PENYUSUN
Said Awabin
KRAKATAU
2023
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 4
1.1 Latar belakang ..................................................................................................... 4
1.2 Tujuan ................................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 5
2.1 Definisi Sunnah ................................................................................................... 5
2.2 Hubungan dan Perbedaan Antara Al – Qur’an dan Hadits ................................. 5
2.3 Macam – Macam Hadits ..................................................................................... 8
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 12
2
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah tentang Sunnah. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
segala kekurangan dalam makalah ini kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap
semoga makalah tentang Muamalah dalam Islam dapat memberikan manfaat
terhadap pembaca.
Penyusun
3
BAB I
PENDAHULUAN
Melalui makalah ini, penulis akan membahas secara lebih dalam mengenai
sunnah/hadits, mulai dari definisi, hubungan dan perbedaannya dengan Al –
Qur’an, serta macam – macam dari hadits itu sendiri.
1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini ialah sebagai berikut :
4
BAB II
PEMBAHASAN
Adapun sunnah menurut para fuqaha adalah suatu sifat hukum atas suatu
perbuatan yang apabila dikerjakan memperoleh pahala, sementara jika ditinggalkan
maka tidaklah berdosa. Pemaknaan ini dilatarbelakangi bahwa para fuqaha
memposisikan sunnah sebagai salah satu hukum syara’ yang lima yang mungkin
berlaku terhadap suatu perbuatan (Farida, 2015).
Sebagai wahyu verbal yang memuat banyak aturan secara global, Al – Qur’an
memerlukan penjelasan Hadits sebagai bentuk wahyu yang lain. Jika Al – Qur’an
merupakan firman Tuhan maka alHadits adalah sabda nabi yang banyak
memberikan penjabaran terhadap kemujmalan Al – Qur’an. Hubungan simbiotik
Al – Qur’an dan Hadits tidak dapat dipasung oleh pemahaman bahwa yang tersebut
kedua bersifat inferior dibanding yang pertama. Sebaliknya, baik Al – Qur’an
maupun Hadits mempunyai perannya sendiri dalam membentuk diktum-diktum
hukum sebagai aturan operasional. Bahkan, dalam batas tertentu, kebutuhan Al –
5
Qur’an terhadap Hadits terkesan lebih dominan ketimbang ketergantungan Hadits
kepeda al-Qur’an (Yasid, 2011).
Atas dasar penyekatan seperti ini para Ulama pada umumnya lalu mengklasifikasi
al-Qur’an sebagai sumber ajaran pertama dan Hadits sebagai sumber kedua (Yasid,
2011).
Selain itu juga, terdapat beberapa perbedaan yang membedakan antara Al – Qur’an
dengan Hadits, diantaranya :
6
adalah hadis yang diriwayatkan oleh Nabi SAW bahwa beliau
meriwayatkan kalam Allah SWT.
Periwayatan Al – Qur’an tidak boleh maknanya saja
Perbedaan antara Al – Qur'an dan hadits ialah Al – Qur'an tidak boleh hanya
diriwayatkan maknanya saja, tetapi harus dihafalkan sebagaimana adanya.
Sedangkan hadits, dapat diriwayatkan secara makannya saja. Kemudian
hadits tersebut bisa dikritik secara sanad dan matan sebagaimana hadits
lainnya.
Al – Qur’an adalah risalah Allah SWT kepada seluruh umat manusia
Banyak nash yang menunjukan bahwa Al-Qur'an ditujukan untuk seluruh
kehidupan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam surah Al-A'raf ayat 158
yang artinya :
Katakanlah : "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi;
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan
dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi
yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya
(kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk" (QS.
Al-A'raf: 158).
Hadits sebagai penjelasan dalam Al – Qu’an
Dalam sumber yang sama dengan sebelumnya yaitu Al – Qur'an Hadits
dijelaskan bahwa hadis memiliki fungsi untuk menjelaskan ayat-ayat Al –
Qur'an yang masih belum jelas, rinci, dan menafsirkan ayat – ayat Al –
Qur'an yang mujmal (umum atau global).
