Anda di halaman 1dari 11

Akhlak Mulia, Budi Pekerti Luhur, dan Pendidikan

Oleh : Azyumardi Azra

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam pekan-pekan terakhir, sejumlah “keadaan darurat”


melanda Indonesia. Ini terlihat dari terjadinya sejumlah pemerkosaan yang
kebanyakan pelaku dan korbannya adalah anak sekolah.

Keadaan ini menyentakkan keprihatinan dan sekaligus memunculkan


pertanyaan: ke mana akhlak mulia atau budi pekerti luhur? Mengapa
pendidikan kita seolah gagal membentuk peserta didik yang berakhlak mulia?

Budi pekerti luhur atau al-akhlaq al-karimah dalam perspektif Islam adalah
salah satu misi pokok Nabi Muhammad SAW. Rasulullah ditugaskan Allah
memperbaiki atau menyempurnakan akhlak mulia atau budi pekerti luhur.

Gagasan dan usul tentang revitalisasi pendidikan akhlak mulia atau budi
pekerti pekerti luhur, telah cukup lama kembali muncul dalam masyarakat.
Dunia pendidikan kita dianggap “telah gagal” membentuk peserta didik yang
memiliki akhlak mulia, moral, dan budi pekerti luhur.

Ada peserta didik yang tidak hanya kurang santun, baik di sekolah, rumah,
dan di lingkungan masyarakat, tetapi juga terlibat berbagai bentuk tindak
kriminal. Pandangan simplistis menganggap, kemerosotan budi pekerti luhur,
akhlak, moral, dan etika peserta didik karena gagalnya pendidikan agama di
sekolah.

Dalam batas tertentu, pendidikan agama memang memiliki kelemahan


tertentu, seperti materi yang cenderung teoretis dan pembelajaran yang lebih
bertumpu pada aspek kognisi daripada afeksi dan psikomotorik peserta didik.

Krisis budi pekerti, mentalitas, moral, karakter, dan akhlak di kalangan anak
didik seharusnya menjadi prioritas pokok bagi orang tua, sekolah,
masyarakat, dan pemerintah.
Membangun mentalitas, moral dan etika, atau lebih tegas lagi karakter (moral
and character building) peserta didik, memang tidak mudah. Namun, harus
segera disadari, keberhasilan mendidik dan membentuk akhlak, moral, budi
pekerti atau karakter peserta didik merupakan langkah paling fundamental
dan dasariah untuk membentuk karakter bangsa.

Sejauh menyangkut krisis mentalitas dan moral peserta didik, ada beberapa
masalah pokok yang menjadi akar krisis mentalitas dan moral di lingkungan
pendidikan. Pertama, arah pendidikan telah kehilangan objektivitasnya.
Selama ini, lembaga pendidikan seolah bukan lagi merupakan tempat peserta
didik melatih diri untuk berbuat berdasarkan budi pekerti luhur, moral, dan
akhlak mulia.

Kedua, proses pendewasaan diri tidak berlangsung baik di lembaga


pendidikan, yang bertugas mempersiapkan mereka meningkatkan
kemampuan merespons dan memecahkan masalah dirinya sendiri maupun
orang lain secara bertanggung jawab.

Pemecahan masalah secara tidak bertanggung jawab, seperti melalui


tawuran dan kekerasan lain, merupakan indikator tidak terjadinya proses
pendewasaan melalui sekolah. Ketiga, proses pendidikan di sekolah sangat
membelenggu peserta didik dan, juga para guru.

Hal ini karena formalisme sekolah dan beban kurikulum sangat berat
(overloaded). Akibatnya, hampir tidak tersisa ruang bagi para peserta didik
untuk mengembangkan imajinasi dan kreativitas kognisi, afeksi, dan
psikomotoriknya. Lebih parah, interaksi sosial di sekolah hamper
kehilangan human dan personal touch-nya hampir serbamekanistis dan
robotis. Keempat, beban kurikulum berat yang masih saja hampir sepenuhnya
diorientasikan pada pengembangan ranah kognitif.

Berbagai materi disampaikan melalui pola delivery system. Sementara itu,


ranah afeksi dan psikomotorik hampir tidak mendapat perhatian untuk
pengembangan sebaik-baiknya. Padahal, pengembangan kedua ranah ini
sangat penting dalam pembentukan akhlak, moral, budi pekerti atau
singkatnya watak dan karakter yang baik.

