Anda di halaman 1dari 17

Tajwid,Tahsin dan Tahfidh

ILMU TAJWID DAN QIRA’AT

Dosen Pengampu:

Mufida Ulfa,M.Th.I

Oleh:

Afifah Aulia Rahma 204104010070

Rifki Ardiansyah 204104010069

Zainur Rozikin 204104010061

Ahmad Rico Fauzi 205104010003

Fatma Qurata A’yun 204104010064

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH ACHMAD SIDDIQ JEMBER 2021


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “TAJWID, TAHSIN DAN TAHFIDH”
ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas Ibu Mufidah
Ulfa,M.Th.I. pada mata kuliah Ilmu Tajwid dan Qiraat. Kami mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Mufidah Ulfa,M.Th.I. selaku dosen Ilmu Tajwid dan Qiraat yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah
yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jember, 7 September 2021

Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sebagai umat islam, membaca Al-Qur’an adalah suatu kewajiban. Ibadah ini bahkan
memiliki keutamaan yang luar biasa, dimana keutamaan dari membaca Al-Qur’an itu setiap
hurufnya diganjar satu kebaikan dan setiap satu kebaikan dilipatkan menjadi sepuluh
kebaikan.

“Abdullah bin Mas’ud r.a berkata: “Rasulullah saw. Bersabda: “siapa yang membaca satu
huruf dari Al-Qur’an maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut. Satu kebaikan
dilipatgandakan 10 kebaikan semisalnya dan akuntidak mengatakan satu huruf ‘alif laam
Miim’ akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf, dan Miim satu huruf” (HR. At-Tirmidzi).

Membaca Al-Qur’an memang memberikan banyak pahala serta keutamaan yang besar
bagi seseorang. Namun dalam membaca Al-Qur’an, kita tidak bisa asal membacanya begitu
saja. Setiap kata dalam Al-Qur’an memiliki arti, dan jika salah dalam membacanya. Bisa
merubah arti dari kata tersebut.

Dalam membaca Al-Qur’an, ada ilmu yang disebut dengan tajwid. Tajwid adalah kata
yang berasal dari bahasa arab, yaitu jawwada, yujawwidu, tajwiidan, yang artinya
membaguskan.

Sedangkan menurut istilah tajwid adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara
melafalkan huruf yang benar dan dibenarkan, baik berkaitan dengan sifat, mad, dan
sebagainya, misalkan tarqiq, tafhim dan selain keduanya.

Pada pengertian tajwid tersebut dijelaskan bahwa ilmu tajwid berkaitan dengan pelafalan
huruf-huruf hijaiyah dan tata cara dalam melafalkan huruf-huruf tersebut dengan baik dan
benar. Karena akan ada huruf-huruf yang dibaca panjang, tebal, tipis, berhenti terang,
berdengung dan sebagainya.

2
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sejarah munculnya Ilmu Tajwid?

2. Apa perbedaan tajwid,tahsin dan tahfidh?

C. Tujuan

1. Agar mahasiswa memahami sejarah ilmu tajwid

2. Agar mahasiswa memahami perbedaan tajwid,tahsin dan tahfidh.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Ilmu Tajwid

Pada saat pertama kali Al-Qur’an diwahyukan Allah Swt. Kepada Nabi
Muhammad Saw. Melalui malailkat jibril, proses penyampaian Al-Qur’an dilakukan
secara langsung oleh Nabi Muhammad Saw. Kepada para sahabat. Dalam proses tersebut,
sekaligus terdapat transfer kaidah bacaan Al-Qur’an (yang sekarang dikenal dengan
istilah ilmu tajwid).

Namun, karena saat itu wilayah islam baru berada di jazirah arab, dan
penduduknya mafhum dengan bacaan Al-Qur’an (yang berbahasa arab), belum terdapat
dorongan untuk membuat ilmu tentang kaidah membaca Al-Qur’an. Sampai saat islam
tersebar kedaerah diluar Arab, diusulkan untuk menyusunnya supaya tidak terjadi
kesalahan pembacaan Al-Qur’an.

