Anda di halaman 1dari 19

Makalah

Disusun oleh :
Paternus Eka Nugraha
194314013

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan karunia-Nya,
kami saya Paternus Eka Nugraha yang merupakan penulis dai makalah ini, dapat menyelesaikan
makalah untuk memenuhi tugas akhir dari mata kuliah Antropologi dengan judul “Tradisi
Sekaten di Keraton Yogyakarta”. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dan mendukung saya dalam penulisan makalah ini.

Di dalam makalah ini, akan membahas tentang seluk beluk dari tradisi Sekaten yang
dilaksanakan oleh Keraton Yogyakarta. Mulai dari asal usul kegiatan Sekaten, hingga pengaruh
dan dampak tradisi Sekaten ini terhadap masyarakat Yogyakarta.

Saya menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
saya sebagai penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
kesempurnaan makalah ini. Semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah
wawasan dan pengetahuan bagi kita semua.

ii
Yogyakarta, 9 Juni 2020
Daftar Isi
HALAMAN JUDUL .……………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR …………………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................................
C. Tujuan Pembahasan............................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN A. Latar belakang, asal usul dan proses tradisi Sekaten di Yogyakarta 3
B. Makna atau nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi Sekaten.......................................................... 7
..........................................................................................................................................................
C. Pengaruh tradisi Sekaten terhadap kehidupan masyarakat Yogyakarta......................................10

A. Latar Belakang Masalah ………………………………………………. 1


B. Rumusan Masalah ………………………………………………………. 2
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ...…………………………………………………………………. 12
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………... 16

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara.

Selain itu, Indonesia juga merupakan sebuah negara yang memiliki berbagai macam

keberagaman dan multikultural. Keberagaman yang ada di Indonesia ini sudah

dilestarikan sejak dulu dan diturunkan dari generasi ke generasi. Keberagaman tersebut

seperti keberagaman di bidang kebudayaan, bahasa, agama, dan masih banyak lagi.

Untuk di bidang kebudayaan sendiri, Indonesia memiliki ribuan kebudayaan yang

tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Setiap kebudayaan dan tradisi di Indonesia

memiliki ciri khasnya masing-masing. Seperti contoh, tradisi yang berada di Kota

Yogyakarta. Di Yogyakarta sendiri terdapat banyak kebudayaan dan tradisi yang masih

berlangsung hingga sekarang. Contoh kebudayaan yang terdapat di Kota Yogyakarta dan

masih berlangsung hingga saat ini ialah Sekaten.

1
Sekaten merupakan tradisi yang dilakukan oleh kalangan keluarga Kraton

Yogyakarta dan masyarakat Yogyakarta. Tradisi ini dilaksanakan oleh masyarakat Jawa

untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad. Di kalangan umum, peringatan

kelahiran Nabi Muhammad tersebut dikenal dengan nama Maulid Nabi. Tradisi Sekaten

ini ditutup dengan tradisi Grebeg Maulud.

Walapun kondisi kehidupan masyarakat Yogyakarta sudah banyak mengalami

perubahan, tetapi tradisi-tradisi dan kebudayaan di wilayah tersebut tidak pudar. Dapat

bertahannya kebudayaan dan tradisi tersebut dipengaruhi oleh masyarakat yang masih

melestrikan, merawat dan memegang teguh makna dan nilai-nilai dari kebudayaan dan

tradisi tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka pada penelitian ini

saya akan membahas tentang tradisi Sekaten yang diselenggarakan di D.I Yogyakarta.

Dari bahasan tersebut, maka muncullah pertanyaan-pertanyaan yang nantinya akan di

bahas di dalam makalah ini. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain:

1. Bagaimana latar belakang, asal usul dan proses tradisi Sekaten di Yogyakarta?

2. Apa makna atau nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi Sekaten?

3. Pengaruh tradisi Sekaten terhadap kehidupan masyarakat Yogyakarta.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan makalah ini ialah:

2
1. Untuk mengetahui lebih lanjut dan dalam mengenati tradisi Sekaten yang

diselenggarakan di D.I. Yogyakarta .

