Anda di halaman 1dari 1

“ANAKMU BUKANLAH ANAKMU …”

termasuk di dalamnya hal-hal berikut :

 Persaingan yang senantiasa makin ketat,


 Pergaulan global yang makin intens,
 Perubahan-perubahan yang amat cepat di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi,
 Tantangan terhadap, sekaligus kebutuhan kepada, kehidupan keberagamaan yang lebih bermoral,
 Timbulnya ekses krisis sosial dan lingkungan.

Oleh sebab itu, sebagai orang tua dan pendidik, sudah semestinya kita memberikan mereka bekal hidup yang
tak lekang waktu.

Didasari oleh pemikiran seperti itulah sekolah-sekolah Lazuardi digagas. Para pendirinya merasa bahwa konsep
pendidikan dasar dan menengah di negeri kita sesungguhnya banyak diwarnai oleh pemikiran-pemikiran yang
ketinggalan zaman. Kecenderungan konservatif untuk terus memelihara tradisi dan kebiasaan lama masih
tampak sangat dominan. Termasuk di dalamnya kecenderungan untuk menekankan, baik dalam pemberian
materi maupun dalam pengujian dan penilaian, aspek kognitf di atas afektif dan psikomotorik. Padahal,
sekarang kita tahu bahwa sikap, kemauan dan habit – ringkasnya, kepribadian, perilaku dan budi pekerti --
sering lebih menentukan kesuksesan ketimbang kemampuan akademik. Sejalan dengan itu, pendidikan kita
juga masih belum dapat melepaskan siswa dari kesibukan menghafal-tanpa pikir ( rote memorization ). Yang
tak kalah merusak adalah cara penilaian yang masih terlalu berorientasi pada pen and paper test yang bersifat
standardized , dan bukan penilaian autentik ( authentic assesment ).

Di atas semuanya itu, pendidikan kita telah kehilangan perspektf mengenai tujuannya. Orang sering lupa,
bahwa tujuan pendidikan bukanlah sekadar untuk meraih kesusksesan hidup, apalagi hanya kekayaan sebesar-
besarnya. Padahal, setiap orang tua dan pendidik yakin bahwa mereka menginginkan anak-anaknya untuk
menjadi manusia-manusia yang berbahagia. Nah, meskipun kebahagiaan memerlukan kesuksesan, mungkin
juga sejumlah tertentu kekayaan, kebahagiaan tidak identik dengan keduanya. Apalagi jika, sebagai orang
beriman, kita ingat bahwa kebahagiaan yang mesti dicari bukanlah hanya kebahagiaan duniawi, melainkan juga
kebahagian ukhrawi.

Dengan perspektif seperti inilah sekolah-sekolah di Lazuardi dikembangkan. Yakni, untuk membekali siswa-
siswanya agar kelak menjadi orang-orang yang berbahagia di dunia dan di akhirat. Itu sebabnya, tanpa sama
sekali mengabaikan perlunya setiap orang menguasai kemampuan-kemampuan dasar dengan sebaik-baiknya,
kami tak memasukkan peningkatan prestasi akademik yang sebesar-besarnya dalam sasaran pendidikan kami.
Tapi, kami percaya bahwa, dengan menanamkan kecintaan pada ilmu-pengetahuan, melatih keterampilan dalam
mencari ilmu, menumbuhkan kemampuan berpikir kreatif dan melakukan riset, serta mengembangkan
kepercayaan diri yang kuat dan keterampilan berkomunikasi (antara lain dengan menerapkan metode bilingual
dan menekankan pendidikan komputer), kesuksesan justru lebih mudah dicapai. Selebihnya, seluruh aspek
pendidikan kami tujukan kepada upaya-upaya untuk menimbulkan kepekaan sosial dan kecintaan pada
lingkungan hidup, serta memperkuat keimanan dan ketakwaan siswa. Sasaran-sasaran yang disebutkan
belakangan inilah yang akan melengkapi kesuksesan seseorang sehingga dapat mewujudkan kebahagiaan sejati
yang menjadi tujuan setiap orang.

Untuk mencapai sasaran tersebut, kami percaya suatu lingkungan belajar yang kondusif perlu diciptakan. Itu
sebabnya sekolah-sekolah Lazuardi terus berupaya keras untuk mengembangkan hubungan yang demokratis
antara pendidik dan siswa; selalu memelihara lingkungan belajar yang fun and enjoyable ; menerapkan metode
contextual/active learning dan brain based (berdasar cara kerja otak); meningkatkan emosi positif ( enforcing
positive emotions ); mendorong kompetisi secara benar dan proporsional, yakni bukan me- ranking anak
berdasar rata-rata pencapaian di semua bidang, melainkan mengembangkan kompetisi antara satu anak dan
anak lainnya di bidang-bidang yang memang merupakan minat dan keahlian (kecerdasan khas)-nya;
menerapkan disiplin positif yang mendidik, bersifat trasaksional (berdasar kesepakatan antara pendidik dan
siswa), proporsional, dan adil; serta mendorong kerja-keras berdasar kecintaan atau panggilan jiwa ( vocation ).

Dengan konsep-konsep pendidikan semacam ini, yang dibarengi dengan kegiatan advokasi kepada berbagai
elemen pendidikan di negeri ini (termasuk membuka cabang dan mengembangkan kemitraan di berbagai
wilayah daerah), Lazuardi berharap dapat menjadi world class school , yang mampu memberikan
sumbangsihnya bagi upaya-upaya perbaikan pemikiran, konsep, dan praktik pendidikan di negeri ini.

Maret 2009,

penulis : Haidar Bagir

Anda mungkin juga menyukai