Adapun siapa penulis pertama ilmu Tajwid, terdapat perbedaan pendapat. Ada
yang mengatakan bahwa penyusun pertamanya adalah Abu al-Aswad Al-Du’ali (w.69
H/688M). ada juga yang mengatakan Abu al-Qasim Ubaid bin as-Salim (w.224H/838M).
ada juga yang mengatakan al-Khafil bin Ahmad (w.173H/789M). ada pula yang
mengatakan bukan mereka tetapi tokoh lain dari para imam ilmu Qira’at dan ilmu
bahasa.1

Sejarah ilmu Tajwid dan perkembangannya bisa dibagi dalam beberapa tahapan
sebagai berikut:

Periode Pertama: Rasul sampai Abu Bakar ra.

Perkembangan ilmu tajwid bermula semenjak zaman Rasulullah Saw.


Rasulullah menerima wahyu dari jibril as sudah dengan bertajwid, hanya saja

1
Abdul Fattah al-Marsafi, Hidayat al-Qari’ ila Tajwidi Kalam al-Bariy, (Madinah: Muhammad bin Iwad bin
ladin,1982),hal.37-38.

4
pada masa tersebut tidak ditekankan hukumnya dengan terperinci dan dibukukan.
Ilmuwan sejarah pun menyatakan perkembangan ilmu tajwid di zaman Rasulullah
Saw. Seiring dengan perkembangan ilmu-ilmu lain. Penulisan dalam ilmu tajwid
sejak dulu tidak begitu banyak, puncak utamanya ialah karena pembahasan ilmu
itu sendiri karena tidak begitu meluas dan kandungan babnya tidak banyak.

Setiap Rasulullah Saw. Selesai menerima wahyu ayat Al-Qur’an, ia


menyampaikan wahyu itu kepada para sahabatnya. Nabi Saw. Membacakannya
kepada orang banyak dengan tekun, sehingga mereka dapat membacanya dengan
baik, menghafal lafal-lafalnya dan mampu memahami arti dan makna serta
rahasia-rahasianya. Para sahabat pada waktu itu sebagai orang-orang bangsa arab,
yang mempunyai kekuatan menghafal yang tinggi, otak yang cerdas, dan daya
tangkap yang tajam. Selain itu kebanyakan mereka terdiri dari orang-orang yang
tidak terlalu pandai membaca dan menulis, tetapi cerdas. Ketika mereka
mengalami kesulitan, langsung bertanya kepada Rasulullah Saw dalam menulis
segala sesuatu selain ayat Al-Qur’an.2

Dalam periode ini, ilmu tajwid dan ilmu qiroat masih dalam satu kesatuan,
dengan nama ilmu qiro’at. Jadi dalam periode inibelum lahir istilah ilmu tajwid.

Periode Kedua: Masa Utsman bin Affan ra.

Setelah periode pertama berlalu, datanglah pemerintahan Utsman bin


Affan. Wilayah islam pun telah berkembang luas, orang-orang Arab murni telah
bercampur dengan orang-orang asing yang tidak kenal bahasa arab. Percampuran
bangsa dan akulturasi kebudayaan ini menimbulkan banyak kekhawatiran.
Disamping adanya berbagai kekhawatiran akan luntur dan hilangnya
keistimewaan orang arab murni. Juga adanya perselisihan antar kaum muslimin
tentang Al-Qur’an. Jika mereka tidak segera membukukan Al-Qur’an dengan
dikumpulkan atau disatukan dalam satu mushaf, mungkin akan timbul bencana
dan kerusakan yang besar dimuka bumi ini.

