Disusun Oleh :
Enda Fadilah
Andri Ramdani
Angga Irawan
MADRASAH ALIYAH BABUSSALAM
------------------------------------------------------------------------------------------
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan karya ilmiah Yogyakarta ini telah dilaksanakan, disetujui dan disahkan oleh guru
pembimbing dan Kepala Madrasah Aliyah Babussalam sebagai salah satu syarat untuk
mengikuti Ujian Nasional (UN) di Madrasah Aliyah Babussalam tahun pelajaran 2014/2015.
Pada,
Hari :............................
Tanggal :............................
Mengetahui,
Kepala Madrasah , Pembimbing,
(...................................................) (............................................)
Mengetahui,
Kepala Madrasah Aliyah Babussalam
ii
MOTTO
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ilahi robbi atas limpahan rahmat dan karunia‐Nya,
serta anugerah hidup dan kesehatan yang telah kami terima, serta petunjuk‐Nya sehingga
memberikan kemampuan dan kemudahan bagi kami dalam menyusunan karya tulis ini.
Didalam karya tulis ini kami selaku penyusun hanya sebatas pengetahuan yang bisa kami
sajikan, sebagai salah satu syarat untuk mengikutiUjian Nasional dengan tema “WISATAKU
YOGYAKARTA”. Dimana didalam tema tersebut ada beberapa hal yang bisa kita pelajari
khususnya tempat – tempat wisata yang ada di Yogyakarta yang indah dan menawan.
Kami menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pemahaman kami tentang Kota
Yogyakarta, menjadikan keterbatasan kami pula untuk memberikan penjabaran yang lebih dalam
tentang masalah ini, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu kami harapkan demi kesempurnaan karya tulis ini.
Harapan kami, semoga karya tulis ini membawa manfaat bagi kita, setidaknya untuk sekedar
membuka pola berpikir kita tentang budaya dan sosial yang ada di kota Yogyakarta.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses pembuatan ini. Terutama kepada rekan satu
kelompok atas kerjasamanya, dan Guru pembimbing yang telah
membantu dalam penyusunan karya tulis ini.
Mekarsari,................ 2014
Penulis,
vi
DAFTAR ISI
LEMBARESAHAN........................................................................................................i
LEMBAR PENGUJIA...................................................................................................ii
MOTTO...........................................................................................................................iii
KATA PENGANTAR....................................................................................................vi
DAFTAR ISI....................................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
2.1 Borobudur......................................................................................................3
2.2 Taman Pintar...............................................................................................18
2.3 Malioboro.....................................................................................................20
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan.......................................................................................................27
3.2 Saran.............................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya ilmiah adalah suatu kegiatan penelitian secara langsung terhadap
suatu tempat ataupun sarana yang menjadi objek penelitian. Kegiatan ini
dilakukan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas
maka dilakukaan penelitian karya ilmiah, dengan mengunjungi Daerah
istimewa yogyakarta atau yang lebih dikenal dengan nama Jogja, merupakan
kota yang terkenal dengan sejarah dan warisan budaya.
Yogyakarta merupakan pusat kerajaan mataram, dan sampai saat ini
masih ada keraton yang masih berfungsi dalam arti sesungguhnya. Jogja juga
memiliki banyak candi yang berusia ribuan tahun yang merupakan
peninggalan kerajaan besar zaman dahulu, salah satunya adalah candi
borobudur yang dibangun pada abad ke 9 oleh dinasti syailendra, sedangkan
arsitek dari candi tersebut adalah gunadharma.Selain itu Pegunungan,pantai-
pantai, hamparan sawah yang hijau dan udara yang sejuk menghiasi
keindahan kota Jogja. Masyarakat jogja hidup dengan damai dan mempunyai
keramahan yang khas.
Tak heran apabila kota Jogja sangat terkenal dan merupakan salah satu
tujuan utama para wisatawan mancanegara, untuk berlibur dan mengabiskan
sisa waktu istirahatnya di Jogja.
Adapun dalam karya ilmiah ini telah menghasilkan data penelitian yang
meliputi unsur budaya, sosial, sejarah, dan unsur-unsur estetika yang ada
dalam ornamen-ornamen bangunan yang ada di saerah istimewa Yogyakarta.
3) Poebatjaraka
Menurut beliau “Boro” berarti “Biara” dengan demikian Borobudur
berarti “Biara Budur”. Penafsiran ini sangat menarik karena mendekati
kebenaran berdasarkan bukti-bukti yang ada.Selanjutnya jika di hubungkan
dengan kitab Negara Kartagama mengenai “Budur” maka besar kemungkinan
penafsiran Poerbatjaraka adalah benar dan tepat.
4) DE Casparis
De Casparis menemukan kata majemuk dalam sebuah prasati yang
kemungkinan merupakan asal kata dari Borobudur. Dalam sebuah prasasti
SrI Kahulunan yang berangka 842 M dijumpai kata “Bhumi Sambhara
Budhara” yaitu satu sebutan untuk bangunan suci pemujaan nenek moyang
atau disebut kuil.
