Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya. Kita sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………………………...3
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………..4
BAB II PEMBAHASAN
PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………...15
C.
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis atau sunnah merupakan salah satu sumber ajaran islam yang menduduki posisi
sangat signifikan, baik secara struktural maupun fungsional. Secara struktural menduduki
posisi kedua setelah al-Qur’an, namun jika dilihat secara fungsional, ia merupakan bayan
(eksplanasi) terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat ‘am (umum), mujmal (global) atau
mutlaq. Secara tersirat, al-Qur’an-pun mendukung ide tersebut, antara lain firman Allah
SWT:
َاس َمانُ ِّز َل ِإلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّهُ ْم يَتَفَ َّكرُوْ ن َ َوَأ ْن َز ْلنَا ِإلَ ْي
ِ َّك ال ِّذ ْك َر لِتُبَيِّنَ لِلن
“Dan kami turnkan al-Qur’an kepadamu (Muhammad) agar kamu menjelaskan kapada umat
manusia apa yang telah diturunkan untuk mereka, dan supaya mereka memikirkan.”. (QS.
An-Nahl 44)
Adanya perintah agar Nabi SAW. Menjelaskan kapada umat manusia mengenai al-
Qur’an, baik melalui ucapan, perbuatan atau taqrirnya, dapat diartikan bahwa Hadis berfungsi
sebagai bayan (penjelas) terhadap al-Qur’an.Oleh karena itu tidaklah terlalu berlebihan jika
kemudian Imam al-Auza’i pernah berkesimpulan bahwa al-Qur’an sesungguhnya lebih
membutuhkan kepada al-Hadis daripada sebaliknya. Sebab secara tafshili (rinci) al-Qur’an
masih perlu dijelaskan dengan Hadis.
Disamping sebagai bayan terhadap al-Qur’an, Hadis secara mandiri sesungguhnya
dapat menetapkan suatu ketetapan yang belum diatur dalam al-Qur’an. Namun persoalannya
adalah bahwa untuk memahami suatu Hadis dengan “baik”, tidaklah mudah. Untuk itu,
diperlukan seperangkat metodologi dalam memahami Hadis.
Ketika kita mencoba memahami suatu Hadis, tidak cukup hanya melihat teks Hadisnya
saja, khususnya ketika Hadis itu mempunyai asbabul wurud, melainkan kita harus melihat
konteksnya. Dengan lain ungkapan, ketika kita ingin menggali pesan moral dari suatu Hadis,
perlu memperhatikan konteks historitasnya, kepada siapa Hadis itu disampaikan Nabi, dalam
kondisi sosio-kultural yang bagaimana Nabi waktu itu menyampaikannya. Tanpa
memperhatikan konteks historisitasnya (baca: asbabul wurud) seseorang akan mengalami
kesulitan dalam menangkap dan memahami makna suatu Hadis, bahkan ia dapat terperosok
ke dalam pemahaman yang keliru. Itulah mengapa asbabul wurud menjadi sangat penting
dalam diskursus ilmu Hadis, seperti pentingnya asbabun nuzul dalam kajian tafsir al-Qur’an.
3
Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa tidak semua Hadis mempunyai asbabul
wurud. Sebagian Hadis mempunyai asbabul wurud khusus, tegas dan jelas, namun sebagian
yang lain tidak. Untuk katagori pertama, mengetahui asbabul wurud mutlak diperlukan, agar
terhindar dari kesalahpahaman (misunderstanding) dalam menangkap maksud suatu Hadis.
Sedangkan untuk Hadis-Hadis yang tidak mempunyai asbabul wurud khusus, sebagai
alternatifnya, kita dapat menggunakan pendekatan historis, sosiologis, antropologis atau
bahkan pendekatan psikologis sebagai pisau analisis dalam memahami Hadis. Hal ini
didasarkan pada suatu asumsi bahwa Nabi SAW tidak mungkin berbicara dalam kondisi yang
vakum historis dan hampa kultural.
Dari latar belakang diatas. Penulis akan menjelaskan ilmu asbabul wurudil hadis.