2
Abdul Djalal, ulumul Qur’an, (Surabaya:Dunia Ilmu,2008), hal.26-27.

5
Karena itu khalifah Utsman bin Affan memerintahkan kaum muslimin
agar ayat-ayat Al-Qur’an yang telah dikumpulkan pada masa khalifah Abu Bakar
dikumpulkan lagi dalam satu mushaf ini kemudian dikenal dengan nama Mushaf
Utsmani, dari mushaf itu dibuat salinan beberapa naskah lagi yang dikirimkan ke
semua Negara-negara islam. Khalifah utsman juga memerintahkan agar mushaf-
mushaf selain mushaf utsmani itu dibakar. Umat islam pada waktu itu juga
dilarang berpedoman kepada mushaf-mushaf selain mushaf utsmani. Dengan
usahanya itu, berarti khalifah utsman bin affan telah meletakkan dasar pertama,
yang dinamakan ilmu rasm al-qur’an.

Periode Ketiga: Masa Ali bin Abi Thalib

Pada masa ini Ali bin Abi Thalib memperhatikan orang-orang asing yang
suka menodai kemurnian bahasa arab. Sebab, ia sering mendengarkan sesuatu
yang menimbulkan kerusakan bahasa arab. Ia mengkhawatirkan terjadinya
kerusakan bahasa arab itu, karena itu ia langsung memerintahkan Abu al-Aswad
al-Duali untuk membuat sebagian kaidah-kaidah guna memelihara kemurnian
bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an dari permainan dan kerusakan orang-
orang yang jahil. Abul Aswad menulis pedoman-pedoman serta aturan-aturan
dalam bahasa arab. Dengan demikian, khalifah Ali bin Abi Thalib telah
meletakkan dasar pertama terhadap ilmu, yang sekarang terkenal dengan nama
ilmu nahwu dan ilmu I’rab Al-Qur’an.

Periode Keempat: Masa Bani Umayyah

Dalam masa ini, cita-cita para sahabat dan tabi’in besar ditunjukkan untuk
pengajaran langsung, tidak dengan tulisan dan pembukuan. Cita-cita dan
semangat penyebaran mereka itu dapat dianggap sebagai pendahuluan dari
pembukuan Ulumul Qur’an dan selanjutnya nanti.

Periode Kelima: Masa Tabi’in dan Tabi’ Tabiin

Pada permulaan abad ke 2 H, tepatnya dibawah panji generasi tabi’in,


muncul beberapa orang yang memfokuskan perhatian pada masalah qiro’at. Pada

6
masa ini, generasitabi’in yang dapat dijadikan sebagai narasumber qiro’atAl-
Qur’an setelah belajar dari generasi sahabat adalah Sa’id Ibnu Al-Musayyab (w.
93/711) untuk dikawasan madinah, Ubaid Ibn Umair dikawasan Makkah,
“Alqamah Ibn Qais al-Nakha’iy (w.62/681) dikawasan kuffah, Abu ‘Aliyah dan
Abu Raja (w.105/723) dikawasan Basrah, Al-Mughirah Ibn Abi Shihab Al-
Makhzumi (w. 91/709) dan khalifah Ibn Sa’ad di kawasan Damaskus.

Sebagian besar ahli qiro’at berasal dari kawasan-kawasan islam yang


mendapatkan kiriman Mushaf Usmani. Kota-kota tersebutmenjelma sebagai pusat
belajar Al-Qur’an dalam dunia islam. Fenomena inilah yang mendorong
terjadinya evolusi sebuah disiplin imu baru. Perkembangan ilmu tajwid pada masa
ini sejalan dengan perkembangan qiro’at dan perkmbangan penyebaran Al-Qur’an
dan pembelajarannya.

