Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH SUMBER – SUMBER AJARAN

AGAMA ISLAM
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pengantar Studi Islam
Dosen Pengampu : Nuhan Nabawi, M.H

Disusun oleh :
Kholish Nur Ahmad Juniawan (23109910013)
Mochammad Faqih Faisal Pratama (23109910018)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq,
serta hidayahnya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan kondisi sehat wal
afiat. Dan sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi agung nabi
Muhammad saw yang telah membimbing kita dari zaman yang gelap gulita menuju zaman yang
terang benderang yakni agama Islam
Dan tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada pihak pihak yang berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini terutama bapak ibu dosen pengampu yang telah bersedia meluangkan
waktunya untuk membimbing dan mengarahkan kami dalam pembuatan makalah yang berjudul
“Karakteristik Dan Dimensi Ajaran Islam”.
Kami sebagai penulis makalah masih menyadari akan kekurangan kekurangan dalam
makalah ini baik dari segi materi ataupun dari segi penulisan. Oleh karena itu kami selaku penulis
makalah ini dengan kerendahan hati dan hati terbuka menerima kritik dan saran guna
menyempurnakan makalah ini.
Demikian makalah ini kami buat semoga memberi manfaat bagi kita semua.

Blitar, Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3

A. Latar Belakang Masalah............................................................................3

B. Rumusan Masalah.......................................................................................3

C. Tujuan..........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4

A. Pengertian Agama Islam............................................................................4

B. Sumber – Sumber Ajaran Agama Islam...................................................4

C. Hubungan antara Al-Quran dan Al-Sunnah.........................................12

D. Perbedaan Al-Qur’an dan Al-Sunnah....................................................13

BAB III PENUTUP...............................................................................................15

A. Kesimpulan................................................................................................15

B. Saran..........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Dalam makalah yang berjudul “Sumber – sumber Ajaran Agama


Islam” ini akan menguraikan mengenai pengertian Agama Islam, sumber
hukum Islam dan ajarannya, serta cara untuk memahaminya. Dalam upaya
memahami ajaran Islam, berbagai aspek yang berkenaan dengan Islam
perlu dikaji secara seksama, sehingga dapat menghasilkan pemahaman
Islam yang komprehensif. Hal ini penting dilakukan, karena kualitas
pemahaman ke Islaman seseorang akan mempengaruhi pola pikir, sikap,
dan tindakan ke Islaman yang bersangkutan. Untuk itu uraian di bawah ini
diarahkan untuk mendapatkan pemahaman tentang Islam. Selain itu dalam
makalah ini akan di paparkan mengenai pengertian agama Islam itu sendiri
dan juga sumber-sumber hukum Islam, dan ini tentunya hanya mengulang
untuk mengingatkan kembali pelajaran yang telah lewat karena makalah
yang akan kami bahas kali ini sudah sering kita pelajari dan hanya untuk
mengingatkan kembali.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja sumber – sumber ajaran Agama Islam?
2. Apa ciri – ciri dan kelebihan dari Al – Qur’an?
3. Apa fungsi Al – Qur’an?
4. Apa saja isi kandungan yang terdalam Al – Qur’an?
5. Apa fungsi Al – Sunnah?
6. Apa saja bagian – bagian dari Al – Sunnah?
7. Apa hubungan Al – Qur’an dan Al – Sunnah?
8. Apa yang membedakan antara Al – Qur’an dengan Al – Sunnah?
9. Apa itu ijhihad?

C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
2. Sebagai penambah pengetahuan dan wawasan akan sumber – sumber
ajaran Agama Islam.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama Islam


