Anda di halaman 1dari 10

BAB LIMA

AL QUR’AN DAN ILMU PENGETAHUAN

Al Qur’anul Karim sebagai suatu mu’jizat yang terbesar bagi Nabi Muhammad SAW. Amat
dicintai oleh kaum muslimin, kasrena fashahah serta balaghahnya dan sebagai sumber
petunjuk kebahagiaan hidup didunia dan akhirat. Hal ini terbukti dengan perhatian yang amat
besar terhadap pemeliharaannya semenjak turunya dimasa RAsulullah sampai kepada
tersusunnya sebagai suatu mushhaf dimasa Utsman bin ‘Affan. Kemudian sesudah Utsman,
mereka memperbaiki tulisannya dan menambah harakat dan titik pada huruf-huruf nya, agar
supaya mudah dubaca oleh umat islam yang belum mengerti bahasa Arab.

Karena kecintaannya kepada Al Qur’an, dan untuk membuktikan kebenarannya, mereka


mengarang dan menterjemahkan bermacam-macam buku ilmu pengetahuan, baik mengenai
bahasa Arab, Syari’at, Filsafat dan Akhlak, mauun mengenai kesenian dan ekonomi, sehingga
penuhlah dengan buku-buku ilmiah perpustakaan-perpustakaan islam dikota-kota yang
besarseperti Cairo, Cordova, dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan anjuran Al Qur’an sendiri, Ayat
yang mula-mula turun ialah yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, yaitu:

Surat Al-alaq ayat 1-5

Artinya: “1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, 2) Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. 3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, 4)
Yang mengajar (manusia) dengan pena. 5) Dia mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya.”

Demikian pula ayat-ayat yang lain seperti tersebut dalam surat (39) Az- Zumar ayat 9:

Surat al-zumar ayat 9

9. (Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah pada
waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan
rahmat Tuhannya?

Surat Al-Mujadalah Ayat 11.

11. Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di


dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.

Ilmu-ilmu pada masa keemasan islam dapat digolongkan menjadi empat, yaitu:

