Disusun Oleh:
Nama: Zulkarnain Harahap
Nim: 0304211159
TBI-1/Sem-4
1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur ke khadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis bisa
menyelesaikan penyusunan Critical Book Review ini serta sholawat dan salam dihaturkan
kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Dan tak lupa penulis mengucapkan terimakasih
kepada Bapak Dr. Salamuddin, S.Ag, M.A selaku Dosen yang mengajar pada Mata kuliah
Falsafah Pendidikan Islam. Penulis menyadari ada kekurangan oleh sebab itu, saran dan kritik
senantiasa diharapkan demi perbaikan pada penyusunan selanjutnya. Penulis juga berharap
semoga isi dari critical book review ini mampu memberikan pengetahuan dan semoga
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................... 2
DAFTAR ISI….................................................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 5
A. Identitas Buku…...................................................................................................... 5
B. Ringkasan… ............................................................................................................. 5
C. Kelebihan Buku… ................................................................................................... 16
D. Kelemahan Buku… ................................................................................................. 16
BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 17
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 17
B. Saran ....................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 18
3
BAB 1 PENDAHULUAN
Filsafat Pendidikan Islam adalah konsep berpikir tentang kependidikan yang berlandaskan
ajaran-ajaran agama Islam tentang hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan
dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh kepribadiannya dijiwai
oleh ajaran Islam.
Critical Book Review merupakan kegiatan mereview sebuah buku agar dapat mengetahui dan
memahami kajian buku tersebut. Pada dasarnya resensi buku berisi evaluasi (penjelasan,
interpretasi dan analisis) mengenai kelebihan dan kekurangan. Mengkritik buku juga dapat
melatih kemampuan menganalisis dan mengevaluasi pembahasan yang disampaikan oleh
penulis, sehingga menjadi masukan yang berharga bagi proses kreatif penulis. Dengan
dilakukannya resensi ini, pembaca dapat mengetahui kualitas buku dengan membandingkan
karya penulis yang sama atau penulis lain dan dapat memberikan masukan kepada penulis buku
berupa kritik dan saran terhadap sistematika penulisan, isi, dan substansi buku. Buku ini
menjelaskan tentang materi Falsafah Pendidikan Islami.
4
BAB II PEMBAHASAN
A. Identitas Buku
Judul Buku : Falsafah Pendidikan Islami
Penulis : Prof. Dr. Al Rasyidin, M. Ag
Penerbit : Citapustaka Media Perintis
Cetakan Pertama : September 2008
Cetakan Keenam : Maret 2019
Kota Terbit : Bandung
ISBN : 978-602-8208-66-6
Jumlah Halaman : 198
B. Ringkasan Buku
Bab 1: Landasan Ontologis Pendidikan Islami
A. Masyarakat Dalam Falsafah Pendidikan Islami
Dalam perspektif Islam, alam semesta adalah segala sesuatu selain Allah SWT.
Karenanya, alam semesta bukan hanya langit dan bumi, tetapi meliputi segala sesuatu yang
ada dan berada diantara keduanya. Tidak hanya itu, dalam perspektif Islam, alam semesta
tidak hanya mencakup hal-hal yang konkret atau dapat diamati melalui penginderaan
manusia, tetapi mencakup juga segala sesuatu yang tidak dapat diamati oleh penginderaan
manusia. Dalam Islam, segala sesuatu selain Allah SWT, yang dapat diamati dan didekati
melalui penginderaan manusia disebut sebagai alam syahadah. Ia melupakan fenomena.
Sementara itu, segala sesuatu selain Allah SWT, yang tidak dapat diamati atau didekati
melalui penginderaan manusia disebut sebagai alam ghaib. Karenanya, iya adalah
noumena.
Dalam Alquran, terma alam hanya ditemukan dalam bentuk plural, yaitu alamin. Kata
ini terulang sebanyak 73 kali dan tersebar pada 30 surah. Hemat penulis, penggunaan
bentuk plural mengindikasikan bahwa alam semesta ini banyak atau beraneka ragam.
