Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ULUMUL HADIS

ASBABUL WURUD
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas individu

Dosen Pengampuh : Dr. H. M . Rozali, MA

Disusun Oleh :

Nama : Wulan Sipahutar

Nim : 0305192048

Sem/Jur : Sem 1/PMM 2

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2019
A. Pendahuluan

Hadis dalam pandangan umat Islam merupakan salah satu sumebr ajaran
Islam. Secara sturuktual hadis menduduki posisi kedua stelah Al-quran.
Sedangkan secara fungsional hadis merupakan bayan(penjelas) terhadap Al-
quran. Oleh karena itu kita sangat berkepentingan untuk menggali butir-butir pada
siapa hadis itu disampaikan Nabi SAW, dalam kondisi bagaimana Nabi saat
menyampaikannya. Tanpa memperhatikan konteks historisnya seseorang akan
mengalammi kesulitan menangkap dan memahami makna suatu hadis, bahkan ia
dapat terperosok kedalam pemahaman yang sangat keliru. Itulah mengapa
Asbabul Wurud sangat penting dalam diskursus ilmu hadis, sama seperti
pentingnya Asbabul Nuzul dalam kajian Tafsir Al-quran.

Hadis Nabi ada yang disertai dengan sebab tertentu yang mendorong Nabi
bersabda dan ada pula yang tidak disertai. Sebagian hadis ada yang mempunyai
Asbabul Wurud khusus, tegak, dan jelas. Namun sebagian tidak mempunyai
Asbabul Wurud. Hadis yang mempunyai Asbabul Wurud diperlukan untuk
menghindari kesalahan dalam menangkap maksud dari suatu hadis. Sedangkan
hadis yang tidak memiliki Asbabul Wurud khusus, kita dapat menggunakan
pendekatan psikologis sebagai pisau analisis suatu hadis. Hal ini didasarkan pada
suatu asumsi bahwa Nabi SAW tidak mungkin berbicara dalam kondisi yang
hampa. Sebuah gagasan, ide, pemikiran, termasuk sabda Nabi SAW pasti terkait
dengan masalah yang ada pada saat itu.

Oleh karenanya, tidaklah berlebihan jika kemudian Imam al-Auza’I pernah


berkesimpulan bahwa al-Quran sesungguhnya lebih membutuhkan kepada al-
Hadis dari pada sebaliknya. Sebab sebagian besar ayat-ayat al-Quran secara
tafsihili (rinci) masih perlu dijelaskan dengan hadis. Ketika kita mencoba
memahami suatu hadis, tidak cukup hanya melihat teks hadisnya saja, khususnya
ketika hadis itu mempunyai Asbabul Wurud, melainkan kita harus melihat
konteksnya. Dengan lain ungkapan, ketika ingin menggali pesan moral dari suatu
hadis, perlu diperhatikan konteks historitasnya, kepada siapa hadis itu
disampaikan dan dalam kondisi sosio-kultural yang bagaimana Nabi waktu
menyapaikannya.
Tulisan ini secara khusus akan mencoba membahas persoalan mengenai
Asbabul Wurud. Pengertian Asbabul Wurud, macam macam Asbabul Wurud,
urgensi dan contoh Asbabul Wurud, aplikasi Asbabul Wurud dan Kitab-kitab yang
membahas tentang Asbabul Wurud. Berikut penjelasan mengenai Asbabul Wurud
secara lebih mendalam.

B. Pengertian Asbabul Wurud

Secara etimologis “Asbabul Wuurd” merupakan susunan idhafah yang


berasal dari kata “asbab” adalah bentuk jama’ dari sabab.Menurut ahli bahasa
diartikan dengan al-habl(tali). Menurut Ibnu Manzhur dalam kamus lisan al-
Arabmengatakan bahwa arti asbab adalah Saluranyang artinya dijelaskan sebagai :
“Segala sesuatu yang menghubungkan satu benda dengan benda yang lainnya”.1

Menurut istilah adalah :


‫كل شيء يتوصل به الى غا يته‬
“Segala sesuatu yang mengantarkan pada tujuan”

Sementara itu, para ahli hukum islam mendifinisikannya dengan :” suatu


jalan menuju terbentuknya suatu hukum tanpa ada pengaruh apapun dalam
hukum itu”.Sedangkan kata “wurud“ bisa berarti sampai, muncul, dan mengalir.
‫الماء الذي يورد‬
“Air yang memancar atau air yang mengalir “
.
Dengan demikian, secara sederhana ”asbabul wurud” dapat diartikan
sebagai sebab-sebab datangnya sesuatu. Karena istilah tersebut biasa dipakai
dalam diskursus ilmu hadis, maka asbabul wurud dapat diartikan sebagai sebab-
sebab atau latar belakang (background ) munculnya suatu hadis.

