Anda di halaman 1dari 12

SUNNAH

PENYUSUN

Erika Putri Gunawan (23010030)

Muhammad Ridho (23010037)

Said Awabin

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI

KRAKATAU

2023
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 4
1.1 Latar belakang ..................................................................................................... 4
1.2 Tujuan ................................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 5
2.1 Definisi Sunnah ................................................................................................... 5
2.2 Hubungan dan Perbedaan Antara Al – Qur’an dan Hadits ................................. 5
2.3 Macam – Macam Hadits ..................................................................................... 8
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 12

2
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah tentang Sunnah. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
segala kekurangan dalam makalah ini kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap
semoga makalah tentang Muamalah dalam Islam dapat memberikan manfaat
terhadap pembaca.

Gading Rejo, 24 November 2023

Penyusun

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Al – Qur’an dan Hadits diyakini menjadi sumber primer ajaran agama islam
lantaran dari keduanya diktum-diktum hukum Islam dikreasi dan dibentuk sesuai
mekanisme istinbath sebagaimana dijabarkan dalam ilmu ushul fiqh. Al-Qur’an
meletakkan dasar-dasar umum penyelesaian segala persoalan sehingga ia mampu
bertahan dalam segala bentuk rupa perubahan serta tidak lekang dengan waktu.

Sebagai wahyu verbal yang memuat banyak aturan secara global, Al –


Qur’an memerlukan penjelasan Hadits sebagai bentuk wahyu yang lain. Jika Al –
Qur’an merupakan firman Tuhan maka Hadits adalah sabda nabi yang banyak
memberikan penjabaran terhadap kemujmalan Al – Qur’an. Hadits merupakan
sumber ajaran Islam yang kedua telah dibukukan pada masa pemerintahan Umar
bin Abdul Aziz, khilafah kelima Bani Umayyah. Sedangkan sebelumnya hadits–
hadits Nabi SAW masih terdengar dalam ingatan para sahabat untuk kepentingan
dan pegangan mereka sendiri. Umat Islam di dunia harus menyadari bahwa hadits
Rasulullah SAW sebagai pedoman hidup yang kedua setelah Al – Qur’an. Tingkah
laku manusia yaang tidak ditegaskan ketentuan hukumnya, cara mengamalkannya,
tidak dirinci dengan ayat Al – Qur’an secara mutlak dan secara jelas, hal ini
membuat para muhaditsin sadar akan perlunya mencari penyelesaian dalam hal
tersebut dengan al-hadits.

Melalui makalah ini, penulis akan membahas secara lebih dalam mengenai
sunnah/hadits, mulai dari definisi, hubungan dan perbedaannya dengan Al –
Qur’an, serta macam – macam dari hadits itu sendiri.

1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini ialah sebagai berikut :

1. Mengetahui definisi dari sunnah/hadits.


2. Memahami hubungan dan perbedaan Al – Qur’an dengan hadits.
3. Mengetahui macam – macam dari hadits.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sunnah


Sunnah secara literal adalah jalan, baik jalan kebaikan ataupun jalan
keburukan, sementara sunnah menurut pemaknaan terminologis para muhadditsin,
sunnah adalah sabda, perbuatan, ketetapan, sifat (watak budi atau jasmani) baik
sebelum menjadi Rasulullah SAW ataupun sesudahnya. Para ushuliyyin
mendefinisikan sunnah dengan sabda, perbuatan, ketetapan, sifat yang dapat
dijadikan sebagai sumber syariat. Di sini, dapat dilihat adanya perbedaan mengenai
definisi sunnah menurut ushuliyyin dan sunnah menurut muhadditsin. Jika
ushuliyyin hanya berkepentingan terhadap sunnah sebagai sumber hukum, maka
tidak demikian halnya dengan muhadditsin yang menggolongkan segala sesuatu
yang bersumber dari Rasulullah SAW (Farida, 2015).

