Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH BAHASA INDONESIA KELAS X SEMESTER GANJIL

KURIKULUM MERDEKA MENGENAI TEKS HIKAYAT

Oleh:
Daffa Restu Putra (05)
I Made Adhitya Widyasta Budiana (11)
Jonathan Sebastian Sindhu (17)
Miracle Avemary Angelia (23)
Ni Made Meisya Pradnyansari Putri Karang (29)
Sang Ayu Made Anabela Hiranya Prabaswari (35)

SMA NEGERI 4 DENPASAR


2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Penyayang karena atas kemurahan Beliaulah akhirnya penulis dapat
menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “Makalah Bahasa Indonesia Kelas
X Semester Ganjil Kurikulum Merdeka Mengenai Teks Hikayat”.
Dalam kesempatan yang berbahagia ini, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Ibu Ni Putu Sasri Depi, S.Pd sebagai pembimbing,
rekan-rekan penulis sebagai teman diskusi, serta semua pihak yang telah
membantu dan mendukung penulis untuk menyelesaikan makalah ini.
Penulis begitu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis
harapkan demi kemajuan penulis untuk ke depannya. Bila ada hal-hal yang kurang
berkenan terhadap isi permasalahan dalam makalah ini penulis memohon maaf
yang sebesar-besarnya. Atas perhatian pembaca, penulis mengucapkan terima
kasih.

Denpasar, … Agustus 2022

Penulis
DAFTAR ISI
Cover ....................................................................................................................... i
Kata Pengantar ..................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................5
2.1 Definisi Teks Hikayat ..........................................................................5
2.2 Ciri-Ciri atau Karakteristik Teks Hikayat ............................................6
2.3 Jenis-Jenis Teks Hikayat ......................................................................9
2.4 Struktur Teks Hikayat ........................................................................12
2.5 Isi yang Terkandung dalam Teks Hikayat .........................................15
2.6 Unsur Kebahasaan Teks Hikayat .......................................................28
2.7 Persamaan dan Perbedaan Teks Hikayat dengan Cerpen ..................31
2.8 Perbandingan Isi yang Terkandung dalam Teks Hikayat & Cerpen..34
2.9 Penyusunan & Penyampaian Teks Hikayat ke Bentuk Cerpen .........38
2.10 Pengungkapan Kembali Isi Teks Hikayat ........................................40
BAB III PENUTUP..............................................................................................46
3.1 Kesimpulan ........................................................................................43
3.2 Saran ..................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya. Indonesia dihuni oleh
berbagai suku, agama, bahasa, kebudayaan, dan ras yang berbeda-beda. Tidak
hanya suku dan budaya yang beraneka ragam tetapi juga karya-karya sastra yang
melimpah di Indonesia. Pengajaran sastra bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan siswa dalam apresiasi sastra. Secara umum, jenis karya sastra
digolongkan ke dalam bentuk prosa, puisi, dan drama yang dilaksanakan melalui
kegiatan, mendengarkan, berbicara, menyimak, dan menulis. Bangsa Indonesia
sudah memiliki pengalaman di bidang sastra sejak lama. Oleh karena itu, banyak
karya-karya sastra bangsa Indonesia yang terkenal di mancanegara. Dalam waktu
yang lama juga, bangsa Indonesia juga sudah memiliki hasil-hasil karya sastra
yang melimpah. Karya sastra merupakan hasil peninggalan dari nenek moyang
kita yang sangat bernilai. Karya sastra yang dimaksud adalah karya-karya sastra
lama. Peranan sastra lama sangat penting bagi Indonesia sebagai pembentuk
karakter dan kepribadian bangsa. Dengan demikian, keberadaan sastra lama
sangat penting bagi bangsa Indonesia.
Sastra lama merupakan karya sastra yang berbentuk lisan atau ucapan,
sering juga disebut sebagai sastra melayu yang proses terjadinya berasal dari
ucapan serta cerita orang orang zaman dulu (Rini Damayanti, 2017:2). Sastra lama
saat ini terbilang langka. Kelangkaan tersebut diakibatkan karena kurangnya
perhatian untuk menjaga dan melestarikan sastra lama. Sastra lama sebagai induk
dari lahirnya sastra modern tidak dapat diabaikan keberadaannya. Sastra lama,
terlebih yang berjenis cerita prosa rakyat memiliki kontribusi yang signifikan
dalam peradaban kehidupan manusia. Cerita prosa rakyat menyajikan narasi cerita
yang menarik dan bernilai pendidikan. Banyak pelajaran yang didapatkan dari
cerita prosa rakyat baik yang berjenis mitos, legenda, dongeng, maupun hikayat.
Sejarah perkembangan sastra nasional sebenarnya terletak pada adanya
kesinambungan antara satu periode dengan periode lain dalam sejarahnya, baik
ditinjau dari segi formal maupun dari segi kaitannya dengan perkembangan
masyarakat. Perjalanan sastra sejak lahir hingga sekarang sudah cukup panjang,
perjalanan panjang itu dapat diibaratkan sebagai mata rantai yang
berkesinambungan dari waktu kewaktu dan menggambarkan adanya dinamika
pergantian tradisi. Seperti halnya dengan perkembangan kesusastraan lama
Indonesia dipengaruhi oleh wilayah nusantara terdahulu. Mengingat bahwa
Indonesia pada zaman dahulu kala nusantara merupakan wilayah yang banyak

1
dilalui pedagang dari banyak mancanegara. Banyak kesusastraan lama Indonesia
dipengaruhi oleh bangsa Melayu. Oleh karena itu, berdasarkan pengaruhnya
kesusastraan lama Indonesia dibedakan menjadi 3, dimana salah satunya
merupakan karya sastra melayu klasik (tradisional).
Salah satu bentuk karya sastra prosa Melayu yang terkenal dan termashur di
kawasan Melayu adalah hikayat. Bagi masyarakat Melayu, hikayat merupakan
hasil peninggalan yang berharga dari nenek moyang yang di dalamnya terdapat
banyak hal yang dapat dipetik hikmahnya. Hikayat mengandung nilai-nilai seperti
nilai agama, budaya, dan sosial. Dengan membaca hikayat, pembaca dapat
mengetahui nilai-nilai yang terkandung di dalamnya lalu menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Jika dibandingkan dengan karya sastra modern, hikayat
lebih banyak mencerminkan nilai-nilai bermasyarakat.
Hikayat termasuk genre yang popular dalam masyarakat Melayu dengan
jumlah cerita yang cukup banyak. Biasanya teks hikayat mirip dengan bentuk teks
sejarah atau berbentuk riwayat hidup yang di dalamnya banyak terdapat hal-hal
yang tidak masuk akal dan penuh keajaiban. Kemunculan genre ini merupakan
kelanjutan dari cerita pelipur lara yang berkembang dalam tradisi lisan pada
masyarakat, kemudian diperkaya dan diperindah dengan menambah unsur-unsur
Hindu dan unsur-unsur Islam. Beberapa fungsi teks hikayat adalah menumbuhkan
jiwa kepahlawanan, sebagai sarana hiburan, dan menyampaikan nasihat dalam
bentuk cerita berbingkai yang artinya kisah dikembangkan melalui sebuah kisah
yang dituturkan seorang juru cerita yang disajikan saat suasana hati sedang
gundah, gelisah, maupun gembira.
Penguasaan terhadap karya sastra lama memberikan kemudahan tentunya
bagi para remaja untuk mengakses berbagai informasi dan pengetahuan secara
luas baik melalui buku-buku bacaan, media massa, elektronik maupun jaringan
informasi di dunia maya ataupun internet. Keindahan akan karya sastra lama ini
dapat kita rasakan melalui berbagai karya sastra yang diwariskan. Menyadari
fungsi dan arti penting karya sastra lama ini sudah sepatutnya kita mendalaminya
khususnya bagi para remaja agar karya sastra lama yang telah diwariskan tidak
punah dan tidak luntur begitu saja. Kondisi masyarakat yang semakin tidak peduli
terhadap karya sastra lama ini terutama pada remaja, yang lebih mengutamakan
kesusastraan modern dibandingkan dengan kesusastraan lama. hal ini
dikemukakan karena sebagian remaja lebih menutup diri mengenai hal-hal yang
berbau kesusastraan lama. Seperti yang kita tahu bahwa banyak sekali remaja
pada zaman sekarang yang menjadikan karya sastra lama hanya sebagai simbol
belaka dan tidak pernah memaknai keindahan karya sastra lama yang sebenarnya.

2
Oleh karena itu, kami sebagai penulis membuat makalah ini dengan tujuan untuk
mengangkat kembali teks hikayat agar tidak dianggap lagi sebagai karya sastra
yang ketinggalan jaman, karena sesungguhnya karya sastra hikayat memiliki
keunikan tersendiri.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diusulkan sebelas
permasalahan utama yakni:
1.2.1 Apakah definisi dari teks hikayat?
1.2.2 Bagaimanakah ciri-ciri atau karakteristik teks hikayat?
1.2.3 Apa saja jenis-jenis teks hikayat?
1.2.4 Bagaimanakah struktur teks hikayat?
1.2.5 Apa saja isi yang terkandung dalam teks hikayat??
1.2.6 Bagaimanakah unsur kebahasaan teks hikayat?
1.2.7 Bagaimanakah persamaan dan perbedaan teks hikayat dengan cerpen?
1.2.8 Bagaimanakah perbandingan isi yang terkandung dalam teks hikayat dan
cerpen?
1.2.9 Bagaimanakah penyusunan & penyampaian teks hikayat ke bentuk
cerpen?
1.2.10 Bagaimanakah pengungkapan kembali isi teks hikayat?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini
meliputi:
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari teks hikayat.
1.3.2 Untuk mengetahui ciri-ciri atau karakteristik teks hikayat.
1.3.3 Untuk mengetahui jenis-jenis teks hikayat.
1.3.4 Untuk mengetahui struktur teks hikayat.
1.2.5 Untuk mengetahui isi yang terkandung dalam teks hikayat.
1.2.6 Untuk mengetahui unsur kebahasaan teks hikayat.
1.2.7 Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan teks hikayat dengan cerpen.
1.2.8 Untuk mengetahui perbandingan isi yang terkandung dalam teks
hikayat9dan cerpen.
1.2.9 Untuk mengetahui penyusunan & penyampaian teks hikayat ke bentuk
cerpen.
1.2.10 Untuk mengetahui pengungkapan kembali isi teks hikayat.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari pembuaan makalah ini meliputi:
1.4.1 Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan

3
Makalah ini diharapkan memberikan manfaat pengetahuan mengenai teks
hikayat seperti definisi dari teks hikayat, ciri-ciri atau karakteristik teks hikayat,
jenis-jenis teks hikayat, jenis-jenis teks hikayat, struktur teks hikayat, isi yang
terkandung dalam teks hikayat, nilai-nilai dalam teks hikayat, unsur kebahasaan
teks hikayat, persamaan dan perbedaan teks hikayat dengan cerpen, perbandingan
isi yang terkandung dalam teks hikayat dan cerpen, penyusunan dan penyampaian
teks hikayat ke dalam bentuk cerpen, serta pengungkapan kembali isi teks hikayat.
1.4.2 Manfaat Bagi Masyarakat
Makalah ini diharapkan memberikan pengetahuan baru kepada masyarakat
mengenai teks hikayat dari segi materi maupun contoh yang dapat ditemukan
sehari-hari.
1.4.3 Manfaat Bagi Siswa
Makalah ini diharapkan bermanfaat untuk proses pembelajaran siswa
sebagai referensi materi yang digunakan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia
kelas X kurikulum merdeka.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Teks Hidayat
Kesusastraan lama disebut juga kesusastraan klasik atau kesusastraan
tradisional. Kesusastraan lama merupakan karya sastra yang lahir di masyarakat
yang masih memegang teguh pada prinsip tatanan adat istiadat. Karya sastra lama
biasanya bersifat pendidikan, moral, berbudi pekerti, dan adat. Kesusastraan lama
biasanya memiliki ciri-ciri seperti (a) nama pencipta karyanya tidak diketahui (b)
cerita yang diceritakan biasanya bersifat gaib (c) cerita ditulis menggunakan
bahasa baku. Kesusastraan lama memiliki banyak bentuk yang dimana salah satu
bentuk kesusastraan lama tersebut adalah Hikayat.
Secara etimologis kata hikayat berasal dari bahasa arab yaitu “haka” yang
berarti bercerita atau menceritakan. Kata hikayat berasal dari bahasa Arab yang
secara harfiah diterjemahkan menjadi cerita atau kisah, berkaitan erat dengan
kisah pahlawan bangsa Melayu atau lebih khusus tentang kisah yang terjadi di
istana dan silsilah para Sultan Melayu (dalam Bagas, 2019; Wagner 1959).
Hikayat yang merupakan karya sastra sejarah melayu klasik, menjadi catatan
penting bagi setiap kerajaan melayu di nusantara (Sidaq, 2019). Latar sejarah
munculnya hikayat kebanyakan merupakan tradisi lisan. Sehingga sejarah
munculnya hikayat erat hubungannya dengan tradisi lisan yang ada. Hikayat
ditulis oleh pujangga untuk mencurahkan buah pikirannya atas perintah raja atau
sultan. Sultan memberi perintah untuk menulis hikayat agar keturunan raja-raja
kelak dapat mengetahui sejarah kerajaannya maupun tata peraturan mengenai
kerajaan. Hikayat yang ditulis juga menceritakan tentang bagaimana kehebatan
dan kejayaan pada masa pemerintahan pendahulunya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia hikayat merupakan salah satu
bentuk karya sastra melayu berbentuk prosa yang berisi cerita, silsilah yang
bersifat rekaan, biografi atau gabungan sifat yang dibaca sebagai pelipur lara,
pembangkit semangat jiwa, atau meramaikan pesta, seperti hikayat Hangtuah dan
hikayat seribu malam. Sudjiman (2006), pengertian dari hikayat merupakan cerita
rekaan dalam sastra Melayu lama yang menceritakan atau mengisahkan tentang
keagungan dan kepahlawanan. Adakalanya, hikayat juga mengisahkan cerita
mengenai sejarah atau riwayat hidup seseorang. Hamzah (1996), Hikayat
merupakan prosa fiksi lama yang mengisahkan kehidupan istana atau raja-raja di
istana serta dihiasi oleh peristiwa yang sakti atau ajaib. Hooykass (1947),
mengemukakan bahwa pengertian hikayat secara umum merupakan cerita yang
berbentuk prosa. Sementara dalam arti yang lebih kecil, hikayat merupakan cerita

5
panjang dalam bahasa Melayu yang berisi khalayan atau roman. Yang dimana
cerita tersebut berasal dari India, Persi, dan Arab. Pengertian yang lebih kompleks
didefinisikan oleh Supratman (1996), hikayat adalah bentuk sastra karya prosa
lama yang isinya berupa cerita, kisah, dongeng maupun sejarah, umumnya
mengisahkan kepahlawanan seseorang, lengkap dengan keanehan, kekuatan atau
kesaktian, dan mukjizat sang tokoh utama.
Di dalam sastra Indonesia, hikayat diartikan sebagai cerita rekaan
berbentuk prosa cerita yang panjang; ditulis dalam bahasa Melayu; bersifat sastra
lama; dan sebagian besar mengisahkan kehebatan serta kepahlawan orang
ternama, yaitu para raja atau orang suci di sekitar istana dengan segala kesaktian,
keanehan, dan mukjizat tokoh utamanya (Anonim, 1997). Yoani (2014), Hikayat
dapat mengisahkan tentang cerita berbingkai Jadi, dapat disimpulkan bahwa
hikayat merupakan suatu bentuk karya prosa sastra lama yang menceritakan
tentang tokoh-tokoh yang lengkap tentang keajaiban, kegaiban, percintaan,
kesaktian, serta kemukjizatan suatu tokoh. Hikayat juga dapat diartikan sebagai
kisah yang menceritakan seorang tokoh yang erat hubungannya dengan peristiwa
sejarah.
2.2 Ciri-Ciri atau Karakteristik Teks Hikayat
Ciri ciri adalah suatu tanda khas yang membedakan sesuatu hal atau benda
dengan hal atau benda yang lainnya. Sedangkan karakteristik adalah kualitas, ciri,
atau sifat sesuatu atau seseorang. Karakteristik juga dapat dikatakan sebagai suatu
kualitas tertentu atau ciri khas tertentu dari sesuatu atau seseorang. Ciri ciri dan
karakteristik ini maknanya sama sama mengenai ciri khas atau tanda khas sesuatu
hal yang membedakannya dengan hal yang lainnya, makanya dapat dikatakan
bahwa keduanya dapat menjadi satu hal atau bagian yang sama. Jadi bisa kita
simpulkan bahwa ciri ciri dan karakteristik pada hikayat adalah suatu tanda khas
yang membedakan teks hikayat dengan teks atau karya sastra lainnya sehingga
pembaca bisa mengetahui langsung bahwa teks atau cerita tersebut termasuk
karya sastra berupa teks hikayat. Yang dimana terdapat 13 ciri ciri dan
karakteristik pada teks hikayat yaitu:
a. Anonim: Suatu sifat yang menunjuk pada ketidakjelasan atau
ketidakpastian identitas seseorang atau suatu pihak, ini sejalan dengan
pandangan Juwono dan kawan kawan (2010). Jadi anonim pada hikayat
berarti hikayat tidak menyebutkan nama pengarangnya atau penulisnya
secara jelas karena memang tidak diketahui siapa penulis atau pengarang
aslinya.

6
b. Istana sentris: Istana sentris berarti suatu hikayat menceritakan tokoh
tokoh yang berkaitan atau berpusat dengan lingkungan kehidupan istana
atau kerajaan sehingga dalam ceritanya akan terdapat berbagai istilah-
istilah yang ada dan sering digunakan dalam kehidupan istana atau
kerajaan.
- Contoh: tokohnya adalah raja, pangeran, puteri, dan orang terdekat
keluarga kerajaan.
c. Bersifat statis: Dalam KBBI statis berarti tidak bergerak, tidak aktif,
maupun tidak berubah keadaannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa sifat
statis pada hikayat berarti cerita yang terdapat dalam sebuah hikayat itu
bersifat tetap dan tidak banyak ada perubahan yang terjadi.
d. Bersifat komunal: Menurut KBBI arti dari kata komunal adalah
bersangkutan dengan komune atau sekelompok orang yang hidup
bersama. Arti lainnya dari komunal adalah milik rakyat atau umum. Jadi
sifat komunal pada hikayat yaitu sebuah teks hikayat merupakan milik
masyarakat umum atau milik bersama bukan milik perseorangan.
e. Menggunakan bahasa klise: Klise adalah ungkapan yang umum
digunakan dan terlalu sering digunakan atau diulang-ulang sehingga
kehilangan makna atau pesan aslinya sehingga dirasa basi oleh sebagian
pihak. Jadi bisa dikatakan klise pada hikayat itu berarti penggunaan
bahasa yang diulang-ulang sehingga tidak lagi menunjukkan kesan
istimewa atau makna aslinya
- Contoh: ungkapan "Semua akan baik-baik saja." Ini terlalu sering
orang gunakan tanpa benar-benar memahami kenyataan yang ada.
f. Bersifat tradisional: Menurut Soepandi (1987 :12) bahwa tradisional
adalah segala apa yang dituturkan atau diwariskan secara turun-temurun
dari orang tua atau dari nenek moyang. Sementara itu menurut KBBI
tradisional memiliki arti sebagai sebuah sikap dan cara berpikir serta
bertindak yang selalu memegang teguh terhadap norma dan adat istiadat
yang diwariskan secara turun-temurun. Oleh karena itu, hikayat bersifat
tradisional artinya hikayat meneruskan budaya, tradisi, dan kebiasaan
yang dianggap baik dalam masyarakat.
g. Bersifat didaktis (mendidik): Didaktis berasal dari bahasa Yunani Kuno
"Didaktikos" yang artinya berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran
dan menetapkan pembelajaran dengan cara yang mengesankan dan
menarik. Didaktis ini dimaksudkan untuk menghibur serta mengajarkan.

7
Pada hikayat didaktis ini berfungsi untuk mengajarkan sifat sifat baik
dalam pendidikan moral maupun religius.
h. Menceritakan kisah universal manusia: Hikayat menceritakan alur kisah
yang klise atau alur kisah umum yang seringkali terdapat pada sebuah
cerita ataupun karya sastra, seperti contohnya peperangan antara yang
baik dan yang buruk dan pastinya akan dimenangkan oleh yang baik serta
akhir ceritanya pun memiliki akhir yang bahagia.
i. Kemustahilan: Menurut KBBI kemustahilan adalah sesuatu hal yang
tidak mungkin terjadi. Dan pada hikayat kemustahilan ini berarti
mengandung hal yang tidak logis atau tidak dapat diterima oleh nalar
manusia sehingga memerlukan imajinasi dalam memahaminya.
- Contoh: bayi lahir disertai pedang dan panah, seorang putri keluar
dari gendang.
j. Kesaktian: Kesaktian berawal dari kata sakti yang berasal dari bahasa
India (Sansekerta) yang berarti kekuatan yang hebat atau energi. Menurut
KBBI kesaktian adalah kepandaian atau kemampuan seseorang untuk
berbuat sesuatu yang bersifat gaib atau melampaui kodrat alam serta
berarti juga seseorang yang memiliki kekuasaan gaib. Yang dimana
dalam hikayat kesaktian ini sering kali digunakan atau dikaitkan dengan
karakter tokoh agar memiliki kekuatan atau kesaktian tertentu sehingga
cerita menjadi lebih menarik.
- Contoh: Raksasa memberi sarung kesaktian untuk mengubah wujud
dan kuda hijau.
k. Arkais: Menurut Soekanto (1985, hal. 72) archaism atau arkais adalah
unsur-unsur dari zaman lampau yang tetap bertahan. Sedangkan menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata arkais adalah
berhubungan dengan masa dahulu atau berciri kuno dan tua. Jadi bisa
dikatakan arkais pada hikayat berarti hikayat menggunakan bahasa yang
sudah lampau atau bahasa yang sudah jarang dipakai dan tidak lazim
digunakan dalam komunikasi masa kini.
- Contoh: hatta, hang, titah, upeti, bejana.
l. Penyebarannya secara lisan: Penyebaran secara lisan yaitu penyebaran
melalui tutur kata yang dilakukan dari mulut ke mulut dari satu generasi
ke generasi berikutnya sehingga dapat tersampaikan dengan cepat.
Menurut Vansina, tradisi lisan adalah pesan verbal atau tuturan yang
disampaikan dari generasi ke generasi baik secara lisan, diucapkan,
dinyanyikan, atau disampaikan dengan menggunakan alat musik. Tetapi

8
negatifnya penyebaran secara lisan ini, cerita yang berkembang dalam
masyarakat tersebut tidak akan mudah untuk diketahui siapa pembuat
atau pengarang aslinya (anonim) serta ceritanya bervariasi atau berbeda
beda di setiap daerahnya sehingga sulit untuk digunakan sebagai sumber
sejarah.
m. Bersifat magis: Magis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
adalah sesuatu yang berkaitan dengan hal atau perbuatan magi yaitu
berbagai kejadian yang dihubungkan dengan kekuatan gaib. Magis ini
berhubungan erat dengan kepercayaan seseorang dengan hal hal gaib.
Jadi di dalam hikayat sifat magis ini berarti pengarang mendorong atau
membawa pembaca untuk masuk ke dalam dunia khayalan sehingga pada
nantinya para pembaca akan berimajinasi secara indah.
2.3 Jenis-Jenis Teks Hikayat
Jenis adalah pengelompokan sesuatu berdasarkan ciri-ciri, bentuk, atau
sifat. Teks hikayat pun tentu memiliki jenis-jenis, dimana jenis teks hikayat dibagi
menjadi tiga bagian yakni: (a). berdasarkan asalnya; (b). berdasarkan fase historis;
(c). berdasarkan isinya.
(a) Berdasarkan asalnya, hikayat dibagi dapat dibagi dalam empat jenis
sebagai berikut:
a. Hikayat Melayu asli: Cerita yang terlahir pada masyarakat
tradisional dan terikat oleh adat istiadat serta menggunakan bahasa
Melayu asli.
- Contoh: Hikayat Hang Tuah disebut sebagai hikayat Melayu asli
karena menggunakan bahasa Melayu asli dan mengandung
kalimat ”Dang Merdu Wati lalu langsung memandikan dan
melulurkan anaknya. Kemudian memberikan anaknya itu kain
baju dan ikat kepala serba putih. Lalu Dang Merdu Wati
memberikan makan hang Tuah nasi kunyit dan telur ayam,
ibunya juga memanggil para pemuka agama untuk mendoakan
Hang Tuah” yang merujuk pada adat istiadat masyarakat
tradisional Melayu.
b. Hikayat Jawa: Hikayat yang berasal dan mengandung pengaruh
dari budaya Jawa.
- Contoh: Hikayat Panji Semirang disebut sebagai hikayat Jawa
karena mengandung kalimat “Alkisah pada zaman dahulu
hiduplah seorang raja di Tanah Jawa” yang berarti hikayat ini
berasal dari Jawa.

