Anda di halaman 1dari 14

CRITICAL BOOK REVIEW

Dosen Pengampu : Pulung Sumantri, S.Pd, M.Pd.

Nama : Deviona Caroline Pelawi

NIM : 4213311059

Kelas : PSPM B 2021

Mata Kuliah : Ilmu Sosial Budaya Dasar

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah senantiasa melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Critical Book Review
dengan tepat waktu.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Pulung Sumantri, S.Pd, M.Pd. sebagai
dosen pengampu mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar yang telah membimbing saya dalam
menyelesaikan tugas Critical Book Review ini. Saya menyadari masih banyak kekurangan
dan kesalahan dalam makalah ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran untuk
makalah yang saya buat ini, agar pada kesempatan berikutnya saya dapat membuat makalah
dengan lebih baik lagi.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca. Akhir kata saya
ucapkan terima kasih.

Medan, 22 November 2022

Deviona Caroline Pelawi

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. Rasionalisasi CBR.....................................................................................................1
B. Tujuan........................................................................................................................1
C. Manfaat......................................................................................................................1
D. Identitas Jurnal..........................................................................................................1
BAB II.......................................................................................................................................3
RINGKASAN JURNAL..........................................................................................................3
BAB III......................................................................................................................................9
PEMBAHASAN.......................................................................................................................9
A. Kelebihan....................................................................................................................9
B. Kekurangan................................................................................................................9
BAB IV....................................................................................................................................10
PENUTUP...............................................................................................................................10
A. Kesimpulan..............................................................................................................10
B. Saran.........................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Rasionalisasi CBR

Dalam Critical Book Review ini mahasiwa dituntut untuk mengkritisi sebuah buku,
dan meringkas menjadi satu kesatuan yang utuh sehingga dapat dipahami oleh mahasiswa
yang melakukan critical book report ini, termasuk di dalamnya mengertiakan kelemahan
dan keunggulan dari buku yang akan dikritisi. Dalam hal ini saya mengkritik buku
“Identitas dan Kebanggan Menjadi Orang Minangkabau: Pengalaman Perantau Minang
Asli Asal Nagari Sulit Air”.

Adapun dalam penuntasan tugas Critical Book Report ini mahasiswa dituntut dalam
meringkas, menganalisa dan membandingkan serta memberikan kritik berupa kelebihan
dan kelemahan pada suatu buku berdasarkan fakta yang ada dalam buku tersebut,sehingga
dengan begitu mahasiswa akan menjadi terbiasa dalam berpikir logis dan kritis serta
tanggap terhadap hal-hal yang baru yang terdapat dalam suatu buku.
Penugasan Critical Book Report ini juga merupakan bentuk pembiasaan agar mahasiswa
terampil dalam menciptakan ide-ide kreatif dan berpikir secara analitis sehingga pada saat
pembuatan tugas-tugas yang sama mahasiswa pun menjadi terbiasa serta semakin mahir
dalam penyempurnaan tugas tersebut.

B. Tujuan
1. Menemukan kelebihan dan kekurangan dari buku.
2. Memahami cara mengkritik suatu buku.
3. Memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar.
4. Menambah wawasan pembaca.

C. Manfaat
1. Dapat membandingkan dua atau lebih buku yang diriview.
2. Dapat meningkatkan analisis kita terhadap isi buku.
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari suatu buku.

D. Identitas Jurnal
Judul : Identitas dan Kebanggan Menjadi Orang Minangkabau: Pengalaman
Perantau Minang Asli Asal Nagari Sulit Air

1
Pengarang : Dr. M. Amin Nurdin, MA dan Dr. Ahmad Rido, DESA
Penerbit : Hipius (Himpunan Peminat Ilmu-Ilmu Ushuluddin)
Tahun Terbit : 2020
Kota Terbit : Tangerang Selatan
Tebal Buku : 71 halaman
Halaman : iii-71
ISBN : 978-623-93985-1-4

2
BAB II

RINGKASAN JURNAL

A. Pasang Surut Identitas dan Kebanggan Kaum Perantau Minangkabau

Orang Minangkabau merupakan salah satu dari kelompok etnis yang relatif kecil
dibandingkan jumlah penduduk suku-suku lainnya di Indonesia, seperti Jawa dan Madura.
Mereka berdiam di bagian tengah pulau Sumatera yang sebagian besarnya merupakan
wilayah provinsi Sumatera Barat. Masyarakat Minangkabau merupakan suku yang unik
karena sistem sosial mereka berdasarkan garis keturunan ibu (matrineal) yang terbesar di
antara etnis-etnis matrilineal lainnya yang ada di dunia. Keunikan lainnya adalah relasi adat
dan agama merupakan pedoman hidup (way of life) masyarakat Minangkabau yang
dirumuskan dalam bentuk ‘Adat bersendi syara’, Syara’ bersendi Kitabullah (ABS-BSK)’.