Kelima, kalaupun ada materi yang dapat menumbuhkan rasa afeksi, seperti
mata pelajaran agama, umumnya disampaikan dalam bentuk verbalisme,
yang juga disertai dengan rote-memorizing, hafalan. Akibatnya, matapelajaran
agama cenderung tidak untuk diinternalisasikan dan dipraktikkan.

Keenam, pada saat yang sama para peserta didik dihadapkan pada
kontradiksi nilai (contradictory set of values). Pada satu pihak, mereka diajar
bertingkah laku baik, tapi pada saat yang sama, banyak orang di lingkungan
sekolah justru tidak melakukannya, termasuk kadang-kadang di sekolah
sendiri.

Ketujuh, selain itu, para peserta didik juga sulit mencari contoh teladan baik
(uswah hasanah/living moral exemplary) di lingkungannya. Mereka mungkin
menemukan teladan di lingkungan sekolah, di dalam diri guru tertentu.

Namun, mereka kemudian sulit menemukan keteladanan dalam lingkungan di


luar sekolah. Daftar masalah ini hanya sebagian kecil yang terkait krisis
mental, moral, dan karakter anak didik. Jelas pula, krisis ini merupakan
cermin dari krisis lebih luas yang ada dalam masyarakat.

Sebab itu pula, bisa diasumsikan, upaya mengatasi krisis ini tidak memadai
jika dilakukan hanya di lingkungan sekolah. Kita harus sungguh-sungguh
berupaya menyembuhkan krisis budi pekerti, mental, moral, dan akhlak dalam
masyarakat luas. Penyembuhan itu harus bermula dalam rumah tangga yang
kemudian dilanjutkan di sekolah dan diupayakan di lingkungan lebih luas.
Pengertian Budi Pekerti Luhur dan Ahlak Mulia
Budi pekerti luhur adalah usaha yang dilakukan dalam rangka menanamkan nilai-nilai moral
kedalam sikap dan perilaku peserta didik agar memiliki sikap dan perilaku yang luhur dalam
kehidupan sehari-hari. Sedangkan pengertian ahlak mulia adalah budi mengerti yang dicerminkan
seseorang itu sendiri.

Kurangnya pengarahan tentang ahlak mulia menjadi factor utama penyabab generasi muda tidak
menerapkan ahlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. Memang sulit menyadari bahwa kita tidak
menerapkan ahlak mulia . namun, orang yang ada di sekeliling kita merasakan bahwa kita tidak
bersikap baik pada mereka karena. dengan perilaku tersebut setiap orang akan menghindari dirimu
dan kemungkinan memiliki perasaan dendam padamu.
Budi pekerti luhur dan Ahlak mulia untuk berpikir positif
Ilmu pengetahuan yang di imbangi dengan ahlak mulia dan budi pekerti luhur akan membuat
seseorang berfikir untuk tidak melakukan hal yang tidak bermanfaat dan lebih memilih untuk
melakukan hal yang positif. Dalam pendidikan budi pekerti luhur, nilai-nilai yang ingin di bentuk
adalah nilai-nilai ahlak yang mulia, yaitu tertanamnya nilai-nilai ahlak yang mulia ke dalam diri
peserta didik yang kemudian terwujud dalam tingkah lakunya.
Hambatan dalam penerapan budi pekerti luhur.

Agar penerapan budi pekerti luhur di sekolah berjalan, pihak sekolah perlu membangun kominikasi
dan kerjasama dengan para orang tua siswa untuk mengetahui acara yang akan diadakan sekolah
tentang budi pekerti luhur yang telah di ajarkan.

Terimakasih ya semua, karena telah membaca artikel dari Blog OSIS SMKN 1 Purwodadi ini.
semoga artikel yang kami berikan ini dapat memberikan kalian manfaat.

