Anda di halaman 1dari 8

Sejarah dan Peran BPUPKI dan PPKI bagi Indonesia Merdeka

Di luar skenario Jepang, proklamasi kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada tanggal 17


Agustus 1945. Akan tetapi, hal-hal terkait dasar negara, UUD, bentuk negara, hingga batas
wilayah negara Indonesia merdeka telah disiapkan oleh lembaga bentukan Jepang, yakni
BPUPKI dan dilanjutkan oleh PPKI.

Rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) di Pejambon, Jakarta, 18 Agustus


1945.

BPUPKI

 Dibentuk: 1 Maret 1945


 Bubar: 7 Agustus 1945
 Jumlah Anggota: 1 ketua, 2 wakil ketua, 60 anggota, dan 6 anggota tambahan.
PPKI

 Dibentuk: 7 Agustus 1945


 Bubar: 29 Agustus 1945
 Jumlah Anggota: 21 anggota dan 6 anggota tambahan
Hasil Sidang BPUPKI Pertama (29 Mei-1 Juni 1945)

 Dasar Negara Indonesia


Hasil Sidang BPUPKI Kedua (10-17 Juli 1945)

 Bentuk negara Indonesia: Republik


 Batas wilayah Indonesia: Hindia Belanda dulu, Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor
Portugis, dan pulau-pulau lainnya.
 Menyetujui pembukaan UUD
 Menyetujui struktur UUD
Hasil Sidang PPKI (18-19 Agustus 1945)