Dari segi bahasa, Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata “salima”
yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salima
selanjutnya diubah menjadi bentuk “aslama” yang berarti berserah diri masuk
dalam kedamaian. Senada dengan pendapat di atas, sumber lain mengatakan
bahwa Islam berasal dari bahasa Arab, terambil dari kata salima yang berarti
selamat sentosa. Dari asal kata itu dibentuk kata “aslama” yang artinya
memelihara dalam keadaan selamat sentosa dan berarti pula menyerahkan diri,
tunduk, patuh, dan taat. Kata aslama itulah yang menjadi kata Islam yang
mengandung arti segala arti yang terkandung dalam arti pokoknya. Oleh sebab
itu, orang yang berserah diri, patuh, dan taat disebut sebagai orang Muslim.
Orang yang demikian berarti telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri,
dan patuh kepada Allah Swt. Orang tersebut selanjutnya akan dijamin
keselamatannya di dunia dan akhirat. Dari pengertian kebahasaan ini, kata
Islam dekat dengan arti kata agama yang berarti menguasai, menundukkan,
patuh, hutang, balasan, dan kebiasaan. Pengertian Islam demikian itu, menurut
Maulana Muhammad Ali dapat dihami dari firman Allah yang terdapat pada
ayat 202 surat AI-Baqarah yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman,
masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu
turuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata
bagimu.”

Dari uraian di atas, kita sampai pada suatu kesimpulan bahwa kata Islam
dari segi bahasa mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan berserah diri kepada
Tuhan dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup, baik di dunia
maupun di akhirat. Hal demikian dilakukan atas kesadaran dan kemauan diri
sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai panggilan dari
fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan sudah menyatakan
patuh dan tunduk kepada Tuhan.

B. Sumber – Sumber Ajaran Agama Islam

1. Al – Qur’an
1.1 Pengertian

4
Ditinjau dari segi bahasa (etimologi), Al-Qur’an berasal dari bahasa
Arab yang berarti “bacaan” atau “sesuatu yang dibaca berulang-ulang”. Kata
Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja “qara’a” yang
artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada
salah satu surat Al Qur’an, yaitu: “Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an
(di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah
tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya,
hendaklah kamu ikuti bacaannya”. (QS 75:17-18).

Secara istilah (terminologi), Dr. Dawud Al-Attar (1979)


mendefinisikan Al-Qur’an sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad secara lisan, makna serta gaya bahasanya yang tertulis
dalam kitab yang ditulis secara “mutawattir”. Definisi di atas mengandung
beberapa kekhususan sebagai berikut:

a. Seluruh ayat Al-Qur’an adalah wahyu Allah; tidak ada satu pun yang
datang dari perkataan atau pikiran Nabi Muhammad.
b. Al-Qur’an diturunkan dalam bentuk lisan dengan makna dan gaya
bahasanya. Artinya isi maupun redaksi Al-Qur’an datang dari Allah
sendiri.
c. Al-Qur’an dinukilkan secara mutawattir, artinya Al-Qur’an disampaikan
kepada orang lain secara terus menerus oleh sekelompok orang yang
tidak mungkin bersepakat untuk berdusta karena banyaknya jumlah dan
berbeda-beda tempat tinggal mereka.
d. Al-Qur’an sebagai wahyu diturunkan secara berangsur-angsur selama 23
tahun. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2
periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah.
e. Periode Mekkah berlangsung selama 13 tahun masa kenabian Rasulullah
SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat
Makkiyyah. Ayat-ayat Al-Qur’an yang turun pada periode Mekkah
sebanyak 4.780 ayat yang tercakup dalam 86 surat, Ciri-ciri ayat
Makkiyah :

 Ayatnya pendek-pendek.
 Kebanyakan di awali dengan “ya ayyuhan nas”.
 Berisi ajaran Tauhid, hari kiamat, akhlak dan kisah-kisah.

f. Periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama


10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat
Madaniyah. periode Madinah sebanyak 1.456 ayat yang tercakup dalam
28 surat. Ciri-ciri Ayat Madaniyyah :

 Ayatnya panjang.
 Kebanyakan di awali dengan “ya ayuuhal ladzina”.
 Berisi ayat-ayat hukum, keadilan, masyarakat.

