhanuddin Al-Biqa’i dengan
karyanya “ ” dan
As-Sayuti dengan karyanya “ ”.

2 Ahmad Munir, (Jurnal


Studi Islam dan Masyarakat, Volume 1 Nomor 1, 2022), hal : 66-81
3 As-Sayuti, , Jilid II,(Beirut : Al-Maktabah As-Saqafiyyah), hal. 108

9
Menurut Al-Biqa’i, 1“Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba
mengetahui alasan-alasan dibalik susunan atau urutan bagian-bagian
Al-Qur’an, baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat.” Jadi, dalam
konteks ‘Ulum Al-Quran, munasabah berarti menjelaskan korelasi makna
antar ayat atau antar surat, baik korelasi itu bersifat umum atau khusus;
rasional (‘aqli), persepsi (hassiy), atau imajinatif (khayali), atau korelasi
berupa sebab-akibat, ‘illat dan ma’lul, perbandingan dan perlawanan.4

Abu Bakar An-Naysaburi (wafat tahun 324H) di kota Baghdad.


Apabila ada orang yang membacakan suatu ayat atau surat
dihadapannya, beliau selalu bertannya, “ Mengapa ayat ini diletakkan
disamping ayat itu? Dan mengapa surat ini diletakkan disamping ayat itu?
” Pertannyaan-pertanyaan tersebut dimaksudkan untuk menguji adannya
munasabah pada ayat atau surat tersebut. Langkah beliau ini didukung
oleh ulama-ulama tafsir lain, seperti Imam al Razi, Syekh Izzudin Abd. al
Salam, Syekh Abu Hayyan, dan mufassirin lain yang sependapat
dengannya. Mereka menetapkan bahwa ilmu munasabah itu ada,
bahkan sebagian ulama mewajibkan setiap mufassir untuk menguasai
ilmu ini. Oleh karena itu, setiap orang yang akan menafsirkan ayat
Al-Qur’an selain harus menguasai seperangkat ilmu bahasa, Asbab al
Nuzul, Nasikh-Mansukh, Muhkam-Mutasyabih, dan yang sejenisnya, ia
juga dituntut harus memperhatikan dan menguasai persesuaian antara
ayat sebelum dan sesudahnya demikian pula halnya
antara surat dengan surat (

Kehadiran ilmu munasabah ini tidak luput dari kritikan mufassirin


yang menentangnya, salah satunya adalah Syekh Waliy al-Din al-Malwiy.
Beliau mengatakan bahwa mencari hubungan antara suatu surat
dengan surat lain merupakan usaha yang tidak mudah ditempuh,
bahkan boleh dikatakan sebagai usaha yang dicari-cari. Beliau
beralasan bahwa penertiban surat demi surat dan penertiban ayat demi
ayat, bukanlah didasarkan atas hasil ijtihad, melainkan masalah taufiqy
(ketetapan Nabi Muhammad saw. Berdasarkan wahyu dari Allah swt).

4 Muhammad bin ‘Alawi Al-Maliki Al-Husni, terj. Rosihon Anwar,


Pustaka Setia, Bandung, 1999, hlm.305.

10
Dalam kenyataannya, ayat-ayat itu banyak yang berdiri sendiri karena
sebab yang berbeda-beda. Dengan demikian, ikatan atau munasabah
baik antar ayat maupun antar surat tidak dituntut ada.

Sekalipun ilmu munasabah ini merupakan hasil ijtihad, namun


keberadaannya sangat diperlukan. Oleh sebab itu, mayoritas mufassirin
meletakan munasabah ini pada pangkal pembahasannya agar
kedudukan masing-masing ayat lebih jelas arahnya. Hal ini dilakukan
karena kadangkala suatu ayat merupakan tafsir atau bayan bagi ayat
yang sebelumnya. Oleh karena itu, neraca yang dipegang dalam
menerangkan munasabah antara ayat dengan ayat dan antara surat
dengan surat, kembali kepada derajat tamatsul atau tasyabuh antara
maudhu-maudhunya. Jika munasabah itu terjadi pada urusan-urusan
yang bersatu dan berkaitan awal dan akhirnya, maka munasabah itulah
yang dapat diterima akal dan dipahami. Tetapi jika munasabah itu
dilakukan terhadap ayat yang berbeda-beda sebabnya dan
urusan-urusan yang tidak ada keserasian antara satu dengan yang lain,
maka hal itu tidak termasuk tanasub.

11
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Al-Qur’an dibuku kan menjadi 114 surah 30 juz yang mana terdiri
dari kurang lebih 6 ribu ayat yang didalamnya berisi penjelasan tentang
kisah para Rasul, ketauhidan, syari’at, permasalahan-permasalahan
dalam kehidupan serta hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah
didalam Al-Qur’an.

Para sarjana Muslim meneliti al-Qur’an secara cermat untuk


disusun berdasarkan tartib al-nuzul dengan memperhatikan waktu,
tempat, dan gaya bahasa sehingga melahirkan dua tipologi pentahapan
al-Qur’an; periode Makkah dan periode Madinah. Pijakan utama dalam
menentukan periode Makkah dan Madinah bersumber data-data
tradisional Islam berupa riwayat sejarah dan tafsir.

Secara istilah, munasabah berarti hubungan atau keterkaitan dan


keserasian antara ayat-ayat Al-Qur’an. Ibnu Arabi, sebagaimana dikutip
oleh Imam As-Sayuti, mendefinisikan munasabah itu kepada ‘keterkaitan
ayat-ayat Al-Qur’an antara sebagiannya dengan sebagian yang lain,
sehingga ia terlihat sebagai suatu ungkapan yang rapi dan sistematis.
Ilmu Munasabah adalah ilmu mengenai rahasia-rahasia di sebalik
hubungan antara ayat dengan ayat, kumpulan ayat dengan kumpulan
ayat atau surah dengan surah menerusi hujah-hujah yang kukuh dan
dapat diterima akal.

B. SARAN

12
Demikianlah makalah yang kami susun, mohon maaf jika dalam
makalah terdapat banyak kesalahan dalam penyusunannya. Oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan sebagai bahan
evaluasi untuk kedepannya. Semoga makalah ini bermanfaat khususnya
untuk kami, dan umumnya bagi para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Ernawati. “Wawasan Al-Qur’an tentang Hukum”. Jurnal Pendidikan Islam,

Munir, Ahmad. "KONSTRUKSI MAKKIYAH MADANIAH PADA PENAFSIRAN


AYAT-AYAT KHAMR." 1.1 (2022):
66-81.
Ab Rahman, Muhamad Syaari, and Wan Nasyrudin Wan Abdullah.
"Perkembangan Ilmu Munasabah dan Sumbangannya pada Konsep Kesatuan
Tema al-Qur’an." 3.2
(2018): 22-29.
Sholihin, Rahmat. "Munasabah Al-Quran: Studi Menemukan Tema Yang Saling
Berkorelasi Dalam Konteks Pendidikan Islam."
2.1 (2018): 1-20.

13

Anda mungkin juga menyukai