2. Untuk mempelajari nilai-nilai yang terdapat pada tradisi Sekaten.

3. Mengetahui lebih lanjut tentang pengaruh tradisi Sekaten Yogyakarta

terhadap kehidupan masyarakat.

BAB II PEMBAHASAN A. Latar Belakang, Asal Usul dan Proses Tradisi Sekaten di
Yogyakarta

Sekaten merupakan sebuah tradisi yang telah diselenggarakan sejak lama di

Keraton Yogyakarta. Nama Sekaten sendiri berasal dari bahasa Jawa, yakni Sekati.

Sekati sendiri memiliki arti yakni seimbang atau sama rata antara hal yang baik dan

yang buruk. Tradisi Sekaten ini tidak hanya diselenggarakan oleh Keraton

Yogyakarta, tetapi juga dilaksanakan oleh Keraton Surakarta dan Keraton Cirebon. Di

Kraton Yogyakarta, tradisi ini diselenggarakan sejak kirang lebih abad ke 15. Sekaten

ini diselenggarakan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad. Tradisi ini

dilaksanakan oleh Keraton Yogyakarta setiap tanggal 6 sampai dengan 11 Maulud.

Tradisi Sekaten ini diakhiri atau di tutup pada tanggal 12 Maulud. Upacara penutupan

Sekaten tersebut dilaksanakan dengan sebuah upacara yang bernama Grebeg Maulud.

Tradisi Sekaten di Yogyakarta ini diakhiri pada tanggal 12 Maulud karena pada

tanggal tersebut dipercaya sebagai hari kelahiran sekaligus hari wafatnya Nabi

Muhammad.

3
Tradisi Sekaten ini termasuk ke dalam sebuah peristiwa kebudayaan. Tradisi

Sekaten ini dikatakan sebagai sebuah peristiwa kebudayaan karena tradisi Sekaten

sudah diselenggarakan sejak dulu. Selain itu, tradisi Sekaten ini juga dilaksanakan

dalam bentuk, waktu, dan tempat yang sama. Pencetus dari Tradisi Sekaten di Keraton

Yogyakarta ini ialah Sultan Hamengkubuwana I. Pada waktu itu, Sultan

Hamengkubawana I membuat tradisi Sekaten ini untuk menyebarkan agama Islam

kepada rakyatnya dan juga untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad. Kegiatan

memperingati kelahiran Nabi Muhammad ini sendiri sebenarnya telah dilakukan oleh

Sultan Kerajaan Demak, yakni Raden Patah. Selanjutnya, tradisi ini kemudian

dilanjutkan oleh raja-raja Jawa hingga saat ini.

Usaha untuk menyebarkan ajaran Islam melalui tradisi Sekaten ini masih

dilakukan oleh Keraton Yogyakarta hingga sekarang. Bentuk dan aturan-aturan dalam

pelaksanaan tradisi Sekaten di Keraton Yogyakarta ini masih menggunakan aturan

dari Kerajaan Demak. Selain itu, dalam proses pembunyian gamelan pun juga masih

menggunakan kaidah-kaidah dari Kerajaan Demak.

Tradisi Sekaten di Keraton Yogyakarta ini diawali prosesi Miyos Gangsa. Prosesi

Miyos Gangsa merupakan prosesi iring-iringan para abdi dalem dengan membawa

dua set gamelan jawa, yakni Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu 1. Nogowilogo

memiliki arti yakni lestari dalam memenangkan peperangan. Sedangkan Gunturmadu

memiliki arti sebuah anugerah yang diturunkan atau sebuah anugerah yang diberi.