Keluhuran budipekerti seseorang akan terlihat pada ucapan dan tindakan orang itu sendiri.
Pendidikan Budi Pekerti
Pentingnya nilai akhlak, moral serta budi luhur bagi semua warga negara kiranya tidak
perlu diingkari. Negara atau suatu bangsa bisa runtuh karena pejabat dan sebagian
rakyatnya berperilaku tidak bermoral.
Perilaku amoral akan memunculkan kerusuhan, keonaran, penyimpangan dan lain-lain
yang menyebabkan kehancuran suatu bangsa. Mereka tidak memiliki pegangan dalam
kehidupan bernegara dan berbangsa. Oleh karena itu, nilai perlu diajarkan agar
generasi sekarang dan yang akan datang mampu berperilaku sesuai dengan moral
yang diharapkan.
Terwujudnya manusia Indonesia yang bermoral, berkarakter, berakhlak mulia dan
berbudi pekerti luhur merupakan tujuan dari pembangunan manusia Indonesia yang
kemudian diimplementasikan ke dalam tujuan pendidikan nasional.

Pengertian Pendidikan Budi Pekerti


Pada hakekatnya, pendidikan budi pekerti memiliki substansi dan makna yang sama
dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak.
Pengertian pendidikan budi pekerti menurut Haidar (2004) adalah usaha sadar
yang dilakukan dalam rangka menanamkan atau menginternalisasikan nilai-nilai moral
ke dalam sikap dan prilaku peserta didik agar memiliki sikap dan prilaku yang luhur
(berakhlakul karimah) dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan
Tuhan, dengan sesama manusia maupun dengan alam/lingkungan.
Tujuan pendidikan Budi Pekerti adalah untuk mengembangkan nilai, sikap dan
prilaku siswa yang memancarkan akhlak mulia/budi pekerti luhur (Haidar, 2004). Hal
ini mengandung arti bahwa dalam pendidikan Budi Pekerti, nilai-nilai yang ingin
dibentuk adalah nilai-nilai akhlak yang mulia, yaitu tertanamnya nilai-nilai akhlak yang
mulia ke dalam diri peserta didik yang kemudian terwujud dalam tingkah lakunya.

Penerapan Pendidikan Budi


Pekerti di Sekolah
Secara teknis, penerapan pendidikan budi pekerti di sekolah setidaknya dapat
ditempuh melalui empat alternatif strategi secara terpadu.
1. Strategi pertama ialah dengan mengintegrasikan konten kurikulum pendidikan budi
pekerti yang telah dirumuskan ke dalam seluruh mata pelajaran yang relevan,
terutama mata pelajaran agama, kwarganegaraan, dan bahasa (baik bahasa Indonesia
maupun bahasa daerah).
2. Strategi kedua ialah dengan mengintegrasikan pendidikan budi pekerti ke dalam
kegiatan sehari-hari di sekolah.
3. Strategi ketiga ialah dengan mengintegrasikan pendidikan budi pekerti ke dalam
kegiatan yang diprogramkan atau direncanakan.
4. Strategi keempat ialah dengan membangun komunikasi dan kerjasama antara sekolah
dengan orang tua peserta didik.
Berkaitan dengan implementasi strategi pendidikan budi pekerti dalam kegiatan
sehari-hari, secara teknis dapat dilakukan melalui:
a. Keteladanan
Dalam kegiatan sehari-hari guru, kepala sekolah, staf administrasi, bahkan juga
pengawas harus dapat menjadi teladan atau model yang baik bagi murid-murid di
sekolah. Sebagai misal, jika guru ingin mengajarkan kesabaran kepada siswanya, maka
terlebih dahulu guru harus mampu menjadi sosok yang sabar dihadapan murid-
muridnya.

Begitu juga ketika guru hendak mengajarkan tentang pentingnya kedisiplinan kepada
murid-muridnya, maka guru tersebut harus mampu memberikan teladan terlebih
dahulu sebagai guru yang disiplin dalam menjalankan tugas pekerjaannya.

Tanpa keteladanan, murid-murid hanya akan menganggap ajakan moral yang


disampaikan sebagai sesuatu yang omong kosong belaka, yang pada akhirnya nilai-nilai
moral yang diajarkan tersebut hanya akan berhenti sebagai pengetahuan saja tanpa
makna.

b. Kegiatan spontan.
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilaksanakan secara spontan pada saat itu juga.
Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat guru mengetahui sikap/tingkah laku peserta
didik yang kurang baik, seperti berkelahi dengan temannya, meminta sesuatu dengan
berteriak, mencoret dinding, mengambil barang milik orang lain, berbicara kasar, dan
sebagainya.