Pemaknaan ini konsisten dengan konsepsi Islam bahwa hanya Allah SWT yang Ahad,
Maha Tunggal dan tidak bisa dibagi-bagi. Di samping itu, hal ini juga merupakan
penegasan terhadap konsep Islam tentang alam semesta, yaitu segala sesuatu selain Allah
SWT. Dari sisi ini, penalaran kita mengharuskan eksisnya pluralitas atau kejamatan pada
alam semesta ini. Karenanya, dari satu sisi alam semesta bisa didefinisikan sebagai
kumpulan Jauhar yang tersusun dari maddah (materi) dan shurah (bentuk) yang bisa
diklasifikasikan ke dalam wujud konkrit (syahadah) dan wujud abstrak (ghaib). Kemudian,
dari sisi lain alam semesta bisa pula dibagi-bagi ke dalam beberapa jenis, seperti benda-
benda padat (jamadat), tumbuh-tumbuhan (nababat), hewan (hayyawanat), dan manusia.
Di kalangan masyarakat muslim, terdapat pemahaman bahwa alam semesta adalah
segala sesuatu selain Allah SWT, tetapi dengan mengecualikan manusia. Pengecualian itu
setidaknya disebabkan oleh pemikiran bahwa: kepada manusia Allah SWT
mengamanahkan alam semesta ini untuk dikelola dan dimanfaatkan bagi kemaslahatan
5
seluruh makhluk, untuk berkemampuan mengelola dan memanfaatkan alam semesta
kepada manusia Allah SWT menganugerahkan aql dan aql tidak diberikannya kecuali
hanya kepada manusia. Karena itu, manusia dikeluarkan dari definisi alam semesta.
Dengan demikian, penggunaan tema alam semesta hanya merujuk pada pengertian alam
semesta dalam pengertian jagat raya.
6
Kata masyarakat selalu dideskripsikan sebagai kumpulan individu-individu manusia
yang memiliki kesamaan baik dalam karakteristik maupun tujuan. Pengertian tersebut
diambil dari kata Arab yakni syaraka yang bisa bermakna bersekutu, syirkah atau syarikah
yang bermakna persekutuan, perserikatan, perkumpulan atau perhimpunan dan masyarakah
yang bermakna persekutuan atau perserikatan. Karenanya, masyarakat sering dimaknai
sebagai organisasi atau kumpulan orang-orang yang bersekutu atau perhimpunan diri untuk
suatu tujuan atau maksud tertentu.
Dalam komunitas muslim, tema yang sering digunakan untuk menyebutkan masyarakat
adalah ummah (bentuk tunggal) dan umam (bentuk jamak) yang memiliki makna dasar
asal, tempat kembali, kelompok, agama, postur tubuh, tujuan, dan masa. Dari kata tersebut
muncul kata umm (ibu) dan imam (pemimpin). Dalam komunitas muslim, keduanya
merupakan teladan dan tumpuan pandangan masyarakat. Dalam konteks ummah, Ali
Syariati mendefinisikan masyarakat sebagai kumpulan orang yang semua individunya
sepakat dalam tujuan yang sama dan masing-masing membantu agar bergerak ke arah
tujuan yang diharapkan atas dasar kepemimpinan yang sama. Berdasarkan definisi ini,
maka ada empat unsur dasar dalam tema masyarakat yaitu: (1) beli handphonenya sejumlah
individu, (2) semua individu tersebut sepakat adanya tujuan yang sama, (3) setiap individu
Dalam kumpulan tersebut saling membantu dalam pencapaian tujuan yang sama, dan (4)
adanya kepemimpinan yang sama yang disepakati secara bersama.