 Mengesahkan pembukaan, batang tubuh, aturan peralihan UUD


 Menetapkan presiden dan wakil presiden, yakni Soekarno dan Mohammad Hatta
 Memutuskan pembagian wilayah atas delapan provinsi dan calon gubernurnya
 Memutuskan pembentukan Komite Nasional Pusat dan Daerah
 Membubarkan Heiho, Peta di Jawa dan Bali, serta Laskar Rakyat di Sumatera
 Membentuk Badan Keamanan Nasional
 Membentuk Partai Nasional
Pendirian Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dilatarbelakangi oleh situasi menjelang
akhir Perang Dunia II saat Jepang mengalami kekalahan perang di berbagai tempat. Jepang
sangat membutuhkan bantuan rakyat jajahannya untuk menahan Sekutu.
Oleh karena itu, Jepang kemudian menerapkan strategi propaganda, mobilisasi massa,
membentuk organisasi politik dan militer, hingga memberikan janji kemerdekaan. Pada
Agustus 1943, Burma (Myanmar) diberikan kemerdekaan boneka oleh Jepang. Kemudian
Filipina menyusul pada bulan berikutnya dengan mendapatkan kemerdekaan boneka dari
Jepang.
Pada September 1944, giliran Indonesia mendapatkan janji kemerdekaan, tetapi tanpa batasan
waktu pelaksanaannya. Janji tersebut baru ditindaklanjuti pada tahun berikutnya dengan
membentuk badan persiapan kemerdekaan setelah Jepang semakin terdesak di kawasan Asia
Tenggara.
Kedua badan bentukan Jepang tersebut menghasilkan berbagai keputusan, seperti dasar
negara, Undang-Undang Dasar, bentuk negara, batas wilayah, hingga memilih presiden dan
wakil presiden. Hal-hal tersebut membantu mempercepat wujud negara Indonesia yang
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Di bawah Jepang
Setelah Hindia Belanda jatuh ke tangan Jepang pada 8 Maret 1942, Jepang membagi wilayah
jajahannya dalam tiga kekuasaan.
Pertama, pemerintahan militer angkatan darat Jepang (Rikugun) di bawah Tentara Ke-25
yang meliputi wilayah Sumatera dengan kedudukan di Bukittinggi. Kedua, pemerintahan
militer angkatan darat Jepang di bawah Tentara Ke-16, meliputi Jawa dan Madura dengan
kedudukan di Batavia. Ketiga, pemerintahan militer angkatan laut (Kaigun), yang dipegang
oleh Armada Selatan Ke-2, meliputi wilayah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku,
dan Irian Barat yang berkedudukan di Makassar.
Ketiga penguasa tersebut memiliki kebijakan yang berlainan sesuai dengan gambaran mereka
tentang wilayah yang diduduki. Pada umumnya, Jawa lebih dianggap sebagai wilayah dengan
suhu politik yang tinggi daripada kepentingan ekonominya. Sumatera dianggap penting
karena sumber dayanya. Sedangkan wilayah Timur yang berada di bawah Angkatan Laut
dianggap penting dari sisi ekonomi.
Dengan gambaran tersebut, kebijakan politik di ketiga wilayah itu juga berbeda. Pada tahun
1943, di Jawa, wilayah yang dianggap memiliki suhu politik paling tinggi, penguasa Jepang
bergerak lebih cepat mencari dukungan bagi pemerintah Jepang.
Penguasa Jepang di Jawa mulai menjanjikan keterlibatan tokoh Indonesia dalam
pemerintahan. Beberapa penasihat (sanyo) dari kalangan Indonesia dilibatkan dalam
pemerintahan Jepang. Dewan Penasihat Pusat (Chuo Sangi-in) dibentuk di Jakarta dengan
Soekarno sebagai ketua. Di tingkat daerah, dibentuk Dewan Daerah (Shu Sangi-kai).
Kebijakan serupa juga diikuti oleh penguasa Jepang di Sumatera pada akhir tahun 1943.
