AGAMA ISLAM
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pengantar Studi Islam
Dosen Pengampu : Nuhan Nabawi, M.H
Disusun oleh :
Kholish Nur Ahmad Juniawan (23109910013)
Mochammad Faqih Faisal Pratama (23109910018)
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
B. Rumusan Masalah.......................................................................................3
C. Tujuan..........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4
A. Kesimpulan................................................................................................15
B. Saran..........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja sumber – sumber ajaran Agama Islam?
2. Apa ciri – ciri dan kelebihan dari Al – Qur’an?
3. Apa fungsi Al – Qur’an?
4. Apa saja isi kandungan yang terdalam Al – Qur’an?
5. Apa fungsi Al – Sunnah?
6. Apa saja bagian – bagian dari Al – Sunnah?
7. Apa hubungan Al – Qur’an dan Al – Sunnah?
8. Apa yang membedakan antara Al – Qur’an dengan Al – Sunnah?
9. Apa itu ijhihad?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
2. Sebagai penambah pengetahuan dan wawasan akan sumber – sumber
ajaran Agama Islam.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Dari uraian di atas, kita sampai pada suatu kesimpulan bahwa kata Islam
dari segi bahasa mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan berserah diri kepada
Tuhan dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup, baik di dunia
maupun di akhirat. Hal demikian dilakukan atas kesadaran dan kemauan diri
sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai panggilan dari
fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan sudah menyatakan
patuh dan tunduk kepada Tuhan.
1. Al – Qur’an
1.1 Pengertian
4
Ditinjau dari segi bahasa (etimologi), Al-Qur’an berasal dari bahasa
Arab yang berarti “bacaan” atau “sesuatu yang dibaca berulang-ulang”. Kata
Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja “qara’a” yang
artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada
salah satu surat Al Qur’an, yaitu: “Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an
(di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah
tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya,
hendaklah kamu ikuti bacaannya”. (QS 75:17-18).
a. Seluruh ayat Al-Qur’an adalah wahyu Allah; tidak ada satu pun yang
datang dari perkataan atau pikiran Nabi Muhammad.
b. Al-Qur’an diturunkan dalam bentuk lisan dengan makna dan gaya
bahasanya. Artinya isi maupun redaksi Al-Qur’an datang dari Allah
sendiri.
c. Al-Qur’an dinukilkan secara mutawattir, artinya Al-Qur’an disampaikan
kepada orang lain secara terus menerus oleh sekelompok orang yang
tidak mungkin bersepakat untuk berdusta karena banyaknya jumlah dan
berbeda-beda tempat tinggal mereka.
d. Al-Qur’an sebagai wahyu diturunkan secara berangsur-angsur selama 23
tahun. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2
periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah.
e. Periode Mekkah berlangsung selama 13 tahun masa kenabian Rasulullah
SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat
Makkiyyah. Ayat-ayat Al-Qur’an yang turun pada periode Mekkah
sebanyak 4.780 ayat yang tercakup dalam 86 surat, Ciri-ciri ayat
Makkiyah :
Ayatnya pendek-pendek.
Kebanyakan di awali dengan “ya ayyuhan nas”.
Berisi ajaran Tauhid, hari kiamat, akhlak dan kisah-kisah.
Ayatnya panjang.
Kebanyakan di awali dengan “ya ayuuhal ladzina”.
Berisi ayat-ayat hukum, keadilan, masyarakat.
5
Al-Qur’an terdiri dari 30 Juz, 114 surat dan 6666 ayat. Selain Al-
Qur’an, wahyu Allah ini diberi nama-nama lain oleh Allah, sebagaimana
tercantum dalam ayat-Nya, yaitu:
6
11. Al Muthahharah, kita yang disucikan. Isi Al-Qur’an mencakup dan
menyempurnakan pokok- pokok ajaran dari kitab-kitab Allah SWT
yang terdahulu (Taurot, Injil, dan Zabur).
a. Keimanan;
b. Akhlak dan budi pekerti; dan
c. Aturan tentang pergaulan hidup sehari-hari antar sesama manusia.