5
Al-Qur’an terdiri dari 30 Juz, 114 surat dan 6666 ayat. Selain Al-
Qur’an, wahyu Allah ini diberi nama-nama lain oleh Allah, sebagaimana
tercantum dalam ayat-Nya, yaitu:

1. Al-Kitab, berarti sesuatu yang ditulis (QS. Ad-Dukhan: 2). Di dalam


nama ini terkandung isyarat perintah agar firman Allah itu ditulis
nabi serta mengandung prediksi bahwa Al-Qur’an akan menjadi kitab
abadi yang dapat dibaca manusia.
2. Al-Kalam, berarti ucapan (QS. At-Taubah: 6). Nama ini
menunjukkan bahwa Al-Qur’an seluruhnya ucapan Allah. Dalam
kaitan ini terkandung jaminan bahwa Al-Qur’an itu suci dan seluruh
ayatnya datang dari Allah yang Maha Suci dan Maha Benar.
3. Az-Zikra, berarti peringatan (QS. Al-Hijr: 9). Nama ini menunjukkan
fungsi Al-Qur’an selaku motivator amal, yaitu agar manusia beramal
baik dan konsisten dengan kebajikan lantaran amal perbuatan
manusia akan diminta pertanggungjawaban kelak di hari pembalasan.
4. Al-Qasas, berarti cerita-cerita (QS. Ali Imran, 62). Al-Qur’an
membawa cerita nyata tentang masyarakat masa silam bahkan sejak
kejadian pertama kali. Kenyataan ini membenarkan pernyataan
bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci tertua.
5. Al-Huda, berarti petunjuk (QS. At-Taubah: 33). Nama ini
menunjukkan fungsi Al-Qur’an sebagai petunjuk yang hanya
dengannya manusia dapat mencapai keridaan Allah.
6. Al-Furqan, berarti pemisah/pembeda (QS. Al-Furqan: 1). Sebagai
pedoman hidup dan kehidupan manusia, Al-Qur’an menyajikan
norma dan etika secara jelas, tegas, dan tuntas terutama soal kebaikan
dan keburukan.
7. Al-Mau’izah, berarti nasihat (QS. Yunus: 57). Meskipun di sana sini
terdapat peringatan dan ancaman, namun secara umum gaya
penyampaian Al-Qur’an amat halus. Semakin didekati Al-Qur’an
semakin menjadi teman dialog dengan nasihat-nasihatnya yang
menyejukkan.
8. As-Syifa, berarti obat atau penawar jiwa (QS. Al-Isra: 82).
Sesungguhnya akar problematika manusia terletak di dalam dadanya.
Dan Al-Qur’an memberi solusi atas problematika manusia itu melalui
akarnya. Ia menembus dada manusia dan menghujam hatinya.
9. An-Nur, berarti cahaya (QS. An-Nisa: 174). Nama ini
mengisyaratkan Al-Qur’an sebagai cermin yang mewadahi sinar yang
terpancar dari Sang Sumber Cahaya, Allah SWT. Al-Qur’an
memantulkan cahaya-Nya dan karenanya ia mampu menembus hati
manusia.
10. Ar-Rahman, berarti karunia (QS. An-Naml: 77). Segala pemberian
Allah akan menjadi rahmat di dunia dan akhirat, ketika pemberian itu
diterima, dijalani, dan dikembangkan dengan landasan Al-Qur’an.

6
11. Al Muthahharah, kita yang disucikan. Isi Al-Qur’an mencakup dan
menyempurnakan pokok- pokok ajaran dari kitab-kitab Allah SWT
yang terdahulu (Taurot, Injil, dan Zabur).

Sebagian ulama mengatakan, bahwa Al-Qur’an mengandung tiga


pokok ajaran:

a. Keimanan;
b. Akhlak dan budi pekerti; dan
c. Aturan tentang pergaulan hidup sehari-hari antar sesama manusia.

Sebagian ulama yang lain berpendapat, bahwa Al-Qur’an berisi dua


peraturan pokok:

a. Peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT; dan


b. Peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, dan
dengan alam sekitarnya.