Menurut as-suyuthi, asbabul wurud diartikan sebagai berikut :

1
Munzier Suparta, Ilmu Hadis ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008) h. 38
‫أنه ما يكون طريقا لتحديد المراد من الحديث من عموم أو حصوص أو‬
.‫إطالق أوتقييد أونسخ أونحو ذلك‬
“Sesuatu yang menjadi thoriq (metode) untuk menentukan suatu Hadis yang
bersifat umum, atau khusus, mutlak atau muqayyad, dan untuk menentukan ada
tidaknya naskh (pembatalan) dalam suatu Hadis.”2

Dilihat secara kritis, sebenarnya difinisi yang dikemukakan As-Suyuthi


lebih mengacu kepada fungsi asbabul wurud , yakni untuk menentukan takhsis
(pengkususan) dari yang ‘am (umum), membatasi yang mutlak, serta untuk
menentukan ada tidaknya naskh mansukhdalam Hadis dan lain sebagainya

Dengan demikian, nampaknya kurang tepat jika definisi itu dimaksudkan


untuk merumuskan pengertian asbabul wurud menurut Prof.Dr. Said Agil Husin
Munawwar untuk merumuskan pengertian asbabul wurud, kita perlu mengacu
kepada pendapat hasbi ash-shiddiqie. Beliau mendefinisikan asbabul wurud
sebagai berikut :

‫علم يعرف به السبب الذي ورد ألجله الحديث والزمان الذي جاء به‬
“Ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW. Menuturkan sabdanya dan
masa-masa nabi SAW. Menuturkannya”.

Sementara itu, ada pula Ulama’ yang memberikan definisi asbabul wurud,
agak mirip dengan pengertian asbabun-nuzul, yaitu :
‫ما ورد الحديث أيام وقوعه‬
“Sesuatu (baik berupa peristiwa-peristiwa atau pertanyaan-pertanyaan)
yang terjadi pada waktu Hadis itu disampaikan oleh Nabi SAW”.

Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa asbabul


wurud adalah konteks historisitas, baik berupa peristiwa-peristiwa atau pertanyaan
atau lainnya yang terjadi pada saat Hadis itu disampaikan oleh Nabi SAW. Ia
dapat berfungsi sebagai pisau analisis untuk menentukan apakah Hadis itu bersifat
umum atau khusus, mutlak atau muqayyad, naskh atau mansukh dan lain
sebagainya.

2
M. Rozali , Pengantar Kuliah Ilmu Hadis (Medan : Azhar Centre, 2019) h. 87-88
Dengan demikian, dalam perspektif ini mengetahui asbabul wurud
bukanlah tujuan (ghayah), melainkan hanya sebagai sarana untuk memperoleh
ketepatan makna dalam memahami pesan moral suatu Hadis.`Sebagian ulama’
berpendapat bahwa sebab-sebab, latar belakang dan sejarah dikeluarkannya hadis
itu sudah tercakup dalam pembahasan ilmu tarikh, karena itu tidak perlu dijadikan
suatu ilmu yang berdiri sendiri.

Akan tetapi karena ilmu ini mempunyai sifat-sifat yang khusus yang tidak
seluruhnya tercakup dalam ilmu tarikh dan mempunyai faedah yang cukup besar
dalam lapangan ilmu hadits, maka kebanyakan muhadditsin menjadikan ilmu itu
suatu ilu pengetahuan tersendiri, sebagai cabang ilmu hadits dari jurusan matan.

Berdasarkan ada dan tidaknya asbab, hadis Nabi dapat dikelompokkan


menjadi dua, yaitu hadis yang memiliki sabab wurud dan hadis yang tidak
memiliki sebab wurud. Hadis yang memiliki sabab wurud dapat dicontohkan
seperti hadis tentang jibril yang datang menanyakan perihal islam , iman, dan
ihsan kepada Nabi. Sedangkan hadis yang tidak memiliki sabab wurud sangat
banyak jumlahnya, misalnya hadis tentang Nabi, dan sebagainya.

Hadis yang memiliki sabab wurud, dapat terbagi menjadi dua : hadis yang
sebab wurud-nya disebutkan dalam redaksi hadis tersebut, dan hadis yang sebab
wurud-nya tidak disebutkan dalam hadis tersebut, atau dalam redaksi hadis lain.
Contoh hadis yang sebab wurud-nya disebutkan di dalam redaksi hadis tersebut
adalah hadis tentang malaikat jibril bertanya tentang islam, iman, dan
ihsan.Sedangkan contoh hadis yang yang sebab wurud-nya tidak tampak dalam
suatu redaksi hadis tersebut adalah hadis tentang Niat, dan sebagainya.