Dengan tujuan agar para pembaca dapat mengerti dan faham tentang ilmu asbabul wurudhil
hadis. Oleh karena itu,penulis akan membahas dalam makalah yang berjudul “ ILMU
ASBABUL WURUDIL HADIS “
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut
1. Apa pengertian dari asbabul wurudil hadis?
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
B. Latar Belakang Pentingnya Ilmu Asbabul Wurudil Hadits
Sebagai salah satu disiplin ilmu dalam studi hadis, asbabul wurud mempunyai peranan
yang sangat signifikan dalam rangka memahami maksud suatu hadis secara lebih baik.
Pemahaman yang mengabaikan asbabul wurud, cenderung dapat terjebak kepada arti tekstual
saja dan bahkan dapat membawa pemahaman yang keliru.
Ketika kita mencoba memahami suatu Hadis, tidak cukup hanya melihat teks Hadisnya
saja, khususnya ketika Hadis itu mempunyai asbabul wurud, melainkan kita harus melihat
konteksnya. Dengan lain ungkapan, ketika kita ingin menggali pesan moral dari suatu Hadis,
perlu memperhatikan konteks historitasnya, kepada siapa Hadis itu disampaikan Nabi, dalam
kondisi sosio-kultural yang bagaimana Nabi waktu itu menyampaikannya. Tanpa
memperhatikan konteks historisitasnya (baca: asbabul wurud) seseorang akan mengalami
kesulitan dalam menangkap dan memahami makna suatu Hadis, bahkan ia dapat terperosok
ke dalam pemahaman yang keliru. Itulah mengapa asbabul wurud menjadi sangat penting
dalam diskursus ilmu Hadis, seperti pentingnya asbabun nuzul dalam kajian tafsir al-Qur’an.
Dalam kaitannya dengan Asbâb al-Nuzûl/Asbâb al-Wurûd sebagaian kecil ulama
mengemukakan kaedah yang menjadi patokan dalam memahami teks adalah sebab
khususnya, bukan keumuman teksnya). Setiap Asbâb al-Nuzûl/Asbâb al-Wurûd mencakup 3
(tiga) hal pokok, yaitu : (a) peristiwa, (b) pelaku dan (c) waktu dan tempat. Tidak mungkin
kita akan mampu menggambarkan adanya sesuatu peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu
tertentu di tempat tertentu dan tanpa memahami siapa pelakunya.
6
Ketika itu Rasulullah datang menjenguk dan mengetahui bahwa para sahabat suka melakukan
shalat sunnah sambil duduk walaupun dalam keadaan sehat. Kemudian Rasulullah bersabda
sebagaimana hadits di atas. Mendengarkan sabda Rasulullah para sahabat yang tidak sakit
kemudian shalat sunnah dalam berdiri.
Dari asbab al-wurud tersebut maka dapat dipahami bahwa kata “shalat” (yang masih
bersifat umum pada hadist tersebut) adalah sahalat sunnah (khusus). Dan dari penjelasan
tersebut dapat dipahami pula bahwa boleh melakukan shalat sunnah dalam keadaan duduk
namun hanya akan mendapatkan pahala setengah apabila dalam keadaan sehat. Tetapi apabila
dalam keadaan sakit dan melakukan shalat dalam keadaan duduk maka akan mendapatkan
pahala penuh. Hal ini merupakan penjelasan dari sebab-sebab ditetapkannya suatu hukum
shalat sunnah sambil sambil duduk.
Dengan demikian, apabila seseorang memang tidak mampu melakukan shalat sambil berdiri -
mungkin karena sakit-, baik shalat fardhu atau shalat sunnat, lalu ia memilih shalat dengan
duduk, maka ia tidak termasuk orang yang disebut-sebut dalam hadis tersebut. Maka pahala
orang itu tetap penuh bukan separoh, sebab ia termasuk golongan orang yang memang boleh
melakukan rukhshah atau keringanan syari’at.