1.2 Ciri – ciri dan Kelebihan Al – Qur’an

Al-Qur’an mempunyai beberapa ciri khusus yang membedakannya


dengan kitab-kitab yang lain:

 Ia diturunkan dalam bahasa Arab. Ini membedakannya dari kitab-kitab


Samawi yang lain. Tidak pemah terdengar wujudnya kitab yang lain
ditunmkan dalam bahasa Arab. Perkara ini dijelaskan oleh Allah swt
dengan firmanNya yang bermaksud: ” Sesungguhnya Kami turunkan dia,
(sebagai) bacaan yang berbahasa Arab, supaya kamu berfikir” (Yusuf:2).
 Al-Qur’an turun sebagai Wahyu daripada Allah swt kepada Rasulullah
s.a.w dengan lafaz dan maknanya sekali.
 Al-Qur’an menjadi mukjizat bagi Rasulullah s.a.w. Allah telah mencabar
orang-orang Arab agar membuat satu kitab yang sama seperti Al Qur’an.
Tetapi mereka tidak mampu melakukannya. Ini menjadi bukti yang jelas
bahawa al-Qur’an bukanlah ciptaan Nabi Muhammad s.a.w, sebaiknya
datang daipada Allah swt yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
 Al-Qur’an disampaikan kepada kita melalui riwayat yang mutawatir dan
dengan jalan penulisan dari sisi Rasullah s.a.w hingga ke hari ini.
Ketetapanya adalah diyakini, tidak diresapi oleh pengubahan atau
penukaran atau peminda Firman Allah: ” Sesungguhnya Kamilah yang
menumnkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar- benar
memeliharanya” (Al-Hijr, 9).
 Membaca Al-Qur’an di dalam sembahyang dan di luar sembahyang
adalah dikira ibadah dan diberikan pahala. Allah swt mewajibkan kita
membaca surah Al-Fatihah dalam sembahyang. Nabi s.a.w memberitahu

7
kepada kita bahawa seseorang muslim akan diberi ganjaran pahala
bacaannya bagi setiap huruf dengan sepuluh kebaikan.

1.3 Fungsi Al – Qur’an

Al-qur’an mempunyai fungsi, diantaranya adalah :

 Al-Huda (petunjuk), bahwa al-qur’an adalah petunjuk bagi


kehidupan manusia disamping sunnah Rasul yang merupakan yang
kedua yang menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia.
 Al-Furqan (pembeda). Sebagaimana firman Allah “Bulan
Ramadhan adalah bulan yang diturunkannya al-qur’an yang
berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yan batil)..(QS. Al-
Baqarah : 185).
 Al-Syifa (obat). Sebagaimana firman Allah “Hai manusia,
sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada….
(QS. Yunus : 57).
 Al-Mau’izhah (nasihat). Sebagaiman firman Allah “Al-Qur’an ini
adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta
pelajaran bagi yang bertaqwa”. (QS. Ali Imran : 38).

1.4 Isi Kandungan Al – Qur’an

Pokok-pokok isi Al-Quran dapat dikelompokan atas lima macam,


sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Rasyid Ridha: “Al-Quran
diturunkan hanya membawa lima perkara saja” (Abdul Aziz, 1988:17).
Isi Al-Quran yang lima maccam itu adalah:

a. Tentang Aqidah Tauhid; Tauhid sebagai satu hak Allah SWT. Dari
sejumlah hak-Nya telah diajarkan kepada manusia sejak Nabi Adam as
hingga Nabi-nabi sesudahnya.
b. Tentang Wa’du dan Wa’id (janji dan ancaman).
c. Tentang ibadat; ibadah bagi manusia disamping menjadi tujuan
hidupnya, juga berfungsi sebagai bukti nyata syukurnya kepada Allah
SWT. Atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan.
d. Tentang cara dan jalan mencapai kebahagiaan; Al-Qur’an mengandung
hukum-hukum yang mengatur tata cara pergaulan hidup bermasyarakat
untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
e. Tentang sejara umat masa lalu; dalam Al-Quran terdapat kisah-kisah
para Nabi dan Rasul dan orang-orang shalih lainnya agar kita dapat
mengambil hikmah dan pelajaran.