Daerah Minangkabau terdiri dari kesatuan geografis, politik ekonomi, sosio-historis yang
disebut ranah ‘pesisir’, ‘darek’, dan ‘rantau’. Disebut ‘pesisir’ karena terletah di dataran
rendah yang bersebelahan dengan barat Bukit Barisan dan berbatasan dengan Samudera
Indonesia. Daerah ‘pesisir’ berada di tengah-tengah daerah pegunungan Bukit Barisan,
sedangkan dareah rantau. Dalam perkembangan selanjutnya, terbentuklah tida luhak besar,
yaitu luhak Agam, luhak Lima Puluh Koto, dan luhak Tanah Datar. Ketiga luhak besar ini
disebut “Luhak nan Tigo’. Meski berbeda luhak, namun adat dan agama merupakan sumber
nilai dan norma Bersama yang telah disepakati.

Perlu disadari, Islam masuk ke Minangkabau tidak dapat dipastikan kapan waktu, dan di
mana mulanya. Banyak versi yang tersebar dengan pendekatan masing-masing ahli sejarah.
Ada yang menganggap Islam masuk pada abad keenambelas, namun ada pula yang
berpendapat lebih awal. Secara historis, jelas Hayati Nizar, ketika Islam belum masuk dan
mengakar dalam kehidupan masyarakat Minangkabau, adat bersandar kepada alua dan patuik.
Alua artinya jalan atau tempat yang biasa dilewati; patuik berarti pantas dalam pandangan
masyarakat.23 Ini memperlihatkan sebuah corak masyarakat yang sangat kuat dengan nilai
dan norma yang diyakini secara bersama. Memang ada benarnya bila disebutkan bahwa nilai-
nilai tersebut relatif, karena kelumrahan dan kepantasan dalam pandangan masyarakat sangat
terbingkai oleh waktu dan tempat. Namun, pada nyatanya masyarakat Minang membagi adat
mereka menjadi: adat nan sabana adat, adat nan taradat, dan adat nan diadatkan. Yang

3
pertama merupakan hukum alam yang tak bisa berubah (adat nan babuhua mati), sedang dua
terakhir adalah adat yang bersifat relatif (adat nan babuhua sintak). Ketiga jenis adat itu,
bersumber dari alam.

Menurut A.A Navis, hukum alam; misalnya, adaik api mahanguihkan, adaik aie
mambasahi, itulah adat yang sebenarnya (adat nan sabana adat), yang boleh dikatakan
sebagai hukum yang sebenarnya. Ia memperkuat pendapatnya dengan mengutip pendapat
Koentjaraningrat ketika berbicara pada sebuah kongres Bahasa Indonesia di Medan pada
tahun 1954 yang mengatakan bahwa pepatah petitih Minangkabau adalah “Levende
Rechtstaal” atau bahasa hukum yang hidup.

Terjadi perubahan pandangan filosofis, ketika Islam masuk dan mengakar dalam
kehidupan masyarakat Minangkabau. Lewat pertarungan yang panjang bahkan hingga
menimbulkan perang saudara: Perang Paderi (1821-1837), terbentuklah pandangan hidup
dalam ungkapan: adaik basandi syara’, syara’ basandi kitabullah, syara’ mangato adaik
mamakai (adat bersendi syarak, syara bersendi kitabullah, syarak mengatakan, adat
menggunakan). Sumpah Sakti di Bukit Marapalam menjadi mesteri sekaligus pengikat erat
perpaduan antara adat dan syari’at Islam.

Nilai dasar yang menjadi pedoman masyarakat Minangkabau dapat diketahui melalui apa
yang dikatakan mereka tentag diri mereka, masyarakat mereka dan lingkungan dan siakp
mereka. Dengan pandangan mereka tersebut dapat diidentifikasi apa yang menjadi pedoman
dan filosofi tentan makna hidup, makna waktu, makna alam, dan makna kerja. Hal ini dapat
diperoleh melalui budaya Minangkabau yang tercermin dalam bentuk pepatah-petitih, petuah,
tambo, dan kaba, sebagai refleksi simbolik makna kehidupan dan lingkungan social serta
alam yang mengelilingi mereka yang menghasilkan nila-nilai dan norma-norma yang berbeda
dengan daerah lainnya.