Iring-iringan para abdi dalem ini dimulai dari Pendopo Ponconiti dan berakhir di

Masjid Gedhe Kauman. Iring-iringan ini dikawal oleh para prajurit Kraton.

1 Surono,
2013

4
Selanjutnya, satu set gamelan yang bernama Kyai Nogowilogo ditempatkan di sisi

utara Masjid Gedhe Kauman dan satu set gamelan Kyai Gunturmadu diletakkan di

sisi selatan Masjid Gedhe Kauman. Kedua set gamelan ini akan dimaikan secara

bersamaan sampai dengan tanggal 12 Maulud, selama 7 hari berturut-turut 2. Setelah

selesai dimainkan selama 7 hari tersebut, selanjutnya gamelan tersebut dibawa

kembali ke Keraton dengan menggunakan prosesi yang bernama Kondur Gangsa, dan

tradisi Sekaten pun berakhir.

Dalam menjalankan prosesinya upacaranya, tradisi Sekaten di Yogyakarta ini

menggunakan dua tempat utama. Tempat pertama yang digunakan dalam prosesi

upacara Sekaten ini ialah Tratag Sitihinggil. Tratag Sitihinggil ini merupakan sebuah

bangunan yang luas berbentuk segi empat memanjang dengan pilar-pilar sangat

tinggi, didirikan di tempat tanah agak tinggi atau satu setengah meter lebih tinggi

dibanding dataran tanah biasa3. Nama Tratag Sitihinggil ini berasal dari bahasa Jawa.

Kata Tratag memiliki arti sebagai sebuah tempat untuk berteduh. Sitihinggil berasal

dari dua kata yakni kata siti yang artinya adalah tanah, dan hinggil yang artinya

adalah tinggi. Tratag Sitihinggil ini digunakan untuk melakukan prosesi Pasowanan

Garebeg. Di dalam tradisi Sekaten, Pasowanan Garebeg merupakan suatu prosesi

yang dimana Sultan duduk di sebuah singgah sana yang bernama yang terdapat di

Bangsal Manguntur Tangkil. Selanjutnya, para kerabat Sultan, abdi dalem, dan rakyat

duduk bersama dan menghaturkan sembah kepada Sultan. Selain menghaturkan

2 Surono,
2013
3 Sutiyono,
2013

5
sembah kepada Sultan, di sana mereka juga mendengarkan ceramah dan amanat yang

diberikan oleh Sultan.

Tempat kedua yang digunakan dalam upacara Sekaten ialah Masjid Gedhe

Kauman. Masjid Gedhe Kauman ini terletak di sisi barat dari alun-alun utara Keraton

Yogyakarta. Pelataran dari masjid ini merupakan tempat untuk menaruh gamelan pada

tradisi Sekaten ini. Masjid ini memiliki pelataran atau halaman yang cukup luas,

sehingga dapat menampung banyak orang yang ingin menyaksikan permainan

gamelan di situ. Pada bagian depan masjid ini terdapat sebuah pintu yang pada tradisi

Sekaten ini digunakan untuk upacara penerimaan sesaji selamatan negara, berupa

gunungan, yang sebelumnya diusung dari Keraton Yogyakarta4.

Di dalam tradisi Sekaten ini, terselip sebuah tambahan kegiatan, yakni pasar

malam. Kegiatan pasar malam Sekaten ini dilakukan di alun-alun utara Keraton

Yogyakarta. Pada awalnya, kegiatan pasar malam di dalam tradisi Sekaten ini tidak

ada. Kegiatan pasar malam ini mulai diadakan pada tradisi Sekaten ini ketika Belanda

menjajah Indonesia. Alasan Belanda menambahkan pasar malam pada tradisi Sekaten

ini ialah karena Belanda tidak suka dengan penyebaran agama Islam yang dilakukan

oleh Keraton Yogyakarta melalui tradisi Sekaten ini. Belanda menambahkan pasar

malam ini agar para masyarakat tidak terlalu fokus terhadap ceramah atau dakwah

dari tradisi Sekaten ini, tetapi terfokus kepada kegiatan bisnis yang terjadi di dalam

pasar malam tersebut. Selain itu, tujuan Belanda menambahkan pasar malam ini ialah

sebagai sumber bisnis dan pendapatan mereka.