9
c. Hikayat Hindu (India): Hikayat yang kental akan pengaruh agama
Hindu.
- Contoh: Hikayat Sri Rama disebut sebagai hikayat Hindu (India)
karena di dalam hikayat tersebut terdapat tokoh antagonis yaitu
Rahwana yang termasuk tokoh mitologi Hindu.
d. Hikayat Arab-Persia: Hikayat yang kental akan pengaruh Arab dan
Persia.
- Contoh: Hikayat 1001 Malam disebut sebagai hikayat Arab-
Persia karena berasal dari Arab dan mengandung budaya Arab.
(b) Berdasarkan fase historis, hikayat dalam sastra Melayu lama dapat
dibedakan dalam tiga jenis sebagai berikut:
a. Hikayat berunsur Hindu: Hikayat yang di dalamnya berunsur
Hindu.
- Contoh: Hikayat Sri Rama termasuk sebagai hikayat yang
berunsur Hindu karena di dalam hikayat tersebut terdapat tokoh
antagonis yaitu Rahwana yang termasuk tokoh mitologi Hindu.
b. Hikayat berunsur Hindu-Islam: Hikayat berunsur Hindu dan Islam
adalah hikayat yang berasal dari tradisi Hindu, lalu dimasukkan
unsur-unsur Islam.
- Contoh: Hikayat Jaya Lengkara termasuk sebagai hikayat yang
berunsur Hindu-Islam karena di dalam hikayat terdapat unsur
kerajaan Hindu zaman dahulu dan tokoh berdoa kepada Allah
SWT yang merujuk pada unsur Islam.
c. Hikayat berunsur Islam: Hikayat berunsur Islam adalah hikayat
yang berasal dari tradisi sastra Arab-Persia.
- Contoh: Hikayat 1001 Malam termasuk sebagai hikayat yang
berunsur Islam karena berasal dari Arab dan mengandung
budaya Arab.
(c) Berdasarkan isi, hikayat dapat digolongkan ke dalam delapan jenis
sebagai berikut:
a. Jenis rekaan: Hikayat yang seluruhnya berisi rekaan pengarang.
- Contoh: Hikayat Malim Deman disebut sebagai hikayat jenis
rekaan karena mengandung kata bidadari yang berarti hikayat
ini hanya sebuah rekaan.
b. Jenis sejarah: Hikayat yang terdapat unsur historis peristiwa atau
asal usul suatu kejadian.

10
- Contoh: Hikayat Hang Tuah disebut sebagai hikayat jenis
sejarah karena mengandung histori kehidupan Hang Tuah.
c. Jenis biografi: Hikayat yang mengisahkan kehidupan seorang tokoh
terkenal dan terkemuka.
- Contoh: Hikayat Abdullah disebut sebagai hikayat jenis biografi
karena didalamnya mengisahkan kehidupan tokoh Abdullah
secara detail.
d. Cerita Rakyat: Hikayat ini mengisahkan asal muasal suatu tempat
atau benda.
- Contoh: Hikayat Rhang Manyang disebut sebagai cerita rakyat
karena menghasilkan suatu tempat yaitu Bukit Lamreh di Aceh
Besar.
e. Epos India: Hikayat yang menceritakan tentang kepahlawanan.
- Contoh: Hikayat Sri Rama disebut sebagai hikayat jenis epos
India karena di dalamnya diceritakan kepahlawanan tokoh Sri
Rama yang berhasil melewati berbagai rintangan dan
menyelamatkan tokoh Sita Dewi.
f. Cerita Jawa: Hikayat yang mengisahkan tentang cerita-cerita dari
pulau Jawa yang diceritakan secara turun-temurun dari nenek
moyang kita.
- Contoh: Hikayat Panji Semirang disebut sebagai cerita Jawa
karena mengandung kalimat “Alkisah pada zaman dahulu
hiduplah seorang raja di Tanah Jawa” yang berarti hikayat ini
berasal dari Jawa.
g. Cerita Islam: Hikayat ini berisi cerita-cerita yang bersifat Islami
dan bersumber dari sumber-sumber rujukan agama Islam, seperti
Al-Qur’an, Hadits, tulisan-tulisan karya para ulama
- Contoh: Hikayat Nabi Bercukur disebut sebagai cerita Islam
karena mengandung riwayat hidup Nabi SAW.
h. Cerita bertingkat: Hikayat yang isinya mempunyai alur cerita yang
bertingkat, di mana suatu tokoh mengalami satu fase ke fase
lainnya, sehingga si tokoh digambarkan mengalami kisah hidup
yang berat dan dramatis.
- Contoh: Hikayat 1001 Malam disebut sebagai cerita bertingkat
karena tokoh gadis mengalami banyak kejadian yang menarik
dan dramatis.

11
2.4 Struktur Teks Hikayat
Dalam karya sastra, struktur menjadi hal yang sangat penting untuk
dipahami terlebih dahulu, karena dengan memahami struktur suatu teks maka
cerita yang dibuat akan menjadi tersusun runtut sehingga pembaca memahami
dengan jelas isi dari cerita tersebut. Struktur teks hikayat adalah suatu susunan
atau tata cara yang benar untuk menyusun dan membuat suatu cerita mengenai
teks hikayat tersebut agar menjadi teks yang padu dan jelas. Yang dimana di
dalamnya terdapat 6 unsur yang menyusun struktur teks hikayat tersebut, yaitu:
A. Abstraksi : Berasal dari kata abstrak yang berarti representasi yang
ringkas tetapi akurat dari isi suatu dokumen (Lancaster 1991). Ada juga
pendapat lain dari seorang ahli bernama Collison bahwa abstrak ialah
suatu penyajian ringkas dalam bahasa si pengarang mengenai semua
butir-butir yang pokok/utama dari dokumen asli. Jadi, abstraksi bisa di
katakan sebuah bagian yang berisi mengenai sebuah inti cerita yang
nantinya akan dikembangkan lagi menjadi berbagai macam rangkaian
peristiwa atau sering disebut juga sebagai gambaran keseluruhan isi
cerita. Penyusunan abstraksi bersifat opsinal artinya abstraksi boleh
disertakan, dan boleh juga tidak disertakan tergantung dari penulis.
- Contoh :
Hatta maka berapa lamanya Masyuhudulhakk pun besarlah.
Kalakian maka bertambah-tambah cerdiknya dan akalnya itu.
B. Orientasi : Struktur yang berisi mengenai pengenalan unsur unsur
cerita seperti tokoh, alur, latar keterangan waktu, suasana, dan tempat
yang ada di dalam cerita tersebut. Didalam struktur orientasi biasanya
juga menceritakan kisah awal perjalanan tokoh dan kisah awal
bagaimana bisa terjadi konflik antar tokoh.
- Contoh :
Maka pada suatu hari adalah dua orang laki-istri berjalan. Maka
sampailah ia kepada suatu sungai. Maka dicaharinya perahu hendak
menyebrang, tiada dapat perahu itu. Maka ditantinya kalau-kalau ada
orang lalu berperahu. Itu pun tiada juga ada lalu perahu orang. Maka ia
pun berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya. Sebermula adapun
istri orang itu terlalu baik parasnya. Syahdan maka akan suami
perempuan itu sudah tua, lagi bungkuk belakangnya. Maka pada sangka
orang tua itu, air sungai itu dalam juga. Katanya, “Apa upayaku hendak
menyeberang sungai ini?”

12
C. Komplikasi : Berisi rangkaian-rangkaian terjadinya suatu peristiwa
atau urutan kejadian berbagai peristiwa yang nantinya akan
dihubungkan dengan sebab dan akibat dari peristiwa tersebut.
Komplikasi ini nantinya akan mengarah pada puncak masalah dari
munculnya berbagai konflik yang terjadi (klimaks) dalam alur hikayat.
Konflik inilah yang sebenarnya akan mengeluarkan bagaimana karakter
dan watak asli serta keistimewaan yang ada dari tokoh di dalam cerita
hikayat.
- Contoh :
Maka ada pula seorang Bedawi duduk di seberang sana sungai itu.
Maka kata orang itu, “Hai tuan hamba, seberangkan apalah kiranya
hamba kedua ini, karena hamba tiada dapat berenang; sungai ini tidak
hamba tahu dalam dangkalnya.” Setelah didengar oleh Bedawi kata
orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya perempuan itu baik
rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di dalam
hatinya, “Untunglah sekali ini!”.
D. Evaluasi : Terdapat berbagai macam konflik mulai mereda atau mulai
memperoleh resolusi tetapi belum mendapatkan resolusi yang konkret
karena evaluasi hanyalah suatu proses untuk mencari penyelesaian
masalah dalam suatu cerita dan evaluasi ini biasanya dilakukan oleh
peran tokoh yang sangat sentral. Evaluasi dapat membuat teks seakan
mendekati akhir cerita tersebut. Evaluasi ini sangat penting, sebab kerap
memuat berbagai macam poin yang berguna untuk kehidupan manusia
pada umumnya.
- Contoh :
Maka disuruh oleh Masyhudulhakk panggil Bedawi itu. Maka
Bedawi itu pun datanglah dengan perempuan itu. Maka kata
Masyhudulhakk,”Istri siapa perempuan ini?” Maka kata Bedawi itu,
”Istri hamba perempuan ini. Dari kecil lagi ibu hamba pinangkan,
sudah besar dinikahkan dengan hamba.” Maka kata orang tua itu,”Istri
hamba, dari kecil nikah dengan hamba.” Maka dengan demikian jadi
bergaduhlah mereka itu. Syahdan maka gemparlah. Maka orang pun
berhimpun, datang melihat hal mereka itu ketiga. Maka bertanyalah
Masyhudulhakk kepada perempuan itu,”Berkata benarlah engkau,
siapa suamimu antara dua orang laki-laki ini?” Maka kata perempuan
celaka itu,”Si Panjang inilah suami hamba.” Maka pikirlah
Masyhudulhakk,”Baik kepada seorang-seorang aku bertanya, supaya

13
berketahuan siapa salah dan siapa benar di dalam tiga orang mereka
itu. Maka diperjauhkannyalah laki-laki itu keduanya.
E. Resolusi : Menurut Webster Dictionary resolusi adalah tindakan untuk
mengurai suatu permasalahan, memecahkan masalah, penghapusan atau
penghilangan masalah (Levine 1998: 3). Jadi bisa dikatakan resolusi
berisi bagian yang menawarkan solusi terhadap permasalahan yang
sudah diciptakan oleh penulis. Biasanya resolusi akan ditampilkan dari
pemikiran pribadi penulisnya yang bisa menjadi pilihan untuk
digunakan atau ditiru dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
- Contoh :
Arkian maka diperiksa pula oleh Masyhudulhakk. Maka kata
perempuan itu, ”Si Panjang itulah suami hamba.” Maka kata
Masyhudulhakk, ”Jika sungguh ia suamimu siapa mentuamu laki-laki
dan siapa mentuamu perempuan dan di mana tempat duduknya?” Maka
tiada terjawab oleh perempuan celaka itu. Maka disuruh oleh
Masyhudulhakk perjauhkan. Setelah itu dibawa pula si Panjang itu.
Maka kata Masyhudulhakk, ”Berkata benarlah engkau ini. Sungguhkan
perempuan itu istrimu?” Maka kata Bedawi itu, ”Bahwa perempuan itu
telah nyatalah istri hamba.” Syahdan maka Masyhudulhakk pun tertawa,
seraya berkata, ”Jika sungguh istrimu perempuan ini, siapa nama
mentuamu laki-laki dan mentuamu perempuan, dan di mana kampung
tempat ia duduk?” Maka tiadalah terjawab oleh laki-laki itu. Maka
disuruh oleh Masyhudulhakk jauhkan laki-laki Bedawi itu. Setelah itu
maka dipanggilnya pula orang tua itu. Maka kata Masyhudulhakk, ”Hai
orang tua, sungguhlah perempuan itu istrimu sebenar-benarnya?” Maka
kata orang tua itu, ”Daripada mula awalnya.” Kemudian maka
dikatakannya, siapa mentuanya laki-laki dan perempuan dan di mana
tempat duduknya.
F. Koda : bagian akhir atau penutup dari penulisan teks hikayat yang bisa
disebut juga sebagai kesimpulan keseluruhan isi cerita. Disini juga
berisi pesan dan amanat yang ingin disampaikan oleh si penulis,
setidaknya di bagian koda inilah pembaca bisa mengambil pelajaran
atau pesan moral. Koda menjadi unsur penting bagi sebuah karya sastra
karena mempermudah pembaca untuk memahami inti sari dari sebuah
cerita.