Dalam setiap peristiwa yang spontan tersebut, guru dapat menanamkan nilai-nilai
moral atau budi pekerti yang baik kepada para siswa, misalnya saat guru melihat dua
orang siswa yang bertengkar/berkelahi di kelas karena memperebutkan sesuatu, guru
dapat memasukkan nilai-nilai tentang pentingnya sikap maaf-memaafkan, saling
menghormati, dan sikap saling menyayangi dalam konteks ajaran agama dan juga
budaya.

c. Teguran.
Guru perlu menegur peserta didik yang melakukan perilaku buruk dan
mengingatkannya agar mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru dapat
membantu mengubah tingkah laku mereka.
d. Pengkondisian lingkungan.
Suasana sekolah dikondisikan sedemikian rupa melalui penyediaan sarana fisik yang
dapat menunjang tercapainya pendidikan budi pekerti.
Contohnya ialah dengan penyediaan tempat sampah, jam dinding, slogan-slogan
mengenai budi pekerti yang mudah dibaca oleh peserta didik, dan aturan/tata tertib
sekolah yang ditempelkan pada tempat yang strategis sehingga mudah dibaca oleh
setiap peserta didik.

e. Kegiatan rutin.
Kegiatan rutinitas merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus
menerus dan konsisten setiap saat.

Contoh kegiatan ini adalah berbaris masuk ruang kelas untuk mengajarkan budaya
antri, berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, mengucapkan salam bila bertemu dengan
orang lain, dan membersihkan ruang kelas tempat belajar.
Hambatan dalam penerapan pendidikan budi
pekerti di sekolah
Dalam realitasnya antara apa yang diajarkan guru kepada peserta didik di sekolah
dengan apa yang diajarkan oleh orang tua di rumah, sering kali kontra produktif atau
terjadi benturan nilai.

Untuk itu agar proses pendidikanbudipekerti di sekolah dapat berjalan secara


optimal dan efektif, pihak sekolah perlu membangun komunikasi dan kerjasama dengan
orang tua murid berkenaan dengan berbagai kegiatan dan program pendidikan budi
pekerti yang telah dirumuskan atau direncanakan oleh sekolah. Tujuannya ialah agar
terjadi singkronisasi nilai-nilai pendidikan budi pekerti yang di ajarkan di sekolah
dengan apa yang ajarkan orang tua di rumah.
Selain itu, agar pendidikan budi pekerti di sekolah dan di rumah dapat berjalan
searah, sebaiknya bila memungkinkan orang tua murid hendaknya juga dilibatkan
dalam proses identifikasi kebutuhan program pendidikan budi pekerti di sekolah.
Dengan pelibatan orang tua murid dalam proses perencanaan program pendidikan budi
pekerti di sekolah, diharapkan orang tua murid tidak hanya menyerahkan
proses pendidikan budi pekerti anak-anak mereka kepada pihak sekolah, tetapi juga
dapat ikut serta mengambil tanggung jawab dalam proses pendidikan budi
pekerti anak-anak mereka di keluarga.
Cara Menulis Naskah Pidato

Seperti telah dijelaskan pada postingan yang lalu (baca dulu Macam-Macam Pidato
dan Contoh Pidato), bahwa pidato dapat dilakukan dengan tanpa menggunakan
naskah atau dengan menggunakan kerangka sebagai pedoman atau pegangan, dan
atau dengan menggunakan naskah baik dihafal maupun dibacakan. Bila Anda
melakukan pidato dengan menggunakan naskah, maka yang pertama kali harus Anda
lakukan adalah menyiapkan naskah pidato tersebut.
Untuk dapat menulis naskah pidato secara efektif, Anda harus memiliki pengetahuan
tentang teknik menyusun atau menulis naskah pidato. Untuk itu ikutilah uraian berikut.

