Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENDIDIKAN ISLAM MASA KINI


Disusun sebagai pemenuhan tugas
Mata Kuliah Ilmu Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Dr. H. Ballutaris, M.Ag

OLEH:

KURNIAWAN (1831035/PAI 3A)

INSTITUT AGAMA ISLAM AS’ADIYAH SENGKANG


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN AKADEMIK 2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan
karunianya yang tak terhingga, sehingga saya mampu menyelesaikan makalah
ini dengan sebaik-baiknya. Salawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW sebagai suri teladan bagi umat manusia yang telah menjadi
panutan bagi saya sebagai generasi penerus bangsa agar selalu berjuang
mencapai cita-cita dan menegakkan agama Islam sebagaimana perjuangan
beliau.
Makalah ini berjudul “PENDIDIKAN ISLAM MASA KINI” disusun sebagai
pemenuhan tugas mata kuliah ILMU PENDIDIKAN ISLAM yang diberikan oleh
gurunda DR. H. Ballutaris, M.Ag
Akhirnya, kami menyadari terdapat beberapa kekurangan di dalam
makalah ini, maka saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun terutama dari gurunda agar senantiasa kami lebih baik
kedepannya.

Sengkang, 10 Desember 2019

PENYUSUN

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................................
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan Pembahasan .............................................................................. 2
BAB 2 PEMBAHASAN ........................................................................................................ 3
2.1 Definisi Al-Hulul............................................................................................ 3
2.2 Tujuan Al-Hulul ............................................................................................ 4
2.3 Tokoh Pengembang Paham Al-Hulul .................................................... 5
BAB 3 PENUTUP................................................................................................................... 6
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 7
3.2 Saran ................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 8

iii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya dan masyarakat.1
Dalam masyarakat Islam, pendidikan juga merupakan kunci kemajuan.
Masyarakat Islam yang berkembang sejak zaman Nabi Muhammad Saw
melaksanakan misi suci menyebarkan agamanya, antara lain melalui
pendidikan. Sumber-sumber ajaran Islam yang berupa Al-Qur’an, Al-Hadits,
dan Ijtihad banyak mendorong pemeluknya untuk menciptakan pola kemajuan
hidup yang dapat menyejahterakan pribadi dan masyarakat, sehingga dengan
kesejahteraan yang berhasil diciptakannya, manusia secara individual dan
sosial, mampu meningkatkan derajat martabatnya, baik bagi kehidupannya di
dunia maupun di akhirat nanti. Derajat dan martabat sebagai khalifah di muka
bumi dapat diraih berkat usaha pendidikan bercorak Islami.2
Ilmu pendidikan Islam merupakan bagian pengetahuan yang
memperbincangkan masalah-masalah pendidikan Islam. Ruang lingkup
pendidikan Islam berkaitan dengan lembaga pendidikan, pendidik, anak didik,
kurikulum, tujuan pendidikan, proses pembelajaran, metode dan strategi
pembelajaran, kepustakaan, evaluasi pendidikan, dan alat-alat pendidikan.3
Proses kependidikan Islam berusaha merealisasikan misi Islam dalam tiap
pribadi manusia, yaitu menjadikan manusia sejahtera dan bahagia dalam cita-
cita Islam. Cita-cita Islam mencerminkan nilai-nilai normatif Allah yang bersifat
abadi dan absolut, dan tidak mengikuti selera nafsu dan budaya manusia yang
berubah-ubah menurut tempat dan waktu.4 Maka nilai-nilai Islam yang
demikian itulah yang perlu ditumbuh kembangkan dalam diri pribadi manusia
melalui proses transformasi pendidikan masa kini. Pada makalah kali ini kami

1
UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003
2
Nur Ubiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. II, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999, Hal 9.
3
Ibid.
4
Fauti Subhan, Konsep Pendidikan Islam Masa Kini, Surabaya : Sunan Ampel, 2010, Hal.4.
akan menguraikan konsep pendidikan Islam yang tepat pada masa kini, yang
kami susun berdasarkan literatur-literatur yang kami dapatkan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, masalah konsep pendidikan Islam perlu
dijelaskan secara terperinci dan runut agar mampu menguraikan formula yang
dapat diterapkan pada masa kini. Oleh karena itu, membatasi penyusunan
rumusan masalah dengan mengajukan pertanyaan:
1. Apa pengertian pendidikan menurut Islam?
2. Bagaiman konsep pendidikan Islam menurut para ahli?
3. Apakah konsep pendidikan Islam masih relevan dengan masa kini?