7
manusia secara keseluruhan. Dalam Islam, ketika seorang ilmuwan muslim memanfaatkan
ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk kemaslahatan umat manusia, maka Tuhan
menjanjikan posisi atau kedudukan yang tinggi baginya. Namun, ketika ada ilmuwan yang
menggunakan ilmu pengetahuannya untuk yang sebaliknya, maka ia tidak hanya telah
melakukan hal-hal yang bertentangan dengan tujuan pencarian ilmu pengetahuan, tetapi ia
telah merendahkan derajatnya di sisi Allah Swt.
8
dipertimbangkan secara mendalam. Hampir senada dengan definisi miskawaih, Abu Hamid
al Ghazali mendefinisikan akhlaq sebagai sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan. Kemudian, Abdul Karim Zaidan mendefinisikan akhlaq sebagai nilai-nilai
dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang menjadikan seseorang
berkemampuan menilai perbuatan baik atau buruk untuk kemudian memilih melakukan
atau meninggalkannya.
Dalam Islam, akhlaq adalah akar dari segala kebaikan dan keutamaan yang akan
memberikan nilai setiap amal atau perilaku manusia. Keimanan dan amal seseorang dinilai
kurang sempurna manakala tidak dilandasi dan dihiasi dengan akhlaq yang mulia. Iman
harus ditopang dengan ilmu, ilmu harus diwujudkan dalam amal dan amal harus dihiasi
dengan akhlaq yang mulia atau terpuji. Itu sebabnya, setiap perilaku harus disertai dan tidak
boleh terlepas dari akhlaq. Tujuan esensial ibadah salat adalah mencegah seseorang dari
perbuatan keji dan mungkar. Itu berarti bahwa salat tidak memiliki nilai manakala yang
melaksanakannya belum memiliki akhlaq yang baik. Tujuan pokok pendidikan akhlaq
adalah memelihara diri peserta didik agar sepanjang hidupnya tetap berada pada fitrahnya,
baik dalam arti suci dan bersih dari dosa dan maksiat maupun dalam arti bersyahadat atau
bertauhid kepada Allah Swt. Menanamkan prinsip-prinsip, kaidah-kaidah, atau norma-
norma tentang baik dan buruk atau terpuji dan tercela ke dalam diri dan kepribadian peserta
didik agar mereka berkemampuan memilih untuk menampilkan perilaku yang baik atau
terpuji dan menghindari atau meninggalkan semua perilaku buruk atau tercela dalam
kehidupannya.
9
terbaik yang memungkinkan untuk dicapainya. Namun, dalam konteks hukuman
adakalanya yang berpendapat bahwa hukuman diperlukan dalam pendidikan, sementara
sebagian yang lain menyatakan bahwa hukuman tidak diperlukan dalam pendidikan.
Kelompok yang pro berpendapat bahwa hukuman diperlukan sebagai instrumen untuk:
(1) memelihara perilaku peserta didik agar tetap berada pada kebaikan dan (2) merubah
perilaku kurang atau tidak baik peserta didik ke arah perilaku yang baik dan terpuji.
Pemberian ganjaran harus lebih didahulukan daripada pemberian hukuman.b hukuman
tidak boleh dilaksanakan kecuali pemberian penghargaan telah terbukti gagal
mengantarkan peserta didik kepada perilaku yang baik atau terpuji. Berbeda dengan
pendapat tersebut, kelompok yang kontra mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu
proses pemberian bantuan baik berupa bimbingan, pengajaran, pelatihan, atau pembiasaan
kepada peserta didik dalam mengembangkan potensi yang mereka miliki sehingga
berkemampuan mengambil peran dalam kehidupan masa depannya. Sebagai suatu proses
pembelian bantuan, maka pendidikan adalah suatu upaya positif yang tidak memerlukan
hukuman. Menurut mereka, pembelian hukuman adalah suatu tindak kekerasan yang
bertentangan dengan makna esensial pembelian bantuan.
Mencermati hal tersebut dalam perspektif falsafah pendidikan Islami ganjaran dan
hukuman pada dasarnya adalah instrumen yang digunakan untuk merubah perilaku yang
tidak baik atau kurang terpuji ke arah yang baik atau terpuji. Tujuan pokoknya adalah
memberikan penguatan dan motivasi agar seseorang terus istiqomah dalam beramal
kebajikan atau berbuat yang terbaik dalam seluruh perilakunya sepanjang kehidupan di
muka bumi ini.