Teknik atau Cara Menulis Naskah Pidato

Pada uraian di atas telah dijelaskan bahwa menulis naskah pidato harus melalui tiga
kegiatan yaitu, mengumpulkan bahan, membuat kerangka, dan menguraikan isi naskah
pidato secara terperinci. Penjelasannya adalah sebagai berikut.
a. Mengumpulkan Bahan
Setelah Anda meneliti persoalan dan merumuskan tujuan pidato serta menganlisis
pendengar, maka Anda sudah siap untuk menggarap naskah pidato. Anda boleh
mulai menulis naskah pidato dengan menggunakan hal apa yang telah Anda ketahui
mengenai persoalan yang akan Anda bicarakan/sampaikan. Jika hal ini Anda anggap
kurang cukup, maka Anda harus mencari bahan-bahan tambahan yang berupa fakta,
ilustrasi, cerita atau pokok-pokok yang konkret untuk mengembangkan pidato ini.
Tidak ada salahnya Anda bertanya kepada orang/pihak yang mengetahui persoalan
yang akan Anda bicarakan. Buku-buku, perturan-peraturan, majalah-majalah, dan
surat kabar merupakan sumber informasi yang kaya yang dapat Anda gunakan sebagai
bahan dalam rangka menguraikan isi pidato Anda.
b. Membuat Kerangka Pidato
Kerangka dasar dapat Anda buat sebelum mencari bahan-bahan, yaitu dengan
menentukan pokok-pokok yang akan dibicarakan, sedangkan kerangka yang terperinci
baru dapat Anda buat setelah bahan-bahan selesai Anda kumpulkan. Dengan bahan-
bahan itu Anda dapat menyusun pokok-pokok yang paling penting dalam tata urut yang
baik, di bawah pokok-pokok utama tadi. Di dalam kerangka ini harus terlihat adanya
kesatuan dan koherensi antarbagian Sebagai gambaran perhatikanlah contoh
kerangka pidato di bawah ini.
Contoh Kerangka Pidato
Inti dari kerangka pidato adalah: (1) pendahuluan, (2) isi, dan (3) penutup

1. Pendahuluan: bagian pendahuluan memuat salam pembuka, ucapan terima kasih (bila
ada yang diberi ucapan), dan kata pengantar untuk menuju kepada isi pidato;
2. Isi: bagian ini memuat uraian pokok yang terdiri atas topik atau pokok utama dan sub-
subtopik yang memperjelas atau menghubungkan dengan topik utama;
3. Penutup: bagian penutup memuat kesimpulan, harapan (bila ada), dan salam penutup.
c. Menguraikan isi pidato
Dengan menggunakan kerangka yang telah Anda buat, ada dua hal yang Anda lakukan:
(1) Anda dapat mempergunakan kerangka tersebut untuk berpidato, yaitu berpidato
dengan menggunakan metode ekstemporan, dan (2) menulis atau meyusun naskah
pidato secara lengkap yang Anda bacakan atau Anda hafalkan.

Bagian-bagian yang terdapat dalam dalam kerangka pidato di atas akan dijelaskan
lebih lanjut pada uraian berikut ini.

Butir (1) dan butir(3), yaitu bagian pendahuluan dan bagian penutup tidak memuat inti
pembicaraan atau isi pidato, sehingga tidak diuraikan secara terperinci di sini tetapi
dapat dilihat langsung pada contoh naskah pidato setelah bahasan ini selesai
dibicarakan. Jadi, yang akan diperjelas secara rinci adalah bagian isi pidato
d. Struktur Isi Pidato
Struktur isi pidato adalah rangkaian isi pidato dari awal hingga akhir. Rangkaian ini
disusun agar pidato berlangsung menarik dan tujuan pidato tercapai dengan baik. Ada
beberapa cara merangkai isi pidato, antara lain: (1) mengikuti alur dasar pidato, dan
(2) mengikuti pola organisasi pidato.

(1) Alur dasar pidato, yaitu rangkaian isi pidato yang mengikuti alur dasar pidato yang
bergerak melalui tiga tahap: (a) tahap perhatian, yaitu tahap pertama yang dilakukan
pembicara dengan baik; (b) tahap kebutuhan, yaitu tahap yang dilakukan pembicara
dalam menjelaskan pentingnya masalah yang akan dibicarakan sehingga pendengar
akan berusaha memahami masalah atau hal-hal penting yang disampaikan pembicara.
(c) tahap penyajian, yaitu merupakan tahap pembicara menyajikan materi pidato yang
telah dipersiapkan melalui naskah kerangka pidato.