2. Al – Sunnah

8
2.1 Pengertian

Kata Sunnah adalah salah satu kosa kata bahasa Arab ‫( سنة‬sunnah).
Secara bahasa, kata ‫( السنة‬al-sunnah) berarti perjalanan hidup yang baik atau
yang buruk. Pengertian di atas didasarkan kepada Hadîts Nabi Saw yang
diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut: Artinya: “Barang siapa membuat
sunnah yang baik maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang
yang mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun.
Barang siapa membuat sunnah yang buruk maka dia akan memperoleh
dosanya dan dosa orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa
mengurangi dosa mereka sedikit pun.” Al Sunnah menurut jumhur ahli
hadits adalah sama dengan hadits yaitu: “Apa-apa yang diriwayatkan dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam baik berbentuk ucapan, perbuatan,
ketetapan, dan sifat baik khalqiyah (bentuk) atau khuluqiyah (akhlak).
Dilihat dari hierarki sumber hukum Islam, Al-Sunnah menempati tempat
kedua setelah Al-Qur’an. Penempatan ini disebabkan karena perbedaan sifat
di antara keduanya. Dilihat dari segi kualitas periwayatannya al-Qur’an
bersifat relatif. Al-Syatibi menyatakan bahwa Al-Sunnah sebagai penjelas
dan penjabar Al-Qur’an. Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, maka Al-
Sunnah berfungsi sebagai penafsir, pensyarah, dan penjelas daripada ayat-
ayat tertentu. Apabila disimpulkan tentang fungsi Al-Sunnah dalam
hubungan dengan Al-Qur’an itu adalah sebagai berikut :

1) Bayan Tafsir. Yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum,


mujmal dan musytarak. Seperti hadits : “Shallu kamaa ro-aitumuni
ushalli” (Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat) adalah
merupakan tafsiran daripada ayat Al-Qur’an yang umum, yaitu :
“Aqimush-shalah” (Kerjakan shalat). Demikian pula hadits: “Khudzu
‘anni manasikakum” (Ambillah dariku perbuatan hajiku) adalah tafsir
dari ayat Al-Qur’an “Waatimmulhajja” ( Dan sempurnakanlah hajimu ).
2) Bayan Taqrir. Yaitu Al-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan
memperkuat pernyataan Al-Qur’an. Seperti hadits yang berbunyi:
“Shoumu liru’yatihiwafthiru liru’yatihi” (Berpuasalah karena melihat
bulan dan berbukalah karena melihatnya) adalah memperkokoh ayat Al-
Qur’an dalam surat Al-Baqarah : 185.
3) Bayan Taudhih. Yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat
Al-Qur’an, seperti pernyataan Nabi : “Allah tidak mewajibkan zakat
melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati”,
adalah taudhih (penjelasan) terhadap ayat Al-Qur’an dalam surat at-
Taubah: 34, yang artinya sebagai berikut : “Dan orang-orang yang
menyimpan mas dan perak kemudian tidak membelanjakannya dijalan
Allah maka gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih”. Pada
waktu ayat ini turun banyak para sahabat yang merasa berat untuk
melaksanakan perintah ini, maka mereka bertanya kepada Nabi yang
kemudian dijawab dengan hadits tersebut.

9
2.2 Fungsi Al – Sunnah

Sebagai sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, Al-Sunnah


memiliki fungsi yang diantaranya adalah :

- Untuk memperkuat Al-qur’an.


- Menjelaskan isi Al-qur’an (bayan tafsir). Dalam kaitan ini, hadist
berfungsi memerinci petunjuk dan isyarat Al-qur’an yang bersifat
global, sebagai pengecuali terhadap isyarat Al-qur’an yang bersifat
umum, sebagai pembatas terhadap ayat Alquran yang bersifat mutlak
dan sebagai pemberi informasi terhadap suatu kasus yang tidak di
jumpai dalam Al-qur’an.