C. Latar Belakang Pentingnya Ilmu al-Asbab al-Wurud

Sebagai salah satu disiplin ilmu dalam studi hadis, al-asbab al-wurud
mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam rangka memahami maksud
suatu hadis secara lebih baik. Pemahaman yang mengabaikan al-asbab al-wurud,
cenderung dapat terjebak kepada arti tekstual saja dan bahkan dapat membawa
pemahaman yang keliru.
Ketika memahami suatu hadis, tidak cukup hanya melihat teks hadisnya
saja, khususnya ketika hadis itu mempunyai al-asbab al-wurud, melainkan harus
melihat konteksnya. Dengan lain ungkapan, ketika menggali pesan moral dalam
suatu hadis, perlu memperhatikan konteks historitasnya, kepada siapa hadis itu
disampaikan Nabi Muhammad SAW, dalam kondisi sosio-kultural yang
bagaimana hadis itu disampaikan. Tanpa memperhatikan konteks historitasnya
sulit menangkap dan memahami makana suatu hadis, bahkan dapat terperosok ke
dalam pemahaman yang keliru. Itulah mengapa al-asbab al-wurud menjadi sangat
penting dalam diskursus ilmu Hadis, seperti pentingnya al-asbab al-nuzul dalam
kajian tafsir al’quran.3

D. Pembagian dan Macam-Macam Asbabul Wurud

Dalam hal ini, as- Suyuthi membagi asbab al-wurud dalam tiga bagian
yaitu :
1.Sebab yang Berupa Ayat al-Qur’an

Hal ini dikarenakan banyaknya ayat al-Qu’ran turun dalam bentuk umum,
sedangkan yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah makna khusus atau lantaran
adanya kemusyrikan yang membutuhkan penjelasan. Seperti dalam firman Allah
dalam surah al-An’am ayat 82.4

‫الذين أمنوا ولم يلبسوا إيمانهم بظلم أولئك لهم األمن وهم مهتدون‬
“orang-orang yang beriman, dan mereka tidak mencampur adukkan iman mereka
dengan kedzaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan
mereka itu orang-orang yang mendapatkan petunjuk” (Q.S. Al-An’am: 82)5

Dalam memahami ayat di atas, sebagian para sahabat memahami “zulm”


dengan makna aniaya dan melanggar batas ajaran agama. Dikarenakan hal inilah
kemudian mereka bertanya dan mengadu pada Rasulullah SAW, maka beliau
menegaskan bahwa “zulm” disini maksudnya adalah syirik (mempersekutukan
Allah) sebagaimana yang terdapat dalam surah Luqman ayat 113.

3
M. Hasbi ash-Shiddiqieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang : Pustaka Rizqi
Putra,1999), h. 142-143
4
Idris, Study Hadis, (Jakarta : Kencana, 2010) h. 77
5
Q.S Al An’am/ 6: 82
‫إن الشرك لظلم عظيم‬
“sesungguhnya syirik itu merupakan kezhaliman yang besar.” (Q.S al-Luqman:
13)6

2.Sebab yang Berupa Hadis

Artinya pada waktu itu terdapat suatu Hadis, namun sebagian sahabat
merasa kesulitan memahaminya, maka kemudian muncul Hadis lain yang
memberikan penjelasan terhadap Hadis tersebut. Contoh adalah Hadis yang
berbunyi:

‫إن هلل تعالى مالئكة في األرض ينطق على ألسنة بني أدم بما في المرء‬
‫من خير أو شر‬
“sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi, yang dapat berbicara
melalui mulut manusia mengenai kebaikan dan keburukan seseorang.” (HR.
Hakim)

Dalam memahami Hadis tersebut, ternyata para sahabat merasa kesulitan,


maka mereka bertanya: Ya rasul !, bagaimana hal itu dapat terjadi? Maka Nabi
SAW menjelaskan lewat sabdanya yang lain sebagaimana Hadis yang
diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Suatu ketika Nabi SAW bertemu dengan
rombongan yang membawa jenazah. Para sahabat kemudian memberikan pujian
terhadap jenazah tersebut, seraya berkata: “Jenazah itu baik”. Mendengar pujian
tersebut, maka Nabi berkata: “wajabat” (pasti masuk surga) tiga kali. Kemudian
Nabi SAW bertemu lagi dengan rombongan yang membawa jenazah
lain. Ternyata para sahabat mencelanya, seraya berkata: “Dia itu orang
jahat”. Mendengar pernyataan itu, maka Nabi berkata: “wajabat”. (pasti masuk
neraka).

Ketika mendengar komentar Nabi SAW yang demikian, maka para


sahabat bertanya: “Ya rasul !, mengapa terhadap jenazah pertama engkau ikut
memuji, sedangkan terhadap jenazah kedua tuan ikut mencelanya. Engkau
katakan kepada kedua jenazah tersebut: “wajabat” sampai tiga kali. Nabi

6
Q.S Luqman/ 31: 13
menjawab: iya benar. Lalu Nabi berkata kepada Abu Bakar, wahai Abu Bakar
sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi. Melalui mulut
merekalah, malaikat akan menyatakan tentang kebaikan dan keburukan seseorang.
(HR. al-Hakim dan al-Baihaqi).

Dengan demikian, yang dimaksud dengan para malaikat Allah di bumi


yang menceritakan tentang kebaikan keburukan seseorang adalah para sahabat
atau orang-orang yang mengatakan bahwa jenazah ini baik dan jenazah itu jahat.