4 Sutiyono,
2013

6
Kegiatan pasar malam pada tradisi Sekaten di Yogyakarta ini sempat dihilangkan,

tetapi akhirnya kegiata tersebut dihadirkan kembali. Kegiatan pasar malam ini

dihadirkan kembali dengan tujuan agar dapat menarik golongan muda agar untuk

dapat mengikuti Tradisi Sekaten. Hal itu dilakukan karena sebelum kegiatan pasar

malam ini diadakan, golongan yang mengikuti tradisi Sekaten ini kebanyakan dari

golongan tua.

B. Makna atau Nilai-nilai Yang Terdapat Dalam Tradisi Sekaten

Tradisi Sekaten merupakan sebuah tradis ini sudah diselenggarakan sejak lama

oleh Keraton Yogyakarta. Dibalik kemeriahan dan kesakralannya, tradisi ini menyimpan berbagai

makna atau nilai nilai di dalamnya. Selain itu, di dalam tradisi ini juga terdapat berbagai nilai

pengajaran. Nilai- nilai atau makna yang terdapat di dalam tradisi Sekaten ini seperti ketika pada

gamelan pusaka pertama kali dimainkan.

Bertepatan dengan dimaikan gamelan tersebut, dilakukan upacara Udhik-udhik.

Upacara Udhik-udhik ini merupakan sebuah upacara yang dimana Sri Sultan

membagikan kepingan-kepingan logam. Pembagian atau penyebaran uang logam

kepada ini memiliki arti atau makna sebagai pemberian atau pembagian anugerah

yang berwujud harta dan berkat kepada rakyatnya.

Nilai selanjutnya yang terdapat dalam Tradisi Sekaten di Yogyakarta ini terdapat

pada gamelan dan gending yang digunakan dalam tradisi Sekaten tersebut. Gamelan

Gunturmadu yang saat tradisi Sekaten ditempatkan di sisi selatan Masjid Gedhe

Kauman memiliki makna sebagai sebuah anugerah atau wahyu yang diturunkan dari

Tuhan. Selanjutnya, Gamelan Nogowilogo yang saat tradisi Sekaten, gamelan

7
tersebut ditempatkan di sisi utara dari Masjid Gedhe Kauman. Gamelan Nogowilogo

ini memiliki makna sebagai lestari dalam memenangkan peperangan atau sebuah

kemenangan yang abadi dalam peperangan.

Di dalam Gending yang digunakan dalam tradisi Sekaten ini, juga banyak terdapat

nilai-nilai dan makna di dalamnya. Contoh gending yang digunakan dalam Tradisi

Sekaten dan terdapat nilai atau makna didalamnya seperti gending yang berjudul

Yaumi. Gending Yaumi ini memiliki arti hari. Hari yang di maksud dalam gending ini

ialah hari kelahiran dari Nabi Muhammad. Selanjutnya ialah gending Salutun. Kata

Salutun ini berasal dari bahasa Arab yang berarti berdoa. Gending Salutun ini

memiliki makna atau pengajaran untuk selalu menyembah Tuhan. Gending Ngajatun

merupakan satu dari sekian banyak gending yang digunakan dalam tradisi Sekaten.

Gending Ngajatun ini memiliki makna kemauan hati yang kuat untuk masuk Islam 5.

Gending Supiyatun yang merupakan gending dalam tradisi Sekaten memiliki makna

sebagai kemauan, niat, atau tekad dalam menyucikan hati. Gending Dhindang

Sabinah juga merupakan gending yang terdapat di dalam tradisi Sekaten. Gending ini

memiliki makna untuk mengingat dan mengenang para penyiar atau penyebar agama

Islam.