Masyarakat Minangkabau terkenal dengan kegiatan merantau. Hal ini sudah dilakukan
sejak ratusan tahun yang lalu, baik untuk berdagang, bekerja maupun bersekolah. Mereka
kerapkali diidentifikasikan dengan etnis Tionghoa yang juga melakukan kegiatan merantau
secara massif. Namun, tidak serta-merta memiliki kesamaan motivasi dan landasan pemikiran
yang sama.

B. Sejarah Perkumpulan SAS

4
Sulit Air adalah sebuah nagari yang terletak di Kecamatan X Koto Di Atas, Kabupaten
Solok yang luasnya sekitar 80 km2 dan karena luasnya, maka ia termasuk nagari yang
terluas di seluruh nagari Sumatera Barat. Ia merupakan dataran tinggi yang berjarak
sekitar 20 km dari danau Singkarak. Topografi alamnya tandus; terdiri dari bebatuan
granit, batu hijau dan batu bara yang belum layak diproduksi. Terdapat sungai (batang)
katialo yang membelah nagari Sulit Air; namun debit airnya tidak terlalu cukup untuk
kepentingan sawah dan perkebunan. Masyarakat nagari Sulit Air, hidup dan berkembang
dengan berbagai ciri khas yang unik. Di daerah yang memang sulit memperoleh air,
masyarakatnya tumbuh dengan kecintaan yang begitu besar terhadap kampung
halamannya.
Chritine Dobbin dalam bukunya Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam dan Gerakan
Paderi di Minangkabau menulis bahwa “desa-desa di daerah Sulit Air, yang tanah
persawahannya sedikit sekali, hanya bisa menyediakan makanan bagi penambang-
penambangnya dengan harga tinggi. Karena harus membeli makanan dengan harga tinggi,
mereka terpaksa menghabiskan semua keuntungan kecil yang bisa mereka peroleh.
Selain itu, menurut catatan Dobbon, daerah-daerah perbukitan di Minangkabau terkenal
dengan hasil pabrik dan bumi khusus. Juga terdapat beberapa produk “ekonomi kreatif”
yang dihasilkan penduduk di daerah perbukitan.
Kehidupan di nagari Sulit Air terbilang unik. Di hari-hari biasa, sedikit sekali kegiatan
ekonomi dilakukan. Nyaris seperti daerah kosong tak bertuan. Terlebih di malam harinya.
Para orang tua, sejak pagi hingga sore hari, sibuk mengolah sawah-sawah mereka. Bila
musim kemarau tiba, mereka terlihat sedikit santai karena hanya disibukkan tugas mencari
rumput untuk makanan ternak. Itu pun bagi mereka yang memiliki hewan ternak. Adapun
anak-anak remaja, dari pagi hingga siang hari menuntut ilmu di sekolah.
Kondisi seperti ini, mendorong Rainal Rais, Dt. Rajo Satie nan Mulie, sebagai ketua
umum organisasi perantau Sulit Air yang bernama Sulit Air Sepakat (SAS), mendirikan
lembaga keuangan BPR Surya Katialo (kata “Surya” berarti Sulit Air Jaya). Pendirian
BPR ini sekaligus merubah etos kerja masyarakat Sulit Air, yang terbiasa diberi ‘ikan’
namun pada waktu itu diubah menjadi ‘kail’. Rainal Rais, disebut-sebut telah berhasil
meningkatkan taraf hidup masyarakat Sulit Air. Atas dasar itu pula, ia dianugerahi gelar
Dt. Rajo Satie nan Mulie. Keberhasilannya tidak terlepas dari peran dan fungsinya sebagai
ketua umum organisasi perantau Sulit Air Sepakat (SAS).

