DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 8
1. AJENG RETNO PRAMESTI (A1C221106)
2. FERRY ROMADHONA (A1C221009)
3. TAUPIK HIDAYAT (A1C221042)
4. RACHEL CECILIA SIMARMATA (A1C221038)
Dosen Pengampu
Feri Tiona Pasaribu. S.Pd., M.Pd.
Kelas R-002
PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN dan ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat dan rahmat dan- Nya,
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pendekatan IQ,SQ,EQ,CQ,dan AQ” tepat pada
waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari ibu Feri Tiona, S.Pd., M.Pd dalam mata kuliah
Belajar dan Pembelajaran Matematika. Penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan
bagi pembaca tentang Pendekatan IQ, SQ, EQ, CQ, dan AQ.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Feri Tiona.S.Pd., M.Pd. selaku
dosen mata kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan
pembaca. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini.
Terlepas dari itu, kami menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu dengan senang hati kami menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
serta memberi informasi terhadap pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1
C. Tujuan .............................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................... 2
A. Intellegence Quontient/IQ ................................................................................................ 2
B. Spiritual Quontient/SQ ..................................................................................................... 5
C. Emotional Quontient/EQ .................................................................................................. 9
D. Creativitas Quentiont/CQ ................................................................................................. 14
E. Adversity Quontient/AQ .................................................................................................. 16
BAB III PENUTUP ........................................................................................................................... 18
A. Kesimpulan ...................................................................................................................... 18
B. Saran................................................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mempunyai IQ tinggi tapi EQ rendah cenderung mengalami kegagalan yang lebih besar dibanding
dengan orang yang IQ-nya rata-rata tetapi EQ-nya tinggi, artinya bahwa penggunaan EQ atau olahrasa
justru menjadi hal yang sangat penting, dimana menurut Goleman dalam dunia kerja, yang berperan
dalam kesuksesan karir seseorang adalah 85% EQ dan 15% IQ.
Kita perlu mengembangkan IQ menyangkut pengetahuan dan keterampilan, namun kita juga harus
dapat menampilkan EQ sebaik-baiknya karena EQ harus dilatih. Untuk meningkatkan kemampuan IQ
dan EQ agar dapat memanfaatkan nurani kita, maka kita juga harus membina SQ yang merupakan
cerminan hubungan kita dengan sang pencipta. Melalui SQ kita dilatih menggunakan ketulusan hati
sehingga mempretajam apa yang dapat kita tampilkan.
Jadi perpaduan antara IQ, EQ dan SQ inilah yang membina jiwa kita secara utuh, sehingga dapat
meniti karir dengan baik, dimana akan lebih baik lagi jika ditambahkan AQ (Adversity Quotient) yang
mengajarkan kepada kita bagaimana dapat menjadikan tantangan menjadi hal yang mudah di
selesaikan. Jadi yang ideal yaitu kita harus mampu memadukan IQ, EQ, SQ dan AQ dengan seimbang.
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan kecerdasan IQ, SQ, EQ, CQ, AQ?
C. Tujuan
a. Mendeskripsikan apa yang dimaksud dengan kecerdasan IQ, SQ, EQ, CQ, dan AQ.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Intellegence Quontient/IQ
1. Pengertian IQ
Secara umum, kecerdasan intelektual merujuk pada potensi yang dimiliki oleh individu
untuk mempelajari sesuatu lewat alat-alat berpikir. Kecerdasan ini dapat dinilai dari
kemampuan verbal dan logika berpikir seseorang. Konsep ini pertama kali diutarakan oleh
Alfred Binet.
IQ dibentuk oleh otak kiri yang mencakup kecerdasan linear, matematik, dan logis
sistematis. Kecerdasan ini menghasilkan pola pikir yang berdasarkan logika, tepat, akurat, dan
dapat dipercaya. Orang dengan kecerdasan ini akan mampu memiliki analisis yang tajam dan
memiliki kemampuan untuk menyusun strategi bisnis yang baik. Namun, kecerdasan
intelektual tidak melibatkan emosi dalam memproses informasi.