Nilai atau makna dari tradisi Sekaten ini bukan hanya terdapat di dalam gamelan

dan gending yang digunakan dalam tradisi ini, tetapi juga terdapat di berbagai hal

lainnya. Hal-hal yang di dalamnya terdapat nilai dan makna dari tradisi Sekaten ini

seperti Gunungan persembahan, benda-benda yang digunakan untuk upacara, dan

benda-benda pustaka. Gunungan merupakan suatu sesaji atau persembahan yang

5 Purwaningsih, Ernawati. “Upacara Tradisional Sekaten.” Ernawati Pruwaningsih-Balai Pelestarian Sejarahdan


Nilai Tradisional Yogyakarta.

8
dibuat oleh Keraton Yogyakarta yang untuk selamatan atau ucapan syukur di Keraton

Yogyakarta. Gunungan yang di buat dalam tradisi Sekaten ini berisi kue tepung beras,

bunga melati, bunga kanthil, telur rebus, telur asin, kacang panjang, dan cabai merah 6.

Selanjutnya, Gunungan yang memiliki berbagai isi tersebut diletakkan di sebuah

nampan atau wadah yang besar dan sekeliling Gunungan tersebut diberi tambahan

berupa dua belas nasi tumpeng. Nasi tumpeng yang terdapat di dalam Gunungan ini

memiliki makna atau simbol sebagai sebuah gunung. Isi yang berbagai macam dari

Gunungan memiliki makna sebagai gambaran dari kehidupan duniawi dan kehidupan

rohani yang dimana Tuhan sebagai penguasa alam semesta memegang kendali

terhadap semua kegiatan di alam semesta.

Selanjutnya, makna dan nilai dari tradisi Sekaten ini terdapat pada benda-benda

yang digunakan untuk prosesi acara. Terdapat dua jenis benda yang di gunakan pada

tradisi Sekaten. Yang pertama adalah benda-benda yang digunakan untuk upacara

kerajaan. Benda-benda yang digunakan untuk upacara kerajaan ini terbuat dari emas

dan memiliki bentuk beraneka macam satwa. Yang kedua adalah benda-benda upacara

yang di gunakan sultan. Benda benda tersebut seperti terdiri dari singgasana

(dhampar kencono), trap, tempat sirih (cepuri), tempat meludah (kecohan), kotak

pakaian bayi (ginondhong), tempat cuci tangan, busur, tameng, golok, dan bedhil7.

Semua benda-benda yang digunakan dalam tradisi Sekaten ini memiliki nilai atau

makna di dalamnya. Seperti benda yang berbentuk satwa atau hewan. Benda yang

berbentuk satwa tersebut memiliki makna atau nilai bahwa sang sultan tidak hanya

6 Sutiyono,
2013
7 Sutiyono. “Upacara Sekaten di Keraton Yogyakarta: Gamelan, Ritual, dan Simbol.” Imaji: Jurnal Seni dan
Pendidikan 11. 1 (2013).

9
memerintah atau atau menguasai manusia, tetapi sultan juga memerintah atau

menguasai kepada semua satwa atau hewan yang berada di lingkungan kerajaannya.

Selain itu, benda-benda yang di gunakan pada tradisi Sekaten ini merupakan benda

yang memiliki energi magis dan sakral. Karena benda-benda yang digunakan dalam

tradisi Sekaten tersebut sangat sacral, maka yang boleh membawanya adalah para

keluarga atau kerabat sultan.

C. Pengaruh Tradisi Sekaten Terhadap Kehidupan Masyarakat Yogyakarta.

Di balik tradisi Sekaten yang di selenggarakan oleh Keraton Yogyakarta untuk

mengenang atau memperingati kelahiran Nabi Muhammad, tradisi tersebut juga

memiliki pengaruh yang cukup besar bagi kehidupan masyarakat Yogyakarta.

