Anda di halaman 1dari 4

SURAT DARI ALAM MIMPI

Mbak Lan Fang. Aku kangen. Kenapa sms ku tidak pernah kamu balas?? Bosankah bersahabat denganku? Aku rindu kecerewetanmu. Aku rindu menatap mata bintangmu yang selalu berbinar dikala sexi bibirmu sedang bertutur. Aku tak pernah melewatkan mataku untuk tidak memandang tahi lalat di dagumu dan aku gemas dengan hidungmu yang bertengger manis di tempatnya. Mbak. Aku manusia normal seperti yang pernah aku tanyakan padamu. Aku mengagumimu bukan karena aku jatuh cinta padamu. Tapi dirimu sungguh membuatku kagum. Kamu seniorku, guruku, wajarlah kalau aku mengagumi kecantikanmu. Mengagumi karyamu, novelmu, cerpenmu. Seperti kamu juga pernah bilang melalui milis Caf de kosta, kalau puisiku bagus. Aku senang mendengarnya. Sanjunganmu membuatku makin bersemangat untuk terus mengembangkan bakatku, Meski aku jarang lagi bersapa denganmu. Hidup dua hari bersamamu di istana rumbia ku, cukup banyak cerita mengalir dan menyatu. Di tambah enam belas jam aku tinggal di rumahmu, makin komplit kita saling tahu perasaan dan kemauan ke arah mana kita mau mengambil jalan ke depan. Betapa aku ingat dan tak bisa melupakanmu, saat mana kamu merebut sutil, alat penggorengan, yang sedang aku pakai untuk membalik ikan yang sedang aku goreng di dapur rumahku. Lalu kamu yang meneruskan menggoreng ikan-ikan itu. Kemesraan kecil yang sangat mustahil dapat kulupakan, dan jauh dari bayanganku sebelumnya, kalau wanita secantik kamu mau turun masak ke dapur rumahku. Nyatanya kulihat tak ada beban tergambar di raut wajah cantikmu. Kamu tetap ceria. Mbak Lan Fang. Aku kangen. Anakku juga menanyakan kabarmu. Tetanggaku juga bertanya, kemana temanmu yang bule dan rambutnya bagus itu? Kok tidak pernah ke sini lagi? Mbak, ternyata yang kangen bukan hanya aku, tapi semua yang pernah melihatmu di istanaku. Mbak. Ingat enggak? Kala di dapur rumahku, waktu itu aku bertanya sesuatu tentang cinta?? Kini. Cinta yang kutanyakan padamu, telah menyatu denganku lewat pelaminan. Ya. Dia kini telah menjadi suamiku. Dan menjadi ayah dari anak-anakku. Sayang sekali kamu tidak hadir saat pernikahanku. Tapi sebaliknya. Aku akan hadir

ke pondok maspion di mana kamu tinggal di sebuah rumah asri bersama tiga jagoan kecilmu yang lucu-lucu. Aku ingin bercerita seperti dulu di teras rumahmu, bersama calon suamiku dan diintai siput-siput yang merambat mendekati di mana kita duduk lesehan di beranda. Di temani secangkir kopi, ubi goreng, dan pisang goreng yang kamu beli di pepe legi. Malam Kita tak puas bercerita sepanjang malam di ranjang indahmu. Sampai kantuk menyerang dan mata terpejam tak terasa. Pagi Jam tujuh aku dan calon suamiku terpaksa pamit, untuk kembali ke istana rumbiaku yang jauh berada di Wonosobo. Meneruskan langkah mengemban misi dan mencari visi kedepan nanti. Mbak Lan Fang sahabatku. Kesibukan kita makin meningkat. Aku sadar itu. Tapi tahukah kamu? Setiap aku masuk toko buku, selalu ku cari judul bukumu di komputer. Masih sisa berapa? Masih ada judul apa saja? aku sangat gembira melihat hasil karyamu memasuki kotaku. Mungkin bagimu aku bukanlah apa-apa. Atau hanya sekedar pengagummu. Tak apa. Itu harus aku akui, kalau aku memang mengagumimu. Tapi terus terang. Aku ingin kebersamaan seperti dulu tetap kita jaga. Sejauh apa Wonosobo-Surabaya. Rasanya tak bisa menghalangi kemesraan kita bersama untuk saling bertukar berita dan berbagi karya. Rasanya sekian dulu coretanku untuk sahabatku. Maafkan semua kesalahanku kalau memang ada salah. Dan ampunkan kekhilafanku kalau aku ada khilaf. Tertanda Aku yang lagi kangen Aku termangu membaca selembar surat yang aku temukan di tumpukan pakaianku. Aku berusaha mengingatnya. Akukah penulis surat tersebut?? Kapan kirakira aku menulisnya. Kok aku tidak ingat. Tidak ditulis tanggal kapan menulisnya pula. Jangan-jangan aku menulisnya sambil bermimpi. Berbahaya sekali kalau itu terjadi. Apa jadinya kalau surat yang aku tulis adalah surat cinta alias surat buat

