BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Al-Qur’an sebagai kitab suci rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi seluruh alam
yang didalamnya mengandung berbagai macam ilmu, hukum, teknologi, sosial,
dan sebagainya. Untuk itu perlu mengetahui dan memahami perbedaan bacaan al-
quran serta implikasinya terhadap makna dari lafal itu sendiri.
Al-Qur’an dipelajari untuk memahami makna atau pesan dibalik teks. Maka
untuk mendapatkan makna yang sesuai dengan Al-Qur’an perlu memahami qira’at
dan cara membaca Al-Qur’an dengan benar, cara membaca Al-Qur’an dengan
baik dan benar bisa dipelajari dengan ilmu tajwid.
B. Tujuan
BAB II
1
وهو تجويد الحروف ومعرفة الوقوف:وروي عن علي رضي هللا عنه أنه قال فى معنى الترتيل
PEMBAHASAN
2
وهو تجويد الحروف ومعرفة الوقوف:وروي عن علي رضي هللا عنه أنه قال فى معنى الترتيل
Khalifah umat Islam memikul tugas untuk berbuat demikian ketika umat Islam
mulai melakukan-kesalahan dalam bacaan.
Ini karena semasa Sayyidina Utsman menyiapkan Mushaf al-Qur’an
dalam enam atau tujuh buah itu. beliau telah membiarkannya tanpa titik-titik huruf
dan baris-barisnya karena memberi keluasan kepada para sahabat dan tabi’in pada
masa itu untuk membacanya sebagaimana yang mereka telah ambil dari
Rasulullah SAW sesuai dengan Lahjah (dialek) bangsa Arab yang bermacam-
macam.
Tetapi setelah berkembang luasnya agama Islam ke seluruh tanah Arab
serta jatuhnya Roma dan Parsi ke tangan umat Islam pada tahun 1 dan 2 Hijriah,
bahasa Arab mulai bercampur dengan bahasa penduduk-penduduk yang
ditaklukkan umat Islam. Ini telah menyebabkan berlakunya kesalahan yang
banyak dalam penggunaan bahasa Arab dan begitu juga pembacaan al-Qur’an.
Maka al-Qur’an Mushaf Utsmaniah telah diusahakan untuk menghindari
kesalahan-kesalahan dalam membacanya dengan penambahan baris dan titik pada
huruf-hurufnya bagi karangan ilmu qira’at yang paling awal disepakati, yang
diketahui oleh para penyelidik ialah apa yang telah dihimpun oleh Abu 'Ubaid Al-
Qasim Ibnu Salam dalam kitabnya "Al-Qira’at" pada kurun ke-3 Hijriah.
Akan tetapi ada yang mengatakan, apa yang telah disusun oleh Abu
'Umar Hafs Ad-Duri dalam ilmu Qira’at adalah lebih awal. Pada kurun ke-4
Hijriah pula, lahir Ibnu Mujahid Al-Baghdadi dengan karangannya "Kitabus
Sab'ah", dimana beliau adalah orang yang mula-mula mengasingkan qira’at
kepada tujuh imam bersesuaian dengan tujuh perbedaan dan Mushaf Utsmaniah
yang berjumlah tujuh naskah.
Kesemuanya pada masa itu karangan ilmu tajwid yang paling awal,
barangkali tulisan Abu Mazahim Al-Haqani dalam bentuk qasidah (puisi) ilmu
tajwid pada akhir kurun ke-3 Hijriah adalah yang terulung.
Selepas itu lahirlah para ulama yang tampil memelihara kedua ilmu ini
dengan karangan-karangan mereka dari masa ke masa seperti Abu 'Amr Ad-Dani
dengan kitabnya At-Taysir, Imam Asy-Syatibi Tahani dengan kitabnya "Hirzul
Amani wa Wajhut Tahani" yang menjadi tonggak kepada karangan-karangan
3
وهو تجويد الحروف ومعرفة الوقوف:وروي عن علي رضي هللا عنه أنه قال فى معنى الترتيل
tokoh-tokoh lain yang sezaman dan yang setelah mereka. Tetapi yang jelas dari
karangan-karangan mereka ialah ilmu tajwid dan ilmu qira’at senantiasa
bergandengan, ditulis dalam satu kitab tanpa dipisahkan pembahasannya,
penulisan ini juga diajarkan kepada murid-murid mereka.