Namun demikian, kebijakan tersebut tidak diikuti oleh wilayah yang berada di bawah
kekuasaan Angkatan Laut Jepang (Kalimantan dan wilayah Timur).
Beberapa kelompok militer dan pemuda dibentuk untuk memobilisasi kekuatan melawan
Sekutu. Pada tahun 1943 dibentuk Seinendan, Keibodan, Heiho, dan Pembela Tanah Air
(Peta). Pada tahun 1944, dibentuk Jawa Hokokai diikuti kemudian dengan Barisan Pelopor
yang kemudian diberi pelatihan perang gerilya.
Kekalahan bertubi-tubi Jepang di Kwajalein, Kepulauan Marshall (Februari 1944); Laut
Filipina (Juni 1944); Saipan, Pulau Mariana (Juli 1944) mengakibatkan krisis dalam
pemerintahan Jepang. Pada 17 Juli 1944, Kabinet Tojo mengundurkan diri dan diganti oleh
Jenderal Kuniaki Koiso sebagai perdana menteri.
Untuk mempertahankan pengaruh Jepang di negara-negara yang diduduki, Perdana Menteri
Kioso memberikan janji kemerdekaan. Pada tanggal 7 September 1944, PM Koiso
menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia (East Indies/ To-Indo) tetapi tidak menentukan
batas waktu/tanggal kemerdekaan.
Selain itu, Tentara Jepang ke-16 di Jawa diminta untuk membakar semangat nasionalisme
untuk meraih simpati dan dukungan kepada Jepang. Bahkan, bendera Indonesia diizinkan
untuk dikibarkan di kantor Jawa Hokokai.
Di Sumatera, penguasa Jepang mengumumkan pembentukan Dewan Konsultasi Pusat
(Sumatra Chuo Sangi-in) pada Maret 1945. Badan ini sempat mengadakan satu kali
pertemuan di Bukittingi hingga akhir Perang Dunia II.
Kebijakan di kedua wilayah tersebut tidak disambut baik oleh penguasa Jepang di
Kalimantan dan wilayah Timur. Satu perkecualian adalah gerakan seorang perwira Angkatan
Laut yang bertugas di Jawa, Laksamana Muda Tadashi Maeda.
Maeda bertugas di Jakarta sebagai perwira penghubung Angkatan Darat dan Laut. Di
kalangan tokoh nasionalis Indonesia, Maeda dianggap sebagai tokoh progresif. Salah satu hal
yang dilakukan adalah memberikan dukungan dalam tur Soekarno dan Mohammad Hatta ke
Makkasar (April 1945), Bali, dan Banjarmasin (Juni 1945). Selain itu, ia juga membangun
Asrama Indonesia Merdeka di Jakarta pada bulan Oktober 1944. Maeda lantas mendapatkan
kepercayaan dari banyak pemimpin Indonesia dari segala kalangan.
Strategi Jepang menumbuhkan nasionalisme untuk mendapatkan simpati malah berbuah
revolusi di berbagai tempat. Pada Februari 1945, muncul pemberontakan Peta di Blitar yang
menewaskan beberapa tentara Jepang. Pada bulan yang sama, tentara Burma ciptaan Jepang
juga berbalik mendukung Sekutu. Jepang kemudian menyadari bahwa mereka tidak dapat
mengontrol militer Indonesia yang mereka ciptakan.
Selain itu, Jepang kembali mengalami kekalahan di berbagai peperangan.  Pada Maret 1945,
Amerika Serikat berhasil menduduki Iwo Jima dan menjadikannya markas basis bagi pesawat
bomber ke Jepang. Tentara Jepang ke-16 di Jawa bertindak semakin cepat ketika melihat
kekalahan Jepang di berbagai peperangan dengan Sekutu dan muncul benih-benih revolusi di
Jawa.
Pada 1 Maret 1945, Panglima Tentara (Saiko Syukikan) ke-16 Jepang di Jawa, Letnan
Jenderal Kumakici Harada, mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai. Pembentukan BPUPKI ini
merupakan salah satu wujud janji kemerdekaan bagi Indonesia yang pernah disampaikan oleh
Jenderal Kuniaki Koiso pada September 1944.