Itulah tahap-tahap yang dilalui seorang pembicara dalam menyelesaikan pidatonya,


tetapi penjelasan tahap-tahap di atas adalah tahap yang dilalui pada jenis pidato
informasi. Sekarang mari kita lihat beberapa pola organisasi pidato yang dapat Anda
pilih!
(2) Pola Organisasi Pidato, pola organisasi pidato dapat digolongkan ke dalam tiga tipe
besar, yaitu (a) pola uraian; (b) pola sebab, dan (c) pola topik.

Baiklah mari ikuti uraiannya.


1. pola uraian; ada dua macam urutan yang digunakan untuk
menyusun/menulis isi pidato, yaitu: urutan kronologis dan urutan ruang. Urutan
kronologis, adalah susunan isi yang dimulai dari periode atau data tertentu, bergerak
maju atau mundur secara sistematis. Sementara itu, urutan ruang adalah susunan isi
yang berurutan berdasarkan kedekatan fisik satu dengan yang lainnya. Umpamanya,
membicarakan mulai dari SD A kemudian menunjuk ke SD B yang letaknya paling
dekat dengan SD A tadi, dan seterusnya.
2. pola sebab; sebagaimana terlihat dari namanya, organisasi pidato yang menggunakan
pola sebab yang bergerak dari satu analisis sebab di saat ini bergerak ke arah analisis
akibat di masa yang akan datang, atau dari deskripsi kondisi di saat ini bergerak ke
arah analisis sebab-sebab yang memunculkannya.
3. pola topik; pola organisasi pidato yang menggunakan pola topik dilakukan apabila
materi yang dibicarakan lebih dari satu periode atau kelompok. Oleh karena itu, di
dalam isi pidato akan terdapat beberapa subtopik.
Tahap-tahap Menyusun/Menulis Naskah Pidato
Ada beberapa tahap yang harus dilakukan dalam menulis naskah pidato yaitu
Memilih Subjek dan Membatasi Tujuan Umum Pidato
1. Membatasi subjek untuk mencocokkan waktu yang tersedia, menjaga kesatuan dan
kepaduan pidato
2. Menyusun ide pokok menurut tahap-tahap urutan alur dasar pidato (perhatian,
kebutuhan, kepuasan, dan lain-lain) atau menurut salah satu pola organisasi.
3. Memasukkan dan menyusun submateri yang berhubungan di setiap pokok.
4. Mengisi materi pendukung yang memperkuat atau membuktikan ide.
5. Memeriksa draft kasar, untuk meyakinkan bahwa subjek telah cukup terekam dan
mencerminkan tujuan khusus pidato.

Macam – Macam Pidato dan Contoh Pidato


Naskah pidato seperti juga naskah dialog, ditulis untuk ditampilkan. Perbedaannya,
naskah dialog ditampilkan oleh beberapa orang, sedangkan pidato ditampilkan oleh
seorang saja. Selain itu, komunikasi dalam dialog dilakukan di antara pemeran,
sedangkan di dalam pidato, komunikasi terjadi antara yang berpidato dengan
pendengar.
Sebenarnya, pidato tidak selalu harus menggunakan naskah lengkap, bahkan ada
pidato yang sama sekali tidak menggunakan naskah. Bila Anda akan berpidato dengan
menggunakan naskah, maka Anda harus menyiapkan naskah tersebut terlebih dahulu.
Dengan demikian, Anda harus memiliki keterampilan menulis naskah pidato.

Sebelum Anda berlatih menulis naskah pidato, ada baiknya terlebih dahulu Anda
memahami macam-macam pidatodan hal-hal yang berkenaan dengan naskah pidato.