Menurut John. W. Santrock (2010), inteligensi adalah keahlian memecahkan masalah dan
kemampuan untuk beradaptasi pada pengalaman hidup serta belajar dari pengalaman hidup
sehari-hari.
Menurut Super & Cities (Dalyono, 2010:182), pengertian inteligensi dikatakan bahwa
“ Inteligence has frequently been defined as the ability to adjust to the environment or to learn
from experience” artinya inteligensi adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan
atau belajar dari pengalaman.
Selain itu, pendapat lain tentang pengertian inteligensi dikemukakan oleh Heidentich
(Haryun Islamudin, 2012:250) yaitu “Intelligence refers to the ability to learn and to utilize
what has been learned in adjusting to unfamiliat situation, or in the solving of problems”
artinya adalah kecerdasan menyangkut kemampuan untuk belajar dan menggunakan apa yang
telah dipelajari dalam usaha penyesuaian terhadap situasi-situasi yang kurang dikenal, atau
dalam pemecahan masalah.
2. Pengukuran/Klasifikasi IQ
Apakah IQ bisa menjadi tolok ukur dalam kemampuan berpikir manusia? IQ menurut para
ahli dalam beberapa penelitian, justru menunjukkan bahwa peran IQ dalam kehidupan manusia
maksimal hanya sebesar 20%. Menurut Steven J. Stein dan Howard E. Book, MD, fungsi
kecerdasan intelektual bahkan hanya 6% saja. Sehingga dalam menjalankan kehidupan IQ dan
EQ harus seimbang. Sebenarnya, apa saja peran IQ dalam kehidupan?
Menjadi media penyimpanan pengetahuan baru.
Alat untuk mendapatkan pengetahuan baru.
Membantu memahami sesuatu secara lebih mendalam.
Membantu meningkatkan pengetahuan.
4. Cara Meningkatkan IQ
3
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi IQ
a. Genetik
Menurut dr.Bernard Devlin dari Fakultas Kedokteran Universitas Pitsburg,
AS, faktor genetik memiliki peran sebesar 48%dalam membentuk IQ anak.
Menurutnya, kualitas otak janin adalah “bibit” yang berasal dari ayah dan ibunya,yaitu
berupa gen-gen yang terdapat pada kromosom dalam sel sperma dan sel telur. Jadi, jika
kualitas sel telur dan sel sperma bagus, bisa diharapkan kualitas dari hasil
pembuahannya juga.
b. Gizi
Beberapa hasil penelitan membuktikan bahwa makanan merupakan salah satu
factor penting yang menentukan kecerdasan anak. Perkembangan kecerdasan anak
berkaitan erat dengan pertumbuhan otak, sedangkan faktor utama yang mempengaruhi
pertumbuhan otak adalah gizi atau nutrisi yang didapatnya. Beberapa teori
menyebutkan bahwa sel-sel saraf otak manusia yang jumlahnya milyaran dan senyawa
kimia pengaturnya (neurotransmitter) dibangun dari zat-zat dalamm makanan.
Guru Besar Ilmu Gizi IPB, Prof. dr. Darwin Karyadi dalam makalahnya di
Seminar “Mencegah Generasi Hilang Anak Bangsa” di Padang 2003, mengungkapkan
tentang pengaruh gizi pada masa balita. Menurutnya, kurang gizi di masa anak-anak
menyebabkan tingkat intelektual mereka menurun 10-15 poin dengan risiko tidak
mampu mengadopsi ilmu pengetahuan. Selain itu, daya pikirnya pun sangat lemah
karena defisiensi atau kekurangan berbagai mikro nutrien, seperti yodium, Fe (zat
besi), dan KEP (kekurangan energi dan protein) sebagai unsur makanan bergizi.
c. Peranan Seorang Ibu
Seorang ibu memegang peranan penting dalam pengasuhan anaknya. Pola
pengasuhan pada tiap ibu berbeda karena dipengaruhi oleh faktor yang mendukungnya,
antara lain : latar belakang pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anak dan sebagainya.
Banyak peneliti berpendapat bahwa status pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap
kualitas pengasuhannya. Pendidikan ibu yang rendah masih sering ditemui, semua hal
tersebut sering menyebabkan penyimpangan terhadap keadaan tumbuh kembang dan
status gizi anak terutama pada anak usia balita.