Pengaruh-pengaruh dari tradisi tersebut terjadi di berbagai aspek kehidupan

masyarakat. Pada tradisi Sekaten ini, aspek yang paling berpengaruh pada kehidupan

masyarakat Yogyakarta ialah aspek ekonomi.

Di dalam tradisi Sekaten ini, kegiatan yang paling banyak menyumbangkan pengaruh

kepada masyarakat di Yogyakarta ialah kegiatan pasar malam Sekaten. Bagi sebagian

masyarakat Yogyakarta, tradisi sekaten ini bukan hanya sebuah tradisi untuk

mempertingati kelahiran Nabi Muhammad, tetapi juga sebagai lahan pecaharian bagi

sebagian masyarakat. Pada kegiatan pasar malam Sekaten ini, banyak pedagang dan

pengusaha yang membuka lapak dan menjajakan dagangannya di kegiatan pasar

malam Sekaten tersebut. Barang-barang yang mereka jual di pasar malam tersebut

juga beraneka ragam. Barang-barang yang mereka jual di pasar malam tersebut

seperti makanan, pakaian, peralatan rumah tangga, dan lainnya. Selain menjual

10
berbagai barang kebutuhan sehari-hari, ada juga masyarakat yang membuka berbagai

wahana hiburan di pasar malam Sekaten ini. Rata-rata wahana hiburan yang di buka

di pasar malam Sekaten ini ialah wahana permainan untuk anak-anak. Wahana

permainan ini dibuat di pasar malam ini dengan tujuan agar dapat menarik lebih

banyak wisatawan untuk datang ke tradisi Sekaten ini.

Dilihat dari berbagai kegiatan yang dilakukan dalam tradisi Sekaten ini, banyak

sekali pengaruh yang didapatkan oleh masyarakat dari tradisi Sekaten ini. Mulai dari

munculnya lapangan pekerjaan dan sumber mata pencaharian baru bagi masyarakat

yang berasal dari pasar malam Sekaten, hingga meningkatnya omset pendapatan para

masyarakan yang memiliki usaha di bidang pariwisata. Selain itu, acara tradisi

Sekaten ini dapat juga dijadikan sebagai ajang untuk mengenalkan kebudayaan lokal

dan mempromosikan kota Yogyakarta kepada dunia internasional. Dengan demikian,

yang mendapatkan keuntungan dari kegatan Tradisi sekaten ini bukan hanya

pemerintah, tetapi juga terhadap masyarakat sekitar.

11
BAB III

Kesimpulan

A. Kesimpulan

Tradisi Sekaten yang dilaksanakan di Kraton Yogyakarta ini dimulai pada

pemerkintahan sultan Hamengkubawana I. Tradisi Sekaten ini dilaksakan selama 7

hari, yakni dilaksanakan setiap tangga 6 sampai dengan tanggal 12 Maulud. Tradisi

Sekaten di Yogyakarta ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memperingati hari

kelahiran Nabi Muhammad, sekaligus untuk menyebarkan agama Islam. Tradisi

Sekaten ini dimulai dengan sebuah upacara yang bernama Miyos Gangsa. Upacara

Miyos Gangsa ini merupakan sebuah upacara yang dimana iring-iringan para abdi

dalem membawa dua set gamelan Sekaten menuju Masjid Gedhe kauman. Dau set

gamelan yang di bawa menuju Masjid Gedhe Kauman tersebut adalah Gamelan

Nogowilogo dan Gamelan Gunturmadu. Dua set gamelan ini dimainkan selama

prosesi Sekaten ini dilaksanakan, yakni selama 7 hari. Setelah 7 hari dimainkan,

12
selanjutny adua set gamelan tersebut dikembalikan kembali menuju keratin dengan

menggunakan upacara Kondur Gangsa.