Adapun sunnah menurut para fuqaha adalah suatu sifat hukum atas suatu
perbuatan yang apabila dikerjakan memperoleh pahala, sementara jika ditinggalkan
maka tidaklah berdosa. Pemaknaan ini dilatarbelakangi bahwa para fuqaha
memposisikan sunnah sebagai salah satu hukum syara’ yang lima yang mungkin
berlaku terhadap suatu perbuatan (Farida, 2015).

2.2 Hubungan dan Perbedaan Antara Al – Qur’an dan Hadits


Al-Qur’an dan Hadits diyakini sebagai sumber primer ajaran agama lantaran
dari keduanya diktum-diktum hukum Islam dikreasi dan dibentuk sesuai
mekanisme istinbath sebagaimana dijabarkan dalam ilmu ushul fiqh.

Sebagai wahyu verbal yang memuat banyak aturan secara global, Al – Qur’an
memerlukan penjelasan Hadits sebagai bentuk wahyu yang lain. Jika Al – Qur’an
merupakan firman Tuhan maka alHadits adalah sabda nabi yang banyak
memberikan penjabaran terhadap kemujmalan Al – Qur’an. Hubungan simbiotik
Al – Qur’an dan Hadits tidak dapat dipasung oleh pemahaman bahwa yang tersebut
kedua bersifat inferior dibanding yang pertama. Sebaliknya, baik Al – Qur’an
maupun Hadits mempunyai perannya sendiri dalam membentuk diktum-diktum
hukum sebagai aturan operasional. Bahkan, dalam batas tertentu, kebutuhan Al –

5
Qur’an terhadap Hadits terkesan lebih dominan ketimbang ketergantungan Hadits
kepeda al-Qur’an (Yasid, 2011).

Berbeda dengan al-Qur’an yang membacanya mempunyai nilai ibadah,


Hadits tidaklah demikian halnya. Membaca Hadits sama halnya dengan membaca
teks-teks lain selain al-Qur’an. Secara terminologi, Hadits adalah segala bentuk
rupa perkataan, perbuatan, pengakuan, serta sifat-sifat Nabi Muhammad SAW.

Ditinjau dari segi wurudnya (datangnya dari wahyu), al-Qur’an mempunyai


indikasi qat’i (pasti), yakni tidak diragukan lagi keberadaannya sebagai wahyu
Tuhan. Sebaliknya, Hadits, selain yang mutawatir, mempunyai indikasi sebaliknya,
danni, yakni kedatangannya dari wahyu masih diperdebatkan karena sanad atau
mekanisme periwayatannya yang masih belum konstan seperti halnya al-Qur’an.

Atas dasar penyekatan seperti ini para Ulama pada umumnya lalu mengklasifikasi
al-Qur’an sebagai sumber ajaran pertama dan Hadits sebagai sumber kedua (Yasid,
2011).

Selain itu juga, terdapat beberapa perbedaan yang membedakan antara Al – Qur’an
dengan Hadits, diantaranya :

 Al – Qur’an adalah sumber utama kehidupan


Dari pengertianya, Al – Qur'an adalah sumber utama dari segala sumber
hukum dalam kehidupan. Al – Qur'an dapat dikatakan sebagai pedoman
hidup, sehingga pemahaman terhadap Al – Qur'an perlu dikaji dan bukan
hanya sekedar materi. Sedangkan hadits ialah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW, baik perkataan, perbuatan, taqrir, dan sifat.
 Hadits memiliki 2 jenis dengan sifat yang berbeda
Dalam buku dengan judul Ulumul Qur'an oleh Syaiful Arief, M. Ag.,
menjelaskan bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah SWT yang bersifat
mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan apabila
membacanya merupakan bentuk ibadah kepada Allah SWT.
Sedangkan hadits memiliki dua jenis yaitu hadits nabawi yang artinya apa
saja yang disandarkan kepada Nabi SAW. Kemudian hadits qudsi yang
dinisbahkan untuk mengesankan rasa hormat. Maka dari itu, hadits qudsi