B. Perbedaan Tajwid,Tahsin dan Tahfidh

A. Pengertian Tajwid

Tajwid secara bahasa berasal dari kata jawada – yujawwidu - tajwidan artinya
membaguskan atau memperindah. Sedangkan secara istilah adalah:

ُ‫ف ِم ْن َم ْخ َر ِج ِه َم َع ِإ ْعطَاِئ ِه َحقَّهُ َو ُم ْست ََحقَّه‬


ٍ ْ‫ِإ ْخ َرا ُج ُكلِّ َحر‬
“mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluarnya dengan memberi hak dan
mustahaknya.”
Yang dimaksud dengan hak huruf adalah sifat asli yang selalu bersama dengan
huruf tersebut, seperti Al Jahr, Isti’la’, Istifal dan lain sebagainya. Sedangkan yang
dimaksud mustahak huruf adalah sifat yang nampak sewaktu-waktu, seperti tafkhim,
tarqiq, ikhfa’, dan lain sebagainya.3
Adapun secara garis besar materi yang dibahas dalm ilmu tajwid adalah:
1. Makharijul huruf (tempat keluar masuk huruf),
2. Shifatul huruf (sifat-sifat huruf),
3. Ahkamul huruf (hukum-hukum huruf),

3
Abdul Aziz Abdur Rauf, Pedoman Dauroh Al-Qur’an Kajian Ilmu Tajwid Disusun Secara Aplikatif (Kalisari Pasar
Rebo: Markaz Al Qur’an), hal. 13.

7
4. Ahkamul maddi wa qasr (hukum panjang pendek),
5. Ahkamul waqaf wal ibtida’ (hukum memulai dan menghentikan bacaan).
Hukum membaca Al Quran dengan tajwid adalah hatm (wajib) dan lazim ( tidak berubah
kapanpun dimanapun dan dalam kondisi apapun bagi siapapun baik orang dewasa ,anak-abak,
laki-laki dan perempuan). Adapun bagi yang meninggalkan dan mengabaikan bacaan Al-Qur’an
dengan tajwid adalah berdosa apabila tidak ada usaha untuk memperbaikinya.4
Alasan hukum wajib membaca Al-Qur’an dengan tajwid karena:
1. Al-Quran diturunkan kepada nabi dengan cara talaqqy.
2. Cara atau metode penyampaian bacaan Al-Qur’an yang diterima oleh para
ulama bersanad,sama persis dengan cara yang diterima oleh ulama salaf dari
sahabat yang diterima oleh Rasulullah SAW.
3. Bacaan bertajwid dapat menghiasi tilawah dan memperindah praktek bacaan
dihadapan guru atau qiraah.
Ada dua langkah yang dapat membantu cepatnya penguasaan praktek bacaan bertajwid
1. Menirukan bacaan guru dengan suara yang keras dan merekamnya untuk dikoreksi
kekurangannya.
2. Terus berlatih menggerak-gerakkan rahang mulut saat melafalkan huruf atau bacaan
ayat serta diiringi dengan suara keras sambil bercermin.

A. Pengertian Tahsin
Tahsin berasal dari kata hasana – yuhasini – tahsinan yang artinya memperbaiki,
membaguskan, menghiasi, mempercantik, membuat lebih baik dari semula.5 Tahsin
sering digunakan sebagai sinonim dari kata tajwid.
Tahsin juga selalu identik dengan tilawah. Tilawah sendiri berasal dari kata talaa
– yatluu – tilaawatan artinya bacaan, dan tilawatul qur’an artinya bacaan Al-Qur’an.
Sementara tilawah secara istilah adalah membaca Al-Qur’an dengan bacaan yang

4
Mudawi Ma’rif,Syarah dan Terjemah Matan Al Jazariyah, hal 20
5
Ahmad Annuri, Panduan Tahsin Tilawah Al-Qur’an dan Tajwid (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2016), hal. 3.