Kemudian lahir pula seorang tokoh yang amat penting dalam ilmu tajwid
dan qira’at yaitu Imam (ulama) yang lebih terkenal dengan nama Ibnul Jazari
dengan karangan beliau yang masyhur yaitu "An-Nasyr", "Toyyibatun Nasyr" dan
"Ad-Durratul Mudhiyyah" yang mengatakan ilmu qira’at adalah sepuluh sebagai
pelengkap bagi apa yang telah dinyatakan Imam Asy-Syatibi dalam kitabnya
"Hirzul Amani" sebagai qira’at tujuh. Imam Al-Jazari juga telah mengarang
karangan yang berasingan bagi ilmu tajwid dalam kitabnya "At-Tamhid" dan puisi
beliau yang lebih terkenal dengan nama "Matan Al-Jazariah". Imam Al-Jazari
telah mewariskan karangan-karangannya yang begitu banyak berserta bacaannya,
yang kemudian menjadi ikutan dan panduan bagi karangan-karangan ilmu tajwid
dan qira’at serta bacaan al-Qur’an hingga hari ini.
2. Sejarah Perkembangan Tajwid
Dari sejarah pula, perkembangan ilmu tajwid bermula sejak zaman
Rasulullah SAW BAGINDA menerima wahyu dari Jibril sudah dengan bertajwid,
hanya pada masa itu tidak ditekankan hukumnya dengan terperinci dan
dibukukan. Orang yang mula-mula sekali membukukan ilmu ini ialah Imam
Al-‘Azim Abu Abid Qasim bin Salam pada kurun yang ke 3 Hijriah. Namun ada
pendapat lain pula mengatakan, orang yang mula-mula membukukan ilmu ini
ialah Hafs bin ‘Umar al-Duri.
Ilmuwan sejarah juga menyatakan perkembangan ilmu tajwid di zaman
Rasulullah SAW seiring dengan perkembangan ilmu-ilmu lain. Walaupun begitu,
seluruh hukum yang berkaitan seperti hukum nun sakinah, mim sakinah, mad,
waqaf dan sebagainya belum dinamakan dan dibukukan.
Penulisan dalam ilmu tajwid sejak dulu dan sekarang tidak begitu banyak,
puncak utama ialah karena pembahasan ilmu itu sendiri yang tidak begitu meluas
dan kandungan babnya tidak banyak. Selain dari itu ia lebih tertumpu kepada
latihan amali dan jarang sekali didapati ia diajar dalam bentuk kuliah dan
4
وهو تجويد الحروف ومعرفة الوقوف:وروي عن علي رضي هللا عنه أنه قال فى معنى الترتيل
perbincangan hukum semata-mata. Kitab yang pertama dalam ilmu tajwid ialah
dalam bentuk nazam (syair). Ia telah dihasilkan oleh Abu Mazahim al-Khaqani
yang wafat pada tahun 325 hijrah yaitu di akhir kurun yang ke 3 hijrah. Nazam
tersebut dianggap yang terawal dalam ilmu tajwid.
Di dalam pengajaran al-Qur’an, ilmu tajwid diberi penekanan yang serius
agar pembacaan umat Islam betul dan mengikut apa yang telah disunahkan oleh
Rasulullah. Usaha mengajar al-Quran dijalankan melalui madrasah-madrasah,
rumah-rumah individu (tokoh imam) dijalankan oleh para mubaligh dari negeri
Arab. Mereka menjalankan pengajian al-Qur’an secara bersemuka bertujuan orang
yang diajar dapat membaca al-Qur’an dengan bertajwid, dari sinilah bermulanya
perkembangan ilmu tajwid di Indonesia.
Terdapat juga beberapa orang ulama dari kerajaan Sambas, Indonesia yang
telah menulis ilmu tajwid dalam versi Melayu, diantaranya ialah Haji Khairuddin
ibnu Haji Qamaruddin Sambas, yang telah menulis beberapa buah buku
termasuklah ilmu tajwid tetapi tidak dinyatakan tarikhnya. Kandungannya
membincangkan ilmu tajwid secara lengkap untuk peringkat asas (Koleksi tulisan
Allahyarham Wan Mohd Shaghir Abdullah, internet 5 Mei 2008 - senin). Seorang
lagi Ulama Sambas yang menulis tajwid ialah Haji Mohd Yasin bin Al-Haji
Muhammad Sa’ad Sambas di mana buku tajwid yang ditemui di karang oleh
beliau ialah “ Ilmu Tajwid”.
Buku ini diselesaikan di Mekah waktu Dhuha, hari Sabtu bersamaan 20
Syawal 1285 H. Kandungannya menjelaskan tentang ilmu Tajwid al-Quran. Pada
bagian awal ditulis dalam Bahasa Arab yang diberi makna dalam bahasa Melayu.