2. Membatasi pengertian hadits yang masih mutlaq.
Contoh dari asbab al-wurud yang berfungsi sebagai pembatasan terhadap pengertian mutlaq
sebagaimana hadits berikut:
ا وال ينقصwل بهwقال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم من سن فى االسالم سنة حسنة فعمل بها بعده كتب له مثل اجر من عم
ا وال ينقص من ازوارهمwwل بهwwل وزر من عمwwه مثwwده كتب عليwwمن اجورهم شيء من سن فى االسالم سنة سيئة فعمل بها بع
شيء
Artinya:
Rasulullah bersabda: barang siapa melakukan suatu sunnah hasanah (tradisi atau prilaku
yang baik) dalam Islam, lalu sunnah itu diamalkan oleh orang-orang sesudahnya, maka ia
akan mendapatkan pahalanya seperti pahala yang mereka lakukan, tanpa mengurangi
pahala mereka sedikit pun. Demikian pula sebaliknya, barang siapa yang melakukan suatu
sunnah sayyi’ah (tradisi atau perilaku yang buruk) lalu diikuti orang-orang sesudahnya,
maka ia akan ikut mendapatkan dosa mereka, tanpa mengurangi sedikit pun dosa yang
mereka peroleh.
Asbab al-wurud hadits tersebut adalah ketika Rasulullah bersama-sama sahabat, tiba-
tiba datanglah sekelompok orang yang kelihatan sangat susah dan kumuh. Ternyata mereka
adalah orang-orang miskin, meliahat hal demikian Rasulullah merasa iba kepada mereka.
Setelah shalat berjama’ah Rasulullah berpidato yang menganjurkan untuk berinfak.
7
Mendengar hal tersebut seorang sahabat keluar dan membawa sekantong makanan untuk
orang-orang miskin tersebut. Melihat hal tersebut maka Rasulullah bersabda sebagaimana
hadits di atas.
Melihat asbab al-wurud di atas, kata sunnah yang masih bersifat mutlak (belum
dijelaskan oleh pengertian tertentu) dapat disimpulkan adalah sunnah yang baik, dalam hal ini
adalah bersedekah.
3. Men-tafshil (merinci) hadits yang masih bersifat globab (umum).
. Contoh adalah Hadits yang berbunyi:
إن هلل تعالى مالئكة في األرض ينطق على ألسنة بني أدم بما في المرء من خير أو شر
“Sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi, yang dapat berbicara melalui
mulut manusia mengenai kebaikan dan keburukan seseorang.” (HR. Hakim)
Dalam memahami Hadits tersebut, ternyata para sahabat merasa kesulitan, maka
mereka bertanya: Ya Rasul !, Bagaimana hal itu dapat terjadi? Maka Nabi SAW menjelaskan
lewat sabdanya yang lain sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Suatu
ketika Nabi SAW bertemu dengan rombongan yang membawa jenazah. Para sahabat
kemudian memberikan pujian terhadap jenazah tersebut, seraya berkata: “Jenazah itu baik”.
Mendengar pujian tersebut, maka Nabi berkata: “wajabat” (pasti masuk surga) tiga kali.
Kemudian Nabi SAW bertemu lagi dengan rombongan yang membawa jenazah lain.
Ternyata para sahabat mencelanya, seraya berkata: “Dia itu orang jahat”. Mendengar
pernyataan itu, maka Nabi berkata: “wajabat”. (pasti masuk neraka).
Ketika mendengar komentar Nabi SAW yang demikian, maka para sahabat bertanya:
“Ya rasul !, mengapa terhadap jenazah pertama engkau ikut memuji, sedangkan terhadap
jenazah kedua tuan ikut mencelanya. Engkau katakan kepada kedua jenazah tersebut:
“wajabat” sampai tiga kali. Nabi menjawab: ia benar. Lalu Nabi berkata kepada Abu Bakar,
wahai Abu Bakar sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi. Melalui mulut
merekalah, malaikat akan menyatakan tentang kebaikan dan keburukan seseorang. (HR. Al-
Hakim dan Al-Baihaqi)
Dengan demikian, yang dimaksud dengan para malaikat Allah di bumi yang
menceritakan tentang kebaikan keburukan seseorang adalah para sahabat atau orang-orang
yang mengatakan bahwa jenazah ini baik dan jenzah itu jahat.