14
- Contoh :
Maka Masyhudulhakk dengan sekalian orang banyak itu pun
tahulah akan salah Bedawi itu dan kebenaran orang tua itu. Maka
hendaklah disakiti oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu. Maka Bedawi
itu pun mengakulah salahnya. Demikian juga perempuan celaka itu. Lalu
didera oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu serta dengan perempuan
celaka itu seratus kali. Kemudian maka disuruhnya tobat Bedawi itu,
jangan lagi ia berbuat pekerjaan demikian itu. Maka bertambah-tambah
masyhurlah arif bijaksana Masyhudulhakk itu.
2.5 Isi yang Terkandung dalam Teks Hikayat
Hikayat merupakan karangan yang berbentuk narasi. Narasi merupakan
wacana atau bacaan yang menceritakan peristiwa dalam kurun waktu tertentu.
Naras tersebut dapat berupa fiksi ataupun fakta. Struktur pembangun teks hikayat
hampir sama dengan struktur pembangun prosa lainnya seperti cerpen. Struktur
pembangun teks hikayat tersebut terdiri dari unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik.
Kedua struktur inilah yang menjadi dasar bagi teks hikayat.
2.5.1 Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik
A. Unsur Intrinsik
Pradopo (2003), unsur intrinsik dalam karya sastra memiliki ciri
yang konkret yang meliputi jenis sastra, pikiran, perasaan, gaya bahasa,
gaya penceritaan, dan strutur karya sastra. Nurgiyantoro (2010), unsur
intrinsik merupakan unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.
Sehingga, dapat kita simpulkan bahwa unsur intrinsik merupakan unsur
yang yang membangun suatu karya sastra dari dalam yang dapat
mewujudkan suatu karya sastra. Unsur-unsur intrinsik tersebut meliputi :
(a) tema; (b) tokoh dan penokohan; (c) alur; (d) latar; (e) amanat; (f)
sudut pandang.
(a) Tema
Tema merupakan dasar bagi suatu pembangunan cerita. Oleh
karena itu, tema mencakup dan menjiwai seluruh bagian cerita.
Menurut Staton (dalam Nurgiantoro 2010:25), tema sebagai makna
dari sebuah cerita yang memaparkan sebagian besar unsurnya
dengan cara yang sederhana. Lazimnya tema sebuah karya sastra
selalu berkaitan erat dengan makna kehidupan. Melalui karya-karya
sastra pengarang biasanya memberikan makna dari kehidupan,
sehingga para pembaca bisa merasakan arti sebenarnya dari
kehidupan. Tema terbagi menjadi 2 macam yaitu tema mayor, tema

15
minor. Tema mayor merupakan tema yang sangat menonjol dan
menjadi pusat pikiran dari suatu cerita. Sedangkan, tema minor
merupakan tema yang tidak terlalu menonjol dan dapat dilihat sudut
pandang lain seperti kejadian-kejadian dalam cerita. Jadi dapat
diartikan bahwa tema merupakan ide atau gagasan yang mendasari
suatu cerita atau karya sastra.
Jika ditinjau dari isinya, tema hikayat sebagian besar
berkaitan dengan kepercayaan, agama, pendidikan, adat istiadat,
percintaan, dan sosial. Tema-tema ini muncul karena pada zaman
dahulu, hikayat merupakan cerminan dari nilai-nilai kehidupan
masyarakat pada zaman terdahulu. Karena tema hikayat erat
hubungannya dengan nilai-nilai masyarakat, sehingga tema-tema
hikayat ini sangat cocok sebagai media untuk mendidik,
mengemukakan fakta, maupun sebagai penghibur lara.
Untuk menemukan tema dalam sebuah cerita, diperlukan
beberapa langkah yaitu membaca cerita secara menyeluruh, mencatat
peristiwa penting yang terjadi, menyimpulkan cerita, menentukan
inti cerita.
(b) Tokoh dan penokohan
Nurgiantoro (2010), mengemukakan bahwa merupakan orang
yang ditampilkan dalam sebuah karya sastra, yang kemudian
pembaca tafsirkan memiliki moral dan kecenderungan tertentu
seperti yang diekspresikan dalam ucapan maupun tindakan. Oleh
karena itu, tokoh sangat berpengaruh penting bagi pembangunan
sebuah karya sastra. Tokoh membawa pesan-pesan moral yang ingin
disampaikan kepada khalayak pembaca. Kehidupan tokoh
merupakan kehidupan dalam dunia fiksi, oleh sebab itu tokoh harus
digambarkan sesuai apa yang diceritakan. Jadi, dapat disimpulkan
tokoh merupakan pelaku dalam sebuah cerita.
Dalam sebuah karya sastra umumnya ada beberapa tokoh,
tetapi dalam sebuah karya sastra hanya ada satu tokoh utama. Tokoh
utama tersebut merupakan tokoh yang paling sering diceritakan
dalam sebuah cerita. Tokoh utama juga merupakan tokoh yang
sangat penting dalam mengambil peranan di cerita. Selain tokoh
utama, dalam karya sastra juga terdapat tokoh tambahan. Tokoh
tambahan merupakan tokoh yang hanya muncul pada beberapa
peristiwa dalam cerita.

16
Terdapat dua jenis tokoh dalam cerita, yaitu tokoh datar (flat
character) dan tokoh bulat (round character). Tokoh datar
merupakan tokoh yang pada sebuah cerita hanya digambarkan satu
sisi saja yaitu sisi baiknya saja atau sisi buruknya saja. Sejak awal
sampai akhir tokoh akan digambarkan hanya satu sisinya saja entah
baik atau buruknya saja. Sedangkan, tokoh bulat merupakan tokoh
yang pada sebuah cerita digambarkan sisi baik atau buruknya,
kelebihan dan kelemahannya. Tokoh bulat dapat digambarkan
sebagai tokoh yang memiliki perkembangan dalam hal perilakunya.
Dalam sebuah cerita atau karya sastra, dikenal pula tokoh
antagonis dan tokoh protagonis. Tokoh antagonis merupakan tokoh
yang umumnya tidak digemari oleh pembaca. Tokoh antagonis
umumnya digambarkan sebagai karakter yang memiliki perilaku
yang jahat. Tokoh antagonis umumnya merupakan tokoh yang
seringkali menyebabkan konflik. Sedangkan, tokoh protagonis
merupakan tokoh yang pada umumnya digemari oleh pembaca.
Tokoh protagonis umumnya digambar sebagai tokoh yang memiliki
karakter yang baik. Tokoh protagonis lah yang umumnya membawa
nilai-nilai kebaikan. Selain tokoh antagonis dan protagonis, ada juga
tokoh yang dikenal sebagai tokoh tritagonis. Tokoh tritagonis
umumnya digambarkan sebagai tokoh yang netral. Atau dengan kata
lain, tokoh tritagonis merupakan tokoh penengah antara tokoh
protagonis dan tokoh antagonis.
Penokohan sering kali disebutkan sebagai watak. Penokohan
atau watak merupakan cara pengarang menggambarkan tokoh dalam
cerita yang ditulisnya. Dalam penokohan, pengarang dapat
menggambarkan karakter seorang tokoh dari tiga segi, yaitu dialog
tokoh, penjelasan tokoh, penggambaran fisik. Selain ketiga segi
tersebut, pengarang umumnya juga memiliki cara-cara yang
digunakan untuk menggambarkan watak dari tokoh tersebut, seperti
pengarang melukiskan bentuk fisik pelaku, pengarang melukiskan
jalan pikiran pelaku, pengarang melukiskan reaksi pelaku terhadap
peristiwa yang dialami, pengarang langsung menganalisis watak
pelaku, pengarang melukiskan keadaan sekitar pelaku, pengarang
melukiskan pandangan tokoh lain terhadap perilaku tokoh, pelaku
lain memperbincangkan keadaan pelaku sehingga secara tidak
langsung pembaca dapat menangkap kesan tentang pelaku.

17
(c) Alur
Alur merupakan rangkaian peristiwa yang saling
berhubungan sehingga terbentuk sebuah cerita. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Staton (2007), yang mengungkapkan bahwa alur
merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam cerita dan
pernyataan Aminuddin (2012), yang mengemukakan bahwa alur
dalam sebuah karya fiksi merupakan rangkaian cerita yang dibentuk
oleh peristiwa sehingga terbentuk suatu cerita yang dihadirkan oleh
pelaku dalam sebuah cerita. Robert Stanton (2012), mengemukakan
bahwa alur merupakan punggung cerita. Alur dapat membuktikan
dirinya sendiri meski jarang dianalisis. Sebuah cerita tidak akan
dapat dimengerti tanpa adanya alur.
Alur dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu alur maju atau
progresif, alur sorot balik atau regresif, alur gabungan. Alur maju
atau progresif merupakan alur yang menceritakan peristiwa cerita
secara berurutan mulai dari awal hingga akhir. Alur sorot balik atau
regresif merupakan alur yang menceritakan peristiwa secara terbalik.
Cerita tidak mulai dari awal, tetapi cerita dapat dimulai dari puncak
masalah, pertengahan cerita, atau dapat dimulai dari penyelesaian.
Oleh karena itu, alur ini dapat dikatakan sebagai alur flash back
karena dapat bercerita dari runtutan peristiwa dari akhir hingga awal.
Sedangkan, alur gabungan merupakan gabungan dari alur maju
(progresif) dan alur sorot balik (regresif). Alur gabungan ini dapat
menceritakan perjalanan hidup seorang raja atau pemimpin mulai
dari kecil dan kemudian dapat menceritakan lagi ingatan tentang
masa lalunya.
(d) Latar (Setting)
Mido (dalam Sehandi, 2016:56), mengemukakan bahwa latar
merupakan gambaran tentang waktu, tempat, dan situasi. Ia juga
mengungkapkan bahwa semakin baik latar maka semakin baik juga
karya sastra, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa latar merupakan gambaran tentang waktu, tempat, dan
keadaan sosial dalam sebuah cerita. Sebagaimana yang diungkapkan
oleh Aminuddin (2013), latar memiliki 2 fungsi, yaitu fungsi fisikal
dan psikologis. Fungsi fisikal merupakan fungsi yang
menggambarkan latar secara konkret. Sementara itu, fungsi
psikologis merupakan fungsi yang menggambarkan latar secara