Gerak Pemuda Mendorong Proklamasi 17 Agustus 1945


“Kalau saya mesti memikirkannya, lebih baik Bung menuliskannya, saya mendiktekannya,”
kata Hatta. Naskah Proklamasi Kemerdekaan...

BPUPKI
Kebijakan pemerintah Jepang membentuk BPUPKI tersebut tentunya bukan tanpa alasan.
Jepang ingin mempertahankan sisa-sisa kekuatannya dengan memikat hati rakyat Indonesia
serta melaksanakan politik di tanah jajahannya.
Selain itu, BPUPKI dibentuk dengan tujuan untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal
penting yang berhubungan dengan pembentukan Negara Indonesia Merdeka. Struktur
BPUPKI terdiri atas dua bagian, yakni badan perundingan (persidangan) dan kantor tata
usaha (sekretariat).
Badan perundingan terdiri atas seorang ketua (kaico), dua orang ketua muda (fuku kaico), dan
60 anggota (iin). Pengangkatan anggota badan perundingan diumumkan pada 29 April 1945,
bertepatan dengan ulang tahun Kaisar Jepang, Tenno Heika.
Yang diangkat menjadi ketua adalah KRT Radjiman Wediodiningrat. Ketua Muda Pertama
dijabat oleh Ichibangase Yosio (shucokan Cirebon). Ketua Muda Kedua dijabat RP Soeroso
(fuku shucokan Magelang). Sedangkan Kepala Sekretariat dijabat oleh Toyohito Masuda dan
Abdoel Gafar Pringgodigdo.

Mendalami Pidato-pidato Presiden dalam Bingkai Kemerdekaan RI


Menjelang hari kemerdekaan bangsa Indonesia, Presiden selalu menyampaikan Pidato
Kenegaraan. Pada masa Presiden Soekarno disampaikan...