4. Menentukan ada atau tidaknya nasikh-mansukh dalam suatu hadits.
Contoh asbab al-wurud yang berfungsi untuk menentukan adanya suatu nasikh – mansukh
sebagaimana hadits berikut:
Hadits pertama:
8
افطر الحاجم و المحجوم
Artinya:
Batal puasa bagi orang yang membekam dan yang dibekam
Hadits kedua:
قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ال يفطر من قاء وال من احتلم وال من احتجم
Artinya
Rasulullah bersabda: Tidak batal puasa orang yang muntah, orang yang bermimpi kemudian
keluar sperma dan orang yang berbekam.
Kedua hadits tersebut tampak saling bertentangan, yang pertama menyatakan bahwa
orang yang membekam dan dibekam sama-sama batal puasanya. Sedangkan hadits kedua
menyatakan sebaliknya. Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ibn Hazm, hadits pertama sudah
di-nasikh (dihapus) dengan hadits kedua. Karena hadits pertama lebih awal datangnya dari
hadits kedua.
6. Menjelaskan maksud suatu hadist yang masih musykil. (sulit dipahami atau janggal).
Contoh asbab al-wurud yang menjelaskan maksud hadits yang masih musykil (sulit dipahami
atau janggal) adalah sebagaimana hadits berikut:
من تشبه قوما فهو منهم
Artinya:
Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka termasuk golongan mereka.
Asbab al-wurud dari hadits ini adalah ketika dalam peperangan umat Islam dengan
kaum kafir, Rasulullah kesulitan membedakan mereka mana yang teman dan mana yang
lawan. Kemudian Rasulullah menginstruksikan kepada pasukan umat Islam agar memakai
kode tertentu agar berbeda dengan musuh. Dan yang masih menggunakan kode seperti
musuh akan kena panah kaum pasukan Islam.
9
D. Macam Macam Asbabul Wurudil Hadits
Menurut imam as-Suyuthi asbabul wurud itu dapat dikatagorikan menjadi tiga macam,
yaitu:
1. Sebab yang berupa ayat al-Qur’an
Artinya di sini ayat al-Qur’an itu menjadi penyebab Nabi SAW. Mengeluarkan sabdanya.
Contohnya antara lain firman Allah Swt. Yang berbunyi :
الذين أمنوا ولم يلبسوا إيمانهم بظلم أولئك لهم األمن وهم مهتدون
“orang-orang yang beriman, dan mereka tidak mencampur adukkan iman mereka dengan
kedzaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu orang-
orang yang mendapatkan petunjuk” (Q.S. Al-An’am: 82)
Ketika itu sebagian sahabat memahami kata “azh-zhulmu” dengan pengertian al jaur
yang berarti berbuat aniaya atau melanggar aturan. Nabi SAW. Kemudian memberikan
penjelasan bahwa yang dimaksud “azh-zhulmu” dalam firman tersebut adalah asy-syirku
yakni perbuatan syirik, sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-Luqman:
إن الشرك لظلم عظيم
“sesungguhnya syirik itu merupakan kezhaliman yang besar.” (Q.S al-Luqman: 13)
2. Sebab yang berupa Hadis
Artinya pada waktu itu terdapat suatu Hadis, namun sebagian sahabat merasa kesulitan
memahaminya, maka kemudian muncul Hadis lain yang memberikan penjelasan terhadap
Hadis tersebut. Contoh adalah Hadis yang berbunyi:
إن هلل تعالى مالئكة في األرض ينطق على ألسنة بني أدم بما في المرء من خير أو شر
“sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi, yang dapat berbicara melalui
mulut manusia mengenai kebaikan dan keburukan seseorang.” (HR. Hakim)
Dalam memahami Hadis tersebut, ternyata para sahabat merasa kesulitan, maka mereka
bertanya: Ya rasul !, bagaimana hal itu dapat terjadi? Maka Nabi SAW menjelaskan lewat
sabdanya yang lain sebagaimana Hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Suatu ketika
Nabi SAW bertemu dengan rombongan yang membawa jenazah. Para sahabat kemudian
memberikan pujian terhadap jenazah tersebut, seraya berkata: “Jenazah itu baik”. Mendengar
pujian tersebut, maka Nabi berkata: “wajabat” (pasti masuk surga) tiga kali. Kemudian Nabi
SAW bertemu lagi dengan rombongan yang membawa jenazah lain. Ternyata para sahabat
mencelanya, seraya berkata: “Dia itu orang jahat”. Mendengar pernyataan itu, maka Nabi
berkata: “wajabat”. (pasti masuk neraka).