Tingkat pendidikan dalam keluarga khususnya ibu dapat menjadi faktor yang
mempengaruhi status gizi anak dalam keluarga. Semakin tinggi pendidikan orang tua
maka pengetahuannya akan gizi akan lebih baik dari yang berpendidikan rendah. Salah
satu penyebab gizi kurang pada anak adalah kurangnya perhatian orang tua akan gizi
anak. Hal ini disebabkan karena pendidikan dan pengetahuan gizi ibu yang rendah.
4
B. Spritual Quomtient/SQ
5
e. Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal (berpandangan holistic).
f. Kecenderungan nyata untuk bertanya “mengapa? Atau bagaimana jika?” untuk mencari
jawaban jawaban yang mendasar.
g. Kepemimpinan yang penuh pengabdian dan tanggung jawab.
Bedasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual siswa
adalah kemampuan untuk berserah diri kepada tuhan.
6
5. Faktor-Faktor yang Mendukung Kecerdasan Spiritual
Menurut Sinetar (2001) otoritas intuitif, yaitu kejujuran, keadilan, kesamaan perlakuan
terhadap semua orang, mampunyai faktor yang mendorong kecerdasan spiritual. Suatu
dorongan yang disertai oleh pandangan luas tentang tuntutan hidup dan komitmen untuk
memenuhinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual menurut Agustian (2003) adalah
inner value (nilai-nilai spiritual dari dalam) yang berasal dari dalam diri (suara hati), seperti
transparency (keterbukaan), responsibilities (tanggung jawab), accountabilities (kepercayaan),
fairness (keadilan) dan social wareness (kepedulian sosial). Faktor kedua adalah drive yaitu
dorongan dan usaha untuk mencapai kebenaran dan kebahagiaan.
Zohar dan Marshall (2001) mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kecerdasan spiritual yaitu :
a. Sel Saraf Otak
Otak menjadi jembatan antara kehidupan bathin dan lahiriah kita. Ia mampu
menjalankan semua ini karena bersifat kompleks, luwes, adaptif dan mampu
mengorganisasikan diri. Menurut penelitian yang dilakukan pada era 1990-an dengan
menggunakan WEG (Magneto – Encephalo – Graphy) membuktikan bahwa osilasi sel
saraf otak pada rentang 40 Hz merupakan basis bagi kecerdasan spiritual.
b. Titik Tuhan (God Spot)
Dalam peneltian Rama Chandra menemukan adanya bagian dalam otak, yaitu
lobus temporal yang meningkat ketika pengalaman religius atau spiritual berlangsung.
Dia menyebutnya sebagai titik Tuhan atau God Spot. Titik Tuhan memainkan peran
biologis yang menentukan dalam pengalaman spiritual. Namun demikian, titik Tuhan
bukan merupakan syarat mutlak dalam kecerdasan spiritual. Perlu adanya integrasi
antara seluruh bagian otak, seluruh aspek dari dan seluruh segi kehidupan.
7
c. Prinsip kepemimpinan (leadership principle), berdasarkan iman kepada rasul.Seorang
pemimpin harus memiliki prinsip yang teguh, agar mampu menjadi pemimpin yang
sejati. Seperti halnya Rasullullah SAW, seorang pemimpin sejati yang dihormati oleh
semua orang.
d. Prinsip pembelajaran (learning principle), berdasarkan iman kepada kitab.Suka
membaca dan belajar untuk menambah pengetahuan dan mencari kebenaran yang
hakiki. Berpikir kritis terhadap segala hal dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman
dalam bertindak.
e. Prinsip masa depan (vision principle), berdasarkan iman kepada hari akhir.Berorientasi
terhadap tujuan, baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.
Semua itu karena keyakinan akan adanya hari kemudian dimana setiap individu akan
mendapat balasan terhadap setiap tindakan yang dilakukan.
f. Prinsip keteraturan (well organized principle) berdasarkan iman kepada Qodlo dan
Qodar.