18
abstrak. Latar tidak hanya membutuhkan fungsi fisikal untuk
membuat cerita menjadi logis, tetapi juga membutuhkan fungsi
psikologis sehingga bisa menggerakan emosi pembacanya.
Latar terdiri dari 3 jenis yang umumnya menggambarkan
suatu cerita, yaitu latar tempat, latar waktu, latar suasana. Latar
tempat merupakan latar yang menggambarkan suasana tempat atau
lokasi terjadinya suatu peristiwa dalam sebuah cerita. Unsur tempat
yang digunakan dapat berupa tempat dengan nama tertentu atau
lokasi tertentu tanpa nama. Latar waktu merupakan dengan masalah
waktu, kapan terjadinya peristiwa tersebut dalam cerita. Unsur waktu
yang digunakan dapat berupa keadaan waktu seperti sore hari, pagi
hari, siang hari. Latar suasana merupakan latar yang berhubungan
dengan suasana atau perasaan. Latar ini dapat diidentifikasi melalui
perasaan para pembaca, apakah suasana sedih, menegangkan,
bahagia, dan lain-lain.
(e) Amanat
Kosasih (2006), mengemukakan bahwa amanat merupakan
pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca
melalui tulisan, agar pembaca dapat menarik kesimpulan dari apa
yang telah dibaca. Siswanti (2008), mengungkapkan bahwa amanat
adalah suatu gagasan yang menjadi dasar dari sebuah karya sastra,
yang merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada
pembaca. Sementara itu, pengertian amanat menurut Sadikin (2010),
amanat merupakan pemecahan yang diberikan oleh pengarang untuk
suatu persoalan dalam sebuah karya sastra. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa pengertian amanat adalah pesan moral yang
ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca dalam sebuah
karya sastra.
Pesan moral yang ingin disampaikan pengarang mengandung
nilai-nilai luhur yang dapat dijadikan teladan. Penyampaian pesan
yang dilakukan sudah ditentukan oleh pengarang dengan
berdasarkan tema dan tujuan. Pesan moral dalam amanat dapat
disebut juga sebagai makna. Amanat yang disampaikan tidak selalu
disampaikan oleh penulis dengan tersurat, tetapi dapat juga
disampaikan secara tersirat. Amanat tersurat umumnya langsung
disampaikan secara eksplisit yang berarti amanat tersebut dijabarkan
oleh pengarang di dalam cerita. Umumnya amanat tersurat dapat

19
berupa nasehat, saran, dan lain-lain. Sedangkan, amanat tersirat
umumnya disampaikan secara implisit. Ini berarti pembaca harus
mengartikan sendiri apa pesan moral yang disampaikan pembaca
dengan membaca cerita tersebut secara keseluruhan.
(f) Sudut pandang
Heri Jauhari (2013), mengemukakan bahwa sudut pandang
sebagai pusat naratif yang berfungsi untuk menentukan corak cerita.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sudut pandang
merupakan cakupan sudut bidik lensa terhadap gambar. Atar Semi
(1988), mengungkapkan bahwa sudut pandang sebagai titik untuk
penempatan dan posisi pengarang dalam sebuah cerita. Dari
beberapa pengertian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
pengertian sudut pandang adalah cara pandang yang digunakan oleh
penulis atau pengarang untuk menggambarkan tindakan, tokoh, dan
peristiwa yang kemudian membentuk sebuah cerita.
Dalam sebuah cerita, terdapat 2 macam sudut pandang yaitu
(a). sudut pandang orang pertama (b). sudut pandang orang ketiga.
(a) Sudut pandang orang pertama
Sudut pandang orang pertama mengartikan bahwa
pengarang berada di dalam sebuah cerita. Sudut pandang orang
pertama umumnya ditandai dengan penggunaan kata ganti orang
pertama seperti: “saya”, “aku”. Sudut pandang orang pertama
terbagi menjadi 2 jenis yaitu (i) sudut pandang orang pertama
pelaku utama; (ii). sudut pandang orang pertama pelaku
sampingan.
(i) Sudut pandang orang pertama pelaku utama
Pada saat menggunakan sudut pandang orang pertama
pelaku utama, penulis akan menjadi benar-benar seperti
tokoh yang tahu betul mengenai tokoh utama. Cerita yang
menggunakan sudut pandang orang pertama pelaku utama
akan lebih banyak menggunakan kata aku atau saya
(ii) Sudut pandang orang pertama pelaku sampingan
Pada saat menggunakan sudut pandang orang pertama
pelaku sampingan, penulis akan menjadi tokoh utama yang
menceritakan tokoh lain. Dengan arti lain, tokoh “aku” akan
lebih banyak menceritakan tokoh lain.

20
(b) Sudut pandang orang ketiga
Sudut pandang orang ketiga dapat diartikan bahwa
pengarang tidak masuk ke dalam cerita. Pengarang hanya berada
di luar cerita. Pada umumnya, sudut pandang orang ketiga
mengguakan kata ganti “ia”, “dia”, “mereka”, atau bahkan dapat
menggunakan nama seseorang seperti “Asep”, “Dewi”, dan lain-
lain. Sudut pandang orang ketiga terbagi menjadi 2 jenis yaitu :
(i) sudut pandang orang ketiga sebagai pengamat; (ii) sudut
pandang orang ketiga serbatahu
(i) Sudut pandang orang ketiga sebagai pengamat
Pada saat menggunakan sudut pandang orang ketiga
sebagai pengamat, pengarang hanya dapat mengetahui
konflik tokoh sebatas fisik saja. Umumnya seperti gerakan,
mimik wajah tokoh, dan lain-lain. Pada sudut pandang ini,
penulis hanya menceritakan sebatas pengetahuan penulis
saja yang dapat diperoleh dari penangkapan pancaindra
seperti melihat, mendengar, dan lain-lain.
(ii) Sudut pandang orang ketiga serbatahu
Pada saat pengarang menggunakan sudut pandang
orang ketiga serbatahu, pengarang mengetahui segala hal
tentang tokoh-tokoh di dalam ceritanya. Pada sudut
pandang ini, pengarang akan menceritakan apa saja terkait
tokoh seperti latar belakang, konflik batin, masalah tokoh,
dan lain-lain.
B. Unsur Intrinsik
Unsur ekstrinsik merupakan unsur yang membangun cerita di luar
sastra. Walaupun unsur ekstrinsik ikut membangun suatu karya sastra,
tetapi unsur ekstrinsik tidak secara langsung mempenga5ruhi karya sastra
tersebut. Unsur-unsur ektrinsik tersebut terdiri dari lingkungan sosial
budaya pengarang, latar belakang pengarang, serta nilai-nilai moral.
Nilai-nilai moral tersebut mencakup: (a). nilai religi; (b). nilai moral; (c)
nilai sosial; (d). budaya; (e). edukasi; (f) estetika; (g). nilai
kepahlawanan.
(a) Nilai religi
Nilai religi adalah nilai yang berkaitan dengan ajaran
agama dan ketuhanan. Umumnya berisi pesan untuk taat
beribadah kepada Tuhan dan menjalankan agama masing-

21
masing secara benar. Nilai religi ditandai dengan penyebutan
nama Tuhan, makhluk goib, dosa, pahala, surga, dan neraka.
Nilai religi ini harus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari
karna dapat mendekatkan diri dengan Tuhan.
(b) Nilai moral
Nilai moral adalah nasihat-nasihat yang berkaitan dengan
kemanusian seperti budi pekerti, perilaku, atau sikap yang
dapat diperoleh pembaca dari cerita yang dibaca. Contoh nilai
moral dalam kehidupan sehari-hari adalah menghargai orang
lain, berderma, setia, dan jujur. Nilai moral ini harus kita
terapkan dalam kehidupan sehari-hari karna nilai ini adalah
perilaku terpuji yang bisa menjaga keharmonisan antar sesama.
(c) Nilai sosial
Nilai sosial adalah nasihat-nasihat yang berkaitan dengan
kemasyarakatan. Nilai sosial berkaitan dengan nilai kepatutan
dan kepantasan dalam kehidupan sehari-hari. contoh nilai
sosial dalam kehidupan sehari-hari adalah kerjasama,
kepedulian, toleransi, dan kebersamaan. Manusia adalah
makhluk sosial sehingga membutuhkan bantuan orang lain.
Begitu juga sebaliknya kita harus selalu membantu orang lain
yang sedang kesulitan.
(d) Nilai budaya
Nilai budaya adalah nilai yang diambil dari budaya-
budaya setempat yang berkembang di masyarakat tertentu pada
zamannya secara turun temurun. Ciri khas dari nilai budaya
dari nilai lainnya adalah masyarakat tersebut takut untuk
meninggalkan budaya tersebut karena takut ada sesuatu yang
buruk datang menimpanya.
(e) Nilai edukasi
Nilai edukasi adalah nilai yang berkaitan dengan
pendidikan dalam arti yang luas, bukan hanya sekedar
pendidikan formal atau sekolah tetapi pendidikan ini termasuk
juga pembentukan karakter dan penanaman nilai nilai positif.
(f) Nilai estetika
Nilai estetika berkaitan dengan nilai keindahan dan seni,
baik itu keindahan latar, suasana, maupun keindahan yang
menyangkut tokoh tokohnya. Didalam hikayat juga

22
mengandung makna konotatif dan kata kiasan sehingga hikayat
memiliki nilai estetika yang tinggi.
(g) Nilai kepahlawanan
Nilai kepahlawanan adalah nilai yang berkaitan dengan
sikap yang berani, pantang menyerah dan rela berkorban demi
seseorang atau suatu bangsa. Nilai kepahlawanan dalam teks
hikayat bertujuan untuk memotivasi pembaca agar bisa
meneladani nilai-nilai kepahlawanan dalam kehidupan sehari-
hari.
2.5.2 Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik “Hikayat Mashudulhak”
A. Unsur Intrinsik
Unsur Intrinsik merupakan unsur yang membangun sebuah cerita
dari dalam. Unsur Intrinsik “Hikayat Mashudulhak” terdiri atas : (a)
tema; (b) tokoh dan penokohan; (c) jenis alur; (d) latar; (e) sudut
pandang; (f) amanat
(a) Tema
Tema dari hikayat yang berjudul “Hikyata
Mashudulhak” adalah kesetiaan dan pengkhianatan cinta. Hal
ini dibuktikan dengan adanya perilaku perempuan yang berani
mengkhianati suami aslinya dengan berpura-pura mengklaim si
panjang merupakan suaminya. Hal lain juga dibuktikan dengan
perilaku perempuan tersebut yang mudah jatuh cinta kepada si
panjang yang berarti perempuan tersebut tidak setia.
(b) Tokoh dan penokohan
Seperti yang telah dipaparkan, tokoh merupakan pelaku
dalam sebuah cerita. Sedangkan, penokohan merupakan
gambaran tentang karakter dari sebuah tokoh. Tokoh-tokoh
dalam hikayat yang bertajuk “Hikayat Mashudulhak” adalah
(a) Si bungkuk; (b) Bedawi; (c) Istri si bungkuk; (d)
Mashudulhak.
a). Si bungkuk
Tokoh si bungkuk dalam hikayat yang bertajuk
“Hikayat Mashudulhak” digambarkan sebagai tokoh
protagonis. Tokoh si bungkuk digambarkan sebagai
karakter yang baik hati, mudah percaya, dan suka mengalah.
Hal ini dibuktikan dengan dialog si bungkuk.

23
- Bukti:
"Maka kata orang tua itu kepada istrinya, "Pergilah
diri dahulu." Setelah itu maka turunlah perempuan itu ke
dalam sungai dengan oraka kata orang tua itu kepada
istrinya, "Pergilah diri dahulu." Setelah itu maka
turunlah perempuan itu ke dalam sungai dengan orang
Bedawi itu."
"Maka Bedawi itu pun turunlah ia ke dalam sungai
itu merendahkan dirinya, hingga lehernya juga ia
berjalan menuju orang tua yang bungkuk laki-istri itu.
Maka kata orang tua itu, "Tuan hamba seberangkan
apalah 2) hamba kedua ini."
b). Bedawi
Tokoh Bedawi dalam hikayat yang berjudul “Hikayat
Mashudulhak” digambarkan sebagai tokoh antagonis.
Tokoh Bedawi digambarkan sebagai tokoh yang licik dan
egois. Ia digambarkan sebagai tokoh yang licik dan egois
karena berusaha untuk merebut istri dari si bungkuk.
- Bukti:
"Maka kata Bedawi itu, "Bahwa perempuan itu telah
nyatalah istri hamba; lagi pula perempuan itu sendiri
sudah berikrar, mengatakan hamba ini tentulah
suaminya."
"Setelah didengar oleh Bedawi kata orang tua
bungkuk itu dan serta dilihatnya perempuan itu baik
rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan
berkata di dalam hatinya, Untunglah sekali ini!"
c). Istri si bungkuk
Dalam “Hikayat Mashudulhak” dapat dinilai bahwa
Istri si bungkuk memiliki watak yang mudah dirayu, suka
berbohong, dan tidak setia. Melalui sifat dan perilaku istri si
bungkuk, dapat dikatakan bahwa istri si bungkuk
merupakan tokoh antagonis. Klaim tersebut dapat dikuatkan
dengan bukti bahwa istri si bungkuk tak mengakui si
bungkuk sebagai suaminya.