2.3 Macam – macam Al – Sunnah

a. Ucapan Al Hadist Qauliyah adalah perkataan Nabi Muhammad SAW


dalam berbagai bidang seperti, hukum, akhlak, dan lain-lain.
Contohnya : “Bahwasanya amal-amal perbuatan itu dengan niat, dan
hanya bagi setiap orang itu memperoleh apa yang ia niatkan dan
seterusnya” HR. Bukhari dan Muslim
b. Perbuatan Al Hadist Fi’liyah adalah perbutan Nabi Muhammad SAW
yang mrupakan penjelasan dari peraturan syari’ah yang belum jelas
pelaksanaannya. Cara bersembahyang dan cara menghadap kiblat dalam
sembahyang sunat.
c. Penetapan dan PembiaranArti Taqriri ialah menetapkan, mendiamkan,
yakni tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah
dilakukan atau dikatakan oleh para sahabat dihadapan Nabi Muhammad.
Contoh Taqrir Nabi Muhammad SAW tentang perbuatan sahabat yang
dilakukan dihadapannya dalam salah satu jamuan makan dirumah Khalid
Bin Walid yang menyajikan daging biawak. Nabi Muhammad
menyaksikan dan tidak menyanggahnya tetapi beliau enggan
memakannya karena jijik.
d. Sifat, keadaan, dan Himmah Rasulullah.

- Sifat dan Keadaan beliau yang termasuk unsur Al – Sunnah


“Rasulullah SAW itu adalah sebaik-baik manusia mengenai paras
mukanya dan bentuk tubuhnya. Beliau bukan orang tinggi dan bukan
pula orang pendek” HR. Bukhari dan Muslim.
- Silsilah, Nama dan tahun Kelahiran Nabi Muhammad SAW telah
ditetapkan oleh para sahabat dan ahli tarikh.
- Himmah (hasrat/cita-cita) beliau yang belum sempat direalisasikan.
Misalnya hasrat beliau untuk berpuasa pada tanggal 9 Asyura.

3. Ijtihad

10
Secara etimologi, kata ijtihad terbentuk dari kata dasar jahada yang
berarti seseorang telah mencurahkan segala kemampuannya untuk
memperoleh hakikat sesuatu. Sedangkan menurut istilah dalam ilmu fiqih,
ijtihad berarti mengarahkan tenaga dan fikiran dengan sungguh-sungguh
untuk menyelidiki dan mengeluarkan (mengistimbatkan) hukum-hukum
yang terkandung dalam Al-Qur’an dan hadits dengan syarat-syarat tertentu.
Ijtihad mengandung pengertian bahwa mujtahid mengerahkan
kemampuannya. Artinya mencurahkan kemampuan seoptimal mungkin
sehingga ia merasakan bahwa dirinya tidak sanggup lagi melebihi dari
tingkat itu.

Adapun syarat-syarat menjadi mujtahid adalah:

 Memahami al-Qur’an dan asbab an-nuzulnya serta ayat-ayat nasikh dan


mansukh.
 Memahami hadits dan sebab-sebab wurudnya serta memahami hadits
nasikh dan mansukh.
 Mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang bahasa Arab.
 Mengetahui tempat-tempat ijtihad.
 Mengetahui ushul fiqih.
 Memahami masyarakat dan adat istiadat dan bersifat adil dan taqwa.

Macam-macam Mujtahid :

a. Mujtahid Mustaqil.
b. Mujtahid Muntasib.
c. Mujtahid Madzhab.
d. Mujtahid Murajjih.

Objek ijtihad adalah perbuatan yang secara eksplisit tidak terdapat


dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hal ini memberi pengertian bahwa suatu
perbuatan yang hukumnya telah ditunjuk secara jelas, tegas, dan tuntas oleh
ayat-ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak termasuuk objek ijtihad.
Reaktualisasi hukum atas sesuatu perbuatan tertentu yang telah diatur secara
final oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah termasuk kategori perubahan dan
pergantian alias penyelewengan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ijtihad
perlu dilakukan oleh umat Islam dalam perjuangannya untuk mencapai
suatu tujuan kebaikan dan kebenaran, mengingat pentingnya ijtihad sebagai
sarana mengelola dinamika masyarakat. Tradisi ijtihad terus berkembang,
dan mengalami masa keemasannya pada abad ke-2 sampai abad ke-4 H.
Yang paling banyak dilakukan pada masa tersebut muncullah nama-nama
mujtahid besar, yang kemudian dikenal dengan iman-imam madzhab seperti
imam hanafi, imam syafi’i, imam hambali dan lain-lain.
Harun Nasution dalam bukunya “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya”
menjelaskan bahwa periode ijtihad dan kemajuan bersamaan masanya
dengan periode kemajuan Islam I, 700 – 1000M. Periode ini disebut juga