1.3 Tujuan Pembahasan


1. Untuk memahami pengertian pendidikan menurut Islam.
2. Untuk memahami konsep pendidikan Islam menurut para ahli.
3. Untuk mengetahui relevansi konsep pendidikan Islam dengan masa
kini.
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pendidikan dalam Islam


Ketika pendidikan diartikan sebagai latihan mental, moral, dan fisik
(jasmaniah) yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan
tugas kewajiban dan tanggung jawab d.5
Paham al-hulul dalam tasawuf, yang pertama kali dikemukakan
oleh Husain ibn Mansur al-Hallaj.  pada abad ke 9 (ke 3 H). Paham al-hulul 
inilah yang diajarkan al-Hallajn sebagai bentuk tersendiri dalam persatuan
Tuhan dengan hamba (ittihad). Menurutnya bahwa manusia
dapat ittihad,  bersatu dengan Tuhan, dan Tuhan mengambil tempat dalam
tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyepakan sifat-
sifat kemanusiannya melalui fana. Sebab menurut al-Hallaj, manusia itu
mempunyai sifat dasar yang ganda, yaitu sifat ketuhanan dan sifat kemanusiaan
(nasut), demikian pula Allah, juga mempunyai sifat dasar ketuhanan ( lahut),
inilah kedua sifat saling mengambil tempat. Apabila sifat-sifat kemanusiaan itu
telah dapat dilenyapkan melaui fana dan sifat-sifat ketuhanan dikembangkan,
maka akan tercapailah persatuan atau ittihad (menyatu)dengan Tuhan dengan
bentuk hulul.6
Sebagaimana telah digambarkan terdahulu bahwa al-Hallaj penganut
paham hulul dan paham itulah merupakan pokok ajarannya yang ia
kembanmgkan pada masa hidupnya. Dikatakan bahwa hulul merupaka salah
satu bentuk kemanunggalan antara Allah swt dan manusia. Dalam bukunya
yang berjudul kitab al-Tawazin, ia mengemukakan teori tentang kejadian
manusia, bahwa tatkala Allah swt dalam kesendiriannya ( Fil ‘ama), ia melihat
dirinya sendiri (Tajalli al-Haqq Li Nafsihi). Lalu terjadilah dialog antara Allah
dan diriNya tanpa kata-kata atau huruf. Allah swt melihat ketinggian dan
kemuliaan diriNya, cinta yang disifatkan tak ada bandingannya. Cinta ini
merupakan energi yang menjadi sebab wujud selain wujud Allah swt sendiri.
Karena cinta itu Allah swt mengeluarkan “gambaran” diri-Nya ( ‫ )صورة من نفسه‬yang
mempunyai segala sifat dan namaNya. al-Hallaj berpendapat bahwa “gambaran”
diri Allah swt itu adalah Adam, setelah Allah menciptakan Adam dengan cara
seperti itu, maka Allah memuliakan dan mengagungkannya serta mencintainya,
5
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1992.
6
Ibid
karena itu, pada diri Adam Allah swt muncul dalam bentuk-Nya. Menurut al-
Hallaj bahwa bersatunya antara orang yang cinta dengan yang dicintai adalah
persatuan dimana sifat kemanusiaan orang yang cinta itu hilang dan diganti
dengan sifat ketuhanan. Ketika manusia hilang sifat kemanusiaanya, maka yang
tinggal adalah sifat ke-Tuhan-an pada dirinya.7

2.2 Tujuan Al-Hulul


Paham bahwa Allah dapat mengambil tempat pada diri manusia ini,
bertolak pada pemikiran al- Hallaj yang mengatakan bahwa pada diri manusia
terdapat dua sifat dasar, yaitu lahut (ketuhanan) dan nasut (kemanusiaan). Ini
dapat dilihat dari teorinya mengenai kejadian manusia dalam bukunya bernama
al- thawasin.8
Sebelum Tuhan menjadikan makhluk, ia hanya melihat diri-Nya sendiri.
Dalam kesedian-Nya itu terjadi dialog antara Tuhan dan diri-Nya, yaitu dialog
didalamnya tidak terdapat kata ataupun huruf. Yang dilihat Allah hanyalah
kemuliaan dan kentinggian zat-Nya. Allah melihat kepada zat-Nya dan ia pun
cinta pada zat-Nya sendiri, cinta yang tak dapat disifatkan, dan cinta inilah yang
menjadi sebab wujud dan sebab dari yang banyak ini. Ia pun mengeluarkan dari
yang tiada bentuk copy dari diri-Nya yang mempunyai sifat dan nama-Nya.
Bentuk kopi ini adalah Adam. Setelah menjadikan Adam dengan cara itu, Ia
memulihkan dan mengagungkan Adam. Ia cinta pada Adam, dan pada diri
Adam Allah muncul dalam bentuknya. Dengan demikian pada diri Adam
terdapat sifat- sifat yang dipancarkan Tuhan yang berasal dari Tuhan sendiri.
Baca juga : Hubungan antara agama dan negara.9
Menurut al- Hallaj, bahwa Allah memberi perintah kepada malaikat agar
bersujud kepada Nabi Adam, karena pada diri Adam Allah menjelma
sebagaimana agama Nasrani. Ia menjelma pada diri Isa as.10
Paham bahwa Allah menjadikan Adam menurut bentuk-Nya, dapat pula
dipahami dengan isyarat yang terdapat dalam hadist yang berbunyi:
“Tuhan menciptakan Adam sesuai dengan bentuk-Nya”.