1. Ilmu Bahasa Arab


2. Ilmu Syari’ah
3. Sejarah
4. Al hikmah dan filsafat (ilmu-ilmu selain bahasa dan agama)
1) ILMU BAHASA ARAB
Ilmu Bahasa arab Ini terdiri dari beberapa ilmu diantara ilmu Bahasa sharaf, balaghah, ilmu
Bahasa dan ilmu ‘Arudh.
a. Ilmu Nahwu dan Sharaf.
Pada mulanya Bahasa arab bertahan dengan kuat terhadap kemunduran yang mulai
terasa pada akhir-akhir masa Bani Umaiyah, karena tampuk pemerintahan, seperti jebatan
panglima-panglima, gubernur-gubernur dan kedudukan-kedudukan penting lainnya masih
dipegang oleh orang Arab, yang bahasanya tetap Bahasa (fasih) murni lebih lagi mereka amat
fanatic terhadap bangsa dan bahasanya.
Dimasa itu seseorang pemimpin yang menyimpang dari tata Bahasa yang fasih,
walaupun sedikit saja sudah dianggap rendah dan tercela. Tiap-tiap pemimpin, baik ia
pemimpin politik maupun pemimpin perang atau pemimpin sosial, semenjak khalifah sampai
kepada kepala daerah, adadlah orang-orang yang ahli dalam bahasa, cakap berpidato dan
dapat mengkritik kasidah-kasidah yang diucapkan di hadapannya. Kefasihan tertinggi dan
teristimewa, sangat mendalam dalam jiwa mereka (meskipunsifat ini bertentangan dengan
prinsip agama islam) sehingga mereka enggan bergaul dengan dengan orang bangsa arab dan
merasas merendah bila ikut bekerja bersama-sama orang ‘ajam (bukan orang arab).
Diantara Orang-orang arab itu jarang sekali yang mau bertani, bertuksng, beternak, dan
sebagainya. Dengan demikian bangsa arab dapat terpelihara kemurniaannya, karena
percakpan-percakapandi antara orang-orang arab tidak dapat dipengaruhi oleh kelemahan dan
kekurangan mutu bahasa yang dipakai sehari-hari oleh orang asing (ajam) itu. Tetapi karene
berdirinya kerajaan Bani Abbas boleh dikatakan atsa bantuan dan dukungan orang-orang
Persia, terutama atas bantuan Abu Muslim Al Khurasani, maka sebagai balas jasa,
diserahkanlah kepada mereka beberapa jabatan yang penting dalam negara. Dan dengan
berangsur-angsur bertambah banyaklah di antara mereka yang menduduki posisi-posisi yang
tinggi seperti menjadi gubernur, panglima, dan menteri.
Makin lama bertambah naik nama dan kedudukan mereka, dan dengan sendirinya
mengurangi kedudukan orang arab. Akhirnya tidak sampai satu abad semenjak berdirinya
kerajaan Bani Abbas, semua kedudukan yang penting, kecuali pangkat Khalifah, telah
dipegafng oleh orang Persia. Oleh karena yang memegang kekuasaan bukan orang arab lagi,
maka hilanglah perasaan bangga terhadap nasab dan keturunan, atau perasaan bahwa mereka
adalah golongan yang tinggi dan mulia. Kalau dahulu mereka enggan bekerja sebagai petani,
peternak dan tukan, sekarang mereka telah memasuki semua lapangan, bahkan banyak di dan
tukang, sekarang mereka telah memasuki semua lapangan, bahkan banyak diantara wanita-
wanita arab yang kawin dengan peternak arab-persia, bahkan ada yang kawin dengan orang-
orang Persia sendiri.
Dengan berasimilasinya orang-orang arab ke dalam masyarakat Persia, mulailah
bahasa arab mengalami kemunduran apalagi pemimpin-pemimpin yang berkuasa
bukan orang arab, sehingga timbullah satu bahasa pasar yang dapat dianggap sebagai
bahasa Arab yang murni seperti yang terjadi di mesir dan Damaskus.
Hal ini menimbulkan keadaan pada ulama dan ahli bahasa arab, sehingga mereka
bangun serentak untuk mempertahankan bahasa Arab dari keruntuhannya. Dengan rusaknya
bahasa Arab tentu tidak aka nada lagi yang dapat memahami Al-Qur’anul /karim, sedangkan Al-
Qur’an itu adalah kitam suci yang harus selalu dipelihara dan diperdalam isi dan maknanya.
Karena itu mereka merasa, bahwa diatas pundak merekalah terletak kewajiban untuk
memelihara Al-Qur’an dengan jalan mempertahankan kemurn ian bahasa Arab.
Untuk itu mereka telah mengarang ilmu Nahwu (Gramatika Bahasa Arab) agar bahasa
Arab itu dapat dipelajari dengan baik oleh umatyang tidak berbahasa Arab, sehingga mereka