Macam – Macam Pidato berdasarkan Tujuan


Berdasarkan tujuannya, macam-macam pidato dapat digolongkan menjadi beberapa,
yaitu: (1) pidato informasi; (2) pidato persuasi; dan (3) pidato aksi.
1. Pidato Informasi
Pidato Informasi adalah pidato yang dilakukan dengan tujuan menginformasikan,
memberitahukan, atau menjelaskan sesuatu. Suasana yang serius dan tertib benar-
benar dibutuhkan pada jenis pidato ini, perhatian akan dipusatkan pada pesan yang
akan disampaikan. Dalam hal ini, orang yang berpidato haruslah orang yang dapat
berbicara dengan jelas, sistematis, dan tepat isi agar informasi yang disampaikan
benar-benar terjaga keakuratannya. Dengan demikian, pendengar akan berusaha
menangkap informasi dengan sungguh-sunguh.
Contoh pidato informasi
Beberapa contoh pidato informasi antara lain: (a) pidato Ketua Umum Pemilu
tentang hasil pemilihan suara; dan (b) pidato Mensekneg sehabis sidang kabinet.
2. Pidato Persuasi
Pidato Persuasi adalah pidato yang bertujuan menyakinkan pendengar tentang
sesuatu. Pada jenis pidato ini, orang yang berpidato benar-benar dituntut memiliki
keterampilan berbicara yang baik, karena bertugas untuk mengubah sikap
pendengarnya dari tidak setuju menjadi setuju, dan tidak mau membantu menjadi mau
membantu, dari tidak percaya menjadi percaya. Dalam pidato ini, si pembicara atau
orang yang berpidato harus melandaskan isi pembicaraannya pada argumentasi yang
nalar, logis, masuk akal, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Contoh pidato persuasi
Beberapa contoh pidato persuasi antara lain: (1) pidato pimpinan partai di daerah
yang kurang menyenangi partai tersebut; (2) pidato pimpinan BRI pada masyarakat
yang lebih senang berhubungan dengan tengkulak; atau (3) pidato calon kepala desa di
daerah yang massanya belum simpati kepadanya.
3. Pidato Aksi
Pidato Aksi adalah pidato yang bertujuan untuk menggerakkan. Pidato aksi memiliki
persamaan dengan pidato persuasi. Perbedaannya pada pidato persuasi hasil yang
diharapkan ditujukan pada kepentingan pribadi atau lembaga, sedangkan pidato aksi
bertujuan untuk mencapai tujuan bersama. Pada pidato jenis ini, orang yang berpidato
haruslah orang yang berwibawa, tokoh idola, atau panutan masyarakat yang memiliki
keterampilan berbicara dan pandai membangkitkan semangat.
Contoh pidato aksi
Beberapa contoh pidato aksi antara lain: (1) pidato presiden Soekarno pada saat
menggerakkan rakyat Indonsia untuk tetap memiliki semangat dalam berjuang
melawan penjajah; atau (2) pidato Bung Tomo saat menggerakkan para pemuda
dengan cara membangkitkan semangat juang mereka pada Peristiwa 10 November
1945 di Surabaya.
Itulah beberapa macam pidato dan contoh pidato. Nah setelah mengetahui macam-
macam pidato dan contoh pidato selanjutnya adalah mempersiapkan pidato agar pidato
kita berjalan lancar.

Persiapan yang dilakukan sebelum Pidato


Untuk mempersiapkan sebuah pidato yang baik, perlu diperhatikan tujuh langkah.
Tujuh langkah dalam mempersiapkan pidato tersebut yaitu :
1. merumuskan tujuan pidato;
2. menganalisis pendengar dan situasi;
3. memilih dan menyampaikan topik;
4. mengumpulkan bahan.
5. membuat kerangka;
6. menguraikan isi pidato secara terperinci; dan
7. berlatih dengan suara nyaring.
Ketujuh langkah persiapan pidato tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga
kegiatan, yaitu:
1. meneliti masalah, yang terdiri atas langkah-langkah (1), (2), dan (3);
2. menyusun atau menulis naskah pidato, yang terdiri atas langkah-langkah (4), (5), dan
(6);
3. latihan oral, yaitu langkah (7).
Urutan kelompok kegiatan dalam persiapan pidato tersebut di atas tidak boleh
diubah. Perubahan urutan dalam hal ini hanya dimungkinkan mengubah urutan langkah
yang terdapat pada tipe kelompok, misalnya kelompok kegiatan (1) yang seharusnya
terdiri atas kegiatan a, b, dan c, menjadi kegiatan b, a kemudian c, begitu pula pada
kelompok kegiatan (2).

Anda mungkin juga menyukai