7
Ibid
8
Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, (Jakarta: Puastaka Panjimas, 1984), cet.XI,
hal.120.
9
Ibid
10
Ibid
Dengan melihat ayat dan hadist tersebut, al- Hallaj berkesimpulan bahwa
dalam diri manusia terdapat sifat ketuhanan (lahut) dan dalam diri Tuhan juga
terdapat sifat kemanusiaan (nasut). Jika sifat ketuhanan yang ada dalam diri
manusia bersatu dengan sifat kemanusiaan yang ada dalam diri tuhan maka
terjadi hulul. Untuk sampai ke tahap seperti ini manusia harus terlebih dahulu
menghilangkan sifat- sifat kemanusiaannya melalui proses al- Fana
sebagaimana telah disebutkan di atas.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka al- Hulul dapat dikatakan sebagai
suatu tahap dimana manusia dan tuhan bersatu secara rohaniah. Dalam hal ini
hulul pada hakikatnya istilah lain dari al- ittihad sebagaimana telah disebutkan
di atas. Tujuan dari hulul adalah mencapai persatuan secara batin. Untuk itu
Hamka mengatakan, bahwa al- Hulul adalah ketuhanan (lahut) menjelma
kedalam diri insane (nasut), dan hal ini terjadi pada saat kebatinan seorang
insan telah suci bersih dalam menempuh perjalanan hidup kebatinan.

2.3 Tokoh Pengembang Paham Al-Hulul


Sebagaiman telah disebutkan diatas, bahwa tokoh yang mengembangkan
paham al- Hulul adalah al- Hallaj. Nama yang lengkap adalah Husein bin
Mansur al- Hallaj. Ia lahir tahun 244 H. (858 M.) di negeri Baidha, salah satu
kota kecil yang terletak di Persia. Dia tinggal sampai dewasa di Wasith, dekat
Baghdad, dan dalam usia 16 tahun dia telah pergi belajar pada seorang Sufi
yang terbesar dan terkenal, bernama Sahl bin Abdullah al- Tustur di negeri
Ahwaz. Selanjutnya ia berangkat ke Bashrah dan belajar pada seorang Sufi
bernama Amr al- Makki, dan pada tahun 264 H. ia masuk kota Baghdad dan
belajar pada al- Junaid yang juga seorang Sufi.11
Dalam paham al- Hulul yang dikemukakan al- Hallaj tersebut ada dua hal
yang dapat dicatat. Pertama, bahwa paham al- Hulul merupakan
pengembangan atau bentuk dari paham Mahabbah sebagaimana disebutkan
dibawa Rabi’ah al- Adawiyah. Hal ini terlihat adanya kedua kata- kata cinta
yang dikemukakan al- Hallaj. Kedua, al- Hullul juga menggambarkan adanya
ittihad atau kesatuan rohaniah dengan Tuhan. Namun Harun Nasution
membedakan kesatuan rohaniah yang dialami al- Hallaj melalui al- Hulul,
dengan kesatuan rohaniah yang dialami Abu Yazid dalam al- ittihad. Dalam
11
A.J. Arberry, Pasang-Surut Aliran Tasawuf, (terj.) Haidar Bagir dari judul asli Sufism: An
Account of the Mystic of Islam, (Bandung: Mizan, 1985),cet.I. hlm.77.
persatuan melalui al- Hulul ini, al- Hallaj kelihatanya tak hilang, sebagai halnya
dengan diri Abu Yazid dalam ittihad. Dalam ittihad diri Abu Yazid hancur dan
yang ada hanya diri Tuhan. Dalam paham al- Hallaj, dirinya tak hancur sebagai
ternyata dari ungkapan syairnya diatas.12

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Hulul berarti Tuhan seakan-akan bertempat dalam tubuh manusia, yaitu
manusia yang dapat menghilangkan sifat-sifat tercelanya.
2. Tujuan dari hulul adalah mencapai persatuan secara batin. Untuk itu
Hamka mengatakan, bahwa al- Hulul adalah ketuhanan (lahut) menjelma
12
Ibid
kedalam diri insane (nasut), dan hal ini terjadi pada saat kebatinan
seorang insan telah suci bersih dalam menempuh perjalanan hidup
kebatinan.
3. Tokoh yang mengembangkan paham al- Hulul adalah al- Hallaj
3.2 Saran
Dari beberapa Uraian diatas jelas banyaklah kesalahan serta kekeliruan,
baik disengaja maupun tidak, dari itu kami harapkan kritik dan sarannya untuk
memperbaiki segala keterbatasan yang kami punya, sebab manusia adalah
tempatnya salah dan lupa.

DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun. 1992. Falsafat dan Mistisme dalam Islam. Jakarta: Bulan

Bintang.

Hamka. 1984. Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta. Pustaka

Panjimas
Arberry, AJ. 1985. Pasang-Surut Aliran Tasawuf, (terj.) Haidar Bagir dari judul

Asli Sufism: An Accpunt of the Mystic of Islam. Bandung: Mizan

Anda mungkin juga menyukai