8
C. Emotional Quotient/EQ
Stein & Book (dalam Asrori, 2009:24) menyatakan bahwa istilah “kecerdasan emosi”
pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University
dan John Mayerdari University of New Hampshire untuk menerangkan kuliatas-kualitas
emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Kualitas-kualitas ini antrara lain adalah
empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian,
kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi,
ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan sifat hormat.
Abu Ahmadi (1999:32), kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (bahasa
Inggris : emotional quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai,
mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain disekitarnya.
b. Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan
agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam
diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci
menuju kesejahteraan emosi.
9
Goleman (2003:77) Emosi yang berlebihan dan meningkat dengan intensitas
terlampau lama dapat mengoyak kestabilan seseorang. Kemampuan ini mencakup
kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan,
ketersinggungan, serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang
menekan.
e. Membina Hubungan
Kemampuan untuk membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang
menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi. Keterampilan
dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina
hubungan. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan akan
sukses dalam hal apapun. Daniel Goleman (2003:59) mengatakan jika seseorang yang
mampu berkomunikasi dengan lancar, maka orang tersebut akan berhasil dalam
pergaulan.
10
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan
yang mencakup mengenali dan memantau perasaan diri sendiri atau orang lain,
pengendalian diri, memotivasi diri, mampu membaca dan menghadapi perasaan orang
lain dengan efektif, mampu mengelola emosi sehingga dapat dijadikan dorongan untuk
menjadi lebih produktif dan membimbing tindakan lebih terarah, serta mampu
membina hubungan baik dengan orang lain.
Ada beberapa factor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang. Goleman
(dalam Asrori 2009:27) menyatakan bahwa factor yang mempengaruhi kecerdasan emosi
seseorang salah satunya adalah otak. Otak adalah organ penting dalam tubuh manusia. Otaklah
yang mengatur dan mengontrol seluruh kerja tubuh.
Sementara itu faktor dari luar individu yang dapat mempengaruhi kecerdasaan emosi
adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan sekolah pertama dalam mempelajari emosi.
Orangtua adalah subjek pertama yang perilakunya diidentifikasi oleh anak kemudian
diinternalisasi yang akhirnya akan menjadi bagian kepribadian anak. Orangtua yang
memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan mengerti perasaan anaknya dengan baik.
a. Lingkungan non-Keluarga
Lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan merupakan factor yang
mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang. Kecerdasan emosi dapat ditingkatkan
melalui berbagai macam pelatihan, misalnya asertivitas.
Shapiro (dalam Asrori, 2009:28) mengemukakan bahwa bagian yang paling menentukan
dan berpengaruh terhadap kecerdasan emosi seseorang adalah anatomi syaraf emosinya atau
otaknya. Bagian otak yang digunakan untuk berpikir yaitu neokorteks sebagai bagian yang
berbeda dari bagian otak yang mengurus emosi yaitu system limbik. Akan tetapi sesungguhnya
hubungan antara kedua bagian inilah yang menentukan kecerdasan emosi seseorang.
11
Gharawiyan (dalam Asrori, 2009:28) mengatakan bahwa lingkungan keluarga turut
berperan dalam kecerdasan emosi seorang anak. Apabila suasana yang berkembang dalam
keluarga bersifat positif, sehat, berakhlak, dan manusiawi, maka akan menghindarkan anak dari
sikap emosional.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan
emosional seseorang adalah berasal dari lingkungan keluarga, lingkungan non-keluarga
(masyarakat dan pendidikan), serta keadaan dan struktur otak.
Syamsu YusufL . N . (2007:181) Saat anak menginjak usia sekolah, mereka mulai
menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidak akan diterima oleh masyarakat. Di
usia ini, anak berusaha mengendalikan dan mengontrol emosinya. Kemampuan itu diperoleh
anak dalam proses peniruan baik melalui keluarga maupun lingkungan masyarakat.
Rita Eka Izzaty (2008:111) mengatakan bahwa masa kanak-kanak akhir, mereka belajar
mengungkapkan emosi yang kurang baik tidaklah diterima oleh temannya. Anak-anak belajar
mengendalikan ungkapan-ungkapan emosi yang kurang dapat diterima seperti : marah,
menyakiti, dan menakuti temannya.