terhindar dari kesalahan-kesalahan pengucapan dan dapat membaca dengan fasih.
Ilmu ini telah dirintis pemyusunannya, mula-mula oleh Abul Aswad Ad Duali, atas
nasehat Ali bin Bi Thalib. Kemudian ilmu ini berkembang di Bashrah. Dan menjadi lluas
pembahasannya, sehingga banyak ulama-ulama atau ahli-ahli bahasa yang mengarang kitab-
kitab Nahwu. Di antara pengarang-pengarang kitab lapangan kehidupan. Tentusaja ada
masalahyang baru yang belum pernah terjadi masa Rasullullah SAW untuk mwenetapkan
sesuatu hukujm dalam masalah yang baru itu. Para ulama berijtihad dengan mendasarkan
ijtihad mereka itu kepada Al-Qur’an Sunnah dan Ijma.
Dalam berijtihad ini ulama-ulama hijraz mengutamakan haditz sebagai dasar hukum dan
pelopor mereka ialah imam Malik bin Annas (713-789 M), sedang ulama Irak mengutamakan
pedoman mereka kepada qias dan pelopor mereka ialah Abu Hanifah (699-767 M). sebabnya
mereka lebih mengutamakan qias sebagai pedoman mereka, karena hadits-hadits banyak yang
lemah dan palsu. Kemudian setelah ulama-ulama bertemu dan berkumpul dengan ulama-ulama
Irak serta dapat diketahui mana Hadits yg Shahih dan mana Hadits yang lemah atau palsu,para
ulama tersebut sama-sama mendasarkan ijtihad mereka kepada hadits dan apabila tidak
trdapat hadits, barulah mereka mendasarkan ijtihad itu kepada qias.Akhirnya timbullah
beberapa madzhab, yang termanyhur diantara ialah madzhab empat yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i
dan Hambali. Bagi masing-masing madhab ini ada ulama-ulamanya yang terkenal.
Dalam berijtihad untuk menetapkan suatu hukum, harus mengetahui cara-cara
mengistimbatkan untuk mengambil kesimpulan mengenai hukum ini dari ayat-ayat Al-
Qur’an dan hadits-hadits . Cara ini mula-mula disusun oleh Imam Syafi’I (757-820 M)
dalam kitabnya yang bernama Ar Risalah. Ilmu ini kemudian terkenal dengan ilmu
Ushutul Fiqh. Lalu muncullah beberapa ulama yang melengkapi dan menyempurnakan
ilmu ini dengan cara yang lebih baik.
1. Balaghah
Mereka menyusun pula ilmu Balaghah yang mencakup ilmu Bayan, Ma’ani dan Badi’
untuk menjelaskan keistimewahan dan keindahan susunan bahasa dan segi-segi I’jaz Al-quran.
Ilmu ini disusun setelah selesai dikarang Nahwu dan Sharaf.
Kitab yang mula-mula dikarang dalam ilmu Bayan ialah Kitab Majazul Qur’an oleh ‘Ubaidah,
murid Al Khalil. Kemudian disusul oleh beberapa ulama. Dalam ilmu Ma’ani kitab I’jaazul Qur’an
yang di karang oleh Al-jahizh, dan dalam ilmu Badi’ kitab yang dikarang oleh ibnu al-Mu’tadz
dan Qudamah bin Ja’far.
Kemudian berturut-turut ulama mengarang bermacam-macam kitab dalam ilmu Balaghah
sampai munculah seorang seorang ahli Balaghah yang termasyur, yaitu Al……… Al-Jurjani
yang mengarang kitab Dalailul I’jaz dalam ilmu Ma’ani dan kitab …. Balaghah dalam ilmu
Bayan, dan AS-Sakaki yang mengarang kitab Miftahul Ulama yang mencakup segala masalah
dalam ilmu Balaghah.
1. Ilmu Bahasa
Untuk memelihara penertian kata-kata dalam Al-quran mereka mengarang kamus bahaa
Arab. Pada mulanya kamus-kamus ini hanya merupakan kitab-kitab kecil yang mengupas
bermacam-macam kata, seperti kata-kata yang berhubungan dengan manusia, binatang,
tumbuh tumbuhan dan tanda-tanda kemudian munculah Al-Khalil yang mengumpulkan kata-
kata Bahasa Arab, dalam suatu kitab dan menyusunnya berdasarkan huruf-huruf yang
dimulainya dengan huruf Ain, karena itu kitab ini dinamakan “Kitabul Ain”. Kemudian disusun
sebuah kamus yang tersusun menurut huruf hija-iyah oleh Abu Bakar bin Duraid yang
dinamakan´Al-Jamharah”. Lalu timbullah bermacam-macam kamus yang dikarang oleh ahli-ahli
bahasa, di antaranya: Ash-Shihah yang dikarang oleh Al-Jauhari, Al-Muhkam yang dijkarang
oleh Ibnu Sayyidih. Al-Muhith yang dikarang oleh Ash-Shahib bin ‘Ibad, An-Nihayah oleh Ibnu
Al-Atsir, Lisanul Arab oleh Ibnu Muqarran dan lain-lain sebagainya.