11
periode pengumpulan hadis, ijtihad dan fatwa sahabat dan tabi’in (generasi
sesudah sahabat). Sesuai dengan bertambah luasnya daerah Islam, berbagai
macam bangsa masuk Islam dengan membawa berbagai macam adat
istiadat, tradisi dan sistem kemasyarakatan. Problema hukum yang dihadapi
beragam pula. Untuk mengatasinya ulama-ulama banyak mengadakan
ijtihad. Ijtihad mereka didasarkan atas Al-Qur’an, sunnah Nabi dan sunnah
sahabat. Dengan demikian timbullah ahli-ahli hukum mujtahid yang disebut
imam atau faqih (fuqaha) dalam Islam. Aktifitas ijtihad di satu pihak
mengembangkan ilmu pengetahuan yang luas dan membuka ruang bagi
dinamika masyarakat yang sepi, tetapi dipihak lain ijtihad itu menimbulkan
perbedaan pendapat yang tajam. Maka sesudah abad ke-4 H munculah
wacana untuk menutup ijtihad dengan anggapan bahwa hasil-hasil kajian
ilmu yang dilakukan sampai masa itu sudah cukup untuk menjawab
berbagai masalah yang timbul kemudian. Apalagi pada masa itu tidak ada
lagi mujahid besar selain keempat imam yang mampu menjadi lokomotif
untuk menggerakkan gerbang pembawa gerakan ijtihad. Ada ulama
terkemuka yaitu Ibnu Taimiyah (611-728 H) yang mendobrak kebekuan
dengan suaranya yang keras untuk membuka kembali pintu ijtihad.
Ijtihad dipandang sebagai aktivitas penelitian ilmiah karena itu bersifat
relative. Relativitas ijitihad ini menjadikannya sebagai sumber nilai yang
bersifat dinamis. Pintu ijtihad selalu terbuka, termasuk membuka kembali
hukum-hukum fikih yang merupakan produk ijtihad lama. Dr. Yusuf
Qardhawi menyatakan bahwa terdapat dua agenda besar ijtihad yang
dituntut oleh peradaban modern dewasa ini, yakni ijtihad di bidang
hubungan keuangan dan ekonomi serta bidang ilmu pengetahuan. Satu hal
yang disepakati para ulama bahwa ijtihad tidak boleh berlaku bagi
perumusan hukum aktifitas ibadah formal kepada Allah, seperti sholat.
Sebab ibadah formal merupakan hak Allah. Allah sendiri yang memiliki hak
untuk menentukan macam dan cara ibadah kepada-Nya. Tata ibadah formal
telah dicontohkan secara final oleh Rasulullah.

C. Hubungan antara Al-Quran dan Al-Sunnah

1. Al-Sunnah menguatkan hukum yang ditetapkan Al-Quran. Al-Sunnah


memperkokoh hukum yang dinyatakan oleh Al-Quran, misalnya Al-Quran
menetapkan hukum puasa dalam firman-Nya :
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah ayat 183) Ayat al-quran tersebut dikuatkan oleh
As Sunnah yakni : “ Islam didirikan atas 5 perkara : Persaksikan bahwa
tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan
shalat, membayar zakat, puasa pada bulan ramadhan dan naik haji ke
Baitullah” HR Bukhari Muslim.
2. Al-Sunnah memberikan rincian terhadap pernyataaan Al-Quran yang
bersifat umum. Misalnya Al-Quran menyatakan perintah shalat dalam
firman-Nya :