24
- Bukti:
"Hamba jadikan istri hamba." Maka berbagai-
bagailah katanya akan perempuan itu. Maka kata
perempuan itu kepadanya, "Baiklah."
"Maka diperiksa pula oleh mashudulhakk. Maka
kata perempuan itu, "Si Panjang itulah suami hamba."
d). Mashudulhak
Dalam cerita hikayat yang bertajuk “Hikayat
Mashudulhak”, Mashudulhak digambarkan sebagai sosok
yang arif, bijaksana, gemar menolong, dan cerdik. Watak
Mashudulhak dapat diketahui dari pemaparan oleh penulis.
Selain itu, watak Mashudulhak dapat diketahui dari
perbuatannya dan sifatnya.
- Bukti:
"Maka bertambah-tambah masyhurlah arif
bijaksana; mashudulhakk itu."
"… mashudulhakk pun besarlah. Kalakian maka
bertambah-tambah cerdiknya dan akalnya itu."
….. Maka pikirlah mashudulhakk, "Baik kepada
seorang-seorang aku bertanya, supaya berketahuan
siapa salah dan siapa benar di dalam tiga orang mereka
itu."
(c) Latar
Seperti yang sudah dijabarkan di atas, latar merupakan
gambaran tentang waktu, tempat, dan keadaan sosial dalam
sebuah cerita. Latar juga dibagi menjadi 3 jenis yaitu (a) latar
tempat; (b) latar waktu; (c) latar suasana.
a). Latar tempat
Latar tempat pada “Hikayat Mashudulhak” yaitu di
sungai atau di tepi sungai. Hal ini dibuktikan dengan
kalimat dalam cerita hikayat tersebut.
- Bukti:
"Maka ia pun berhentilah di tebing sungai itu
dengan istrinya".
"turunlah perempuan itu ke dalam sungai dengan
orang Bedawi itu".

25
b). Latar waktu
Latar waktu pada “Hikayat Mashudulhak” tidak
diketahui. Karena tidak disebutkan terperinci di dalam cerita
keadaan waktu cerita.
c). Latar suasana
Pada “Hikayat Mashudulhak” terdapat 3 latar suasana
dalam cerita tersebut. Yaitu suasana menegangkan, suasana
membingungkan, dan suasana mengecewekan.
- Bukti:
Pada latar suasana menegangkan, ditunjukkan
dengan kalimat yaitu “Maka pada sangka orang tua itu,
air sungai itu dalam juga".
Pada suasana membingungkan terdapat pada
kalimat “Maka dengan demikian jadi bergaduhlah
mereka itu. Syahdan maka gemparlah".
Dan pada suasana mengecewekan dapat dilihat dari
kalimat "Daripada hidup melihat hal yang demikian ini,
baiklah aku mati. Setelah itu maka terjunlah ia ke dalam
sungai itu.
(d) Alur
Rangkaian cerita “Hikayat Mashudulhak” bergerak
secara runtut masalah yang diceritakan. Berawal dari si
panjang yang menyukai seorang perempuan yang sudah
bersuami, tak lain adalah istri si bungkuk. Si panjang akhirnya
berhasil menggoda dan merayu istri si bungkuk hingga tak
mau mengakui si bungkuk sebagai suaminya. Si bungkuk
kemudian meminta pertolongan kepada Mashudulhak untuk
menyelesaikan konflik mereka. Dilihat dari urutan
peristiwanya maka dapat disimpulkan bahwa “Hikayat
Mashudulhak” menggunakan alur maju. Hal ini terlihat karena
menceritakan kisah mulai dari awal hingga akhir.
(e) Sudut pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam teks “Hikayat
Mashudulhak” merupakan sudut pandang orang ketiga. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya kata “itu” yang merujuk pada
sudut pandang orang ketiga.

26
- Bukti:
“Maka bertambah-tambah masyhurlah arif
bijaksana mashudulhakk itu.”
(f) Amanat
Amanat yang disampaikan pengarang dalam teks
“Hikayat Mashudulhak” disampaikan secara tersirat. Amanat
yang dapat kita ambil adalah:
a). Jangan pernah berbohong, karena sebaik apapun engkau
menyembunyikan kebohongan maka tetap akan terungkap.
Karena sejatinya kejujuran lah yang merupakan sebuah
kebenaran
(b). Syukuri jodoh yang diberikan oleh Tuhan. Syukuri jodoh
yang diberikan oleh Sang Pencipta merupakan anugrah yang
paling indah. Sejelek apapun jodoh yang diberikan, jika Yang
Maha Kuasa yang memberikannya maka hal tersebut
merupakan hal terbaik.
(c). Jadilah bijaksana. Seperti yang dipaparkan cerita, bahwa
dalam menyelesaikan masalah haruslah bijaksana dan berhati-
hati.
B. Unsur Ekstrinsik
Unsur luar yang berada di dalam sebuah cerita yang ikut
membangun sebuah cerita. Unsur ekstrinsik dalam “Hikayat
Mashudulhak” meliputi: (a) nilai religius; (b) nilai moral; (c) nilai sosial
budaya
(a) Nilai religius
Nilai religius merupakan nilai-nilai yang berkaitan
dengan keagamaan atau Tuhan Yang Maha Esa. Nilai religius
yang dapat dipetik dari “Hikayat Mashudulhak” adalah
bahwasanya sebagai umat manusia harus mensyukuri apapun
yang diberikan oleh Tuhan. Karena seburuk apapun seorang
pasangan atau jodoh, hal tersebut merupakan pemberian-Nya
juga.
(b) Nilai moral
Nilai moral merupakan nilai yang berhubungan dengan
perilaku. Oleh karena itu, nilai moral yang dapat diambil dari
“Hikayat Mashudulhak” adalah bahwasanya janganlah pernah
untuk memutarbalikan sebuah fakta yang ada, karena sebaik

27
apapun menyembunyikan kebohongan maka lambat laun akan
terungkap sebuah kebenaran.
(c) Nilai sosial budaya
Nilai yang berkaitan dengan keyakinan dalam suatu
masyarakat. Nilai sosial budaya yang terdapat pada “Hikayat
Mashudulhakk” adalah kesalahan pasti akan mendapat
balasannya. Oleh karena itu, nilai sosial budaya yang
dintunjukkan adalah hukuman yang diterima berupa didera
sebanyak seratus kali.
2.6 Unsur Kebahasaan Teks Hikayat
2.6.1 Karakteristik Kebahasaan dalam Hikayat
A. Penggunaan Majas
Majas adalah cara melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakannya
sesuatu dengan yang lain atau bermakna kiasan. Pemanfaatan majas
untuk memperoleh efek efek tertentu dan menimbulkan kesan imajinatif
bagi pembaca sehingga membuat karya sastra semakin hidup. Di dalam
hikayat dapat ditemukan berbagai majas, sebagai berikut:
1) Majas Perbandingan
- Alegori, adalah perbandingan suatu keadaan atau peristiwa dengan
beberapa kiasan yang membentuk satu kesatuan.
- Asosiasi, adalah perbandingan terhadap suatu benda, kondisi, atau
peristiwa sehingga muncul gambaran atau asosiasi terhadap keadaan
yang sebenarnya.
- Eufemisme, adalah pengungkapan secara halus untuk peristiwa-
peristiwa yang tabu atau pantang.
- Hiperbola, adalah pengungkapan atau berlebihan dan membesar-
besarkan.
- Litotes, adalah pengungkapan yang berkebalikan dengan keadaan
yang sebenarnya untuk merendahkan diri.
- Metafora, adalah perbandingan langsung suatu benda dengan benda
lain yang memiliki kesamaan sifat.
- Personifikasi, adalah penyifatan benda-benda mati dengan sifat-sifat
atau perilaku manusia.
- Simbolik, adalah kiasan yang melukiskan sesuatu dengan simbol
atau perlambang.
- Simile, adalah perbandingan dengan kata-kata pembanding.
- Sinekdoke pars prototo, adalah penyebutan sebagian untuk seluruh.

28
- Sinekdoke totem proparte, adalah penyebutan seluruh untuk
sebagian.
2) Majas Sindiran
- Ironi, adalah sindiran dengan menggunakan kebalikan dari keadaan
yang sebenarnya.
- Sinisme, adalah gaya bahasa sindiran dengan menggunakan kata
kata sebaliknya seperti ironi, tetapi kasar.
- Antiklimaks, adalah pengungkapan yang makin turun atau
melemah.
- Repetisi, adalah pengulangan kata-kata dalam kalimat untuk
menegaskan maksud.
- Tautologi, adalah penegasan maksud dengan kata kata yang sama
atau senada artinya.
3) Majas Pertentangan
- Paradoks, adalah pengungkapan yang seolah-olah bertentangan.
- Antitesis, adalah majas pertentangan yang melukiskan sesuatu
dengan mempergunakan kepaduan kata yang berlawanan arti.
B. Penggunaan Kata Kata Arkais
Hikayat merupakan karya sastra klasik. Artinya, usia hikayat jauh
lebih tua dibandingkan usia Negara Indonesia. Meskipun bahasa yang
digunakan adalah bahasa Indonesia (berasal dari bahasa Melayu), tidak
semua kata dalam hikayat kita jumpai dalam bahasa Indonesia sekarang.
Kata-kata yang sudah jarang digunakan atau bahkan sudah asing tersebut
disebut sebagai kata-kata arkais. Dalam ilmu lingustik atau bahasa, arkais
berarti kosakata yang sudah tidak digunakan banyak orang. Jadi,
ungkapan arkais berhubungan dengan masa lalu, berciri kuno dan tua.
Seperti syahdan, alkisah sebermula. Penggunaan kata kata arkais dalam
hikayat juga tampak dalam penggunaan kata ganti pronomina. Kata ganti
pronomina dalam hikayat mengandung unsur pembeda sosial. Seperti
tuan, si hamba, saudara.
C. Banyak Menggunakan Konjungsi
Ciri bahasa yang dominan dalam hikayat adalah banyak penggunaan
konjungsi (kata penghubung) pada setiap awal kalimat. Konjungsi cerita
hikayat biasanya dimulai dengan kata: alkisah, sebermula, arkian,
syahdan, hatta, dan tersebutlah.

29
2.6.2 Analisis Karakteristik Kebahasaan dalam Hikayat
Pada setiap teks hikayat mungkin saja tidak semua kebahasaannya terdapat
pada satu teks, bisa saja hanya beberapa. Berdasarkan karakteristik kebahasaan
dalam teks hikayat, berikut salah satu contoh analisis karakteristik pada teks
hikayat:
1. Penggunaan Majas
Majas adalah cara melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakannya
sesuatu dengan yang lain atau bermakna kiasan. Dalam teks di atas dapat
dianalisis penggunaan majas sebagai berikut:
- Majas Sinisme
Sinisme adalah gaya bahasa sindiran dengan menggunakan kata kata
sebaliknya seperti ironi, tetapi kasar. Dalam teks di atas dapat
dianalisis penggunaan majas sinisme sebagai berikut:
"Baik juga tuan hamba buangkan orang bungkuk itu, agar supaya
tuan hamba, hamba ambil, hamba jadikan istri hamba"
- Majas Hiperbola
Hiperbola adalah pengungkapan atau berlebihan dan membesar-
besarkan. Dalam teks di atas dapat dianalisis penggunaan majas
hiperbola sebagai berikut:
"Daripada hidup melihat hal yang demikian ini, baiklah aku mati."
2. Penggunaan Kata Kata Arkais & Konjungsi
Kata Arkais adalah kata-kata yang sudah jarang digunakan atau bahkan
sudah asing. Sedangkan konjungsi adalah kata sambung untuk
menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat. Dalam teks di atas
dapat dianalisis penggunaan kata kata arkais dan konjungsi sebagai
berikut:
- Hatta, artinya lalu
- Kalakian, artinya ketika itu
- Dicaharinya, artinya dicarinya
- Ditantinya, artinya dinantinya
- Sebermula, artinya mula mula
- Syahdan, artinya selanjutnya
- Arkian, artinya sesudah itu
3. Penggunaan Kata Ganti Pronomina
Kata ganti pronomina adalah kata yang menggantikan nomima atau frasa
nomina (mengacu pada nama). Dalam teks di atas dapat dianalisis
penggunaan kata ganti pronomina sebagai berikut:

30
- Tuan
- Hamba
- Orang tua
2.7 Persamaan dan Perbedaan Teks Hikayat dengan Cerpen
Membandingkan dua teks dapat dilakukan dengan cara menentukan
persamaan dan perbedaan kedua teks. Mengetahui persamaan dan perbedaan dari
dua teks yang berbeda dapat memudahkan kita untuk mengelompokkannya.
Begitupula antara teks hikayat dan teks cerpen, keduanya memiliki persamaan dan
perbedaan masing-masing. Berdasarkan penjelasan definisi di atas, teks hikayat
adalah salah satu bentuk karya sastra, terutama dalam bahasa Melayu yang
berisikan tentang kisah, cerita, dan dongeng, seperti yang dijelaskan di atas teks
hikayat mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang lengkap
dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh utama. Sedangkan cerpen atau
cerita pendek merupakan prosa fiksi yang menceritakan tentang suatu peristiwa
yang dialami oleh tokoh utama. Seperti namanya, cerpen lebih sederhana daripada
novel. Karya sastra ini terdiri dari satu inti kejadian yang dikemas dengan cerita
yang padat.
 Teks hikayat:

31
 Teks Cerpen

32
 Berdasarkan kedua teks di atas, adapun persamaan serta perbedaan antara
teks hikayat dan teks cerpen, sebagai berikut:
➢ Persamaan:
− Kedua teks tersebut memiliki persamaan yaitu sama sama termasuk
teks narasi dan karya sastra berbentuk prosa. Prosa adalah tulisan
atau karya sastra berbentuk cerita yang disampaikan menggunakan
narasi. Bentuk tulisan prosa berupa tulisan bebas dan tidak terikat
dengan rima, dimana prosa lebih banyak menggunakan kata dengan
makna denotasi daripada konotasi.
− Karena kedua teks termasuk unsur prosa, maka keduanya juga
sama sama memiliki unsur intrinsik serta unsur ekstrinsik. Unsur
intrinsik adalah unsur pembangun dari dalam cerpen ysng terdiri
dari tema, tokoh atau penokohan, alur cerita, latar, gaya bahasa,

33
sudut pandang, dan amanat. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah
unsur yang membangun suatu karya sastra dari luar yang terdiri
dari latar belakang pembuatan karya sastra, latar belakang penulis,
dan kondisi sosial budaya.
− Terdapat nilai nilai kehidupan yang ingin disampaikan kepada
pembaca guna memberikan pesan moral untuk perilaku sehari-hari.
Pesan moral berarti amanat berupa nilai-nilai dan norma–norma
yang menjadi pegangan seseorang kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya dalam kehidupan bermasyarakat.
➢ Perbedaan:
− Jika dilihat dari strukturnya terdapat bagian-bagian dari struktur
tersebut yang sebagian besar sama, tetapi struktur teks hikayat
terdiri atas abstraksi, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan
koda sedangkan di dalam cerpen hanya ada 5 bagian tanpa adanya
abstraksi di bagian awal.
− Jika dilihat dari unsur intrinsik hikayat dan cerpen memiliki
perbedaan pada pengembangan alur, biasanya yang sering di
dengar adalah alur maju, mundur, dan campuran maka dalam
hikayat memungkinkan munculnya alur berbingkai yaitu di dalam
cerita ada cerita lain.
− Pada kebahasaan hikayat memiliki kekhasan yaitu menggunakan
bahasa Melayu klasik berbeda dengan cerpen yang kata-katanya
populer dan akrab dengan bahasa yang digunakan saat keseharian
kita
− Perbedaan nilai yang terkandung yakni:
• Hikayat
Nilai-nilai yang terkandung dalam hikayat antara lain nilai
moral, nilai pendidikan atau edukasi, nilai sosial, nilai budaya,
dan nilai religius (agama).
• Cerpen
Nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen adalah nilai moral dan
nilai sosial. Hal ini karena karangan cerpen hanya berfokus pada
kehidupan seseorang secara ringkas dan padat.
2.8 Perbandingan Isi yang Terkandung dalam Teks Hikayat dan Cerpen
2.8.1 Unsur Intrinsik & Ekstrinsik Teks Hikayat & Cerpen
Hikayat dan Cerpen memiliki beberapa perbedaan. Kedua karya tersebut
dapat dibandingkan melalui unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik nya.
34
A. Unsur Intrinsik
a) Tema
Dalam hikayat tema yang digunakan hampir sama, berkaitan dengan
perjuangan seorang pahlawan hingga akhirnya menjadi raja,
mendapatkan permaisuri atau membawa kerajaan ke masa kejayaan.
Sedangkan dalam cerpen tema lebih bervariasi dan tidak terbatas,
seperti persahabatan, keluarga, percintaan, dan lain sebagainya.
b) Latar
Dalam hikayat latar tempat yang sangat menonjol yaitu istana dan
lingkungannya. Sedangkan dalam cerpen latar lebih bervariasi, baik
latar tempat, waktu, maupun suasana.
c) Tokoh dan Penokohan
Dalam hikayat tokoh terbatas raja, ratu, permaisuri, atau rakyat jelata
yang tinggal di lingkungan istana atau kerajaan. Penokohan dalam
hikayat bersifat mutlak. Tokoh baik akan bersifat baik sejak dari
awal cerita hingga akhir cerita, begitupun tokoh jahat. Sedangkan
dalam cerpen tokoh yang diciptakan tidak terbatas. Penokohan dalam
teks cerpen lebih realistis. Tokoh baik tidak selalu bersifat baik,
begitupun sebaliknya. Penggambaran tokoh lebih dinamis.
d) Alur
Dalam hikayat alur yang lebih sering digunakan dalam hikayat
adalah alur maju. Namun, alur mundur juga digunakan dalam
hikayat. Sedangkan dalam cerpen alur maju, mundur, dan campuran
sangat mungkin digunakan.
e) Sudut pandang
Dalam hikayat sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang
orang ketiga atau sudut pandang dia-serbatahu. Penggunaan sudut
pandang orang ketiga juga disebabkan pada umumnya hikayat
bersifat anonim. Sedangkan dalam cerpen sudut pandang yang
digunakan yaitu sudut pandang orang ketiga, sudut pandang orang
pertama, dan campuran.
f) Gaya Bahasa
Hikayat lahir dan berkembang di zaman Melayu kuno sehingga
bahasa yang digunakan merupakan Bahasa Melayu kuno. Dalam
hikayat gaya bahasa yang digunakan bersifat statis. Gaya bahasa
dalam hikayat biasanya menggunakan ungkapan arkais dan majas.
Sedangkan, cerpen merupakan karya sastra yang lahir dan

35
berkembang di zaman modern, sehingga Bahasa yang digunakan
merupakan Bahasa Indonesia. Dalam cerpen gaya bahasa lebih
dinamis dan mengikuti perkembangan zaman.
g) Amanat
Dalam hikayat amanat ditulis secara eksplisit. Artinya amanat dalam
hikayat ditulis secara gamblang sehingga orang dapat menangkap
maksudnya dengan mudah dan tidak mempunyai gambaran yang
salah. Sedangkan dalam cerpen amanat tidak selalu ditulis secara
eksplisit, bahkan cenderung implisit. Artinya amanat dalam cerpen
dapat ditemukan secara tersurat maupun tersirat.
B. Unsur Ekstrinsik
a) Biografi pengarang
Dalam hikayat nama pengarang biasanya tidak disebutkan (anonim).
Hikayat sering dianggap sebagai karya bersama atau karya milik
warga sekitar. Sedangkan dalam cerpen nama pengarang ditampilkan
atau disebut. Nama pengarang biasanya tercantum di bawah judul
cerpen.
b) Nilai-nilai
Dalam hikayat nilai agama dan pendidikan paling menonjol.
Sedangkan dalam cerpen nilai lebih beragam, misalnya sosial,
budaya, agama, dan pendidikan.
2.8.2 Analisis Perbandingan Unsur Intrinsik & Ekstrinsik Teks Hikayat-Cerpen
A. Unsur Intrinsik
a) Tema:
(a) Hikayat: kesetiaan dan pengkhianatan cinta.
(b) Cerpen: percintaan.
b) Latar:
(a) Hikayat:
- Tempat: di sungai atau di tepi sungai.
- Waktu: tidak diketahui.
- Suasana: menegangkan, membingungkan, mengecewakan.
(b) Cerpen:
- Tempat: kampus, jalan.
- Waktu: pagi hari.
- Suasana: sedih.

36
c) Tokoh & Penokohan:
(a) Hikayat:
- Mashudulhak: bijaksana, cerdik, suka menolong.
- Istri si bungkuk: mudah dirayu, suka berbohong, tidak setia.
- Bedawi: licik, egois.
- Si bungkuk: mudah percaya, suka mengalah.
(b) Cerpen:
- Santi: mudah percaya, pantang menyerah, lugu, bijaksana.
- Reno: suka berbohong, licik, manipulatif.
- Ibu Santi: pengertian, penyayang.
(Penokohan dalam hikayat bersifat tetap atau statis, sedangkan
dalam cerpen penokohan nya berubah atau dinamis)
d) Alur:
(a) Hikayat: alur maju
(b) Cerpen: alur campuran
e) Sudut pandang:
Antara hikayat dan cerpen di atas, sama sama menggunakan
sudut pandang orang ketiga.
f) Gaya bahasa:
(a) Hikayat: bahasa yang digunakan bersifat statis yaitu banyak
menggunakan kata kata arkais (bersifat baku).
(b) Cerpen: bahasa yang digunakan mengikuti perkembangan zaman
(penggunaan kalimat sederhana atau kelimat yang digunakan
sehari hari).
g) Amanat:
(a) Hikayat: Jangan pernah berbohong, karena sebaik apapun engkau
menyembunyikan kebohongan maka tetap akan terungkap.
Karena sejatinya kejujuran lah yang merupakan sebuah
kebenaran. (Disampaikan secara tersirat)
(b) Cerpen: Tak ada lagi kata "Sakit, aku sakit", tak dibiarkan
kesedihan menghancurkan harapannya. Meski sesekali masih
terasa perih, namun luka itu membuatnya dewasa, membuatnya
lebih bijaksana. Dia menunjukkan bahwa cinta bukanlah alasan
yang tepat untuk seseorang menyerah. (Disampaikan secara
tersurat)

37
B. Unsur Ekstrinsik:
a) Biografi pengarang:
Antara hikayat maupun cerpen diatas, biografi pengarang nya
sama sama tidak diketahui.
b) Nilai nilai:
(a) Hikayat: nilai moral, nilai sosial budaya, nilai religius
(b) Cerpen: nilai moral, nilai sosial budaya
2.9 Penyusunan dan Penyampaian Teks Hikayat ke dalam Bentuk Cerpen
2.9.1 Penyusunan Teks Hikayat ke dalam Bentuk Cerpen
Pengubahan bentuk karya sastra atau yang disebut dengan alih wahana
sastra juga dapat dilakukan dalam berbagai bentuk dan media, salah satunya
mengubah hikayat menjadi cerpen. Teks hikayat berlatar pada zaman dahulu
dengan nama-nama tokoh yang sangat Melayu dan bersifat kerajaan maka tentu
hal tersebut berbeda dengan karakteristik cerpen yang lebih kekinian, untuk itu
dalam mengubahnya menjadi cerpen dapat melakukan langkah-langkah
diantaranya yaitu:
1. Membaca hikayat dengan saksama hingga memahami ceritanya.
2. Menganalisis nilai-nilai yang terdapat dalam hikayat agar mudah
dibuat menjadi sinopsis
3. Menentukan tema dari sinopsis yang telah dibuat
4. Membuat sinopsis dari hikayat yang telah dianalisis dan ditentukan
temanya
5. Membuat poin-poin alur dari tema tersebut sehingga menjadi
kerangka cerpen
6. Mengembangkan poin-poin alur tersebut menjadi sebuah cerpen yang
memiliki tokoh dan latar berbeda dengan teks asal dengan tetap
memperhatikan alur dan nilainya.
Kita sudah sama-sama mengetahui jalan cerita dari hikayat Perkara Si
Bungkuk dan Si Panjang saat pembahasan unsur teks hikayat, jadi langkah
membaca hikayat dengan seksama dan menganalisis nilai-nilai di dalamnya juga
sudah selesai dilakukan. Maka selanjutnya adalah membuat sinopsis dalam poin-
poin yang merupakan bagian dari alur cerita (seperti gambar 1). Langkah
selanjutnya adalah mengadaptasi poin-poin dari alur hikayat tersebut menjadi
kerangka cerpen, pada bagian ini harus tetap dapat mempertahankan nilai-nilai
tema dan alur yang terdapat di dalam hikayat kecuali jika hikayatnya memiliki
alur berbingkai maka perlu diubah menjadi satu alur yang paling sesuai apakah
alur maju, mundur, atau campuran. Setelah itu, terdapat kerangka cerpen dari

38
sinopsis dan poin hikayat tadi (seperti gambar 2). Terakhir yaitu mengembangkan
kerangka cerpen menjadi bentuk cerpen seutuhnya.
Si Bungkuk dan istrinya ingin Bedawi membawa kabur
menyebrangi sungai kemudian istrinya dengan menipu si
melihat Bedawi. Bungkuk.