10
Ketika mendengar komentar Nabi SAW yang demikian, maka para sahabat bertanya:
“Ya rasul !, mengapa terhadap jenazah pertama engkau ikut memuji, sedangkan terhadap
jenazah kedua tuan ikut mencelanya. Engkau katakan kepada kedua jenazah tersebut:
“wajabat” sampai tiga kali. Nabi menjawab: ia benar. Lalu Nabi berkata kepada Abu Bakar,
wahai Abu Bakar sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi. Melalui mulut
merekalah, malaikat akan menyatakan tentang kebaikan dan keburukan seseorang. (HR. al-
Hakim dan al-Baihaqi).Dengan demikian, yang dimaksud dengan para malaikat Allah di
bumi yang menceritakan tentang kebaikan keburukan seseorang adalah para sahabat atau
orang-orang yang mengatakan bahwa jenazah ini baik dan jenzah itu jahat.
3. Sebab yang berupa perkaitan yang berkaitan dengan para pendengar dikalangan sahabat
Sebagai contoh adalah persoalan yang berkaitan dengan sahabat Syuraid Bin Suwaid
ats-Tsaqafi. Pada waktu Fath makkah (pembukaan kota makkah) beliau pernah datang kepada
nabi SAW seraya berkata: “Saya Bernazar Akan Shalat Dibaitul Maqdis”. Mendengar
pernyataan sahabat tersebut, lalu Nabi berssabda: “Shalat Di Sini, yakni masjidil haram itu
lebih utama”. Nabi SAW lalu bersabda: “Demi Dzat yang Jiwaku Berada dalam kekuasaan-
Nya, seandainya kamu shalat disini (Masjid Al-Haram Makkah), maka sudah mencukupi
bagimu untuk memnuhi nazarmu”. Kemudian Nabi SAW, bersabda lagi: “Shalat Dimasjid
Ini, Yaitu Masjid Al-Haram Itu Lebih Lebih Utama Dari Pada 100 000 Kali Shalat Di Selain
Masjid Al-Haram”. (H.R. Abdurrazzaq Dalam Kitab Al-Mushannafnya[13]
11
Contoh dalam hal ini adalah pada hadits tentang Niat dan hijrah berikut ini:
… ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها او امرأة ينكحها فهجرته الى ما هاجر اليه.
Artinya:
“… Barang siapa yang hijrahnya karena untuk mendapatkan keduniaan atau perempuan
yang bakal dinikahinya, maka hijrahnya itu hanya kepada apa yang diniatkannya saja.”
Asbab al-wurud pada hadits tersebut tidak terdapat pada hadits itu sendiri, namun
terdapat pada hadits lain, yaitu pada hadits yang ditakhrijkan oleh Al-Thabarany yang
bersanad tsiqah dari Ibnu Mas’ud berikut ini:
اجر امwwميه ( مهwwا نسww كن. فهاجر فتزوجها, فأبت ان يتزوجها حتى يهاجر, ) كان بيننا رجل خطب امرأة يقال لها ( ام قيش
) قيش
Artinya:
Konon pada jama’ah kami terdapat seorang laki-laki yang melamar seorang perempuan
yang bernama Ummul Qais. Tetapi perempuan itu menolak untuk dinikahinya, kalau laki-
laki pelamar tersebut enggan berhijarh ke Madinah. Maka ia lalu hijrah dan kemudian
menikahinya. Kami namai laki-laki itu Muhajir Ummi Qais”
3. Asbab al-Wurud dapat dilihat pada aqwal shahabat atau informasi shahabat.
Contoh pada hal ini dapat kita lihat pada hadits berikut:
الميت يعذب ببكاء اهله عليه
Artinya:
Si Mayyit akan diazab dengan sebab tangisan keluarga atasnya.