Sidang pertama BPUPKI


BPUPKI mengadakan dua kali sidang sebelum kemudian dibubarkan dan diganti PPKI.
Sidang pertama diadakan pada 29 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945 di gedung Cuo Sangi In,
Jalan Pejambon 6 Jakarta (sekarang gedung Pancasila). Sidang ini dikenal dengan rapat
mencari Dasar Negara Indonesia.
Upacara pembukaan sidang tersebut dihadiri oleh Jenderal Itagaki (Panglima Tentara
Wilayah Ke-7 yang bermarkas di Singapura yang membawahi Tentara Ke-25 dan Tentara
Ke-16) dan Letnan Jenderal Nagano (Panglima Tentara Ke-16 yang baru).
Acara tersebut juga diisi dengan pengibaran bendera Hinomaru oleh Mr. AG. Pringgodigdo
yang kemudian disusul dengan pengibaran bendera Merah Putih oleh Toyohito Masuda.
Rangkaian sidang pertama ini dimulai dengan membahas dan merumuskan Undang-Undang
Dasar (UUD) dan persoalan mendasar tentang Negara Indonesia Merdeka.
Selama empat hari sidang, tercatat 46 pembicara, sesuai dengan pengumuman Zimukyoku
BPUPKI, tetapi yang tercatat oleh harian Asia Raya Jakarta dan Sinar Baru Semarang hanya
30 orang pembicara.
Dari berbagai pembicara selama sidang pertama, terdapat tiga pembicara yang menjawab
pertanyaan tentang dasar negara, yakni pidato dari Mr. Muhammad Yamin, Mr. Soepomo,
dan Ir. Soekarno.
Pada 29 Mei 1945, Muhammad Yamin mengemukakan lima “Azas Dasar Negara
Kebangsaan Republik Indonesia” yang terdiri dari peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri
ke-Tuhan-an, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.
Pada 31 Mei 1945, Soepomo mengajukan dasar-dasar untuk Indonesia merdeka adalah
persatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir batin, musyawarah, dan keadilan rakyat.
Pada 1 Juni 1945, Soekarno mengusulkan tentang dasar negara dengan nama Pancasila,
Trisila, dan Ekasila. Rumusan lima dasar bagi negara Indonesia merdeka menurut Soekarno
adalah kebangsaan Indonesia, internasionalisme dan perikemanusiaan, mufakat dan
demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ke-Tuhan-an yang Maha Esa. Pidato Soekarno ini
kemudian dikenal dengan lahirnya Pancasila.
Pada hari yang sama, juga dibentuk Panitia Delapan di bawah pimpinan Soekarno. Panitia
kecil ini beranggotakan Mohammad Hatta, Soetardjo Kartohadikoesoemo, Wachid Hasjim,
Ki Bagus Hadikusumo, Otto Iskandardinata, Muhammad Yamin, dan AA Maramis. Tugas
Panitia Delapan ini adalah menampung dan mengidentifikasi rumusan dasar negara pada
sidang BPUPKI.
Selain pembentukan panitia kecil yang beranggotakan delapan orang tersebut, hingga akhir
sidang pertama BPUPKI, belum diperoleh kesepakatan utuh tentang rumusan dasar negara.
Peristiwa Rengasdengklok: Kisah Perjuangan Kaum Muda Memproklamasikan
Kemerdekaan
Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia terwujud dengan dorongan para
pemuda yang didukung oleh golongan tua....

Masa reses
Setelah masa sidang pertama, diadakan masa reses selama lebih dari satu bulan. Selama masa
reses, panitia kecil membahas rancangan pembukaan (preambule) Undang-Undang Dasar
pada 22 Juni 1945 yang dimulai pada pukul 10.00 di gedung Kantor Besar Jawa Hokokai,
Lapangan Banteng. Pertemuan tersebut dihadiri juga oleh sejumlah anggota BPUPKI yang
lain sehingga terdapat total 38 peserta rapat.
Dalam rapat tersebut, panitia kecil telah menampung sebanyak 40 usulan dari anggota
BPUPKI selama masa reses yang dapat dikelompokkan menjadi 32 hal. Selanjutnya, 32 hal
tersebut disarikan kembali menjadi 9 golongan. Usulan terbanyak, yakni dari 26 orang
mengusulkan agar Indonesia merdeka segera dilaksanakan.
Selain mengelompokkan berbagai usulan, rapat tersebut menyepakati pembentukan panitia
kecil lain yang bertugas menyusun rumusan dasar negara. Panitia penyusun dasar negara
tersebut beranggotakan sembilan orang, yakni Soekarno, Mohammad Hatta, Muhammad
Yamin, Ahmad Soebardjo, AA Maramis, Abdulkahar Muzakkir, Wachid Hasjim, H. Agus
Salim, dan Abikusno Tjokrosujoso.
Panitia Sembilan kemudian mengadakan pertemuan di rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan
Timur, Jakarta hingga pukul 20.00. Pertemuan tersebut menghasilkan rumusan pembukaan
UUD yang menggambarkan maksud dan tujuan pembentukan negara Indonesia merdeka
yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Rumusan pembukaan UUD tersebut
kemudian disetujui panitia kecil.
Gedung yang tetap berdiri megah di pelataran Departemen Luar Negeri, Jalan Taman
Pejambon 6, ini menjadi saksi bisu kebangkitan Indonesia. Di tempat ini, anggota Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Ir. Soekarno yang
kemudian menjadi Presiden Pertama RI, untuk pertama kalinya melemparkan gagasan
tentang Pancasila, dasar negara Republik Indonesia.

Sidang BPUPKI: Dinamika Penentuan Bentuk dan Wilayah Indonesia Merdeka


Sebelum kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, bentuk dan
wilayah negara Indonesia merdeka telah...