selingkuhanku?? Gawatt!!?Semoga aku tidak berselingkuh. Amin. Pikirku sambil menerawang dan masih terheran-heran. Harus aku apakan surat ini? Kubaca dan kubaca lagi. Aku paham. Mungkin malam itu, dimana aku menulis surat ini, aku sedang merasa kangen berat dengan sahabat-sahabatku yang berada di Surabaya, maka aku sampai bermimpi menulis surat macam begini. Tapi kenapa yang disebut di surat hanya satu nama. Mbak Lan Fang saja. Padahal temanku cukup banyak di sana. Ada pak Bonarin Nabonenar, ada mbak Ida, ada pak Kus Winarto, Winna, Mas Asa, ada pak Shoim, ada pak Syaiful, ada pak Ali dan Juliet Veninnya, ada pak Budi Dharma. Wah mengada-ada kalau mengaku pak Budi Dharma sebagai teman. Wong bertemu muka juga belum. Bisik bathinku. Meski masih banyak lagi yang lain. Kok aneh yang tertulis di selembar surat ini Cuma satu nama saja. Apa adil ini? Tapi aku harus bertanya pada siapa? Ya. Mungkin saat itu aku sedang teringat, sewaktu aku duduk di teras rumahnya di pondok maspion ditemani beberapa ekor siput besar alias bekicot. He, he, he, he, he. Seru juga. Mungkin juga saat teringat betapa Mbak Lan Fang yang waktu itu duduknya melorot dari jok motor ojekan di kampungku karena jalanannya menanjak? He, he, he, he, he. Ini juga seru. Sudah tentu aku tahu karena aku mengikuti di belakang motor yang ia tumpangi. Atau barangkali, aku waktu itu sedang mengingat sebuah perjalanan di Wonosobo di bawah guyuran hujan lebat. Bersama Winna, Asa, Pak Bonari, dan Stevi Sundah. Duduk-duduk di alun-alun kota sebentar menunggu jam siaran, setelah tadi di traktir makan nasi gudeg oleh mbak Lan Fang di Sruni Kota. Kali ini perjalanan sedang menuju ke studio radio untuk talk show sebelum acara bedah buku di gelar besok. Ah! Sebuah kenangan yang indah yang tak mungkin kulupakan. Enaknya diapain ya surat ini? Perlukan dikirim via pos? Jadi aku bisa mewakili aku yang ada di mimpi untuk menyampaikan surat ini hingga sampai ke tangan mbak Lan Fang. Wah! Opo mbak Lan Fang punya waktu untuk membacanya ya? Dia orang super sibuk. Tapi begitu sabar menghadapi ketiga jagoan kecilnya. Ibu yang baik bisikku. Anehnya lagi surat ini terlipat begitu rapi. Dimasukkan amplop tanpa dilem. Ah! Entahlah. Apa yang terjadi saat itu tak ada seorang pun tahu. Aku pun tidak tahu. Biarlahakan kutitipkan pada angin lalu agar membawakan berita ini untuknya.

Sekalian titip berita buat Winna. Kalau bukit yang menurun dan diberi nama "Lima menit lagi" sama Dani, kini sebagian telah menjadi milikku. Aku membelinya untuk mengenang semuanya. Kita coba bertanya pada rumput yang bergoyang. Siapa?? Mengapa?? Kenapa?? Kapan?? dan dimana?? Aku menulisnya. Atau barangkali ada yang tahu jawabannya?

::Istana Rumbia 14 Maret 2007:: Spesial buat Mbak Lan Fang. Di Pondok Maspion

Anda mungkin juga menyukai