3.Sebab yang Berkaitan dengan Para Pendengar di Kalangan Sahabat

Sebagai contoh adalah persoalan yang berkaitan dengan sahabat Syuraid


Bin Suwaid ats-Tsaqafi. Pada waktu Fath makkah (pembukaan kota makkah)
beliau pernah datang kepada Nabi SAW seraya berkata: “Saya bernazar akan
shalat diBaitul Maqdis”. Mendengar pernyataan sahabat tersebut, lalu Nabi
bersabda: “Shalat di sini, yakni masjidil haram itu lebih utama”. Nabi SAW lalu
bersabda: “Demi dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya
kamu shalat disini (Masjidil Haram), maka sudah mencukupi bagimu untuk
memenuhi nazarmu”. Kemudian Nabi SAW, bersabda lagi: “Shalat di masjid ini,
yaitu Masjidil Haram Itu lebih utama dari pada 100 000 kali lipat shalat di selain
Masjid Al-Haram”. (H.R. Abdurrazzaq dalam Kitab Al-Mushannafnya).7

D. Implikasiatau Fungsi Asbabul Wurud Hadis

Dari pengertian asbab al-wurud di atas maka dapat dilihat ada beberapa
fungsi dari asbab al-wurud, yaitu:

1.Mentakhsis (mengkhususkan) Arti yang Umum

Banyak diantara hadis Nabi yang masih bersifat umum seperti :

‫صالة القاعد على النصف من صالة القائم‬


”Shalat orang yang sambil duduk pahalanya setengah dari orang yang shalat
sambil berdiri”.8

7
Totoks, Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis, Jakarta : Bumi Aksara, 1997) h.21
8
Ibid, h. 23
Asbab al-wurud dari hadis di atas adalah ketika penduduk Madinah sedang
terjangkit suatu wabah penyakit. Kebanyakan para sahabat melakukan shalat
sunnah sambil duduk. Ketika itu Rasulullah datang menjenguk dan mengetahui
bahwa para sahabat suka melakukan shalat sunnah sambil duduk walaupun dalam
keadaan sehat. Kemudian Rasulullah bersabda sebagaimana hadits di atas.
Mendengarkan sabda Rasulullah para sahabat yang tidak sakit kemudian shalat
sunnah dalam berdiri.

Dari asbab al-wurud tersebut maka dapat dipahami bahwa kata “shalat”
(yang masih bersifat umum pada hadist tersebut) adalah sahalat sunnah (khusus).
Dan dari penjelasan tersebut dapat dipahami pula bahwa boleh melakukan shalat
sunnah dalam keadaan duduk namun hanya akan mendapatkan pahala setengah
apabila dalam keadaan sehat. Tetapi apabila dalam keadaan sakit dan melakukan
shalat dalam keadaan duduk maka akan mendapatkan pahala penuh. Hal ini
merupakan penjelasan dari sebab-sebab ditetapkannya suatu hukum shalat sunnah
sambil sambil duduk.

Dengan demikian, apabila seseorang memang tidak mampu melakukan


shalat sambil berdiri -mungkin karena sakit, baik shalat fardhu atau shalat sunnat,
lalu ia memilih shalat dengan duduk, maka ia tidak termasuk orang yang disebut-
sebut dalam hadis tersebut. Maka pahala orang itu tetap penuh bukan separoh,
sebab ia termasuk golongan orang yang memang boleh melakukan rukhshah atau
keringanan syari’at

2. Membatasi Arti yang Mutlak

Seperti hadis berikut :

‫قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم من سن فى االسالم سنة حسنة فعمل‬
‫بها بعده كتب له مثل اجر من عمل بها وال ينقص من اجورهم شيء من‬
‫سن فى االسالم سنة سيئة فعمل بها بعده كتب عليه مثل وزر من عمل‬
‫بها وال ينقص من ازوارهم شيء‬
Rasulullah bersabda: “barang siapa melakukan suatu sunnah hasanah (tradisi
atau prilaku yang baik) dalam Islam, lalu sunnah itu diamalkan oleh orang-orang
sesudahnya, maka ia akan mendapatkan pahalanya seperti pahala yang mereka
lakukan, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Demikian pula sebaliknya,
barang siapa yang melakukan suatu sunnah sayyi’ah (tradisi atau perilaku yang
buruk) lalu diikuti orang-orang sesudahnya, maka ia akan ikut mendapatkan dosa
mereka, tanpa mengurangi sikit pun dosa yang mereka peroleh”.

Asbab al-wurud hadis tersebut adalah ketika Rasulullah bersama-sama


sahabat, tiba-tiba datanglah sekelompok orang yang kelihatan sangat susah dan
kumuh. Ternyata mereka adalah orang-orang miskin, meliahat hal demikian
Rasulullah merasa iba kepada mereka. Setelah shalat berjama’ah Rasulullah
berpidato yang menganjurkan untuk berinfak. Mendengar hal tersebut seorang
sahabat keluar dan membawa sekantong makanan untuk orang-orang miskin
tersebut. Melihat hal tersebut maka Rasulullah bersabda sebagaimana hadits di
atas.9

“Sunnah” atau perbuatan yang dimaksud oleh hadis di atas mencakup


perbuatan yang baik dan buruk adalah bersifat mutlak, baik yang ada nashnya
maupun tidak ada landasan hukumnya. Lalu muncul hadis yang menerangkan
maksudnya yaitu bahwa yang dimaksud dengan sunnah dalam hadis tersebut di
atas adalah perbuatan-perbuatan yang di nashnya dalam islam.