2. ILMU SYARI’AT
Ilmu Syari’at terdiri dari beberapa cabang ilmu pengetahuan diantaranya: Tafsir, Hadits,
Fiqh, Ushul Fiqh, Ilmu Kalam dan lain-lain.
a. Tafsir
Didalam Al-Qur’anul Karim ada ayat ayat yang muhkamaat (terang dan jelas artinya)
dan ayat-ayat yang mustasyaabihaat, (kurang terang dan kurang jelas artinya atau dapat
ditafsirkan). Para sahabat dalam memahami ayat-ayat AlQur’an itu mempunyai pendapat yang
berlain-lainan, karena perbedaan cara memahaminya, seperti perbedaan ayat dalam surat Al
Bqarah ayat 238:
Al Baqarah 238
Sebagian menerangkan bahwa yang dimaksud dengan ash Shalat al Wustha ialah shalat
‘Ashar, sedang yang lain menerangkan bahwa yang dimaksud itu adalah shalat Shubuh’.
Ialah “bukit” pada umunya, sedang Ibnu Abbas berpendapat yang dimaksudkan itu ialah bukit
“Tursina”. Dan yang lain berpendapat, bahwa yang dimaksudkan itu ialah bukit yang betumbuh-
tumbuhan.
Karena adanya perbedaan ini, maka ahli-ahli tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat
mustasyabihat, lalu berpegang kepada tafsiran Rasulullah dan hadits. Apabila mereka tidak
mendapatkan hadits-hadits, maka lalu berijtihad sendiri dengan berpedoman kepada ayat-ayat
yang lain dan hadits-hadits yang ada kadang-kadang mereka juga berpedoman kepada sejarah,
terutama yang berhubungan dengan ayat-ayat yang mengenai kisah-kisah orang dahulu.
Pada mulanyatafsir-tafsir itu hanya mengenai beberapa surat atau kumpulan tafsiran
beberapa ayat saja. Barulah pada masa pemerintahan Abbasiyah ada tafsir yang lengkap
meliputi seluruh Al-Qur’an.
Diantara ahli tafsir pada periode pertama ialah Sofyan bin Uyainah (wafat tahun 198 H).
Waki bin Jarrah (wafat tahun 198 H), Ishaq bin Rahawaih (wafat tahun 238 H), Muqatil bin
Sulaiman Al-Balhi dan Al-Farra. Ahli-ahli tafsir tersebut mendasarkan tafsir mereka kepada
tafsir Ibnu Abbas. tokoh-tokoh yang termansyur pada priode kedua ialah Muhammad bin Jarir
Ath-Thabari. Tafsirnyadi anggap sebagai tafsir yang benar yang besar yang berdasarkan
madzhab salaf. Kemudian diikuti oleh Ats-Tsa’labi dan Al-Wahidi. Sesudah itu barulah muncul
beberapa ahli tafsir yang memasukan kedalam tafsinya perubahan-perubahan mengenai
bermacam-macam ilmu, seperti: Nahwu, Fiq, Ushul Fiqh, ilmu Kalam, Balaghah dan Kisah-
kisah.
b. Hadits dan Mushthalah Hadits.
Hadits mempunyai nilai yang tinggi sesudah Al-Qur’anul Karim. Karena hanyak ayat-
ayat Al-Qur’an yang dikemukakan secara umum dan memerlukan perincian. Maka ayat-ayat itu
tidak dapat difahami maksudnya dengan jelas dan terperinci kalau tidak berpedoman kepada
hadits-hadits. Oleh karena itu maka timbullah keinginan para ulamauntuk membukukan hadits-
hadits Rasulullah. Apalagi setelah ternyata bahwa banyak sekali hadits-hadits yang lemah dan
hadits yang palsu.
Pada mulanya hadits itu tidak dikumpulkan seperti Al Qur’anul Karim.karen abanyak
ucapan-ucapan Rasulullah yang maksudnya melarang membukukan hadits. Larangan itu
antara lain tersebut dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim dari Abu Said Al-Khudri,
yang berkata: “Bersabda Rasulullah SAW: Janganlah engkau tulis ucapanku! siapa yang
menulis ucapanku selain Al Qur’an, hendaklah dihapuskan, dan kamu boleh meriwayatkan
perkataan-perkataan ini. Siapa yang dengan sengaja berdusta terhadapku, maka tempatnya
adalah neraka”.
Baru pada pemerintahan Umar bin Abdul Azis (717-720 M) hadits-hadits ini dibukukan.
Kemudian pada masa pemerintahan Abu Ja’far Al-Mansur dan putera-puteranya, para ulama
mengumpulkan hadits-hadits atas anjurang Khalifah-khalifah tersebut. Diantara tokoh-tokoh
termansyur dalam membukukan hadits-hadits ialah: Imam Malik bin Annas (713-789 M) yang
menyusun Al Muwaththa, Imam Bukhari dan Imam Muslimyang membukukan Hadits-hadits
yang Shahih saja. Imam Ibnu Hanbal (780-855 M). At Turmudzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan
An Nasai. Karangan-karangan mereka ini dianggap sebagai induk kitak-kitab hadits yang
disusun kemudian.
Tatkala ternyata ada hadits-hadits palsu yang diriwayatkan oleh orang-orang Yahudi dan
Zindiq, maka untuk menyaring mana hadits yang shahih dan mana yang palsu, para Ulama-
ulama membuat pedoman-pedoman yang dapat menetapkan bahwa sesuatu hadits shahih atau
lemah atau palsu, umpamanya dengan memeriksa pribadi-pribadi yang mula-mula yang
meriwayatkan hadits tersebut sampai kepada perawi yang terakhir. Pedoman-pedoman ini
disusun menjadi ilmu yang dinamakan Ilmu Mushthalah Hadits.
c. Fiqh dan Ushulul Fiqh
Al Qur’anul Karim dan hadits-hadits menguraikan masalah pokok secara gratis besar
dan tidak mencakup semua masalah yang timbul kemudian, karena masalah-masalah itu tidak
akan habis-habisnya sesuai dengan kemajuan segala lapangan kehidupan. Tentu saja ada
masalah yang baru yang belum pernah terjadi dimasa Rasulullah SAW. Untuk menetapkan
sesuatu hukum dalam masalah yang baru ini, para ulama berijtihad mereka itu kepada Al
Qur’an Sunnah dan Ijma.
Dalam berijtihad ini ulama-ulama hijraz mengutamakan haditz sebagai dasar hukum dan
pelopor mereka ialah imam Malik bin Annas (713-789 M), sedang ulama Irak mengutamakan
pedoman mereka kepada qias dan pelopor mereka ialah Abu Hanifah (699-767 M). sebabnya
mereka lebih mengutamakan qias sebagai pedoman mereka, karena hadits-hadits banyak yang
lemah dan palsu. Kemudian setelah ulama-ulama bertemu dan berkumpul dengan ulama-ulama
Irak serta dapat diketahui mana Hadits yg Shahih dan mana Hadits yang lemah atau palsu,
para ulama tersebut sama-sama mendasarkan ijtihad mereka kepada hadits dan apabila tidak
trdapat hadits , barulah mereka mendasarkan ijtihad itu kepada qias.Akhirnya timbullah
beberapa madzhab, yang termanyhur diantara ialah madzhab empat yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i
dan Hambali. Bagi masing-masing madhab ini ada ulama-ulamanya yang terkenal.
Dalam berijtihad untuk menetapkan suatu hukum, harus mengetahui cara-cara
mengistimbatkan untuk mengambil kesimpulan mengenai hukum ini dari ayat-ayat Al-Qur’an
dan hadits-hadits. Cara ini mula-mula disusun oleh Imam Syafi’I (757-820 M) dalam kitabnya
yang bernama Ar Risalah. Ilmu ini kemudian terkenal dengan ilmu Ushutul Fiqh. Lalu muncullah
beberapa ulama yang melengkapi dan menyempurnakan ilmu ini dengan cara yang lebih baik.
d. Ilmu Kalam.
Persoalan Aqidah (keyakinan) dimana sahabat dan tabi’in adalah ahli yang tetap dan
jelas berdasarkankepada Al-Quran dan Sunnah.Antara mereka atidak ada perselisihan
pendapat dalam persoalan ini. Meskipun di dalam Al-Qur’an beberapa ayat yang Mutasyaabih,
mereka tidak mempersoalkannya, karena khawatir bila ayat-ayat itu di ta’wilkan menurut
pendapat mereka masing-masing, akan membawa kepada perselisihan dan mungkin
menimbulkan perpecahan antara mereka sendiri, tetapi setelah agama islam dianut oleh umat-
umat yang dahulu menganut bermacam-macam agama dan madzhab mereka tak mau
menerima sesuatu aqidah, kecuali setelah diperdebatkan dan diperbandingkan dengan aqidah
mereka yang lama. Maka terpaaksalah ulama islam melayani mereka dengan dalil-dalil dan
hujjah-hujjah sesuai dengan cara-cara mereka berfikir. Hal ini mendapatsokongan dan bantuan
dari Khalifah-khalifah, diantaranyya Khalifah Al-Mahdi yang mendorong ulama menulis dan
menyusun Ilmu Kalam.
Akhirnya dalam ilmu Kalam ini timbulah dua golongan yang terbesar. Golongan pertama
ialah golongan Al Jama’ah dan golongan kedua ialah golongan Mu’tazilah, yang berbeda
pendapat dengan golongan yang pertama dalam beberapa masalah. Golongan yang kedua ini
dipelopori oleh Washil bin’Atha. Madzhab ini diokong dan dianut oleh pemimpin-pemimpin
pemerintah Abbasiyah.
Kemudian muncullah Abdul Hasan Al Asy’ari di Basrah (837 M), wafat di Bagdad (935