10
mengulang kaji secara lisan, pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam
kehidupan, perintah untuk melaksanakan apa yang diketahui, dan pedoman bertingkah
laku.
Ta’dib berasal dari kata addaba yang diterjemahkan dalam arti: (1) melatihkan perilaku
yang baik dan sopan santun, (2) mengadakan pesta atau perjamuan yang berarti berbuat
dan berperilaku sopan, pelatihan atau pembiasaan, dan (3) mendidik, melatih,
memperbaiki, mendisiplinkan dan memberi tindakan. Ta’dib tidak hanya menekankan
aspek pemberian ilmu pengetahuan, tetapi juga pembentukan watak, sikap dan kepribadian
peserta didik. Karenanya, tugas seorang muaddib bukan hanya mengajarkan ilmu tetapi
juga melatih dan membimbing peserta didik agar mereka hidup dengan adab baik secara
jasmani maupun rohani.
11
Dalam tataran yang lebih operasional, rumusan tujuan pendidikan Islami setidaknya
harus merujuk kepada dua hal pokok yaitu: (1) tujuan, fungsi, dan tugas penciptaan manusia
oleh Allah Swt yakni sebagai syuhud, abd Allah, dan Khalifah fi all-ard, (2) hakikat
manusia sebagai integrasi yang utuh antara dimensi jismiyah dan ruhiyah. Berdasarkan
rumusan tujuan di atas, maka dalam tataran operasional praktik pendidikan Islami harus
merupakan integrasi yang utuh dan seimbang antara talim, tarbiyah atau ta’dib al jismiyan
wa al ruhiyah. Keutuhan dan keseimbangan tersebut dibutuhkan karena peserta didik untuk
meraih predikat instan Al Kamil. Karenanya, pendidikan Islami harus berupaya
mengembangkan seluruh dimensi kedirian manusia agar dapat mendorong mereka ke arah
realisasi atau aktualisasi seluruh dimensi kediriannya tersebut ke arah pemenuhan tujuan,
fungsi dan tugas penciptaannya oleh Allah Swt.
12
pendidik haruslah seorang yang memiliki ilmu dan adab b dengan ilmu dan adab tersebut
ia mampu mengantarkan dirinya pada syahadah terhadap Tuhan, sehingga ia layak
menempati posisi sebagai pemelihara dan pembimbing manusia untuk mengingatkan dan
meneguhkan kembali perjanjian atau syahadat primordialnya terhadap Allah SWT.
Dalam historical pendidikan Islam, masyarakat muslim mengenal beberapa terminologi
yang selalu digunakan untuk menyebut atau memanggil orang-orang yang bertugas sebagai
pendidik. Istilah tersebut antara lain mu’allim, mu’addib, mudarris, mursyid, syaikh dan
ustadz. Secara literal, mu’allim berarti orang yang memiliki ilmu pengetahuan, yaitu
ilmuwan yang memiliki pengetahuan tentang Al alim, manusia, alam semesta dan semua
makhluk ciptaan Allah dan ia sendiri hidup dengan pengetahuan yang dimilikinya tersebut.
Kemudian murabbi, murabbi atau pendidik harus merupakan sosok yang memiliki sifat-
sifat Rabbany, yaitu nama yang diberikan bagi orang-orang bijaksana, yang terpelajar
dalam bidang pengetahuan tentang al Rabb. Adapun muaddid, secara literal bermakna
manusia yang beradab. Karenanya dalam konteks ini sebagai muaddid atau pendidik adalah
orang yang bertugas menyamai dan menanamkan adab ke dalam diri seseorang.