Bagian kedua semuanya menggunakan bahasa Melayu. Manuskrip ini diperoleh di
Pontianak Kalimantan Barat. Ia pernah dimiliki oleh salah seorang keturunan
Kerabat Diraja Kerajaan Pontianak. Tarikh Perolehan ialah pada 11 Rabiulawal
1423 H hari Jumat bersamaan 24 Mei 2002 M..
B. Pengertian Tajwid
Tajwīd ( )تجويدawal secara harfiah bermakna melakukan sesuatu dengan
elok dan indah atau bagus dan membaguskan, tajwid berasal dari kata Jawwada (
داqqqتجوي-ودqqqيج-ودqqq )جdalam bahasa Arab. Dalam ilmu Qiraah, tajwid berarti
5
وهو تجويد الحروف ومعرفة الوقوف:وروي عن علي رضي هللا عنه أنه قال فى معنى الترتيل
7
وهو تجويد الحروف ومعرفة الوقوف:وروي عن علي رضي هللا عنه أنه قال فى معنى الترتيل
kali muncul perihal sejarah atau asal-usul ilmu tajwid. Kapankah ilmu ini
dicetuskan dan siapakah yang mencetuskannya?
Jika kita membuka literatur-literatur klasik baik kitab-kitab tarikh maupun
kitab-kitab hadis, memang tidak bisa diidentifikasi secara pasti kapan ilmu tajwid
mulai ‘resmi’ dicetuskan sebagai disiplin ilmu Al-Qur’an.
Hal ini dijelaskan dalam Arsyif Multaqa Ahl al-Tafsir juz 1 hlm. 2.083:
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, bahwa ia berkata tentang makna tartil.
“Tartil adalah membagsuskan makaharijul huruf dan mengetahui waqaf”.Maka,
secara substansi dan pengamalan, hakikatnya ilmu tajwid sudah dipraktekkan
sejak awal-awal Alquran diturunkan. Walaupun penyebutannya sebagai bagian
dari disiplin Ulumul Qur’an yg baru muncul beberapa tahun kemudian.
Lalu sejak kapan Ilmu Tajwid ‘resmi’ disebut sebagai ilmu yang spesifik?
Mengenai hal ini, para ulama menyimpulkan bahwa tajwid mulai dikenal sejak era
Khalifah Usman bin Affan. Waktu itu terjadi pembukuan Mushaf Utsmani untuk
menghindari salah baca. Karena waktu itu Alquran belum ada titik dan baris
harkatnya seperti sekarang ini.
Upaya pembukuan Mushaf Utsmani ini disepuhi oleh dua orang ahli
Alquran dan bahasa, yakni Abu Aswad Al-Duwali dan Al-Khali bin Ahmad Al-
Farhidi.
8
وهو تجويد الحروف ومعرفة الوقوف:وروي عن علي رضي هللا عنه أنه قال فى معنى الترتيل
1) Pada abad ketiga Hijriyah, Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam menulis kitab
tajwid yang diberi nama Kitāb al-Qirāat. Inilah yang ditenggarai sebagai
kitab kitab pertama dalam bidang Ilmu tajwid.
2) Pada abad keeempat Hijriah, seorang ulama bernama Al-Hafidz Abu
Bakar Bin Mujahid Al-Baghdadi (w. 324 H). Ia menulis kitab tajwid yang
berisi tentang bacaan tujuh qiraat (qira’at as-sab’àh).
3) Abad kelima Hijriyah, ada Al’Hafidz Al-Imam Abu Amr Utsman bin
Sa’id Ad-Dani yang mengarang kitab Al-Taisir. Kitab ini berisi tentang
Qiraah Sab’ah yang menjadi sandaran para ahli Quran.
4) Memasuki abad keenam Hijriyah, tampil seorang ulama yang menjadi
rujukan tokoh-tokoh yang sezaman dengannya maupun setelahnya yakni
Abul Qasim bin bin Fairah Al-Andalusi (w. 590 Hijriyah). Ia mengarang
kitab tajwid yang berjudul Hirzul Amani wa Wajhut Tahani.
5) Kemudian setelah itu banyak para ulama yang menekuni bidang ilmu
tajwid di setiap masanya hingga kemudian yang paling dikenal dan banyak
dipelajari di Indonesia adalah kitab Al-Tahmid dan nadzam tajwid yang
populer dengan nama Matan Al-Jazariyah karya Imam Muhammad Ibnu
Jaziri As-Syafi’i.
9
وهو تجويد الحروف ومعرفة الوقوف:وروي عن علي رضي هللا عنه أنه قال فى معنى الترتيل
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian singkat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tajwid telah dikenal
pada masa Rasulullah SAW, karena pada saat itu masyarakat sudah tahu cara
membaca al-Qur’an dengan benar. Adapun hubungan qira’at dengan tajwid ialah,
tajwid lebih bersifat teknis dengan upaya memperindah bacaan al-Qur’an dengan
cara membunyikan huruf-huruf al-Qur’an sesuai dengan makhraj serta sifat-
sifatnya. Adapun qira’at lebih substansial, yaitu pengucapan lafaz-lafaz al-Qur’an,
kalimat ataupun dialek kebahasaan. Jadi berbicara tentang tajwid tidak turut pula
ketinggalan untuk berbicara qira’at juga.
10