6
adalah hadis yang diriwayatkan oleh Nabi SAW bahwa beliau
meriwayatkan kalam Allah SWT.
 Periwayatan Al – Qur’an tidak boleh maknanya saja
Perbedaan antara Al – Qur'an dan hadits ialah Al – Qur'an tidak boleh hanya
diriwayatkan maknanya saja, tetapi harus dihafalkan sebagaimana adanya.
Sedangkan hadits, dapat diriwayatkan secara makannya saja. Kemudian
hadits tersebut bisa dikritik secara sanad dan matan sebagaimana hadits
lainnya.
 Al – Qur’an adalah risalah Allah SWT kepada seluruh umat manusia
Banyak nash yang menunjukan bahwa Al-Qur'an ditujukan untuk seluruh
kehidupan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam surah Al-A'raf ayat 158
yang artinya :
Katakanlah : "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi;
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan
dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi
yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya
(kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk" (QS.
Al-A'raf: 158).
 Hadits sebagai penjelasan dalam Al – Qu’an
Dalam sumber yang sama dengan sebelumnya yaitu Al – Qur'an Hadits
dijelaskan bahwa hadis memiliki fungsi untuk menjelaskan ayat-ayat Al –
Qur'an yang masih belum jelas, rinci, dan menafsirkan ayat – ayat Al –
Qur'an yang mujmal (umum atau global).
 Al – Qur’an adalah kitab ilahi
Al – Qur'an berasal dari Allah SWT baik secara lafal maupun makna. Dalam
buku yang berjudul Ulumul Qur'an untuk Pemula oleh Syaiful Arief, M.
Ag., Al – Qur'an diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad
SAW. Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah SWT pada surah
Huud ayat 1 yang artinya :

7
"Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi
serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang
Maha Bijaksana lagi Maha Tahu." (QS. Huud: 1).

2.3 Macam – Macam Hadits


Dalam meneliti kekuatan hadits serta kelemahan hadits serta kelemahan
hadits dan untuk dijadikan hujjah hukum, serta untuk mengamalkan hadits, perlu
difahami hadits – hadits yang berkembang baik dari segi kualitas mapun kuantitas.
Bila dilihat dari segi kualitasnya, hadits dapat dibedakan menjadi 3, diantaranya :

1. Hadits Shahih
Kata shahih menurut bahasa dari kata shahha, yashihhu, suhhan wa
shihhatan wa shahahan, yang menurut bahasa berarti yang sehat, yang selamat,
yang benar, yang sah dan yang benar. Para ulama‟ biasa menyebut kata shahih itu
sebagai lawan kata dari kata saqim (sakit). Maka hadits shahih menurut bahasa
berarti hadits yang sah, hadits yang sehat atau hadits yang selamat.

Hadits shahih merupakan hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad


SAW. Sanadnya bersambung, perawinya yang adil, kuat ingatannya atau
kecerdasannya, tidak ada cacat atau rusak (Sarbanun).

Menurut ta’rif muhadditsin, maka dapat difahami bahwa suatu hadits dapat
dikatakan shahih, apabila telah memenuhi lima syarat :

1. Sanadnya bersambung
Yang dimaksudsanad bersambung adalah tiap–tiap periwayatan dalam
sanad hadits menerima periwayat hadits dari periwayat terdekat
sebelumnya, keadaan ini berlangsung demikian sampai akhir anad dari
hadits itu.
2. Periwayatan bersifat adil
Adil di sini adalah periwayat seorang muslim yang baligh, berakal sehat,
selalu memelihara perbutan taat dan menjauhkan diridari perbuatan –
perbuatan maksiat.
3. Periwayatan bersifat dhabit

8
Dhabit adalah orang yang kuat hafalannya tentang apa yang telah
didengarnya dan mampu menyampaikan hafalannya kapan saja ia
menghendakinya.
4. Tidak Janggal atau Syadz
Adalah hadits yang tidak bertentangan dengan hadits lain yang sudah
diketahui tinggi kualitas ke-shahih-annya.
5. Terhindar dari illat (cacat)
Adalah hadits yang tidak memiliki cacat, yang disebabkan adanya hal – hal
yang tidak bak, yang kelihatannya samar – samar.

