BPUPKI
BPUPKI
Kebijakan pemerintah Jepang membentuk BPUPKI tersebut tentunya bukan tanpa alasan.
Jepang ingin mempertahankan sisa-sisa kekuatannya dengan memikat hati rakyat Indonesia
serta melaksanakan politik di tanah jajahannya.
Selain itu, BPUPKI dibentuk dengan tujuan untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal
penting yang berhubungan dengan pembentukan Negara Indonesia Merdeka. Struktur
BPUPKI terdiri atas dua bagian, yakni badan perundingan (persidangan) dan kantor tata
usaha (sekretariat).
Badan perundingan terdiri atas seorang ketua (kaico), dua orang ketua muda (fuku kaico), dan
60 anggota (iin). Pengangkatan anggota badan perundingan diumumkan pada 29 April 1945,
bertepatan dengan ulang tahun Kaisar Jepang, Tenno Heika.
Yang diangkat menjadi ketua adalah KRT Radjiman Wediodiningrat. Ketua Muda Pertama
dijabat oleh Ichibangase Yosio (shucokan Cirebon). Ketua Muda Kedua dijabat RP Soeroso
(fuku shucokan Magelang). Sedangkan Kepala Sekretariat dijabat oleh Toyohito Masuda dan
Abdoel Gafar Pringgodigdo.
Masa reses
Setelah masa sidang pertama, diadakan masa reses selama lebih dari satu bulan. Selama masa
reses, panitia kecil membahas rancangan pembukaan (preambule) Undang-Undang Dasar
pada 22 Juni 1945 yang dimulai pada pukul 10.00 di gedung Kantor Besar Jawa Hokokai,
Lapangan Banteng. Pertemuan tersebut dihadiri juga oleh sejumlah anggota BPUPKI yang
lain sehingga terdapat total 38 peserta rapat.
Dalam rapat tersebut, panitia kecil telah menampung sebanyak 40 usulan dari anggota
BPUPKI selama masa reses yang dapat dikelompokkan menjadi 32 hal. Selanjutnya, 32 hal
tersebut disarikan kembali menjadi 9 golongan. Usulan terbanyak, yakni dari 26 orang
mengusulkan agar Indonesia merdeka segera dilaksanakan.
Selain mengelompokkan berbagai usulan, rapat tersebut menyepakati pembentukan panitia
kecil lain yang bertugas menyusun rumusan dasar negara. Panitia penyusun dasar negara
tersebut beranggotakan sembilan orang, yakni Soekarno, Mohammad Hatta, Muhammad
Yamin, Ahmad Soebardjo, AA Maramis, Abdulkahar Muzakkir, Wachid Hasjim, H. Agus
Salim, dan Abikusno Tjokrosujoso.
Panitia Sembilan kemudian mengadakan pertemuan di rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan
Timur, Jakarta hingga pukul 20.00. Pertemuan tersebut menghasilkan rumusan pembukaan
UUD yang menggambarkan maksud dan tujuan pembentukan negara Indonesia merdeka
yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Rumusan pembukaan UUD tersebut
kemudian disetujui panitia kecil.
Gedung yang tetap berdiri megah di pelataran Departemen Luar Negeri, Jalan Taman
Pejambon 6, ini menjadi saksi bisu kebangkitan Indonesia. Di tempat ini, anggota Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Ir. Soekarno yang
kemudian menjadi Presiden Pertama RI, untuk pertama kalinya melemparkan gagasan
tentang Pancasila, dasar negara Republik Indonesia.
PPKI
Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dianggap bubar dan diganti dengan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Linkai.
Berbeda dengan anggota BPUPKI, anggota PPKI, menurut Jenderal Yamamoto (Gunseikan),
dipilih langsung oleh Jenderal Besar Terauci yang menjadi penguasa tertinggi di seluruh Asia
Tenggara.
Anggota PPKI ini berjumlah 21 orang dari berbagai pulau, yakni 12 dari Jawa, tiga dari
Sumatera, dua dari Sulawesi, satu dari Kalimantan, satu dari Sunda Kecil (Nusa Tenggara),
satu dari Maluku, dan satu dari golongan China. Selain 21 orang tersebut, terdapat enam
anggota tambahan atas usul Soekarno.
Soekarno ditunjuk menjadi ketua PPKI dengan wakil Mohammad Hatta, dan Mr. Ahmad
Subardjo menjadi penasihat khusus.
Menurut buku Sejarah Nasional Indonesia VI tahun 1993, para anggota PPKI diizinkan
melakukan kegiatan menurut pendapat dan kesanggupan bangsa Indonesia sendiri, tetapi
diwajibkan memperhatikan beberapa syarat berikut.
Pertama, untuk mencapai kemerdekaan, Bangsa Indonesia harus ikut dalam perang. Oleh
karena itu, Bangsa Indonesia harus mengerahkan tenaga sebesar-besarnya dan bersama-sama
dengan Pemerintah Jepang meneruskan perjuangan untuk memperoleh kemenangan dalam
Perang Asia Timur Raya. Kedua, Negara Indonesia itu merupakan anggota Lingkungan
Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya sesuai dengan cita-cita pemerintah Jepang yang
bersemangat Hakko-Iciu, yaitu bangsa Jepang sebagai pemimpin bangsa bangsa sedunia
terdiri dari bangsa Eropa, Asia, dan Afrika.