Selain istilah tersebut, di dalam literatur pendidikan Islam dikenal juga istilah Mursyid,
Mudarris dan Ustadz untuk menyebut pendidik dalam pendidikan Islam. Dalam konteks
ini, Mursyid adalah pendidik spiritual yang memberikan bimbingan rohaniah kepada
peserta didik untuk menuju dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. K berusaha
menularkan akhlak, kepribadian dan penghayatan spiritualnya kepada peserta didik, baik
dalam hal beribadah, bekerja, belajar yang semuanya serba lillahi ta'ala. Kemudian,
mudarris juga merupakan salah satu istilah yang digunakan untuk menyebutkan pendidik
dalam pendidikan Islam. Dalam pengertian etimologi ini, maka pendidik dapat
didefinisikan sebagai orang yang berusaha mencerdaskan peserta didik, menghilangkan
ketidaktahuan atau memberantas kebodohan mereka, melatihkan keterampilan kepada
peserta didik sesuai dengan bakat bakat, minat dan kemampuannya serta mengajarkan apa-
apa yang belum diketahui peserta didiknya. Selanjutnya, penggunaan kata ustadz untuk
menyebut seorang pendidik, sering digunakan untuk menyebut seorang guru besar atau
profesor. hal ini mengandung pengertian bahwa sebagai ustadz, seorang pendidik dituntut
komitmen dan kualifikasi profesionalismenya dalam mengemban tugas-tugas
kependidikan.
13
Dalam perspektif falsafah pendidikan Islami, semua makhluk pada dasarnya adalah
peserta didik. Karenanya, dalam perspektif falsafah pendidikan Islam peserta didik itu
mencakup seluruh makhluk Allah Swt, seperti malaikat, jin, manusia, tumbuhan, hewan
dan sebagainya. Tanggung jawab utama peserta didik adalah memelihara agar semua
potensi yang dianugerahkan Allah Swt kepadanya dapat diberdayakan sebagaimana
mestinya. Untuk itu, perlu adanya upaya pemeliharaan dan perawatan secara sungguh-
sungguh semua potensi yang bisa digunakan untuk belajar atau menuntut ilmu
pengetahuan. Dalam proses menuntut ilmu, ikhlas dalam melakukan seluruh aktivitas
belajar adalah sifat penting yang harus dimiliki setiap peserta didik. Belajar adalah ibadah,
ibadah tidak akan memiliki nilai bila dilakukan tanpa keikhlasan. Menghiasi diri dengan
akhlak terpuji dan senantiasa berupaya menampilkan nilai-nilai praktis dari setiap ilmu
yang dipelajari dalam kehidupan keseharian merupakan sifat penting lainnya yang harus
dimiliki setiap peserta didik. akhlak terpuji yang berkaitan dengan pendidik adalah bahwa
setiap peserta didik wajib memiliki etika akademik terhadap gurunya.
14
untuk mengembangkan dirinya sendiri melalui berbagai aktivitas kependidikan dan
pembelajaran.
15
Allah dan pelaksanaan tugas sebagai khalifah Allah. Dalam posisinya sebagai makhluk
syahadah, manusia telah diikat oleh perjanjian primordial bertauhid kepada Allah SWT.
Karenanya kesaksian atau syahadat tersebut harus dipegang teguh dan diaktualisasikan oleh
manusia sepanjang masa kehidupannya. Sedangkan dalam posisi sebagai abd Allah
manusia adalah makhluk ibadah atau pengabdi Allah yang diperintahkan untuk tunduk dan
patuh secara tulus dan ikhlas kepada-Nya. Dalam konteks ini, manusia diberi kebebasan
dan kemerdekaan baik dalam pendayagunaan akal pikiran, berbuat atau melakukan sesuatu
maupun dalam memeluk keyakinan atau agama. Namun, seiring dengan pembelian
kemerdekaan dan kebebasan tersebut Islam menegaskan adanya pertanggungjawaban
sebagai konsekuensi logis dari penggunaan kemerdekaan dan kebebasan tersebut.