2. Hadits Hasan

Menurut pendapat Ibnu Hajar, “ Hadits hasan adalah hadits yang dinukilkan
oleh orang yang adil, yang kurang kuat ingatannya, yang muttasil sanadnya, tidak
cacat dan tidak ganjil.”

Imam Tirmidzi mengartikan hadits hasan sebagai berikut : “Tiap-tiap hadits


yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta (pada matan-nya)
tidak ada kejanggalan (syadz) dan (hadits tersebut) diriwayatkan pula melalui jalan
lain”.

Dari uraian di atas maka dapat difahami bahwa hadits Hasan tidak
memperlihatkan kelemahan dalam sanadnya kurang kesempurnaan hafalannya.
Disamping itu pula hadits hasan hampir sama dengan hadits shahih, perbedaannya
hanya mengenai hafalan, di mana hadits hasan rawinya tidak kuat hafalannya
(Sarbanun).

Adapun syarat – syarat yang harus dipenuhi bagi suatu hadits yang dikategorikan
sebagai hadits hasan, yaitu:

1. Para perawinya yang adil.


2. Ke-Dhabith-an perawinya dibawah perawi Hadits shahih.
3. Sanad-sanadnya bersambung.
4. Tidak terdapat kejanggalan atau syadz.
5. Tidak mengandung illat.

9
3. Hadits Dhaif

Kata Dhaif menurut bahasa yang berarti lemah, sebagai lawan dari Qawiy
yang kuat. Sebagai lawan dari kata shahih, kata Dhaif secara bahasa berarti Hadist
yang lemah, yang sakit atau yang tidak kuat.

Secara Terminilogis, para ulama mendefinisikan secara berbeda-beda. Akan


tetapi pada dasarnya mengandung maksud yang sama, Pendapat An-Nawawi :
“Hadist yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat Hadist Shahih dan syarat-
syarat Hadist Hasan (Sarbanun).

10
BAB III
PENUTUP

Dari segi wurud atau datangnya dari wahyu, Al – Qur’an telah mencapai derajat
qat’i (konstan) yang tak dapat terbantahkan lagi secara akademis. Ini berbeda
dengan Hadits yang tingkat validasi sanadnya masih bersifat danni selain hadits-
hadits mutawatir yang sangat terbatas jumlahnya. Akan tetapi dari sudut indikasi
hukum atau dalalahnya, Al – Qur’an dan Hadits mempunyai derajat sebangun
lantaran sama-sama diukur dari aspak penunjukannya terhadap hukum-hukum
tertentu. Karena itu, betapapun secara hierarkis Al – Qur’an berada dalam posisi
superior dibanding Hadits, namun dari segi fungsi menelorkan diktum-diktum
hukum operasional keduanya mempunyai hubungan simbiotik yang sebangun dan
tak dapat dipisah-pisahkan satu sama lain.

11
DAFTAR PUSTAKA

Farida. (2015). DISKURSUS SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM :


Perspektif Ushuliyyin dan Muhadditsin. Jurnal Pemikiran Hukum dan
Hukum Islam.
Sarbanun. (n.d.). Macam - Macam Hadits dari Segi Kualitasnya. Sekolah Tinggi
Agama Islam (STAI) An-Nur Jati Agung Lampung Selatan.
Yasid. (2011). Hubungan Simbiotik Al-Qur'an dan Hadits dalam Membentuk
Diktum - Diktum Hukum. Jurnal TSAQAFAH.
https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6552072/al-quran-dan-hadits-ini-7-
perbedaan-yang-perlu-
diketahui#:~:text=Al%2DQur'an%20dapat%20dikatakan,perbuatan%2C%20taqrir
%2C%20dan%20sifat.

12

Anda mungkin juga menyukai