5) Drs. Soediman
Bahwa Borobudur berasal dari dua kata yaitu Bara dan Budur. Bara
berasal dar bahasa sanksekerta Vihara yang berarti komplek candi dan Bihara
yang berarti asrama. Budur dalam bahasa bali bedudur yang artinya di atas.
Jadi nama Borobudur berarti asrama atau vihara dan komplek candi yang
terletak di atas tanah yang tinggi atau bukit.
Salah satu pertanyaan yang kini belum terjawab tentang Borobudur adalah
bagaimana kondisi sekitar candi ketika dibangun dan mengapa candi itu
ditemukan dalam keadaan terkubur. Beberapa mengatakan Borobudur
awalnya berdiri dikitari rawa kemudian terpendam karena letusan Merapi.
Dasarnya adalah prasasti Kalkutta bertuliskan ‘Amawa’ berarti lautan susu.
Kata itu yang kemudian diartikan sebagai lahar Merapi. Beberapa yang lain
mengatakan Borobudur tertimbun lahar dingin Merapi.
Pada dinding candi di setiap tingkatan kecuali pada teras-teras
Arupadhatu dipahatkan panel-panel bas-relief yang dibuat dengan sangat
teliti dan halus. Relief dan pola hias Borobudur bergaya naturalis dengan
proporsi yang ideal dan selera estetik yang halus. Relief-relief ini sangat
indah, bahkan dianggap sebagai yang paling elegan dan anggun dalam
kesenian dunia Buddha. Relief Borobudur juga menerapkan disiplin senirupa
India, seperti berbagai sikap tubuh yang memiliki makna atau nilai estetis
tertentu. Relief-relief berwujud manusia mulia seperti pertapa, raja dan
wanita bangsawan, bidadari atapun makhluk yang mencapai derajat kesucian
laksana dewa,seperti tara dan boddhisatwa, seringkali digambarkan dengan
posisi tubuh tribhanga. Posisi tubuh ini disebut “lekuk tiga” yaitu melekuk
atau sedikit condong pada bagian leher, pinggul, dan pergelangan kaki
dengan beban tubuh hanya bertumpu pada satu kaki, sementara kaki yang
lainnya dilekuk beristirahat. Posisi tubuh yang luwes ini menyiratkan
keanggunan, misalnya figur bidadari Surasundari yang berdiri dengan sikap
tubuh tribhanga sambil menggenggam teratai bertangkai panjang.
Relief Borobudur menampilkan banyak gambar seperti sosok manusia
baik bangsawan, rakyat jelata, atau pertapa, aneka tumbuhan dan hewan,serta
menampilkan bentuk bangunan vernakular tradisional Nusantara.Borobudur
tak ubahnya bagaikan kitab yang merekam berbagai aspek kehidupan
masyarakat Jawa kuno. Banyak arkeolog meneliti kehidupan masa lampau di
Jawa kuno dan Nusantara abad ke-8 dan ke-9 dengan mencermati dan
merujuk ukiran relief Borobudur. Bentuk rumah panggung,lumbung,istana
dan candi, bentuk perhiasan, busana serta persenjataan,aneka tumbuhan dan
margasatwa, serta alat transportasi, dicermati oleh para peneliti.Salah satunya
adalah relief terkenal yang menggambarkan Kapal Borobudur. Kapal kayu
bercadik khas Nusantara ini menunjukkan kebudayaan bahari purbakala.
Replika bahtera yang dibuat berdasarkan relief Borobudur tersimpan
di Museum Samudra Raksa yang terletak di sebelah utara Borobudur.
Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina
dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal dari bahasa Sanskertadaksina yang
artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya, antara
lain relief-relief cerita jātaka. Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa
dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya,
mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu gerbang itu.
Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang
sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi
menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.
Salah satu ukiran Karmawibhangga di dinding candi Borobudur (lantai 0
sudut tenggara)Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang
menghiasi dinding batur yang terselubung tersebut menggambarkan hukum
karma. Karmawibhangga adalah naskah yang menggambarkan ajaran
mengenai karma, yakni sebab-akibat perbuatan baik dan jahat. Deretan relief
tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura
menggambarkan suatu cerita yang mempunyai hubungan sebab akibat.Relief
tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia
disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik
manusia dan pahala.Secara keseluruhan merupakan penggambaran kehidupan
manusia dalam lingkaran lahir – hidup – mati (samsara) yang tidak pernah
berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk
menuju kesempurnaan.Kini hanya bagian tenggara yang terbuka dan dapat
dilihat oleh pengujung. Foto lengkap relief Karmawibhangga dapat
disaksikan di Museum Karmawibhangga di sisi utara candi Borobudur.