Si Bungkuk tersadar karena


telah ditipu, kemudian mengejar
Bedawi hingga mengadu kepada
Masyhudulhakk.

Masyhudulhakk menyatakan
Masyhudulhakk mengumpulkan
bahwa istri itu memang istri si
ketiganya untuk mengetahui
Bungkuk dan si Bedawi
kebenaran.
mengaku salah.

Gambar 1

• Pengenalan tokoh utama


• Pertemuan pertama yang romantic antar kedua tokoh utama
• Kisah manis yang terus terjadi setiap pertemuan
• Mengetahui bahwa Reno bukan pasangan yang baik
• Persamaan cerita antara kisah Santi dengan sang ibu
• Menyadari kisah cinta bukanlah alasan untuk orang menyerah

Gambar 2
2.10.2 Penyampaian Teks Hikayat ke dalam Bentuk Cerpen
Hikayat dalam bentuk cerpen yang telah disusun dapat disampaikan secara
lisan. Di dalam menyampaikan cerpen secara lisan, harus dapat memperhatikan
aspek-aspek berikut:
1. Keruntutan cerita
Cerita yang disampaikan harus runtut sehingga pendengar akan mudah
memahami isi cerita.
2. Suara, lafal, dan intonasi
Di dalam bercerita harus mengunakan suara, lafal, dan intonasi yang
tepat. Suara dan lafal yang dikeluarkan harus terdengar jelas di telinga
pendengar.
3. Gestur dan mimik
Gestur adalah gerakan badan yang digunakan dalam bercerita, dengan
menggunakan gerak tangan, kepala, atau badan untuk mempertegas isi

39
cerita. Mimik adalah ekspresi wajah (air muka) untuk menunjukkan
perasaan yang terkandung di dalam cerita
2.10 Pengungkapan Kembali Isi Teks Hikayat
2.10.1 Pengungkapan Kembali Isi Teks Hikayat
Meringkas adalah menyajikan suatu karangan dalam bentuk yang lebih
singkat dari teks aslinya. Saat meringkas, kita harus dapat menentukan ide pokok
atau gagasan umum suatu karangan. Ide pokok atau gagasan umum tersebut
disusun dalam sebuah tulisan singkat. Meringkas bertujuan agar pembaca mudah
memahami isi suatu karangan panjang. Ringkasan hikayat dapat disusun dengan
menentukan unsur intrinsik dan ekstrinsik untuk menentukan pokok-pokok isi
hikayat. Selain dengan menentukan pokok-pokok isi hikayat, sinopsis atau
ringkasan hikayat dapat disusun dengan langkah-langkah berikut:
1. Mencari teks hikayat yang akan dibaca
2. Membaca keseluruhan hikayat dengan saksama.
3. Memahami isi dan urutan peristiwa yang ada didalam teks hikayat
4. Setalah memhami isi teks, selanjutnya mencatat gagasan utama dengan
menggarisbawahi gagasan-gagasan penting.
5. Menulis ringkasan berdasarkan gagasan-gagasan utama yang telah
dicatat pada langkah kedua. Gunakan kalimat padat, efektits dan
menarik untuk merangkai jalan cerita menjadi sebuah karangan singkat
yang menggambarkan karangan asli.
6. Dialog dan monolog tokoh cukup ditulis atau dicari garis besarnya.
7. Sinopsis hikayat tidak boleh menyimpang dari jalan cerita dan isi
keseluruhan hikayat
Ada beberapa ketentuan dalam membuat sinopsis.
(a) Gunakan kalimat tunggal dalam membuat sinopsis. Hindari
penggunaan kalimat majemuk.
(b) Ringkaslah kalimat menjadi frasa. Kemudian, frasa menjadi kata.
(c) Jumlah paragraf tergantung dari besarnya ringkasan serta jumlah topik
utama yang dimasukkan dalam sinopsis. Paragraf tersebut
mengandung ilustrasi, contoh, dan deskripsi. Semua paragraf tersebut
dapat dipertahankan karena dianggap penting.
(d) Pertahankan semua ide cerita asli. Susunlah ide cerita itu secara urut
(e) Sinopsis yang mengandung dialog harus diringkas dalam kalimat tidak
langsung.

40
2.10.2 Penyampaian Kembali Isi Teks Hikayat
Penyampaian isi hikayat dapat dilakukan secara tertulis dan lisan.
Penyampaian hikayat secara tertulis dapat berbentuk ringkasan isi hikayat seperti
yang telah diuraikan sebelumnya. Penyampaian isi hikayat secara lisan berbentuk
cerita kembali isi hikayat secara ringkas di depan khalayak umum. Agar dapat
menyampaikan isi hikayat dengan baik, harus dapat memperhatikan langkah-
langkah berikut:
(a) Membaca hikayat dengan saksama.
(b) Memahami unsur intrinsik dalam hikayat tersebut
(c) Mencatat peristiwa-peristiwa yang terjadi sesuai dengan urutan waktu.
(d) Mengembangkan urutan peristiwa dengan bahasa sendiri yang lebih
sederhana.
(e) Saat menyampaikan kembali, teks harus tetap mempertahankan alur
asli dan harus dijelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami
2.10.3 Contoh Pengungkapan Kembali Isi Teks Hikayat
Ringkasan teks Hikayat Perkara Si Bungkuk dan Si Panjang
Suatu hari terdapat sepasang suami istri yang hendak menyebrang sungai.
Namun, mereka tidak menemukan perahu untuk menyebrang sungai tersebut.
Karena laki-laki tua tersebut tidak mengetahui kedalaman sungai tersebut, karena
dia bungkuk maka ia tidak berani untuk turun ke sungai. Dilihatnya seorang laki-
laki Bedawi yang ada di seberang sungai, maka laki-laki tua itu meminta tolong
kepada Bedawi untuk menyeberangkan ke sungai. Bedawi tersebut senang karena
ia melihat istri laki-laki tua itu cantik parasnya, sedangkan suaminya sudah tua
dan punggungnya bungkuk.
Bedawi memanfaatkan laki-laki tua dengan berbohong bahwa sungainya
dalam karena ia menginginkan istri orang tua itu dengan beralasan bahwa dia
tidak mungkin membawa dua orang sekaligus maka laki-laki tua itu menyuruh
istrinya untuk menyeberang terlebih dahulu. Bedawi merasa sangat beruntung
karena dengan kelicikannya, ia membawa perempuan itu dan bekal barang
sepasang suami istri tersebut. Di tengah-tengah sungai Bedawi itu mencoba
merayu perempuan tersebut dengan mengejeknya bahwa seorang wanita cantik
tetapi mempunyai suami yang bungkuk dan ia mengatakan untuk memperistri
wanita itu. Perempuan itu pun luluh dengan rayuan Bedawi tersebut, dan
perempan itu pun menyetujui untuk menikah dengan Bedawi itu.
Dari kejauhan, si bungkuk merasa heran dengan tingkah laku Bedawi dan
istrinya tersebut. Lalu ia memutuskan untuk menyusul mereka, ia nekat untuk
menyeberangi sungai walaupun taruhannya nyawa, walaupun ternyata sungai

41
tersebut tidaklah dalam airnya. Sesampainya di tepi sungai, si bungkuk pergi ke
dusun Masyhudulhakk untuk mengadukan masalahnya tersebut. Setelah itu,
Masyhudulhakk memanggil Bedawi dan perempuan tersebut serta menanyakan
beberapa pertanyaan agar dapat menentukan orang yang berbohong.
Dari berbagai pertanyaan tersebut, si bungkuk itu sudah terbukti bahwa
dialah yang benar dan Bedawi itulah yang salah. Akhirnya, Bedawi dan
perempuan itu pun mengakui kesalahannya dan mendapat berbagai ceramah agar
tidak melakukannya lagi, kemudian mendapatkan hukuman dari Masyhudulhakk.

42
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berikut merupakan kesimpulan penulis dalam makalah kali ini antara lain
yaitu:
Jadi, ...
3.2 Saran
Berikut merupakan saran penulis dalam makalah kali ini antara lain yaitu:
Dari makalah ini, diharapkan seluruh siswa siswi serta pembaca lebih
mengenal mengenai salah satu karya sastra lama yang ada di Indonesia yaitu Teks
Hikayat. Teks Hikayat ini menjadi salah satu budaya Indonesia serapan dari
kesusastraan melayu klasik yang diturunkan secara turun temurun dari generasi ke
generasi, jadi jika keberadaan teks ini tidak dikenali oleh masyarakat maka salah
satu kebudayaan Indonesia pastinya akan menghilang. Maka dari itu, kita harus
selalu melakukan literasi dalam membaca buku buku terutama buku sastra yang
ada Indonesia salah satunya mengenai teks hikayat, karena didalamnya terdapat
banyak nilai nilai kehidupan yang dapat dijadikan cerminan dalam menjalani
kehidupan dan juga sebagai upaya pelestarian cerita rakyat yang hampir tidak
dikenali generasi sekarang ini. Jadi sebagai seorang pelajar tidak ada salahnya jika
kita banyak membaca hikayat dan sastra melayu ataupun sastra lainnya sehingga
semakin banyak pelajaran yang bisa kita dapatkan.

43
DAFTAR PUSTAKA
https://www.zenius.net/blog/6-contoh-hikayat-berdasarkan-jenisnya
https://dosenbahasa.com/macam-macam-hikayat
https://www.google.com/url?esrc=s&q=&rct=j&sa=U&url=https://tambahpinter.c
om/contoh-teks-hikayat/&ved=2ahUKEwj7gL-
9zKD5AhV0ieYKHSjEDNAQFXoECAAQAg&usg=AOvVaw1yu7AUFetMXdb
bBHqU46lV
https://www.ilmusiana.com/2019/05/jenis-jenis-hikayat.html
https://www.google.com/url?esrc=s&q=&rct=j&sa=U&url=https://www.kelaspint
ar.id/blog/edutech/pengertian-hikayat-dan-jenisnya-
3594/&ved=2ahUKEwjah8WnxaD5AhWnx3MBHeMTBOcQFXoECAIQBA&us
g=AOvVaw28asAuE26S7_PHr0q-bq9h
https://dinaskebudayaan.jakarta.go.id/disbuddki/news/2021/06/Hikayat-Nabi-
Bercukur-Kisah-Nabi-Muhammad-Dicukur-oleh-Malaikat-Jibril
https://www.gramedia.com/literasi/hikayat/#1_Hikayat_Cerita_Rakyat

LKS Intan Pariwara hal 98

https://penerbitdeepublish.com/pengertian-hikayat/#Struktur_Hikayat
https://www.gramedia.com/literasi/struktur-hikayat/#Struktur_Hikayat
https://rumusrumus.com/contoh-hikayat/

https://zuhriindonesia.blogspot.com/2018/11/ciri-kebahasaan-teks-
hikayat.html?m=1
https://indrianatya.blogspot.com/2018/01/karakteristik-bahasa-hikayat-dan-
cerpen.html?m=1
Buku Intan Pariwara Halaman 109-110

https://roboguru.ruangguru.com/question/sebutkan-karakteristik-atau-ciri-ciri-
hikayat-_QU-ISPCAMSK
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5902096/7-karakteristik-hikayat-dan-
nilai-yang-terkandung-di-dalamnya
https://hot.liputan6.com/read/4582597/ciri-ciri-hikayat-pengertian-unsur-dan-
jenisnya-yang-perlu-diketahui
https://brainly.co.id/tugas/6029206
LKS Intan Pariwara hal 97
LKS Intan Pariwara hal 104-105

44
Aplikasi ruangguru pelajaran Bahasa Indonesia dengan materi Teks Hikayat

45

Anda mungkin juga menyukai