8
menjelaskan huruf-hurufnya dan berhati-hati dalam membacanya, agar lebih mudah
memahami makna yang terkandung di dalamnya.6

Tahsin Al-Qur’an berarti suatu cara untuk membaguskan pelafalan ayat-ayat Al-
Qur’an sesuai dengan kaidah nya, seperti pelafalan setiap huruf, tajwid, harakat, hingga
keindahan bacaan. Sehingga tujuan utama dari penguasaan tahsin Al-Qur’an adalah
untuk menjaga lidah kita agar terhindar dari segala jenis kesalahan saat membaca ayat
Al-Qur’an, baik kesalahan dalam penyebutan huruf, maupun kesalahan dalam penerapan
ilmu tajwid. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan sahabat-
sahabatnya, membaca Al-Qur’an menggunakan tahsin mampu menjaga huruf-huruf
hijaiyah yang keluar agar tetap sesuai dengan makhrajnya, menjaga hukum-hukum
bacaan, hingga dapat menghayati bacaan sehingga suara yang dikeluarkan ketika
membaca Al-Qur’an pun terdengar indah. Proses pembelajaran tahsin Al-Qur’an terjadi
ketika ilmu tahsin yang terdiri dari hukumhukum bacaan, sifat huruf, dan makhraj huruf
tersebut diajarkan kepada orang lain dengan baik dan benar. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran membaca Al-Qur’an menggunakan metode tahsin adalah rangkaian
kegiatan untuk belajar membaca Al-Qur’an dengan terencana dan tersusun, yang meliputi
berbagai unsur, seperti unsur fasilitas, material, perlengkapan, manusia, dan prosedur
yang saling mempengaruhi satu sama lain dengan tujuan untuk memperbaiki serta
membaguskan bacaan Al-Qur’an agar sesuai dengan hukum tajwid, makharijul huruf,
hingga irama lantunan.7

B. Pengertian Tahfidz
Tahfidz yang berarti menghafal, menghafal dari kata dasar hafal yang dari bahasa arab
hafidza – yahfadzu – hifdzan, yaitu lawan dari lupa, yaitu selalu ingat dan sedikit lupa. Secara
bahasa Al-Quran berasal dari bahasa Arab , yaitu qaraa-yaqrau-quraanan yang berarti bacaan.

١٨ ۚ ٗ‫ فَاِ َذا قَ َرْأ ٰنهُ فَاتَّبِ ْع قُرْ ٰانَه‬١٧ ۚ ٗ‫اِ َّن َعلَ ْينَا َج ْم َعهٗ َوقُرْ ٰانَه‬

6
Ibid.
7
Rohmadi,Aplikasi Metode Tahsin untuk Belajar Al-Qur’an dalam Pendampingan Kelompok Perempuan di
Kelurahan Kutaraya Kecamatan Kayuagung Kabupaten Ogan Komering Ilir (Manhaj: Vol 9. hal 63)

9
“ Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka
ikutilah bacaannya itu.” QS. Al-Qiyamaah 17-18

Kata Hafadza, jika dinisbatkan kepada Allah SWT maknanya adalah menjaganya


dari tabdil (penggantian), taghyir (perubahan) dan tahrif (penyelewengan) serta
penambahan dan pengurangan. Sementara kata hafadza jika dinisbatkan kepada
makhlukNya, maka maksudnya adalah menghafal, mengamalkan isinya dan
menyibukkan diri untuk berinteraksi dengan Al-Quran baik berupa tadabbur
Quran, istinbatul-ahkam, mengajar Al-Quran dan mempelajarinya

Menurut etimologi, kata menghafal berasal dari kata dasar hafal yang dalam
bahasa Arab dikatakan al-Hifdz dan memiliki arti ingat. Maka kata menghafal juga dapat
diartikan dengan mengingat. Mengingat, menurut Wasty Soemanto berarti menyerap atau
meletakkan pengetahuan dengan jalan pengecaman secara aktif.