C. Orang Minang Sulit Air: Pembentukan Jati Diri dan Kebanggaan Bernagari

5
Kelompok etnis merupakan bagian dalam kelompok primordial, yang menurut
Clifford Geertz hadir sesebagai sesuatu yang given dari hasil konstruksi social yang
cukup lama. Akar-akar identitas primordial sekarang semakin mengemuka di berbagai
belahan dunia seperti yang dikemukakan oleh Fukuyama dalam bukunya Identity: The
Demand for Dignity and the Politics Resentmen merupakan sinyal bagi kebangkitan
suatu entitas agama, etnis, ras, dan politik.
Dalam kasus di Indonesia, identitas dan kebanggaan etnis kembali bangkit setelah
dihegominisasi sejak Orde Baru (Orba), bahkan lebih jauh di zaman ini demi
persatuan (ika) lebih dipentingkan, sementara bhinneka diabaikan. Era reformasi
memberikan angin segar bagi kebangkitan tersebut dengan berbagai regulasi (otonomi
daerah).
Problematika etnisitas di Indonesia telah berlangsung sejak masa-masa awal
kemerdekaan. Hal ini telah terbukti dengan meletusnya sebuah pemberontakan
bernuansa etnik, tepat lima tahun setelah repbulik ini berdiri. Munculnya Republik
Maluku Selatan (RMS) di tahun 1950, manjadi bukti awal sebuah upaya serius
separatisme. Meski pada masa-masa selanjutnya uapaya menonjolkan identitas
keatnisan tidak begitu saja menyurut, di negara yang diamanatkan untuk berdiri di
atas keragaman etnik.
Untuk mengetahui sejauhmana tingkat pencarian pembentukan jati diri dan
kebanggaan terhadat etnis Minangkabau yang mereka miliki, peneliti telah melakukan
Focus Group Discussion (FGD) dalam bentuk wawancara dan diskusi kepada anak-
anak muda kaum milenial yang menjadi Pengurus Ikatan Pemuda Sulit Air berjumlah
29 orang yang tersebar di 25 provinsi melalui teknologi audio visual Zoom Meeting.
Sebagian besar dari mereka adalah kelahiran di rantau dan hanya beberapa kali pulang
kampung baik dalam bentuk ‘pulang basamo’ atau pulang bersama keluarga.
Daftar pertanyaan kepada responden yang umumnya lahir di tahun 1990-an
berkisar sekitar latarbelakang keluarga, pendidikan, ekonomi dan tempat tinggal.
Pertanyaan difokuskan berorientasi kepada pembentukan jati diri dan kebanggaan
kepada nagari asal mereka meski lahir di perantauan. Konstruksi pengalama hidup
mereka mereka bisa dijadikan sebagai jawaban atas penelitian bagaimana identitas
dan kebanggaan sebagai orang Minang terbentuk.
Dampak keberadaan Pondok Pesantren Modern Gontor (PPM) di Sulit Air sebagai
bagian dari yang membanggakan dan mengharumkan nama kampung Sulit Air

6
memberikan implikasi tidak hanya pada dunia Pendidikan, tetapi juga berimbas pada
aspek lainnya, di antaranya yaitu:
1. Partisipasi. Masyarakat Sulit Air, termasuk yang tinggal di perantauan dan
masyarakat Minang serta daerah dari provinsi lainnya memiliki alternatif
Pendidikan yang berbasis model Pendidikan agama modern dan boarding school
(berasrama). Partisipasi mereka ke depan dapat menciptakan peluang untuk
menjadi produsen ulama dan intelektual dari kalngan masyarakat Minang yang
saat ini semakin langka dan merosot.
2. Jejaring (Networking). Keberadaan Pondok Modern Pesantren Modern bisa
menjadi pusat pembelajaran bermutu (Center of Exellent Learning) yang
menyediakan jaringan sekaligus sinergi dengan wadah-wadah Pendidikan yang
ada di Sulit Air, seperti Pendidikan Sekolah Agama (PSA), Madrasah
Thanawiyah dan Madrasah ‘Aliyah. Jejaring ini menjadi pendorong (striving
force) bagi peningkatan kualitas endidikan yang sekarang merosot.
3. Rekrutmen. PPM Gontor dapat menampung tenaga kerja dalam jumlah yang
cukup signifikan untuk menjadi tenaga pengajar (bila sudah tamat), alumni-
alumni PPM, tenaga konsumsi dapur santri, pemasok dan distributor logistic,
tenaga keamanan dan lalin-lain jenis pekerjaan.
4. Etos Baru. Keberadaan PPM Gontor bisa menciptakan etos budaya baru bagi
pembangunan citra tentang kualitas Pendidikan di Sulit Air dan Minangkabau
pada umumnya cenderung menurun.
5. Infrastruktur. Dengan berdirinya PPM infrastruktur baru dibangun oleh
pemerintah daerah maupun provinsi seperti jalan yang beraspal, jalur listrik
baru, dan sumber air bagi keperluan santri yang akan dibangun PUPR Sumatera
Barat.
6. Destinasi Wisata Religi. Letak pondok yang ada di sebuah bukit memiliki
panorama yang indah dan diapit oleh tiga gunung yang berselimut awan serta di
rentang paling bawah nagari sekitarnya terdapat Danau Singkarak yang menjadi
salah satu ikon pariwisata Sumatera Barat.
7. Ekonomi. Dengan jumlah santri yang cukup banyak, maka geliat ekonomi
masyarakat dengan sendiri akan menggeliat untuk memenuhi kebutuhan para
santri dan para guru. Permintaan akan keperluan pangan sehari-hari dan
mobilitas trasportasi yang meningkat akan mengangkat ekonomi penduduk
nagari. Aspek ekonomi lainnya adalah keperluan homestay di sekitar pondok