Rita Eka Izzaty (2008:112) Adapun ciri-ciri emosi pada masa kanak-kanak, yakni:
a. Emosi Anak Berlangsung Relatif Lebih Singkat
Hanya berlangsung beberapa menit saja dan sifatnya tiba-tiba. Hal ini disebabkan
karena emosi anak menampakkan dirinya didalam kegiatan atau gerakan yang Nampak
sehingga menghasilkan emosi yang relatif pendek.
b. Emosi Anak Kuat dan Hebat
Terlihat ketika anak marah, takut, atau sedang bersendau gurau. Mereka akan
tampak marah sekali, sangat takut, dan tertawa terbahak-bahak meskipun kemudian
cepat hilang.
c. Emosi Anak Mudah Berubah
Emosi pada anak sering terjadi perubahan, saling berganti-ganti baik dari emosi
senang menjadi susah maupun sebaliknya.
d. Emosi Anak Nampak Berulang-ulang
Hal ini terjadi karena anak dalam proses perkembangan menuju kedewasaan.
Seorang anak harus mengadakan penyesuaian terhadap situasi diluar dan hal tersebut
dilakukan secara berulang-ulang.
e. Respon Emosi Anak-Anak Berbeda
Anak dengan berbagai tingkat usia menunjukkan variasi respon emosi. Saat bayi
baru lahir, pola respon akan sama. Namun, pengalaman belajar dari lingkungan
membentuk tingkah laku dengan perbedaan emosi secara individual.
f. EmosiAnakDapatDiketahuiDariGejalaTingkahLakunya
Meskipun terkadang anak-anak tidak memperhatikan reaksi emosi yang Nampak dan
langsung, namun itu dapat dilihat dari tingkah laku anak tersebut.
12
g. Emosi Anak Mengalami Perubahan Dalam Kekuatannya
Suatu ketika ,emosi itu begitu kuat kemudian berkurang. Bisa juga yang awalnya
emosi itu mula-mula lemah kemudian berubah menjadi kuat.
h. Perubahan Dalam Ungkapan-Ungkapan Emosional
Anak-anak memperlihatkan keinginan yang kuat terhadap apa yang diinginkan.
Anak-anak tidak pernah mempertimbangkan apa konsekuensi yang didapat dari
keinginannya tersebut. Saat keinginan anak tidak dapat terpenuhi, maka anak tersebut
marah, dan sebaliknya jika keinginan anak tersebut dituruti, maka anak akan merasa
senang.
Emosi yang secara umum dialami pada masa anak-anak adalah senang, sedih, marah, takut,
cemburu, iri, kasih sayang, dan rasa ingin tahu. Dari beberapa emosi tersebut dapat
dikelompokkan menjadi dua, yakni : (a) emosi yang menyenangkan atau pleasant emotion dan
(b) emosi yang tidak menyenangkan atau unpleasant emotion.
Rita Eka Izzaty (2008:111) Emosi yang menyenangkan atau pleasant emotion misalnya
kasih sayang, kebahagiaan, rasa ingin tahu, dan sukacita, merupakan sesuatu yang sangat
penting dan dibutuhkan bagi perkembangan anak. Emosi yang menyenangkan akan
berpengaruh positif terhadap aktivitas belajar seperti membaca buku, berdiskusi, dan
mengerjakan tugas.
Pada masa anak-anak akhir, mereka mulai dapat menyadari dan memahami ungkapan-
ungkapan emosi mereka dapat berpengaruh terhadap pergaulannya. Mereka akan berusaha
mengungkapkan emosi dengan baik agar bias diterima oleh teman-temannya. Untuk mengatasi
hal tersebut siswa dapat diajarkan bagaimana cara berkomunikasi yang baik dengan orang lain.
Dalam hal ini guru memiliki peranan untuk melatih komunikasi siswa dan memberikan contoh.