3.Men-tafshil (merinci) Hadis yang Masih Bersifat Globab (umum)

.Contoh adalah Hadis yang berbunyi:

‫إن هلل تعالى مالئكة في األرض ينطق على ألسنة بني أدم بما في المرء‬
‫من خير أو شر‬
“Sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi, yang dapat berbicara
melalui mulut manusia mengenai kebaikan dan keburukan seseorang.” (HR.
Hakim)10

Dalam memahami Hadis tersebut, ternyata para sahabat merasa kesulitan,


maka mereka bertanya: Ya Rasul ! Bagaimana hal itu dapat terjadi? Maka Nabi
SAW menjelaskan lewat sabdanya yang lain sebagaimana Hadis yang
diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Suatu ketika Nabi SAW bertemu dengan
rombongan yang membawa jenazah. Para sahabat kemudian memberikan pujian
terhadap jenazah tersebut, seraya berkata: “Jenazah itu baik”. Mendengar pujian
tersebut, maka Nabi berkata: “wajabat” (pasti masuk surga) tiga kali. Kemudian
Nabi SAW bertemu lagi dengan rombongan yang membawa jenazah lain.
Ternyata para sahabat mencelanya, seraya berkata: “Dia itu orang jahat”.
Mendengar pernyataan itu, maka Nabi berkata: “wajabat”. (pasti masuk neraka).

Ketika mendengar komentar Nabi SAW yang demikian, maka para sahabat
bertanya: “Ya rasul !mengapa terhadap jenazah pertama engkau ikut memuji,
sedangkan terhadap jenazah kedua tuan ikut mencelanya. Engkau katakan kepada
kedua jenazah tersebut: “wajabat” sampai tiga kali. Nabi menjawab: ia benar. Lalu
Nabi berkata kepada Abu Bakar, wahai Abu Bakar sesungguhnya Allah SWT
memiliki para malaikat di bumi. Melalui mulut merekalah, malaikat akan
menyatakan tentang kebaikan dan keburukan seseorang. (HR. Al-Hakim dan Al-
Baihaqi).

9
Said Agil Husin al-Munawwar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2001) h.7
10
Ibid, h. 19
Dengan demikian, yang dimaksud dengan para malaikat Allah di bumi yang
menceritakan tentang kebaikan keburukan seseorang adalah para sahabat atau
orang-orang yang mengatakan bahwa jenazah ini baik dan jenzah itu jahat.

4. Menentukan Persoalan Nask dan Menjelaskan Naskh-Mansukh dalam Suatu


Hadis

Contoh asbab al-wurud yang berfungsi untuk menentukan adanya suatu


nasikh – mansukh sebagaimana hadits berikut:
Hadis pertama:
‫افطر الحاجم و المحجوم‬
”Batal puasa bagi orang yang membekam dan yang dibekam”

Hadis kedua:
‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ال يفطر من قاء وال من احتلم وال‬
‫من احتجم‬
Rasulullah bersabda: “Tidak batal puasa orang yang muntah, orang yang
bermimpi kemudian keluar sperma dan orang yang berbekam.”11

Kedua hadis tersebut tampak saling bertentangan, yang pertama


menyatakan bahwa orang yang membekam dan dibekam sama-sama batal
puasanya. Sedangkan hadis kedua menyatakan sebaliknya. Menurut Imam Syafi’i
dan Imam Ibn Hazm, hadits pertama sudah di-nasikh (dihapus) dengan hadits
kedua. Karena hadis pertama lebih awal datangnya dari hadis kedua.

5. Menjelaskan Illah (Sebab-Sebab) Ditetapkannya Suatu Hukum

Contoh hadis tentang khomar yang awalnya boleh untuk di minum,


kemudian datang lagi hadis yang menjelaskan bahwa minum khomar tidak
dianjurkan. Setelah itu datang lagi hadis yang menjelaskan bahwa minum khomar
itu haram.Asbabul wurud nya karena ada seorang imam yang mabuk saat
berjamaah, sehingga menyebabkan semua bacaannya salah dan sholatnya jadi
tidak sah.

6. Menjelaskan Maksud Suatu Hadis yang Masih Musykil (Sulit Dipahami atau
Janggal)

Contoh asbab al-wurud yang menjelaskan maksud hadits yang masih


musykil (sulit dipahami atau janggal) adalah sebagaimana hadits berikut:
‫من تشبه قوما فهو منهم‬

11
Ibid, h. 21
” Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka termasuk golongan mereka.”

Asbab al-wurud dari hadits ini adalah ketika dalam peperangan umat Islam
dengan kaum kafir, Rasulullah kesulitan membedakan mereka mana yang teman
dan mana yang lawan. Kemudian Rasulullah menginstruksikan kepada pasukan
umat Islam agar memakai kode tertentu agar berbeda dengan musuh. Dan yang
masih menggunakan kode seperti musuh akan kena panah kaum pasukan Islam.