7
kepada kita bahawa seseorang muslim akan diberi ganjaran pahala
bacaannya bagi setiap huruf dengan sepuluh kebaikan.
a. Tentang Aqidah Tauhid; Tauhid sebagai satu hak Allah SWT. Dari
sejumlah hak-Nya telah diajarkan kepada manusia sejak Nabi Adam as
hingga Nabi-nabi sesudahnya.
b. Tentang Wa’du dan Wa’id (janji dan ancaman).
c. Tentang ibadat; ibadah bagi manusia disamping menjadi tujuan
hidupnya, juga berfungsi sebagai bukti nyata syukurnya kepada Allah
SWT. Atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan.
d. Tentang cara dan jalan mencapai kebahagiaan; Al-Qur’an mengandung
hukum-hukum yang mengatur tata cara pergaulan hidup bermasyarakat
untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
e. Tentang sejara umat masa lalu; dalam Al-Quran terdapat kisah-kisah
para Nabi dan Rasul dan orang-orang shalih lainnya agar kita dapat
mengambil hikmah dan pelajaran.
2. Al – Sunnah
8
2.1 Pengertian
Kata Sunnah adalah salah satu kosa kata bahasa Arab ( سنةsunnah).
Secara bahasa, kata ( السنةal-sunnah) berarti perjalanan hidup yang baik atau
yang buruk. Pengertian di atas didasarkan kepada Hadîts Nabi Saw yang
diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut: Artinya: “Barang siapa membuat
sunnah yang baik maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang
yang mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun.
Barang siapa membuat sunnah yang buruk maka dia akan memperoleh
dosanya dan dosa orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa
mengurangi dosa mereka sedikit pun.” Al Sunnah menurut jumhur ahli
hadits adalah sama dengan hadits yaitu: “Apa-apa yang diriwayatkan dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam baik berbentuk ucapan, perbuatan,
ketetapan, dan sifat baik khalqiyah (bentuk) atau khuluqiyah (akhlak).
Dilihat dari hierarki sumber hukum Islam, Al-Sunnah menempati tempat
kedua setelah Al-Qur’an. Penempatan ini disebabkan karena perbedaan sifat
di antara keduanya. Dilihat dari segi kualitas periwayatannya al-Qur’an
bersifat relatif. Al-Syatibi menyatakan bahwa Al-Sunnah sebagai penjelas
dan penjabar Al-Qur’an. Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, maka Al-
Sunnah berfungsi sebagai penafsir, pensyarah, dan penjelas daripada ayat-
ayat tertentu. Apabila disimpulkan tentang fungsi Al-Sunnah dalam
hubungan dengan Al-Qur’an itu adalah sebagai berikut :
9
2.2 Fungsi Al – Sunnah
3. Ijtihad
10
Secara etimologi, kata ijtihad terbentuk dari kata dasar jahada yang
berarti seseorang telah mencurahkan segala kemampuannya untuk
memperoleh hakikat sesuatu. Sedangkan menurut istilah dalam ilmu fiqih,
ijtihad berarti mengarahkan tenaga dan fikiran dengan sungguh-sungguh
untuk menyelidiki dan mengeluarkan (mengistimbatkan) hukum-hukum
yang terkandung dalam Al-Qur’an dan hadits dengan syarat-syarat tertentu.
Ijtihad mengandung pengertian bahwa mujtahid mengerahkan
kemampuannya. Artinya mencurahkan kemampuan seoptimal mungkin
sehingga ia merasakan bahwa dirinya tidak sanggup lagi melebihi dari
tingkat itu.
Macam-macam Mujtahid :
a. Mujtahid Mustaqil.
b. Mujtahid Muntasib.
c. Mujtahid Madzhab.
d. Mujtahid Murajjih.