Al – Qur’an adalah kitab ilahi
Al – Qur'an berasal dari Allah SWT baik secara lafal maupun makna. Dalam
buku yang berjudul Ulumul Qur'an untuk Pemula oleh Syaiful Arief, M.
Ag., Al – Qur'an diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad
SAW. Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah SWT pada surah
Huud ayat 1 yang artinya :
7
"Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi
serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang
Maha Bijaksana lagi Maha Tahu." (QS. Huud: 1).
1. Hadits Shahih
Kata shahih menurut bahasa dari kata shahha, yashihhu, suhhan wa
shihhatan wa shahahan, yang menurut bahasa berarti yang sehat, yang selamat,
yang benar, yang sah dan yang benar. Para ulama‟ biasa menyebut kata shahih itu
sebagai lawan kata dari kata saqim (sakit). Maka hadits shahih menurut bahasa
berarti hadits yang sah, hadits yang sehat atau hadits yang selamat.
Menurut ta’rif muhadditsin, maka dapat difahami bahwa suatu hadits dapat
dikatakan shahih, apabila telah memenuhi lima syarat :
1. Sanadnya bersambung
Yang dimaksudsanad bersambung adalah tiap–tiap periwayatan dalam
sanad hadits menerima periwayat hadits dari periwayat terdekat
sebelumnya, keadaan ini berlangsung demikian sampai akhir anad dari
hadits itu.
2. Periwayatan bersifat adil
Adil di sini adalah periwayat seorang muslim yang baligh, berakal sehat,
selalu memelihara perbutan taat dan menjauhkan diridari perbuatan –
perbuatan maksiat.
3. Periwayatan bersifat dhabit
8
Dhabit adalah orang yang kuat hafalannya tentang apa yang telah
didengarnya dan mampu menyampaikan hafalannya kapan saja ia
menghendakinya.
4. Tidak Janggal atau Syadz
Adalah hadits yang tidak bertentangan dengan hadits lain yang sudah
diketahui tinggi kualitas ke-shahih-annya.
5. Terhindar dari illat (cacat)
Adalah hadits yang tidak memiliki cacat, yang disebabkan adanya hal – hal
yang tidak bak, yang kelihatannya samar – samar.
2. Hadits Hasan
Menurut pendapat Ibnu Hajar, “ Hadits hasan adalah hadits yang dinukilkan
oleh orang yang adil, yang kurang kuat ingatannya, yang muttasil sanadnya, tidak
cacat dan tidak ganjil.”
Dari uraian di atas maka dapat difahami bahwa hadits Hasan tidak
memperlihatkan kelemahan dalam sanadnya kurang kesempurnaan hafalannya.
Disamping itu pula hadits hasan hampir sama dengan hadits shahih, perbedaannya
hanya mengenai hafalan, di mana hadits hasan rawinya tidak kuat hafalannya
(Sarbanun).
Adapun syarat – syarat yang harus dipenuhi bagi suatu hadits yang dikategorikan
sebagai hadits hasan, yaitu:
9
3. Hadits Dhaif
Kata Dhaif menurut bahasa yang berarti lemah, sebagai lawan dari Qawiy
yang kuat. Sebagai lawan dari kata shahih, kata Dhaif secara bahasa berarti Hadist
yang lemah, yang sakit atau yang tidak kuat.
10
BAB III
PENUTUP
Dari segi wurud atau datangnya dari wahyu, Al – Qur’an telah mencapai derajat
qat’i (konstan) yang tak dapat terbantahkan lagi secara akademis. Ini berbeda
dengan Hadits yang tingkat validasi sanadnya masih bersifat danni selain hadits-
hadits mutawatir yang sangat terbatas jumlahnya. Akan tetapi dari sudut indikasi
hukum atau dalalahnya, Al – Qur’an dan Hadits mempunyai derajat sebangun
lantaran sama-sama diukur dari aspak penunjukannya terhadap hukum-hukum
tertentu. Karena itu, betapapun secara hierarkis Al – Qur’an berada dalam posisi
superior dibanding Hadits, namun dari segi fungsi menelorkan diktum-diktum
hukum operasional keduanya mempunyai hubungan simbiotik yang sebangun dan
tak dapat dipisah-pisahkan satu sama lain.
11
DAFTAR PUSTAKA
12