Dalam pengertian secara terminologi, istilah menghafal mempunyai arti sebagai,


tindakan yang berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat. Menghafal adalah
suatu aktifitas menanamkan suatu materi di dalam ingatan, sehingga nantinya dapat
diingat kembali secara harfiah, sesuai dengan materi yang asli. Menghafal merupakan
proses mental untuk mencamkan dan menyimpan kesan-kesan, yang suatu waktu dapat
diingat kembali ke alam sadar.  Hal ini merupakan salah satu kegiatan mulia lagi
bermanfaat di dalam agama Islam. Ulama telah banyak menerangkan tentang fadilah,
manfaat dan keistimewaan kegiatan tersebut.

Maka, Tahfidz Al-Qur’an adalah membaca Al-Qur’an dengan perlahan, sebagai


proses pentransferan Al-Qur’an kedalam hati (dihafal). Misi utama dan urgensi
diturunkannya Al-Quran kepada Rasulullah SAW adalah untuk dihafal, kemudian
membacakannya kepada manusia dengan perlahan-lahan (tadabbur) agar  mereka
menghafalnya.selain itu aktifitas ini merupakan salah satu bentuk menjaga serta
melestarikan semua keaslian al-Quran baik dari tulisan maupun pada bacaan dan
pengucapan atau teknik melafalkannya. Seseorang yang telah hafal Al-Qur’an secara

10
keseluruhan disebut dengan huffazhul Qur’an, Pengumpulan Al-Qur’an dengan cara
menghafal (Hifzhuhu) ini dilakukan pada masa awal penyiaran agama Islam, karena Al-
Qur’an pada waktu itu diturunkan melalui metode pendengaran. Pelestarian Al-Qur’an
melalui hafalan ini sangat tepat dan dapat dipertanggung jawabkan. Menurut Abdul Aziz
Abdul Ra’uf definisi menghafal adalah “proses mengulang sesuatu, baik dengan
membaca atau mendengar”. Pekerjaan apapun jika sering diulang, pasti menjadi hafal.”

Ada pula tahfidz yang bemakna menghafal dan tadabbur (mendalami,


memahami). Sehingga seorang muslim tidak hanya sekedar membaca Al Qur’an saja,
tapi juga menghafal , memahaminya dan setelah itu mengamalkannya.Oleh sebab itu, Ia
adalah hafidz (penghafal) Qur’an pertama merupakan contoh paling baik bagi para
sahabat dalam menghafalnya. Setiap kali sebuah ayat turun, dihafal dalam dada dan
ditempatkan dalam hati, sebab daya menghafal yang kuat adalah kebiasaan bangsa arab .
Hal ini karena, umumnya mereka buta huruf, sehingga dalam penulisan berita-berita,
syair-syair dan silsilah mereka dilakukan dengan catatan hati mereka.

Diantara karakteristik Al Quran adalah ia merupakan kitab suci yang mudah


untuk dihafal,diingat dan dipahami. Allah SWT berfirman

zٍ‫ ر‬z‫ ِك‬z‫ َّد‬z‫ ُم‬z‫ن‬zْ z‫ ِم‬z‫ل‬zْ zَ‫ه‬zَ‫ ف‬z‫ ِر‬z‫ ْك‬z‫ ِّذ‬z‫ ل‬zِ‫ ل‬z‫ن‬zَ z‫ آ‬z‫ر‬zْ zُ‫ ق‬z‫ ْل‬z‫ ا‬z‫ ا‬zَ‫ ن‬z‫ر‬zْ z‫ َّس‬zَ‫ ي‬z‫ ْد‬zَ‫ ق‬zَ‫ ل‬z‫َو‬

“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang
yang mengambil pelajaran?” ( Al Qomar: 17)

Ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung keindahan dan kemudahan untuk dihafal


bagi mereka yang ingin menghafal dan menyimpannya di dalam hati.Kita melihat ribuan,
bahkan puluhan ribu kaum muslimin yang menghafal quran dan mayoritas dari mereka
adalah anak-anak yang belum menginjak usia balig. Dalam usia yang beliaitu,mereka