F. Urgensi Asbabul Wurud dan Cara Mengetahuinya

Asbabul wurud mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka


memahami suatu hadis. Sebab biasanya hadis yang disampaikan oleh Nabi
bersifat kasuistik, cultural, bahkan temporal. Oleh karenanya, memperhatikan
konteks historisitas munculnya hadis sangat penting, karena paling tidak akan
menghindarkan kesalahpahaman dalam menangkap maksud suatu hadis.
Sedemikian rupa sehingga kita tidak terjebak pada teksnya saja, sementara
konteksnya kita abaikan atau kita ketepikan sama sekali. Pemahaman hadis yang
mengabaikan peranan asbabul wurud akan cenderung bersfat kaku, literalis-
skriptualis, bahkan kadang kurang akomodatif terhadap perkembangan zaman.12

Adapun urgensi asbabul wurud menurut imam as-Suyuthi antara lain


untuk:

1. Menentukan adanya takhsish hadis yang bersifat umum.


2. Membatasi pengertian hadis yang masih mutlak.
3. Mentafshil (memerinci) hadis yang masih bersifat global.
4. Menentukan ada atau tidak adanya nash-mansukh dalam suatu hadis.
5. Menjelaskan illat (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum.
6. Menjelaskan maksud suatu hadis yang masih musykil (sulit dapahami)

G. Perintis Ilmu Asbabul Wurud dan Kitab-Kitab yang Membicarakan


tentang Asbabul Wurud

Ilmu mengenai asbabul wurud al-hadis ini sebenarnya telah ada sejak
zaman sahabat. Hanya saja ilmu ini belum tersusun secara sistematis dalam suatu
bentuk kitab-kitab. Demikian kesimpulan as-Suyuthi dalam al-Luma’ fi Asbabi

12
Endang, Soetari, Ilmu Hadis ( Bandung : Amal Bakti Press, 1997 ) h. 211
wurud al-hadis. Namun kemudian, seiring dengan perkembangan dunia keilmuan
waktu itu, ilmu asbab al-wurud menjadi berkembang. Para ulama ahli hadis
rupanya merasakan perlunya disusun suatu kitab secara tersendiri mengenai
asbabul wurud.

Perintis ilmu Asbabul Wurud ialah Abu Hamid bin Kaznah Al-Jubary.
Kemudian disusul oleh Abu Hafs Umar bin Muhammad bin Raja’I Al-Ukhbary
(380-458 H). Ia adalah salah seorang guru Abu yahya Muhammad bin Al-Husain
Al-Farra’ Al-Hambaly dan salah seorang murid dari Abdullah bin Ahmad bin
Hambal.

Al-Muhaddits As-sayyid Ibrahim bin Muhammad bin Kamaluddin yang


terkenal dengan Kunyah ibnu Hamzah A- Husainy (1054-1120) mengarang pula
kitab As-Sababi Wurudi al Hadits dengan diberi nama Al-Bayan wat Ta’rif fi
Asbabi Wurudil Hadis as- Syarif. Kitab yang disusun secara alfabetis ini dicetak
pada tahun 1329 H. di Hallab dalam 2 juz besar-besar.

Adapun kitab-kitab lain yang banyak berbicara mengenai asbabul wurud


antara lain adalah:

1. Asbabul Wurud al-hadis karya Abu Hamid Abdul Jalil Al-Jabari.


2. Al-Bayan Wa at-Ta’rif karya Ibnu Hamzah Al-Husaini ad-Damasyqi (w.1110
H.) 13

H. Contoh Aplikasi Ilmu Asbabul Wurud

1. Contoh: tentang Syafa’at

‫ي ف َخي ََّرني ِ بيْنَ أن يُ ْد ِخ َل نصف ّأمتي الجنة و بين‬ ٍ ‫أتاني أ‬


ّ ‫ت من عند رب‬
‫)الشفاعة‬

13
Http://journal.uinalauddin.ac.id/index.php/tahdis/article/

donwload/7143/5878
“ telah datang kepadaku Malaikat dari Tuhanku azza wazalla yang menyuruh aku
memilih diantara separuh umatku masuk surga atau syafa’at”.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Musa Al-‘As’ari menurut


penilaian Al-Haitsami, orang orang yang meriwayatkan hadits ini adalah tsiqat
(dapat dipercaya).

Dijelaskan dalam musnad imam ahmad bersumber dari abu Musa Al-‘As’ari
: kami telah bertempur melawan musuh bersama Nabi SAW kemudian kami
bersama beliau turun untuk istirahat. Pada suatu malam aku terbangun, namun
beliau tidak ada . aku mencari tetapi yang muncul adalah seorang sahabat yang
juga mencari beliau . untunglah tiba-tiba Nabi datang menuju kami seraya
bersabda :“Engkau berada di daerah perang, maka jika engkau akan pergi karena
karena suatu keperluan, katakanlah kepada yang lainnya sehingga ia
menemanimu”.