M) yang berusaha mengkompromikan maHZAB Al-Jama’ah dengan madzhab Mu’tazilah dan
dia dapat mengemukakan suatu madzhab baru, yang kemudian dinamai madzhab Al-Asy’ariah.
Selain dari itu ada lagi madzhab yang lain, seperti madzhab Syi’ah, Khawarij, Ibadhiyah dan
lain-lain.
3. SEJARAH
Sebabnya maka ulama-ulama Islam banyak menulis sejarah, karena didalam Al Qur’an
Banyak terdapat kisah-kisah orang-orang Yahudi, Nasrani, Shabiin dan Majusi. Disamping itu
ada pula terdapat hal-hal mengenai kejaian-kejadian Hudaibiyah dan lain-lain. Kisash-kisah
mengenai kejadian-kejadian tersebut terdapat pula dalam hadits-hadits Nabi. Tetapi yang mula-
mula dipentingkan oleh pembahas-pembahas dan penyelidik-penyelidik ialah yang mengenal
sejarah Nabi Muhammad SAW. Sendiri.
Adapun diantara ahli-ahli sejarah Nabi yang termansyur pada periode pertama ialah
Urwah bin Zubair (wafat tahun 92 H), Aban bin Utsman bin Affan (wafat tahun 105 H), Wahab
bin Munabbih (wafat tahun 110 H), dan Syarahbil bin Sa’ad (wafat tahun 123 H).
Pada periode kedua yang termansyhur ialah Ibnu Syihab Az-Zuhri (wafat tahun 124 H),
‘Ashim bin Amr bin Qatadah (wafat tahun 130 H) dan Abdullah bin Abubakar (wafat tahun 135
H).
Sedangkan pada periode ketiga yang termansyhur ialah Musa bin Aqabah (afat tahun
141H). Mu’ammar bin Rasyid (wafat tahun 150 H), Muhammad bin ishaq (wafat tahun 152 H),
Al-Waqidi (wafat tahun 207 H). Kemudian barulahmuncul Ibnu Hisyam (wafat tahun 218 H).
Kejadia-kejadian penting dalam islam amat dipentingkan pula oleh ahli-ahli sejarah
islam, karena dalam kejadian-kejadian itu banyak bahan-bahan yang dapat dijadikan dasar
hukum bagi hubungan antara umat islam dengan umat lainnya, Kejadian itu misalnya
peperangan-peperangan yang terjadi antara kaum Muslimin sendiri, seperti perang jamal dan
Ahiffin dan peperangan-peperangan yang terjadi antara kaumMuslimin dengan bangsa-bangsa
lain, seperti dengan bangsa Persia, romawi, Afrika Utara, Spanyol dan lain-lain. Umpamanya:
tindakan-tindakan yang diambil pleh Umar bin Khathab di negeri-negeri yang dikalahkan,
mengenai hubungan dengan ahli dzimmah (orang-orang yang bukan islam yang dibawah
kekuasaan kaum Muslimin), peraturan pajak, peraturan gaji tentara, yang kesemuanya itu ada
dasarnya dalam Al Qur’an dan Hadits.
Apalagi perselisihan antara sesame kaum muslimin itu telah mengakibatkan timbulnya
persoalan-persoalan baru seperti soal Khalifah, yaitu siapakah yang berhak menjadi Khalifah?
Apakah yang berhak itu hanya orang Quraisy, atau hanya keturunan ‘Ali ataukah tiap-tiap
Muslim mempunyai hak untuk menjadi Khalifah? Karena itu timbullah Madzhab Syi’ah dan
Khawariji yang masing-masing menguatkan pendiriannya dengan kejadian-kejadian sejarah
sampai didalm kitab Hadits sendiri dapat dijumpai beberapa fasal yang mengenai soal-soal
sejarah, diantara nya fasal-fasal mengenai Khalifah, syarat-syarat orang yang patut dijadikan
imam yang taati, pembantu-pembantu imam dan keutamaan-keutamaan para sahabat.
Diantara penulis-penulis sejarah yang termansyhur dalam hal ini ialah: Abu Mifknaf bin
Yahya, Saif bin Umar Al-Kufi, Ali bin Muhammad Al Madani dan Zubair bin Bakar.
Kemudiaan barulah timbul penulis mengenai sejarah bangsa-bangsa yang lain. Seperti
Persia, Romawi, Yunani, India, Afrika, Spanyol dan sebagainya, sehingga anyak sekali ahli-ahli
sejarah islam bukan saja dari orang-orang Arab bahkan banyak pula dari bangsa-bangsa lain
yang telah memeluk agama Islam. Yang termansyhur dantara mereka itu ialah Muhammad bin
Jarir Ath Thabari pengarang kitab “Akhbarur Rusul wal Muluk” Abu Hasan Ali Al-Mas’uudi
pengarang kitab Muruj adz-Dzahab dan Ma’adinul Jauhar, Ibnu Maskawaih pengarang kitab
tajaribul Umam, Ishaq bin Yazid, Ibnu Khillikan, Izzuddin Ibnul Atsir, Ibnu Khaldun yang terkenal
dengan Muqaddimahnya.