13
Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa kecerdasan emosional bermanfaat
bagi individu sebagai alat ukur pengendalian diri, membesarkan konsep/ide, dan
mengembangkan jiwa kepemimpinan (leadership)
Menurut Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf, membuat satu konsep bahwa "Kecerdasan
emosional" dianggap akan dapat membantu siswa dalam mengatasi hambatan-hambatan
psikologis yang ditemuinya dalam belajar. Kecerdasan emosional yang dimiliki siswa sangat
berpengaruh terhadap hasil belajar, karena emosi memancing tindakan seorang terhadap apa
yang dihadapinya. Pembelajaran matematika merupakan pengembangan pikiran yang rasional
bagaimana kita dapat mereflesikan dalam kehidupan sehari-hari.
D. Creativity Quontient/CQ
Faid Poniman, Indrawan Nugrogo, Jamil Azzaini (2007:224) menyatakan bahwa creativity
quotient diukur untuk mengetahui tingkat kreatifitas seseorang. Kreativitas adalah potensi
seseorang untuk memunculkan suatu yang penemu-penemu baru dalam bidang ilmu dan tekhnologi
serta semua bidang usaha lainnya (Moh Solihin, 2013:142).
1. Ada Lima Ciri Kreatifitas (Guil Ford dalam Moh Solihin, 2013:142)
2. Unsur-Unsur Kreativitas :
a. Kepasihan yang ditunjukan oleh kemampuan menghasilkan sejumlah besar gagasan dan
ide-ide pemecahan masalah secara lancar dan cepat.
b. Keluwesan yang pada umumnya mengacu pada kemampuan untuk menentukan gagasan
atau ide yang berbeda-beda dan luar biasa untuk memecahkan suatu masalah.
14
Seseorang termotivasi untuk berkreasi oleh lingkungannya dan manfaat dari berkreasi
seperti hidup yang lebih menyenangkan, kepercayaan diri yang lebih besar, kegembiraan hidup dan
kemungkinan untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka. Tetapi ada saja hambatan untuk
menjadi lebih kreatif. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang yang seharusnya berfikir kreatif
tetapi terhambat misalnya karena faktor kebiasaan, waktu, bbanyak masalah, tidak ada masalah
takut gagal, kebuuhan akan sebuah jawaban sekarang, kegiatan mental yang sulit diarahkan, takut
bersenang0senang, dan juga karena ritik dari orang lain.
3. Moh Solihin (2013:143) mengatakan bahwa ada beberapa cara memunculkan gagasan
kreatif :
a. Kuantitas Gagasan : Teknik-teknik kreatif dalam berbagai tingkatan keseluruhannya
bersandar pada pengembangan pertama sejumlah gagasan sebagaisuatu cara untuk
memperoleh gagasan yang baik dan kreatif. Akan tetapi bila masalahnya besar dimana kita
ingin mendapatkan pemecahan baru dan orisinil maka kita membutuhkan banyak gagasan
untuk dipilih.
b. Teknik Brainstorming : Merupakan cara yang banyak digunakan, tetapi juga merupakan
tekhnik pemecahan kreatif yang tidak banyak dipahami. Tekhnik ini cenderung
menghasilkan gagasan baru yang orisinil untuk menambah jumlah gagasan konvensional
yang ada.
c. Sinektik : Suatu metode atau proses yang menggunakan metafora dan analogi untuk
menghasilkan gagasan kreatif atau wawassan segar kedalam permasalahan, maka proses
sinektik mencoba membuat yang asing menjadi akrab dan juga sebaliknya.
d. Memfokuskan Tujuan : Membuat seolah-oleh apa yag diinginkan akan terjadi besok, telah
terjadi saat ini dengan melakukan visualisasi yang kuat.
SDM sebagai pelaksana dengan suatu profesi dengan tingkat kecerdasan kreativitas (CQ) yang
tinggi adalah mereka yang kreatif, dan dapat mampu mencari dan menciptakan terobosan-terobosan
dalam membatasi berbagai kendala atau permasalahan yang muncul dalam lembaga yang
digeluti.karena seorang pelaksana profesi yang ingin mencapai nilai-nilai profesional haruslah
mempunyai CQ yang tingi karena agar mampu menghasilkan ide-ide baru atau orsinil dalam
meningkatkan daya saing dalam dunia kerjanya dan lebih luas lagi daya saing di era globalisasi.