12
“Dan dirikanlah oleh kamu shalat dan bayarkanlah zakat …” (QS. Al-
Baqarah ayat 110). Shalat dalam ayat diatas masih bersifat umum. As-
Sunnah merincinya secara operasional misalnya shalat mana saja yang
hukumnya wajib dan yang mana yang sunnat.
3. Al-Sunnah memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al-Quran yang
bersifat umum. Misalnya Al-Quran mengharamkan memakan bangkai dan
darah dalam firman-Nya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah,
daging babi, daging yang disembelih atas nama selain Allah, yang dicekik,
yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang dimakan binatang buas
kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan yang disembelih untuk
berhala. Dan diharamkan pula bagimu mengundi nasib dengan anak panah,
karena itu sebagian kefasikan.” (QS. Al-Maidah ayat 3).
4. Al-Sunnah menetapkan hukum yang tidak ditetapkan oleh Al-Quran.
Al-Quran yang bersifat global, banyak hal yang tidak ditetapkan hukumnya
secara pasti oleh Al-Quran. Dalam hal iniAs-Sunnah berperan menetapkan
hukum yang belum ditetapkan oleh Al-Quran, seperti sabda Nabi SAW :
“Rasulullah SAW melarang semua mempunyai taring dari binatang dan
semua burung yang bercakar. (HR. Muslim).

D. Perbedaan Al-Qur’an dan Al-Sunnah

Sekalipun al-Qur’an dan al-Sunnah sama-sama sebagai sumber hukum


Islam, namun diantara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup
prinsipil, antara lain sebagai berikut :

1. Al-Qur’an bersifat Qath’i ( mutlak ) kebenarannya. Sedangkan Al-Sunnah


bersifat Dzhanni ( relatif ), kecuali Hadits Mutawatir.
2. Seluruh ayat al-Qur’an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup. Sedangkan
tidak seluruh Hadits dapat dijadikan pedoman hidup karena disamping ada
Hadits Shahih, ada pula Hadits yang Dhaif.
3. Al-Qur’an sudah pasti autentik lafadz dan maknanya. Sedangkan Al-
Sunnah belum tentu autentik lafadz dan maknanya.
4. Apabila al-Qur’an berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal
yang ghaib, maka setiap muslim wajib mengimaninya. Sedangkan Apabila
al-Sunnah berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang
ghaib, maka setiap muslim tidak diharuskan mengimaninya seperti halnya
mengimani al-Qur’an.
5. Berdasarkan perbedaan tersebut, maka : Penerimaan seorang muslim
terhadap al-Qur’an hendaknya didasarkan pada keyakinan yang kuat,
sedangkan penerimaan seorang muslim terhadap as-Sunnah harus
didasarkan atas keragu-raguan ( dugaan-dugaan ) yang kuat. Hal ini bukan
berarti ragu kepada Nabi, tetapi ragu apakah Hadits itu benar-benar berasal
dari Nabi atau tidak karena adanya proses sejarah kodifikasi hadits yang
tidak cukup memberikan jaminan keyakinan sebagaimana jaminan
keyakinan terhadap al-Qur’an.

13
14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah kita menjabarkan mulai dari pengertian dari agama sampai


dengan sumber-sumber hukum agama Islam maka dapatlah kita simpulkan
bahwa agama Islam yang merupakan nama “Islam” itu sendiri ialah Allah lah
yang membuat nama agama tersebut sesuai dengan firmannya yang terdapat
dalam Surah Ali Imron : 19 dan Allah hanya meridhoi agama Islam.
Kemudian, mengenai sumber-sumber hukum Islam dapat kita simpulkan
bahwa segala sesuatu yang berkenaan dengan ibadah, muamalah, dan lain
sebagainya itu berlandaskan Al-qur’an yang merupakan Firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad secara mutawatir dan diturunkan melalui
malaikat Jibril dan membacanya di nilai sebagai Ibadah, dan Al-Sunnah
sebagai sumber hukum yang kedua yang mempunyai fungsi untuk
memperjelas isi kandungan Al-qur’an dan lain sebagainya.

B. Saran

Saran dari penulis adalah marilah kita mengamalkan dan menjadikan


Al-qur’an dan Al-sunnah sebagai pedoman dalam kehidupan kita sehari-hari
yang merupakan sumber dari hukum agama Islam dan sekaligus dapat
membuat kita bahagia baik itu di dunia maupun diakhirat nanti.

15
DAFTAR PUSTAKA

Prof Ali, Mohammad Daud, SH : Pendidikan Agama Islam, Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, 2005.

Miftah Faridl, As-Sunnah Sumber Hukum Islam, Bandung: Pustaka, 2001

Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, 2002

16

Anda mungkin juga menyukai