Untuk menegaskan pembentukan badan tersebut, Jenderal Besar Terauci memanggil tiga
tokoh nasional, yakni Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan dr. Radjiman
Wediodiningrat, ke markas besar Terauci di Dalat, Vietnam.
Dalam pertemuan dengan ketiga tokoh tersebut pada tanggal 12 Agustus 1945, Jenderal
Terauci menyampaikan bahwa pemerintah kemaharajaan Jepang telah memutuskan untuk
memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Untuk melaksanakannya, telah dibentuk Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Pelaksanaanya dapat dilakukan segera setelah persiapan
selesai. Selain itu, diputuskan juga bahwa wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas
wilayah jajahan Hindia Belanda.
Setelah pulang kembali ke Indonesia, situasi berubah dengan cepat karena Jepang telah
menyatakan menyerah kepada Sekutu, yang terima oleh Amerika Serikat. Berita tersebut
mendorong para pemuda untuk mendesak Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan
secepatnya.
Desakan tersebut tak segera disetujui oleh Soekarno-Hatta karena belum mendapatkan
kepastian berita tersebut secara resmi. Selain itu, secara legal, langkah-langkah menuju
Indonesia merdeka telah dipersiapkan oleh BPUPKI dan akan dilanjutkan oleh PPKI sesuai
janji Jepang.
Di luar skenario Jepang, setelah mendapat desakan dari golongan pemuda, akhirnya
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sidang PPKI
PPKI mulai bersidang pada tanggal 18 Agustus 1945 di bekas gedung Volksraad, Pejambon,
Jakarta Pusat. Rapat direncanakan dimulai pukul 09.30, tetapi baru dibuka pukul 11.30 dan
ditutup pada pukul 16.12. Di antaranya terdapat waktu istirahat pada pukul 13.50-15.15 WIB.
Dalam sidang hari pertama itu, PPKI akhirnya mengesahkan pembukaan (gabungan
pernyataan Indonesia Merdeka dan pembukaan), batang tubuh, serta aturan peralihan
Undang-Undang Dasar. Dasar negara Indonesia, yakni Pancasila, masuk dalam pembukaan
UUD yang disahkan. Selain itu, ditetapkan presiden dan wakil presiden, yakni Soekarno
sebagai presiden dan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden. Diusulkan pula pembentukan
Komite Nasional untuk membantu presiden
Sebelum sidang ditutup pada hari itu, Soekarno membentuk panitia kecil yang beranggotakan
Otto Iskandardinata, Subardjo, Sajuti, Iwa Kusumasumantri, Wiranatakusuma, Amir,
Ramidhan, Ratulangi, dan Pudja. Sembilan orang tersebut mengadakan rapat setelah sidang
ditutup.
Sidang PPKI selanjutnya dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 1945 pada pukul 10.00
hingga pukul 14.55. Di antaranya terdapat dua kali waktu istirahat, yakni pada pukul 11.15-
11.43 dan pukul 12.44-14.23.
Di awal rapat, dibentuk panitia kecil yang beranggotakan Subardjo, Sutardjo, dan Kasman,
untuk membahas rancangan departemen. Panitia kecil yang diketuai Subardjo tersebut lantas
pergi ke luar untuk mengadakan rapat sendiri.
Sidang dilanjutkan dengan membahas hasil kerja panitia kecil yang diketuai Otto
Iskandardinata. Menanggapi hasil kerja panitia kecil, sidang memutuskan pembagian wilayah
atas delapan provinsi beserta calon gubernurnya serta pembentukan Komite Nasional.
Selanjutnya, diadakan pembahasan hasil kerja panitia yang diketuai Subardjo. Panitia kecil
mengusulkan adanya 13 kementerian. Akan tetapi, pembicaraan tentang departemen tidak
dilanjutkan hingga menghasilkan suatu keputusan karena ada pokok bahasan lain, yakni
tentang tentara kebangsaan hasil kerja panitia kecil pimpinan Otto Iskandardinata.
Disetujui pembubaran Heiho, Peta di Jawa dan Bali, serta pembubaran Laskar Rakyat di
Sumatera. Selain itu, disetujui segera dibentuk Tentara Kebangsaan Indonesia oleh Presiden.
Selanjutnya, Soekarno menunjuk Abdul Kadir, Kasman, dan Otto Iskandardinata untuk
menyiapkan pembahasan tentang tentara kebangsaan dan kepolisian. Abdul Kadir menjadi
ketua panitia kecil tersebut.
Pada malam hari, tanggal 19 Agustus 1945, rapat PPKI dilanjutkan di Jalan Gambir Selatan
Nomor 10 untuk membicarakan pembentukan Komite Nasional. Disepakati bahwa anggota
Komite Nasional berjumlah 60 orang dan rapat pertama akan dilaksanakan pada 29 Agustus
1945 di Gedung Komidi, Jalan Pos, Pasar Baru, Jakarta.
Rapat PPKI dilanjutkan kembali pada 22 Agutus 1945 dengan tiga keputusan, yakni
pembentukan Komite Nasional, Partai Nasional, dan Badan Keamanan Nasional. Komite
Nasional di pusat dan daerah akan dipimpin oleh seorang ketua dan dan beberapa anggota.
Pada rapat pertama Komite Nasional pada 29 Agustus, PPKI dibubarkan. Selanjutnya,
Komite Nasional yang disebut Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) bertugas untuk
membantu presiden.
Hasil persidangan kedua lembaga bentukan Jepang di atas, BPUPKI dan PPKI, membantu
mempercepat perwujudan negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus
1945.