Asbab al-wurud pada hadits ini terdapat pada penjelasan Aisyah bahwa ketika jenazah
orang Yahudi melewati Rasulullah, mereka menangisi mayyit tersebut sehingga Rasulullah
bersabda demikian. Hal ini karena disebabkan pada tradisi menangisi mayyit orang Yahudi
ketika itu dengan ratapan, mencakar atau menampari wajah sendiri atau pun menyobek-
nyobek baju, sehingga menggambarkan ketidakrelaan dengan takdir kematian tersebut.
Sedangkan tangisan dengan wajar sebagai bentuk belasungkawa diperbolehkan.
4. Asbab al-wurud melalui ijtihad, hal ini dilakukan apabila ada ditemukan riwayat yang jelas
mengenai asbab al-wurud. Ijtihad ini dilakukan dengan cara melihat sejarah sehingga mampu
menghubungkan antara ide dalam teks hadits dengan konteks munculnya hadits.
Contoh hadits:
قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم لن يفلح قوم ولوا امرهم امرأة
Artinya:
Rasulullah bersabda: Tidak akan sukses suatu kaum yang menyerahkan urusannya (untuk
memimpin) mereka kepada perempuan.
12
F. Contoh Asbabul Wurud
13
ِ إني نهيتكم عن زيارة القبور فزورها َو ْل
تزدكم زيارتُها أجرا
“Sesungguhnya aku pernah melarang kamu menziarahi kubur maka sekarang ziarahilah dan
tambahilah pahala kamu dengan menziarahinya”.
Diriwayatkan oleh Thahawi dalam al-atsar dari buraidah r.a dan dari sa’id berbunyi: arabny
(aku larang kamu menziarahi kubur maka sekarang ziarahilah karena sesunggunya dalam
menziarahi kubur itu terdapat pelajaran
asbabul wurud
Kata Burairah: kami bersaama rosul dalam suatu perjalanan. Kami singgah, sedangkan
jumlah kami semuanya hampir 1.000 orang. Beliau mengerjakan shalat dua rakaat bersama
kami. Kemudian beliau menghadapkan mukanya kepada kami. Air maya beliau mengalir
membasahi pipi. Umar pun berdiri dan bersedia menggantikannya (segala apayang dihadapi
nabi dengan dirinya. Umar bertanya: apa yang engkau rasakan wahai rasul: beliau
menerangkan : sesungguhnya ku mohon izin kepada allah untuk mendo’akan keampunan
kepada ibuku (istighfar) , tetapi Tuhan tidak mengizinkanku. Maka mengalirlah air mataku
sebagai tanda kasih sayang kepadanya (yang melepaskannya) dari api neraka. Sesungguhnya
aku pernah melarang kamu
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian yang telah kami jelaskan di depan, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan:
ilmu asbab al-wurud adalah ilmu yang menjelaskan sebab-sebab keluarnya Hadits, baik
berupa peristiwa atau keadaan yang terjadi, waktu maupun karena ada pertanyaan. Sehingga
dapat memahami kejelasan hadits baik dari segi umum dan khusus, mutlaq atau muqayyad,
atau untuk menentukan ada tidaknya naskh (penghapusan) dalam suatu hadits
Sebagai salah satu disiplin ilmu dalam studi hadis, asbabul wurud mempunyai peranan
yang sangat signifikan dalam rangka memahami maksud suatu hadis secara lebih baik.
Pemahaman yang mengabaikan asbabul wurud, cenderung dapat terjebak kepada arti tekstual
saja dan bahkan dapat membawa pemahaman yang keliru.