Sidang kedua BPUPKI


Pada 10 Juli 1945 dimulai putaran sidang BPUPKI yang kedua. Sidang hari pertama ini
dimulai pada pukul 10.00 dan berakhir pada pukul 18.00. Di antaranya terdapat waktu
istirahat pada pukul 13.30-15.30.
Pada pembukaan sidang, Ketua Radjiman Wediodiningrat menyampaikan adanya enam
anggota baru BPUPKI. Selanjutnya, dilaporkan hasil kerja panitia kecil yang telah
mengadakan pertemuan selama masa reses, yakni pengelompokkan usulan serta rancangan
pembukaan UUD.
Sidang hari pertama ini juga menghasilkan keputusan tentang bentuk negara republik bagi
Indonesia merdeka. Keputusan tentang bentuk negara ini dihasilkan dengan cara voting—
atau setem sesuai istilah Radjiman—oleh 64 anggota. Sejumlah 55 suara memilih bentuk
negara republik, 6 suara memilih bentuk kerajaan, dan 2 suara memilih bentuk lain, dan 1
suara belangko.
Sidang besar hari kedua, tanggal 11 Juli 1945 dibuka pada pukul 10.50 dan berakhir pada
pukul 16.40. Di antaranya terdapat waktu istirahat dari pukul 13.10 hingga pukul 14.30.
Acara hari kedua mengangkat topik mengenai wilayah negara. Dari antara 66 anggota belum
ada kesepakatan tentang batas-batas Negara Indonesia.
Suroso menyimpulkan adanya tiga pendapat sidang terkait batas-batas wilayah Indonesia
merdeka. Pertama, Indonesia adalah Hindia Belanda dahulu. Kedua, Hindia Belanda dahulu
ditambah Borneo Utara, Papua, dan Timor semuanya. Ketiga, Hindia Belanda dahulu,
ditambah Malaka, Borneo Utara, Papua, Timor dan kepulauan sekelilingnya.
Setelah melalui perdebatan, akhirnya sebuah komisi ditentukan oleh Wakil Ketua Suroso
yang terdiri tiga orang, yaitu Otto Iskandardinata, Abikusno, dan Latuharhary. Tugasnya
mengatur pemungutan suara dengan surat.
Hasilnya, ada 66 suara yang sah. Keputusan terbanyak, yakni 39 suara, memilih batas
wilayah negara adalah Hindia Belanda dulu, ditambah Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor
Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya.
Sidang ini juga menetapkan beberapa panitia. Panitia yang bekerja untuk merancang UUD
diketuai Soekarno, panitia yang bekerja untuk merancang pembelaan tanah air diketuai oleh
Abikusno Tjokrosujoso, dan panitia yang membahas hal keuangan dan ekonomi diketuai oleh
Mohammad Hatta.
Pada tanggal 11 Juli 1945 juga diadakan rapat kecil panitia perancang UUD. Rapat tersebut
menyetujui isi pembukaan (preambule) UUD dan membentuk panitia kecil perancang UUD
yang terdiri atas Soepomo, Wongsonegoro, Subardjo, Maramis, Singgih, Salim, dan
Sukiman. Soepomo diangkat menjadi ketua. Kewajiban panitia adalah merancang UUD
dengan memperhatikan pendapat dari rapat besar dan kecil. Hasil kerja panitia Supomo
dilaporkan dalam rapat kecil tanggal 13 Juli 1945.
Persidangan BPUPKI selanjutnya dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 1945 dari pukul 15.00
hingga 16.16. Rapat tersebut membicarakan hasil Panitia Perancang Undang-Undang Dasar,
yakni pernyataan Indonesia merdeka, pembukaan undang-undang dasar, serta batang tubuh
undang-undang dasar.
Dalam sidang tersebut, Soekarno menceritakan usulan dari Abikusno dalam rapat kecil
menyangkut pernyataan Indonesia Merdeka. Semua anggota panitia hukum dasar sudah
sepakat, kecuali Abikusno yang mengusulkan tentang perlunya alasan-alasan kemerdekaan
dikemukakan dengan tegas dan ringkas. Mengakomodasi pendapat tersebut, dalam rapat
besar ini Soekarno menyampaikan kembali usulan Abikusno.
Menurut Soekarno, untuk mempercepat prosedur penyelesaian pekerjaan, jika ada anggota
yang mengusulkan perubahan kata-kata, bolehlah di bawah tangan nanti berunding
memperbaiki kata-kata yang tidak disetujui. Namun, khusus tentang usulan Abikusno
Tjokrosujoso, Soekarno merasa perlu menyampaikan pada anggota BPUPKI, sebab
perubahan itu tidak menyangkut kata-kata, tetapi konstruksi pernyataan kemerdekaan.
Sidang BPUPKI akhirnya menerima pembukaan UUD dengan suara bulat dengan sedikit
perubahan kata-kata.
Dalam sidang BPUPKI tanggal 15 Juli 1945, dibahas rancangan UUD. Mengingat banyaknya
pendapat saat membahas rancangan UUD, sidang yang dibuka pada pukul 10.20 ini baru
ditutup pada pukul 23.25. Di antaranya terdapat waktu istirahat, yakni dari pukul 13.05-15.10
dan pukul 18.00-21.10. Hingga akhir sidang, tidak dihasilkan suatu keputusan dan menunggu
sidang selanjutnya.
Sidang pada tanggal 16 Juli 1945 dimulai pada pukul 10.30. Sidang ini sepakat menerima
rancangan UUD yang diusulkan oleh panitia perancang UUD.