4. AL-HIKMAH DAN FILSAFAT


Al-Hikmah dan Filsafat pada pokoknya mengandung empat macam ilmu yaitu: Ilmu
Manthiq, Ilmu Alam, Ilmu Pasti dan Ilmu Ke-Tuhanan. Termasak ilmu Alam itu, ialah Ilmu Kimia,
Ilmu Kedokteran, Pharmasi, Ilmu Hewan dan Ilmu Pertanian. Yang termasuk Ilmu Pasti ialah
Berhitung, Aljabar, Ilmu Ukur, Ilmu Mekanika, Ilmu falak, dan Ilmu Geografi. Termasuk Ilmu ke-
Tuhanan ialah Metafisika yaitu pembahasan mengenai Pencipta, Jiwa, Jin, Malaikat dan
sebagainya.
Mereka mempelajari Ilmu-ilmu tersebut, karena dorongan Al Qur’an yang menganjurkan
supaya mereka menuntut ilmu, dank arena di dalamnya terdapat ayat-ayat yang berhubungan
dengan ilmu-ilmu tersebut.

Yang mengenain Ilmu Falak di antaranya seperti tersebut dalam surat (10) Yunus ayat 5:
Artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan nya
manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi penjalanannya, supaya kamu mengetahui
bilangan tahun dan perhitungan. Allah tidak menciptakan yang demikian itu melaikan
dangan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesarannya) kepada orang-orang yang
mengetahui”.
Dalam surat (36) Yasin ayat 38-40:
Artinya: “Dan matahari itu berjalan di tempat peredarannya. Itulah ketentuan dari Yang MAha
perkasa dan MAha Mengetahui. Dan telahkami tetapkan buagi bulan Manzilah (tempat)
perjalanan, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah ia
sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan
dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredaar pada garis
edarnya”.
Yang mengetahui Ilmu Hewan seperti tersebut dalam surat (16) An-nahl ayat 66:
Artinya: “Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu terdapat pelajaran bagimu. Kami
memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya(berupa) susu yang
bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bari orang-orang yang berhak
meminumnya”.
Yang mengetahui Ilmu Tumbuh-tumbuhan seperti tersebut dalam surat (13) Ar- R’d
ayat 4:
Artinya: “Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan dan kebun-kebun anggur,
tanam-tanaman dan pokon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami
dengan air yang sama. Kami melebihkan sebagian tanam-tanaman itu atas sebahagian
yang lain, tentang rasas (dan bentuknya). Sesungguhnyalah pada yang demikian itu
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir”.
Yang mengenai Ilmu Bumi dan Ilmu Alam seperti tersebut dalam surat (50) Qaaf ayat
7-8:
Artinya: “Dan kami hamparkan bumi itu dan kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh
dan kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah di pandang mata.
Untuk menjadi pengajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali
(mengingat) Allah”.
Dalam surat (34) Saba’ ayat 18:
Artinya: “Dan kami jadikan mereka antara mereka dan antara negeri-negeri yang kami
limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan kami tetapkan
antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. Berjalanlah kamu di negeri-negeri itu
pada malam dan siang hari dengan aman”.
Yang mengenai roh seperti tersebut dalam surat (17) Al Isra’ ayat 85:
Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan
Tuhan-Ku”. Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan, melainkan sedikit saja”.
Yang mengenai Jiwa seperti tersebut dalam surat (91) Asy-Syams ayat 7-10:
Artinya: “Dan jiwa serta penyempurnaan (pencipta). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan kettakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya.
Yang mengetahui qadha dan qadhar tersebut dalam surat (35) Faathir ayat 11:
Artinya: “Dab Allah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari air mani, kemudian Dia
menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang
perempuan yang mengandu ng dan tidak (pula) melahirkan melainkan dangan
sepengetahuan-Nya. Dan tidak dipanjangkan umur seseorang yang berumur panjang
dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalm kitab (Lauh
Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah”.
Karena ilmu-ilmu yang dimiliki oleh kaum Muslimin tentang hal-hal tersebut diatas belum
lengkap, maka mereka memulai usahanya dengan cara menerjemahkan buku-buku dari bahasi
asing. Adapun uasha peterjemahan ini telah dimulai sejak masa Bani Umayah (661-750 M).
Dan digiatkan dimasa pemerintahan Abbasiyah (754-1258 M). yang didorong pula oleh
Khalifah-khalifah. Abu Ja’far Al Mansyhur (754-775M). telah mendatangkan ahli-ahli terjemah
yang menterjemahkan kitab-kitab kedokteran, Ilmu Falak dan Ilmu pemerintahan dari bahasa-
bahasa Yunani, Persia dan India.
Dimasa Khalifah Ma’mun (813-817 M). aktivitas ini bertambah maju dan beliau mengirim
suatu rombongan ahli terjemah ke aroma seperti Al-Bathriq, Salm, Pemimpin Baitul Hikmah, Al-
Hajjaj bin MAthar dan Hunain bin Ishaq. Disana mereka memilih buku-buku ilmu pengetahuan
yang belum dipunyai oleh umat islam dan membawanya ke Baghdad untuk diterjemahkan,
diteliti dan dibahs sedalam-dalamnya.
Belum sapai satu abad berdirinya pemerintahan Abbasiyah, ulama-ulama Islam telah
memiliki ilmu ersebut dan lahirlah diantara mereka ahli-ahli al hikmah dan falsafah yang tidak
kurang nilainya dari ahli-ahli filsafat Yunani. Diantaramya Abu Yusuf Ya’kub bin Ishaq bin As-
Ahabagh al-KIndi, Ahmad bin Thayyib As-Sarakhsi, Muhammad bin Musa, Al-hasan bin Musa
yang termansyhur dalam ilmu pasti dan Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi penemu Ilmu
Aljabar.
Sesudah gerakan terjemah dan penelitian ini barulah dating masa penyempurnaan,
penyusunan dan penrmuan sendiri. Tokoh-tokoh yang terkenal dalam hal ini ialah Abu Nashr
Muhammad bin Tharkhan Al Farabi atau Alphanabius (wafat tahun 961 M) pencipta alat music
yang dinamai Al-Qanun yang kemudian ditiru olrh orang barat dengan nama piano, Abu Bakar
Muhammad bin Zakaria Ar-Razy bin Sina Atau Aviciena (980-1037 M). dan Abu Raihan Ahmad
bin Muhammad Al BAirunii (wapat tahun 430 H), ahli ilmu Falak dan ilmu Bumi Alam.
Diantara tokoh-tokoh termansyhur dikerajaan Fathiniah di Mesir ialah Ibnu Yunus dalam
Ilmu Falak Dan Ilmu Alam dan Ibnu Ridhwan dalam ilmu Kedokteran. Dan diantara tokoh-tokoh
yamg termansyhur di Spanyol ialah Abul Wahid Al Qadhi Ahmad Ibn Rusyd atau Averroes
(1126-1198 M). dan Abdul Qasim Al-Zahrawi.
Para ulama tersebut telahmengarang ratusan buku dalam bahasa Arab yang kemudain
diterjemahkan oleh orang barat ke dalam bahasa mereka. Orang Barat, yang pada waktu itu
masih terbelakang dalam lapangan ilmu pengetahuan, terpaksa mempelajari bahasa Arab
supaya dapat menterjemahkan bermacam-macam buku yang dikarang oleh para ulama islam.
Mereka dating ke Spanyol dari Itaia, Prancis, Jerman dan Inggris sengaja untuk belejar dan
menterjemah.
Setelahmereka puaas, barulah mereka kembali ke negerinya masing-masing, lalu
mereka mendirikan sekolah-sekolah untuk mengembangkan ilmu yang didapatnya, maka
berduyun-duyunlah orang memasuki sekola-sekolah itu dan dengan demikian berkembanglah
ilmu tersebut dikalangan mereka. Jasa ulama Islam ini memang diakui olehorang barat sendiri.
Amereka mengatakan bahwa islam itu adalah ibarat jembatan yang menghubungkan antara
kemajuan Eropa di masa dahulu kala dengan kemajuan Eropa dimasa sekarang.
Dari uraian-uraian diatas nyalatalah bahwa kegiatan-kegiatan para ulama Islam dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan baik agama maupun umum adalah karena:
1. Al Qur’an sendiri menganjurkan supaya manusia memperdalam pengetahuannya dalam
berbagai Ilmu pengetahuan.
2. Ayat-ayat Al Qur’an banyak menyinggung persoalan-persoalan ilmiah walaupun secara
garis besarnya saja. Karena itu para ulama ingin membuktikan kebenaran ayat-ayat itu
dengan menyelidiki dengan secara mendalam.
3. Rasa tanggung jawab para ulama terhadap pemeliharaan, penyiaran Al Qur’an mendorong
mereka untuk menciptakan dan menyusun ilmu bahasa Arab dan bermacam-macam ilmu
pengetahuan dengan itu.

Anda mungkin juga menyukai