Datang kepada nabi adalah malaikat pembawa kabar gembira yang


menerangkan bahwa nabi boleh memilih diantara dua yang beliau sukai yakni
separuh umatnya masuk surga atau hak syafaat. Beliau memilih syafaat sehingga
seluruh umat beliau akan masuk surga asalkan tidak berbuat syirik

2. Tentang Konsentrasi

‫ضع قلمك على اذُنِ َك فإنّه أ َ ْذكر لك‬


ْ َ‫إذا كتبت ف‬
”jika engkau menulis letakkan penamu diatas kupinglu sebab dengan demikian
engkau lebih ingat.”14

Diriwayatkan oleh al khatib dalam tarikhnya dari anas bin malik


Asbabul wurudnya adalah kata anas, muawiyah salah satu seorang penulis
wahyu jika ia lengah atau lupa mencatat wahyu yang diterimanya dari nabi ia
meletakkan penanya kedalam mulutnya. Maka bersabdalah rasulullah: jika engkau
menulis, letakkan penamu di telingamu
Keterangan hadis ini mengisyaratkan perlunya persiapan dan pemusatan pikiran di
saat menulis dan mempelajari ilmu.

3. Tentang Menziarahi kubur

ِ ‫إني نهيتكم عن زيارة القبور فزورها َو ْل‬


‫تزدكم زيارتُها أجرا‬
“Sesungguhnya aku pernah melarang kamu menziarahi kubur maka sekarang
ziarahilah dan tambahilah pahala kamu dengan menziarahinya”.15

14
Ibid, h. 27
15
Ibid, h. 29
Diriwayatkan oleh Thahawi dalam al-atsar dari buraidah r.a dan dari sa’id
berbunyi: arabny (aku larang kamu menziarahi kubur maka sekarang ziarahilah
karena sesunggunya dalam menziarahi kubur itu terdapat pelajaran.asbabul
wurudnya yaitu :

Kata Burairah: “kami bersaama rosul dalam suatu perjalanan. Kami


singgah, sedangkan jumlah kami semuanya hampir 1.000 orang. Beliau
mengerjakan shalat dua rakaat bersama kami. Kemudian beliau menghadapkan
mukanya kepada kami. Air maya beliau mengalir membasahi pipi. Umar pun
berdiri dan bersedia menggantikannya (segala apayang dihadapi nabi dengan
dirinya. Umar bertanya: apa yang engkau rasakan wahai rasul: beliau
menerangkan : sesungguhnya ku mohon izin kepada allah untuk mendo’akan
keampunan kepada ibuku (istighfar) , tetapi Tuhan tidak mengizinkanku. Maka
mengalirlah air mataku sebagai tanda kasih sayang kepadanya (yang
melepaskannya) dari api neraka.

I. Metode Pemahaman Hadis

Pendekatan Historis, Sosiologis, dan Antropologis

Dimaksud dengan pendekatan historis dalam hal ini adalah suatu uapaya
memahami hadis dengan cara mempertimbangkan kondisi historis-empiris pada
saat hadis itu disampaikan Nabi SAW. Dengan kata lain, pendekatan yang
dilakukan dengan cara mengaitkan antara ide atau gagasan yang terdapat dalam
hadis dengan determinasi-determinasi soial dan situasi historis cultural yang
mengitarinya.

Pendekatan model ini sebebnarnya sudah dirintis oleh para Ulama hadis
sejak dulu, yaitu dengan munculnya ilmu hadis ilmu Asbabul Wurud yaitu suatu
ilmu yang menerangkan sebab-sebab mengapa Nabi menuturkan sabdanya. dan
masa-masa Nabi menuturkannya. Atau ilmu yang bicara mnegenai peristiwa-
peristiwa atau pertanyaan-pertanyaan yang terjadi pada hadis disampaikan Nabi.

Persoalannya adalah mengapa kita perlu mengetahui asbabul wurud ?


Tidak lain karena Asbabul Wurud dapat dijadikan sebagai pisau bedah untuk
menganalisis, menetukan takhsis (pengkhususan) dari yang am, membatasi yang
mutlak, merinci yang global dan menjelaskan illat (alasan) ditetapkannya hukum
dan membantu menjelaskan hadis yang yang musykil (sulit dipahami).

Pendekatan historis menekankan pada pertanyaan mengapa Nabi SAW


bersabda demikian? dan bagaimana kondisi historis sosio-kultural masyarakat dan
bahkan politik pada saat itu?,serta mengamati proses terjadinya. Adapun
pendekatan sosiolodi menyoroti dari sudut pandang sisi manusia yang
membawanya kepada perilaku itu. Sedangkan antropologi memperhatikan
terbentuknya pola-pola perilaku itu pada tatanan nilai yang dianut dalam
kehidupan masyararakat manusia. Kontribusi pendekatan antropologis adalah
ingin membuat uraian yang meyakinkan tentang apa sesungguhnya yang terjadi
dengan manusia dalam berbagai situasi hidup berkaitan dalam waktu dan ruang.