Detik-Detik Proklamasi dan Penyebaran Beritanya


Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dilaksanakan dengan persiapan yang sangat cepat
tanpa panitia resmi.

PPKI
Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dianggap bubar dan diganti dengan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Linkai.
Berbeda dengan anggota BPUPKI, anggota PPKI, menurut Jenderal Yamamoto (Gunseikan),
dipilih langsung oleh Jenderal Besar Terauci yang menjadi penguasa tertinggi di seluruh Asia
Tenggara.
Anggota PPKI ini berjumlah 21 orang dari berbagai pulau, yakni 12 dari Jawa, tiga dari
Sumatera, dua dari Sulawesi, satu dari Kalimantan, satu dari Sunda Kecil (Nusa Tenggara),
satu dari Maluku, dan satu dari golongan China. Selain 21 orang tersebut, terdapat enam
anggota tambahan atas usul Soekarno.
Soekarno ditunjuk menjadi ketua PPKI dengan wakil Mohammad Hatta, dan Mr. Ahmad
Subardjo menjadi penasihat khusus.
Menurut buku Sejarah Nasional Indonesia VI  tahun 1993, para anggota PPKI diizinkan
melakukan kegiatan menurut pendapat dan kesanggupan bangsa Indonesia sendiri, tetapi
diwajibkan memperhatikan beberapa syarat berikut.
Pertama, untuk mencapai kemerdekaan, Bangsa Indonesia harus ikut dalam perang. Oleh
karena itu, Bangsa Indonesia harus mengerahkan tenaga sebesar-besarnya dan bersama-sama
dengan Pemerintah Jepang meneruskan perjuangan untuk memperoleh kemenangan dalam
Perang Asia Timur Raya. Kedua, Negara Indonesia itu merupakan anggota Lingkungan
Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya sesuai dengan cita-cita pemerintah Jepang yang
bersemangat Hakko-Iciu, yaitu bangsa Jepang sebagai pemimpin bangsa bangsa sedunia
terdiri dari bangsa Eropa, Asia, dan Afrika.
Untuk menegaskan pembentukan badan tersebut, Jenderal Besar Terauci memanggil tiga
tokoh nasional, yakni Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan dr. Radjiman
Wediodiningrat, ke markas besar Terauci di Dalat, Vietnam.
Dalam pertemuan dengan ketiga tokoh tersebut pada tanggal 12 Agustus 1945, Jenderal
Terauci menyampaikan bahwa pemerintah kemaharajaan Jepang telah memutuskan untuk
memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Untuk melaksanakannya, telah dibentuk Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Pelaksanaanya dapat dilakukan segera setelah persiapan
selesai. Selain itu, diputuskan juga bahwa wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas
wilayah jajahan Hindia Belanda.
Setelah pulang kembali ke Indonesia, situasi berubah dengan cepat karena Jepang telah
menyatakan menyerah kepada Sekutu, yang terima oleh Amerika Serikat. Berita tersebut
mendorong para pemuda untuk mendesak Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan
secepatnya.
Desakan tersebut tak segera disetujui oleh Soekarno-Hatta karena belum mendapatkan
kepastian berita tersebut secara resmi. Selain itu, secara legal, langkah-langkah menuju
Indonesia merdeka telah dipersiapkan oleh BPUPKI dan akan dilanjutkan oleh PPKI sesuai
janji Jepang.
Di luar skenario Jepang, setelah mendapat desakan dari golongan pemuda, akhirnya
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Sidang PPKI
PPKI mulai bersidang pada tanggal 18 Agustus 1945 di bekas gedung Volksraad, Pejambon,
Jakarta Pusat. Rapat direncanakan dimulai pukul 09.30, tetapi baru dibuka pukul 11.30 dan
ditutup pada pukul 16.12. Di antaranya terdapat waktu istirahat pada pukul 13.50-15.15 WIB.
Dalam sidang hari pertama itu, PPKI akhirnya mengesahkan pembukaan (gabungan
pernyataan Indonesia Merdeka dan pembukaan), batang tubuh, serta aturan peralihan
Undang-Undang Dasar. Dasar negara Indonesia, yakni Pancasila, masuk dalam pembukaan
UUD yang disahkan. Selain itu, ditetapkan presiden dan wakil presiden, yakni Soekarno
sebagai presiden dan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden. Diusulkan pula pembentukan
Komite Nasional untuk membantu presiden
Sebelum sidang ditutup pada hari itu, Soekarno membentuk panitia kecil yang beranggotakan
Otto Iskandardinata, Subardjo, Sajuti, Iwa Kusumasumantri, Wiranatakusuma, Amir,
Ramidhan, Ratulangi, dan Pudja. Sembilan orang tersebut mengadakan rapat setelah sidang
ditutup.
Sidang PPKI selanjutnya dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 1945 pada pukul 10.00
hingga pukul 14.55. Di antaranya terdapat dua kali waktu istirahat, yakni pada pukul 11.15-
11.43 dan pukul 12.44-14.23.
Di awal rapat, dibentuk panitia kecil yang beranggotakan Subardjo, Sutardjo, dan Kasman,
untuk membahas rancangan departemen. Panitia kecil yang diketuai Subardjo tersebut lantas
pergi ke luar untuk mengadakan rapat sendiri.
Sidang dilanjutkan dengan membahas hasil kerja panitia kecil yang diketuai Otto
Iskandardinata. Menanggapi hasil kerja panitia kecil, sidang memutuskan pembagian wilayah
atas delapan provinsi beserta calon gubernurnya serta pembentukan Komite Nasional.
Selanjutnya, diadakan pembahasan hasil kerja panitia yang diketuai Subardjo. Panitia kecil
mengusulkan adanya 13 kementerian. Akan tetapi, pembicaraan tentang departemen tidak
dilanjutkan hingga menghasilkan suatu keputusan karena ada pokok bahasan lain, yakni
tentang tentara kebangsaan hasil kerja panitia kecil pimpinan Otto Iskandardinata.
Disetujui pembubaran Heiho, Peta di Jawa dan Bali, serta pembubaran Laskar Rakyat di
Sumatera. Selain itu, disetujui segera dibentuk Tentara Kebangsaan Indonesia oleh Presiden.
Selanjutnya, Soekarno menunjuk Abdul Kadir, Kasman, dan Otto Iskandardinata untuk
menyiapkan pembahasan tentang tentara kebangsaan dan kepolisian. Abdul Kadir menjadi
ketua panitia kecil tersebut.
Pada malam hari, tanggal 19 Agustus 1945, rapat PPKI dilanjutkan di Jalan Gambir Selatan
Nomor 10 untuk membicarakan pembentukan Komite Nasional. Disepakati bahwa anggota
Komite Nasional berjumlah 60 orang dan rapat pertama akan dilaksanakan pada 29 Agustus
1945 di Gedung Komidi, Jalan Pos, Pasar Baru, Jakarta.
Rapat PPKI dilanjutkan kembali pada 22 Agutus 1945 dengan tiga keputusan, yakni
pembentukan Komite Nasional, Partai Nasional, dan Badan Keamanan Nasional. Komite
Nasional di pusat dan daerah akan dipimpin oleh seorang ketua dan dan beberapa anggota.
Pada rapat pertama Komite Nasional pada 29 Agustus, PPKI dibubarkan. Selanjutnya,
Komite Nasional yang disebut Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) bertugas untuk
membantu presiden.
Hasil persidangan kedua lembaga bentukan Jepang di atas, BPUPKI dan PPKI, membantu
mempercepat perwujudan negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus
1945.

Anda mungkin juga menyukai