15
E. Adversity Quontient/AQ
1. Pengertian AQ
Menurut Stolts dalam Moh Solihin (2013:146) menyatakan bahwa AQ adalah kecerdasan
untuk mengatasi kesulitan. “ AQ merupakan faktor yang dapat menentukan bagaimana, jadi
atau tidaknya, serta sejauh mana sikap, kemampuan dan kinerja Anda terwujud di dunia.” Tulis
stoltz. Pendek kata orang yang memiliki AQ tinggi akan lebih mampu mewujudkan cita-citanya
dibandingkan orang yang AQ nya lebih rendah.
3. Rentang AQ
a. AQ rendah (0-50)
b. AQ sedang (95-134)
c. AQ tinggi (166-200)
AQ bukanlah sekedar anugerah yang bersifat given. AQ ternyata bisa dipelajari. Dengan
latihan-latihan tertentu, setiap orang bisa diberi pelatihan untuk meningkatkan level AQ-nya. Dunia
kerja merupakan dunia yang penuh dengan tantangan dan rintangan. Sehingga jika ingin menjadi
pelaksana profesi yang profesional makaharus menetapkan dihatinya “Saya adalah pendaki sejati,
yang mengarungi semua tantangan dan rintangan yang ada”. Dan perlu diyakini bahwa tidak ada
manusia yang sempurna dan tidak ada jalan yang mulus dan lurus. Hambatan dan peluang akan
ditemui dalam mencapai cita-cita masa depan.
16
Analisis SWOT merupakan suatu tekhnik yang dapat digunakan untuk menelaah tingkat
keberhasilan pencapaian cita-cita/karier, yang terdiri dari :
1. “S” Strenght (Kekuatan), adalah sebuah potensi yang ada pada diri sendiri yang
mengandung cita-cita / karier.
2. “W” Weakness (Kelemahan), adalah seluruhh kekurangan yang ada pada diri sendiri
dan kurang mendukung cita-cita / karier.
3. “O” Oportunity (Peluang), adalah segala sesuatu yang dapat menunjang keberhasilan
cita-cita / karier.
4. “T” Traits (Ancaman), adalah segala sesuatu yang dapat menggagalkan keberhasilan
citacita/ karier yang berasal dari diri sendiri atau lingkungan.
Pemecahhan masalah dapat dilakukan dengan Zero Mind Proses; melepas belenggu
mental, maka emosi terkendali, akal.logika berpikir terjadi ketenangan batin, berserah diri kepada
Tuhan. Maka potensi energi dan nilai spiritual muncul dan bangkit tercipta dalam bentuk aplikasi
nyata.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
IQ merupakan keseluruhan individu untuk berfikir dan bertindak secara logis terarah, serta
mengolah dan mengusai lingkungan secara efektif, serta mampu belajar dari pengalaman agar dapat
memecahkan masalah.
Emotional Quontient (EQ) merupakan kemampuan untuk mengatur emosi dari diri sendiri
dan orang lain serta mempunyai peranan penting dalam meraih kesuksesan pribadi dan
professional. EQ dianggap sebagai persyaratan bagi kesuksesan pribadi.
Kecerdasan spiritual (SQ) adalah sumber yang mengilhami, menyemangati dan mengikat
diri seseorang kepada nilai-nilai kebenaran tanpa batas waktu. Juga kemampuan menilai jalan hidup
seseorang lebih bermakna dari yang lain atau tidak.
Kecerdasan kreativitas adalah potensi seseorang untuk memunculkan suatu penemuan baru
dalam bidang ilmu dan tekhnologi serta semua bidang usaha lainnya, untuk memenuhi kebutuhan
yang lebih kompleks.
B. Saran
Dalam setiap diri manusia, terdapat IQ, EQ, SQ, CQ, dan AQ. Maka diperlukannya
keseimbangan hal tersebut dalam setiap diri manusia agar kinerja yang dilakukan dapat terwujud
degan baik dan maksimal.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan, baik dari susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan senang hati kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar makalah ini dapat diperbaiki menjadi lebih baik.
18
DAFTAR PUSTAKA
19