11
tidak mengetahui nilai kitab suci.Namun, penghafal quran terbanyak dari golongan usia
mereka.8

Dalam buku “ Kun bil Qurani Najman” karya Ustaz Saihul Basyir beliau memaparkan
bahwasannya “ Al Quran itu mudah tapi tidak untuk digampang-gampangkan” maksudnya
adalah beliau memberi contoh metode dalam menghafal yakni metode “MEMBELAI”
merupakan singkatan dari Membaca dengan benar lancar dan indah. Benarnya bacaan diukur
dari benarnya seseorang menerapkan hukum tajwid, makhraj dan sifat huruf,panjang dan
pendeknya,dengung dan tidaknya, saat jelas dibaca jelas,saat tebal dibaca tebal dan saaat tipis
dibaca tipis. Sehingga seberapa kuat si penghafal membaca hafalannya sebanyak mungkin tanpa
ada kekeliruan sedikitpun akan menentukan lancarnya hafalannya yang ia peroleh karena
kesabarannya dalam menghafal al quran.

8
Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al Quran (Jakarta: Gema Insani,1999) hal. 187.

12
BAB III

KESIMPULAN

No Sub BAB PEMBAHASAN KESIMPULAN

1. Sejarah Ilmu Tajwid Penulis Ilmu Tajwid: Abu al-Aswad Al-Du’ali


(w.69 H/688M),

Tahap 1 : Masa Nabi Dalam periode ini, ilmu tajwid dan ilmu qiroat
Muhammad- Abu Bakar masih dalam satu kesatuan, dengan nama ilmu
qiro’at. Jadi dalam periode ini belum lahir istilah
ilmu tajwid.

Tahap 2: Masa Utsman bin Khalifah Utsman memerintahkan umat muslim


Affan untuk mengumpulkan ayat ayat menjadi satu
mushaf. Sehingga ditemukan lah ilmu dasar
pertama yakni ilmu rasm utsmani.

Tahap 3: Masa Ali bin Abi Pada masa ini Ali bin Abi Thalib memperhatikan
Thalib orang-orang asing yang suka menodai kemurnian
bahasa arab. Maka beliau mengutus Abu Al
Aswad untuk menulis ilmu nahwu dan I’rabul
quran.

Tahap 4: Masa bani Umayyah Dalam masa ini, cita-cita para sahabat dan tabi’in
besar ditunjukkan untuk pengajaran langsung

13
Tahap 5: Masa Tabi’in dan Dibawah panji generasi tabi’in, muncul beberapa
Tabi’ Tabiin orang yang memfokuskan perhatian pada masalah
qiro’at.Fenomena inilah yang mendorong
terjadinya evolusi sebuah disiplin imu baru.
Perkembangan ilmu tajwid pada masa ini sejalan
dengan perkembangan qiro’at dan perkmbangan
penyebaran Al-Qur’an dan pembelajarannya.

2. Perbedaan Tajwid,Tahsin, Tajwid : memperbagus atau memperbaiki bacaan


Tahfidh. seperti mengucapkan setiap huruf dari makhraj
(tempat keluarnya huruf) dengan benar, dengan
menunaikan seluruh hak-nya.

Tahsin: Suatu cara untuk membaguskan pelafalan


ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan kaidah nya,
seperti pelafalan setiap huruf, tajwid, harakat,
hingga keindahan bacaan. Sehingga tujuan utama
dari penguasaan tahsin Al-Qur’an adalah untuk
menjaga lidah kita agar terhindar dari segala jenis
kesalahan saat membaca ayat Al-Qur’an.

Tahfidh: Menghafal dan tadabbur (mendalami,


memahami) Al Quran . Sehingga seorang muslim
tidak hanya sekedar membaca Al Qur’an saja, tapi
juga menghafal dan memahaminya agar mampu
mengamalkan isi kandungan Al quran dalam
kehidupan.

14
15

Anda mungkin juga menyukai