Karenanya, pada akhirnya nanti Allah akan mengevaluasi siapa di antara hambanya yang
menggunakan kemerdekaan dan kebebasan tersebut secara bertanggung jawab dan siapa
pula yang sebaliknya.
Seterusnya dalam perspektif Islam, bumi ini pada dasarnya merupakan wadah atau
institusi di mana manusia dididik oleh pendidik semesta alam. Sebagai pendidik semesta
alam Allah menciptakan dan mendesain segala yang ada di bumi ini sebagai perhiasan.
Dalam menjalani proses pendidikannya di muka bumi ini, manusia juga akan menjalani
sebuah proses pengujian untuk mengevaluasi siapa di antara mereka yang paling baik
prestasi atau amalnya. Prestasi atau amal yang baik apalagi yang terbaik akan dibalas
dengan kebaikan dan kenikmatan sementara prestasi atau amal yang tidak baik akan dibalas
dengan siksa dan penderitaan. Untuk menentukan apakah seorang hamba akan memperoleh
ajrun-tsawab atau iqab-azabb maka Allah akan mengevaluasi semua kinerja atau amal
hamba-hambanya selama mereka hidup di permukaan bumi.
C. Kelebihan Buku
a. Penjelasan buku sangat lengkap di setiap sub bab
b. Cover buku yang menarik
c. Tulisan buku rapi, tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar
d. Cocok untuk digunakan sebagai referensi mahasiswa
D. Kelemahan Buku
a. Banyak menggunakan kata-kata dalam bahasa Arab
b. Penggunaan tanda baca yang tidak sesuai
c. Banyak pengulangan kata dan typo
16
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Dalam perspektif Islam, alam semesta adalah segala sesuatu selain Allah SWT. Karenanya,
alam semesta bukan hanya langit dan bumi, tetapi meliputi segala sesuatu yang ada dan berada
diantara keduanya. Di kalangan masyarakat muslim, terdapat pemahaman bahwa alam semesta
adalah segala sesuatu selain Allah SWT, tetapi dengan mengecualikan manusia. Pemahaman
yang utuh terhadap makna pendidikan dalam konteks Islam harus dimulai dari pemahaman
yang benar tentang hakikat atau esensi manusia. Dalam Islam Allah SWT adalah sumber segala
ilmu pengetahuan dan karenanya semua ilmu pengetahuan yang diketahui dan dimiliki manusia
datangnya dari Allah.
Pendidikan Islami dapat didefinisikan sebagai suatu proses penciptaan lingkungan yang
kondusif bagi memungkinkan manusia sebagai peserta didik untuk mengembangkan diri, fisik-
jasmani dan non fisik-ruhani dan potensi yang dimilikinya. Tujuan tertinggi yang ingin dicapai
oleh pendidikan Islami adalah menciptakan manusia muslim yang bersyahadat kepada Allah
SWT. Karenanya, dalam tataran praktikal seluruh program dan praktik pendidikan Islami
diarahkan untuk memberikan bantuan kemudahan kepada semua manusia dalam
mengembangkan potensi jismiyah dan ruhiyahnya sehingga mereka berkemampuan
mengaktualisasikan syahadahnya kepada Allah SWT.
Saran
Buku ini sangat cocok digunakan untuk bahan pengajaran guru atau dosen serta referensi
bagi mahasiswa. Karena buku ini mudah dipahami dan penjelasan buku yang lengkap tentang
falsafah pendidikan Islami. Saran yang dapat diberikan yaitu agar CBR ini dapat menjadi
referensi bagi mahasiswa lainnya, dari hasil review buku ini dapat menjadi penilaian untuk
menciptakan buku yang lebih baik. Saran dan kritik dari pembaca sangat penting untuk
kesempurnaan CBR ini.
17
Referensi
Al-Rasyidin (2008) Falsafah Pendidikan Islami: Membangun Kerangka Ontologi,
Epistemologi dan Aksiologi Praktik Pendidikan Islami. Citapustaka Media Perintis Bandung.
18