Fungsi asbabul wurudil hadis ;
1. Menentukan adanya takhshish hadits yang bersifat umum.
2. Membatasi pengertian hadits yang masih mutlaq.
3. Men-tafshil (merinci) hadits yang masih bersifat globab (umum).
4. Menentukan ada atau tidaknya nasikh-mansukh dalam suatu hadits.
5. Menjelaskan ‘illah (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum
6. Menjelaskan maksud suatu hadist yang masih musykil. (sulit dipahami atau janggal).
Menurut imam as-Suyuthi asbabul wurud itu dapat dikatagorikan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Sebab yang berupa ayat al-Qur’an
2. Sebab yang berupa hadist\
3. Sebab yang berupa perkaitan dengan para pendengar di kalangan sahabat
Diantara beberapa cara mengetahui asbab al-wurud dari hadits-hadits adalah sebagai berikut:
1. Asbab al-wurud dapat dilihat pada hadits tersebut, karena asbab al-wurud terdapat pada
hadits itu sendiri.
2. Asbab al-wurud yang dapat dilihat pada hadits lain, karena asbab al-wurud hadits tersebut
tidak tercantum pada haditsnya sendiri.
3. Asbab al-Wurud dapat dilihat pada aqwal shahabat atau informasi shahabat.
4. Asbab al-wurud melalui ijtihad,
15
Contoh dalalah :
Tentang Menziarahi kubur
ِ إني نهيتكم عن زيارة القبور فزورها َو ْل
تزدكم زيارتُها أجرا
“Sesungguhnya aku pernah melarang kamu menziarahi kubur maka sekarang ziarahilah dan
tambahilah pahala kamu dengan menziarahinya”.
Diriwayatkan oleh Thahawi dalam al-atsar dari buraidah r.a dan dari sa’id berbunyi: arabny
(aku larang kamu menziarahi kubur maka sekarang ziarahilah karena sesunggunya dalam
menziarahi kubur itu terdapat pelajaran
asbabul wurud
Kata Burairah: kami bersaama rosul dalam suatu perjalanan. Kami singgah, sedangkan
jumlah kami semuanya hampir 1.000 orang. Beliau mengerjakan shalat dua rakaat bersama
kami. Kemudian beliau menghadapkan mukanya kepada kami. Air maya beliau mengalir
membasahi pipi. Umar pun berdiri dan bersedia menggantikannya (segala apayang dihadapi
nabi dengan dirinya. Umar bertanya: apa yang engkau rasakan wahai rasul: beliau
menerangkan : sesungguhnya ku mohon izin kepada allah untuk mendo’akan keampunan
kepada ibuku (istighfar) , tetapi Tuhan tidak mengizinkanku. Maka mengalirlah air mataku
sebagai tanda kasih sayang kepadanya (yang melepaskannya) dari api neraka. Sesungguhnya
aku pernah melarang kamu….dst.
Adapun kitab-kitab yang banyak berbicara mengenai asbabul wurud antara lain adalah:
1. Asbabu wurud al-Hadis karya Abu hafs al-Ukbari (w. 339 H.), namun sayang kitab
tersebut tidak dapat sampai ke tangan kita.
2. Asbabu wurud al-hadis karya Abu Hamid Abdul Jalil Al-Jabari. Kitab tersebut juga tidak
sempat sampai ketangan kita.
3. Asbabu Wurud al-Hadis atau yang disebut juga al-Luma’ fi Asbab Wurudil hadis, karya
Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi. Kitab tersebut sudah ditahqiq oleh Yahya Ismail
Ahmad.
4. Al-Bayan wa at-Ta’rif karya Ibnu Hamzah Al-Husaini ad-Damasyqi (w.1110 H.
16
DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2001.
Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits, Bandung: PT Al-Ma’arif, 1974
Mudasir, Ilmu Hadis, Bandung Pustaka Setia, 1999.
Munawwar, Said Agil Husin dan Abdul Mustaqim, Asbabul wurud Studi kritis Hadis Nabi
Pendekatan Sosio-Historis-Kontekstual, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001, Cet 1
Suparta, Munzier, Ilmu Hadis, Jakarta: Raja Grafindo, 2008, Cet ke 5
Soetari, Endang, Ilmu hadits, Bandung: Amal Bakti Press, 1997, Cet ke 2
17