7
bagi tamu orang tua murud/wali murid yang mengunjungi anaknya karena
belum tersedianya guesthouse bagi tamu yang menginap di lingkunga pondok.

8
BAB III

PEMBAHASAN

A. Kelebihan

1. Isi buku sudah sangat jelas dengan materi yang disampaikan dengan lengkap.
2. Definisi-definisinya juga dijelaskan secara rinci sehingga memudahkan
pemahaman para pembaca.

3. Penyampaian materi yang sangat jelas dan rinci.

B. Kekurangan

1. Dalam buku ini masih banyak terdapat kata maupun kalimat yang salah dalam
pengetikan.

2. Susunan format yang tidak biasa menyebabkan pembaca pembaca kesulitan


menemukan beberapa data.

3. Terdapat beberapa bahasa yang sulit dipahami khususnya bagi pembaca dari
kalangan umum.

4. Ada beberapa singkatan yang tidak memiliki penjelasan sehingga pembaca


kesulitan mengartikan singkatan tersebut.

9
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Identitas (identity) dan kebanggaan (pride) yang melekat pada diri seseorang atau
komunitas merupakan proses budaya yang berkaitan erat dengan bagaimana individu
atau kelompok mengekspresikan sistem nilai yang ia yakini. Masyarakat
Minangkabau terbentuk dalam proses dialektik antara Islam dan adat (‘urf) yang
kemudian dikristalisasi ke dalam falsafah Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi
Kitabullah. Akan tetapi, keberadaan negara menjadikan relasi kedua entitas ini
mengalami anomali-anomali atau penyimpangan; yang pada ujungnya juga
memengaruhi eksistensi identitas dan kebanggaan orang Minangkabau. Keadaan ini
terus mengalami pasang-surut, seiring dengan arus politik dan ekonomi yang
berkembang.

Perkumpulan Sulit Air Sepakat adalah satu di antara organisasi perantau


masyarakat Minangkabau yang terus berkembang. Tidak hanya di dalam negeri,
cabang organisasi ini juga sudah di luar negeri, seperti: Malaysia, Melbourne,
Sydney,dan lainnya. Tentunya, keberadaan SAS dan Ikatan Pemuda Pelajar Sulit Air
(IPPSA), menjadi wadah yang sangat penting dalam proses pembentukan identitas
dan kebanggaan menjadi orang Minagkabau; menjadi orang Sulit Air.

B. Saran
Jurnal ini sangat bagus untuk dibaca oleh siapa saja. Buku ini sangat bermanfaat
untuk menambah wawasan kita mengenai budaya dan kebiasaan masyarakat
Indonesia. Buku ini juga bagus untuk dipelajari karena menggunakan beberapa
referensi yang cukup luas.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik, “Adat and Islam: An Examination of Conflict in Minangkabau,”


Indonesian Journal, Vol. 2, Oktober 1966,
Andoni, H., & Ekomadyo, A.. Interpretasi Identitas Budaya Diaspora Masyarakat
Minangkabau : Sebuah Kajian Semiotika pada Rumah Makan Padang di Bandung,
2016.
Rozi, Syafuan, dkk (ed.), Politik Identitas: Problematika dan Paradigma Solusi
Keetnisan Versus Keindonesiaan di Aceh, Riau, Bali, dan Papua (Jakarta: Bumi
Aksara), 2019

11

Anda mungkin juga menyukai