Kalau kita mencoba mengagmbarkannya dengan pendekatan historis,


sosiologis, dan antropologis, secara signetik, maka hadis yang juga merupakan
fenomena keagamaandari yang berakumulasi pada perilaku manusia dapat
didekati dengan menggunakan ketiga model pendekatan tersebut, sesuai konteks
masing masing.

Dengan pendekatan historis, sosiologis, dan antropologis diharapkan dapat


memperoleh suatu pemahaman yang relative lebih apresiasif terhadap perubahan
masyrakat yang merupakan implikasi dari adanya perkembangan dari kemajuan
sains teknologi. Sudah tentu hal ini merupakan suatuijtihadyang bersifat benarnya
bisa benar dan bisa salah. Kalaupun benar kebenarannya tetap relative dan nisbi
serta dedatable. Kalaupun kelir, kita tetap akan mendapat satu pahala.16

16
Ma’sum,Zein, Memahami Ilmu Hadis Nabi, (Yogyakarta : Pustaka Pesantren

2010) h.24
KESIMPULAN

Asbab al-wurud adalah seab datangnya sesuatu. Karena istilah tersebut bisa
dipakai dalam diskursus ilmu hadis, maka asbab al-wurud bisa diartikan sebagai
sebab-sebab atau latar belakangnya muculnya suatu hadis . Sehingga dapat
memahami kejelasan hadis tersebut baik dari segi umum dan khusus, mutlaq atau
muqayyad, atau untuk menentukan ada dan tidaknya penghapusan dalam suatu
hadis

Fungsi asbabul wurudil hadis ;


1. Menentukan adanya takhshish hadits yang bersifat umum.
2. Membatasi pengertian hadits yang masih mutlaq.
3. Men-tafshil (merinci) hadits yang masih bersifat globab (umum).
4. Menentukan ada atau tidaknya nasikh-mansukh dalam suatu hadits.
5. Menjelaskan ‘illah (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum
6. Menjelaskan maksud suatu hadist yang masih musykil. (sulit dipahami atau
janggal).

Menurut imam as-Suyuthi asbabul wurud itu dapat dikatagorikan menjadi


tiga macam, yaitu :

1. Sebab yang berupa ayat Al-Qur’an


2. Sebab yang berupa hadis
3. Sebab yang berupa perkaitan dengan para pendengar di kalangan sahabat

Diantara beberapa cara mengetahui asbab al-wurud dari hadis-hadis adalah


sebagai berikut:

1. Asbab al-wurud dapat dilihat pada hadits tersebut, karena asbab al-wurud
terdapat pada hadits itu sendiri.
2. Asbab al-wurud yang dapat dilihat pada hadits lain, karena asbab al-wurud
hadits tersebut tidak tercantum pada haditsnya sendiri.
3. Asbab al-Wurud dapat dilihat pada aqwal shahabat atau informasi shahabat.
4. Asbab al-wurud melalui ijtihad

Adapun kitab-kitab yang banyak berbicara mengenai asbabul wurud antara


lain adalah

1. Asbabul wurud al-Hadis karya Abu hafs al-Ukbari (w. 339 H.), namun sayang
kitab tersebut tidak dapat sampai ke tangan kita.
2. Asbabul wurud al-hadis karya Abu Hamid Abdul Jalil Al-Jabari. Kitab tersebut
juga tidak sempat sampai ketangan kita.
3. Asbabul Wurud al-Hadis atau yang disebut juga al-Luma’ fi Asbab Wurudil
hadis, karya Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi. Kitab tersebut sudah ditahqiq
oleh Yahya Ismail Ahmad

DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis,


Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001.

Soetari, Endang. Ilmu Hadis, Bandung : Amal Bakti Press, 1997.

Mudasir, Ilmu Hadis, Bandung: Pustaka Setia, 1999.

Jumantoro, Totoks, Kamus Ilmu Hadis, Jakarta : Bumi Aksara, 1997.

Munawwar, Said Agil Husin dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud Studi kritis
Hadis Nabi Pendekatan Sosio-Historis-Kontekstual, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001.

Suparta, Munzier, Ilmu Hadis, Jakarta: Raja Grafindo, 2008

Rozali, M. Pengantar kuliahIlmu Hadis, Medan: Azhar Center, 2019.

Zuhri, Fatimah, Ulumul Hadis, Medan: CV. Manhaji, 2014.

Idris, Study Hadis, Jakarta : Kencana, 2010.

Zein, Ma’sum, Memahami Ilmu Hadis Nabi, Yogyakarta : Pustaka

Pesantren, 2010.

Http://journal.uinalauddin.ac.id/index.php/tahdis/articl

e/donwload/7143/5878 diakses pada Kamis,19

Desember 2019 pukul 19:21 WIB

Anda mungkin juga menyukai