Tradisi Sekaten yang dilaksanakan oleh Keraton Yogyakarta menggunakan dua

tempat utama. Tempat yang pertama ialah Tratag Sitihinggil. Tratag Sitihinggil ini

digunakan untuk melakukan prosesi Pasowanan Garebeg. Di dalam tradisi Sekaten,

Pasowanan Garebeg merupakan suatu prosesi yang dimana Sultan duduk di sebuah

singgah sana yang bernama yang terdapat di Bangsal Manguntur Tangkil.

Selanjutnya, para kerabat Sultan, abdi dalem, dan rakyat duduk bersama dan

menghaturkan sembah kepada Sultan. Selain menghaturkan sembah kepada Sultan, di

sana mereka juga mendengarkan ceramah dan amanat yang diberikan oleh Sultan.

Tempat kedua ialah Majid Gedhe Kauman. Masdij Gedhe Kauman ini terletak di

sebelah barat dari alun-alun utara Keraton Yogyakarta. Dalam tradisi Sekaten, Masjid

Gedhe Kauman ini digunakan sebagai tempat menaruh dan memainkan gamelan

Nogowilogo dan gamelan Gunturmadu selama prosesi Sekaten berlangsung. Selain

itu, Masjid Gedhe Kauman ini digunakan sebagai tempat dakwah selama tradisi

Sekaten Berlangsung.

Di dalam tradisi sekaten ini, tidak hanya berfokus pada peringatan kelahiran Nabi

Muhammad dan penyebaran agama isla, tetapi juga diselipi dengan berbagai hiburan

bagi masyarakat. Hiburan dalam tradisi Sekaten ini berbentuk pasar malam. Walapun

tradisi Sekaten ini hanya berlangsung selama tujuh, tetapi pasar malam ini

berlangsung selama satu bulan. Pasar malam Sekaten ini merupakan tujuan utama dari

para wisatawan di saat tradisi Sekaten ini berlangsung.

13
Tradisi Sekaten ini memiliki banyak sekali nilai dan makna yang terkandung di

dalamnya. Makna dan nilai-nilai dalam tradisi sekaten ini terletak pada setiap

aspeknya. Nilai- dan makna tersebut seperti terletak pada gending yang dimainkan

gamelan saat tradisi Sekaten ini berlangsung. Setiap gending yang dimainkan,

memiliki arti dan makna tersendiri. Selain di dalam gending, makna dan nilai dari

tradisi sekaten ini juga ditemui di dalam persembahan Gunungan. Semua bentuk dan

isi yang terdapat di dalam Gunungan tersebut memiliki arti dan simbolnya

masingmasing.

Selain pada Gending dan Gunungan, makna dan simbol dari tradisi sekaten ini

juga terdapat pada benda-benda yang digunakan untuk tradisi ini. Mulai dari gamelan

hingga peralatan-peralatan lainnya. Semua benda-benda ini memiliki makna dan

simbolnya masing-masing. Selain itu, benda-benda yang digunakan dalam tradisi

Sekaten ini dipercaya memiliki energy magis dan sakral.

Kegiatan Sekaten ini telah memberikan peranan dan pengaruh bagi masyarakat di

daerah Yogyakarta ini. kebanyakan, pengaruh yang diberikan dari tradisi Sekaten ini

berperan kepada aspek ekonomi masyarakat. Dengan di adakannya tradisi Sekaten ini

setiap tahun oleh Keraton Yogyakarta, telah banyak membantu perekonomian

masyarakat Yogyakarta. Kegiatan dalam tradisi Sekaten yang paling banyak

membantu perekonomian bagi masyarakat Yogyakarta ialah kegiatan pasar malam

Sekaten. Kegiatan pasar malam Sekaten ini telah membuka penghasilan dan mata

pencaharian baru bagi sebagian masyarakat Yogyakarta. Banyak para pedagang dan

pengsaha yang menjajalkan barang dagangannya di pasar malam tersebut. Karena

14
pasar malam Sekaten ini selalu ramai di datangi oleh para pengunjung, maka barang

yang mereka jual akan laku dan otomatis akan menambah pendapatan mereka.