11
periode pengumpulan hadis, ijtihad dan fatwa sahabat dan tabi’in (generasi
sesudah sahabat). Sesuai dengan bertambah luasnya daerah Islam, berbagai
macam bangsa masuk Islam dengan membawa berbagai macam adat
istiadat, tradisi dan sistem kemasyarakatan. Problema hukum yang dihadapi
beragam pula. Untuk mengatasinya ulama-ulama banyak mengadakan
ijtihad. Ijtihad mereka didasarkan atas Al-Qur’an, sunnah Nabi dan sunnah
sahabat. Dengan demikian timbullah ahli-ahli hukum mujtahid yang disebut
imam atau faqih (fuqaha) dalam Islam. Aktifitas ijtihad di satu pihak
mengembangkan ilmu pengetahuan yang luas dan membuka ruang bagi
dinamika masyarakat yang sepi, tetapi dipihak lain ijtihad itu menimbulkan
perbedaan pendapat yang tajam. Maka sesudah abad ke-4 H munculah
wacana untuk menutup ijtihad dengan anggapan bahwa hasil-hasil kajian
ilmu yang dilakukan sampai masa itu sudah cukup untuk menjawab
berbagai masalah yang timbul kemudian. Apalagi pada masa itu tidak ada
lagi mujahid besar selain keempat imam yang mampu menjadi lokomotif
untuk menggerakkan gerbang pembawa gerakan ijtihad. Ada ulama
terkemuka yaitu Ibnu Taimiyah (611-728 H) yang mendobrak kebekuan
dengan suaranya yang keras untuk membuka kembali pintu ijtihad.
Ijtihad dipandang sebagai aktivitas penelitian ilmiah karena itu bersifat
relative. Relativitas ijitihad ini menjadikannya sebagai sumber nilai yang
bersifat dinamis. Pintu ijtihad selalu terbuka, termasuk membuka kembali
hukum-hukum fikih yang merupakan produk ijtihad lama. Dr. Yusuf
Qardhawi menyatakan bahwa terdapat dua agenda besar ijtihad yang
dituntut oleh peradaban modern dewasa ini, yakni ijtihad di bidang
hubungan keuangan dan ekonomi serta bidang ilmu pengetahuan. Satu hal
yang disepakati para ulama bahwa ijtihad tidak boleh berlaku bagi
perumusan hukum aktifitas ibadah formal kepada Allah, seperti sholat.
Sebab ibadah formal merupakan hak Allah. Allah sendiri yang memiliki hak
untuk menentukan macam dan cara ibadah kepada-Nya. Tata ibadah formal
telah dicontohkan secara final oleh Rasulullah.
12
“Dan dirikanlah oleh kamu shalat dan bayarkanlah zakat …” (QS. Al-
Baqarah ayat 110). Shalat dalam ayat diatas masih bersifat umum. As-
Sunnah merincinya secara operasional misalnya shalat mana saja yang
hukumnya wajib dan yang mana yang sunnat.
3. Al-Sunnah memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al-Quran yang
bersifat umum. Misalnya Al-Quran mengharamkan memakan bangkai dan
darah dalam firman-Nya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah,
daging babi, daging yang disembelih atas nama selain Allah, yang dicekik,
yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang dimakan binatang buas
kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan yang disembelih untuk
berhala. Dan diharamkan pula bagimu mengundi nasib dengan anak panah,
karena itu sebagian kefasikan.” (QS. Al-Maidah ayat 3).
4. Al-Sunnah menetapkan hukum yang tidak ditetapkan oleh Al-Quran.
Al-Quran yang bersifat global, banyak hal yang tidak ditetapkan hukumnya
secara pasti oleh Al-Quran. Dalam hal iniAs-Sunnah berperan menetapkan
hukum yang belum ditetapkan oleh Al-Quran, seperti sabda Nabi SAW :
“Rasulullah SAW melarang semua mempunyai taring dari binatang dan
semua burung yang bercakar. (HR. Muslim).
13
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
Prof Ali, Mohammad Daud, SH : Pendidikan Agama Islam, Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, 2005.
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, 2002
16