Selain itu, tradisi Sekaten ini juga dapat mengundang para wisatawan yang berasal

dari luar negeri maupun dalam negeri. Dengan banyaknya wisatawan yang datang

untuk melihat tradisi Sekaten ini, akan memberikan keuntungan yang melimpah

kepada para masyarakat yang memiliki mata pencaharian di bidang pariwisawa.

Tradisi sekaten ini juga bisa dijadikan sebagai ajang promosi kepariwisataan yang ada

di kota Yogyakarta kepada para wisatawan, sehingga banyak para wisatawan yang

datang ke Yogyakarta, serta dapat menambah pendapatan dan devisa daerah.

Walaupun jika dilihat pada masa ini modern ini tradisi Sekaten lebih menonjolkan

kegiatan bisnis daripada penyebaran agama, tetapi pada hakikatnya, tradisi tersebut

tetaplah berfokus pada peringatan kelahiran Nabi Muhammad dan penyebaran agama

Islam. Kegiatan bisnis ini dilakukan sebagai upaya untuk membantu perekonomian

masyarakat sekitar dan juga sebagai daya tarik agar semakin banyak masyarakat yang

datang ke dalam tradisi Sekaten ini.

15
Daftar Pustaka

Surono, Agus. “Sekaten: Sedekah Sultan Kepada Rakyatnya.” Agus Surono-Intisari-Online.com:


Kamis 12 Desember 2013| 06:00 WIB, 2013.

Sutiyono. “Upacara Sekaten di Keraton Yogyakarta: Gamelan, Ritual, dan Simbol.” Imaji:
Jurnal Seni dan Pendidikan 11. 1 (2013).

Purwaningsih, Ernawati. “Upacara Tradisional Sekaten.” Ernawati Pruwaningsih-Balai


Pelestarian Sejarahdan Nilai Tradisional Yogyakarta.

Nurdiarti, R. P. “Representasi Pangan dalam Komunikasi Ritual (Kajian Komunikasi Ritual


dalam Perayaan Sekaten di Yogyakarta 2015-2016).(2017).” Channel 5.1: 120-130.

Mulyana, Ahmad. "Sekaten tradition: The ritual ceremony in Yogyakarta as acculturation reality
of Javanese culture in Indonesia." International Journal of Humanities and Social
Science Studies, IV 2 (2017): 50-61.
Al-Fajriyati, Melati Indah. "Pengaruh Tradisi Sekatenan Terhadap Perilaku Keagamaan
Masyarakat Yogyakarta." Khazanah Theologia 1.1 (2019): 40-46.

Zuhdi, Muhammad Nurdin, and Sawaun Sawaun. "DIALOG AL-QUR’AN DENGAN BUDAYA
LOKAL NUSANTARA: RESEPSI AL-QUR’AN DALAM BUDAYA SEKATEN DI
KERATON YOGYAKARTA." MAGHZA: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir 2.1 (2017):
125-146.

Daryanto, Joko. "Gamelan Sekaten dan Penyebaran Islam di Jawa." Keteg: Jurnal Pengetahuan,
Pemikiran dan Kajian Tentang" Bunyi" 14.1 (2014).

16
Ardinarto, E. S. "Sekaten Merupakan Upacara Adat Yang Bernuansa Religius." MIIPS 7.2
(2008).

Pradoko, Sulistio. “Gamelan Sekaten Merupakan Fenomena Penuh Makna dan Multi Persfektif
Suatu Kajian Kebudayaan Materi.” Sembada: Jurnal Kebudayaan Kabupaten Selema 2. 1
(2014).

Abyan, Faishal Amin. "Pasar Malam Sekaten Penggerak Ekonomi Di Yogyakarta." (2020).

Anda mungkin juga menyukai