LalitawistaraPangeran Siddhartha Gautama mencukur rambutnya dan
menjadi pertapa. Merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam
deretan relief-relief (tetapi bukan merupakan riwayat yang lengkap) yang
dimulai dari turunnya Sang Buddha dari surga Tushita,dan berakhir dengan
wejangan pertama di Taman Rusa dekat kota Banaras. Relief ini berderet dari
tangga pada sisi sebelah selatan, setelah melampui deretan relief sebanyak 27
pigura yang dimulai dari tangga sisi timur. Ke-27 pigura tersebut
menggambarkan kesibukan,baik di sorga maupun di dunia, sebagai persiapan
untuk menyambut hadirnya penjelmaan terakhir Sang Bodhisattwa selaku
calon Buddha.Relief tersebut menggambarkan lahirnya Sang Buddha di
arcapada ini sebagai Pangeran Siddhartha,putra Raja Suddhodana dan
Permaisuri Maya dari Negeri Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120
pigura, yang berakhir dengan wejangan pertama,yang secara simbolis
dinyatakan sebagai Pemutaran Roda Dharma,ajaran Sang Buddha di
sebut dharma yang juga berarti “hukum”, edangkan dharma dilambangkan
sebagai roda.
Jataka dan Awadana.Jataka adalah berbagai cerita tentang Sang Buddha
sebelum dilahirkan sebagai Pangeran Siddharta.Isinya merupakan pokok
penonjolan perbuatan-perbuatan baik, seperti sikap rela berkorban dan suka
menolong yang membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk lain manapun
juga. Beberapa kisah Jataka menampilkan kisah fabel yakni kisah yang
melibatkan tokoh satwa yang bersikap dan berpikir seperti manusia.
Sesungguhnya,pengumpulan jasa atau perbuatan baik merupakan tahapan
persiapan dalam usaha menuju ketingkat ke-Buddha-an.
Sedangkan Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan Jataka akan
tetapi pelakunya bukan Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain dan
ceritanya dihimpun dalam kitab Diwyawadana yang berarti perbuatan mulia
kedewaan, dan kitab Awadanasataka atau seratus cerita Awadana.Pada relief
candi Borobudur Jataka dan Awadana, diperlakukan sama, artinya keduanya
terdapat dalam deretan yang sama tanpa dibedakan. Himpunan yang paling
terkenal dari kehidupan Sang Bodhisattwa adalah Jatakamala atau untaian
cerita Jataka, karya penyair Aryasura yang hidup dalam abad ke-4 Masehi.
Gandawyuha.Merupakan deretan relief menghiasi dinding lorong ke-2,
adalah cerita Sudhana yang berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya
mencari Pengetahuan Tertinggi tentang Kebenaran Sejati oleh Sudhana.
Penggambarannya dalam 460 pigura didasarkan pada kitab suci Buddha
Mahayana yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian penutupnya
berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu Bhadracari
F. Pemugaran Candi Borobudur
Pemugaran candi Borobudur dimulai tanggal 10 Agustus 1973 prasasti
dimulainya pekerjaan pemugaran candi Borobudur terletak di sebelah Barat
Laut menghadap ke Timur, karyawan pemugaran tidak kurang dari 600 orang
diantaranya ada tenaga-tenaga muda lulusan SMA dan SIM bangunan yang
memang diberikan pendidikan khususnya mengenai teori dan praktek dalam
bidang Chemika Arkeologi (CA) dan Teknologi Arkeologi (TA).
Teknologi Arkeologi bertugas membongkar dan memasang batu-batu
candi Borobudur sedangkan Chemika Arkeologi bertugas membersihkan
serta memperbaiki batu-batu yang sudah retak dan pecah,pekerjaan-pekerjaan
di atas bersifat arkeologi semua ditangani oleh badan pemugaran candi
Borobudur, sedangkan pekerjaan yang bersifat teknis seperti penyediaan
transportasi pengadaan bahan-bahan bangunan ditangani oleh kontraktor (PT.
NIDYA KARYA dan THE CONTRUCTION and DEVELOVMENT
CORPORATION OF THE FILIPINE).Bagian-bagian candi Borobudur yang
dipugar ialah bagian Rupadhatu yaitu tempat tingkat dari bawah yang
berbentuk bujur sangkar,sedangkan kaki candi Borobudur serta teras I, II, III
dan stupa induk ikut dipugar, pemugaran selesai pada tanggal 23 Februari
1983 M di bawah pimpinan Dr. Soekmono dengan ditandai sebuah batu
prasasti peresmian selesainya pemugaran berada di halaman barat dengan
batu yang sangat besar dibuatkan dengan dua bagian satu menghadap ke
Utara satu lagi menghadap ke Timur penulisan dalam prasasti tersebut
ditangani langsung oleh tenaga yang ahli dan terampil dari Yogyakarata yang
bekerja pada proyek pemugaran candi Borobudur.
Pemugaran Pertama Candi Borobudur
Karena keadaan Candi Borobudur kian memburuk maka pada tahun 1900
dibentuk suatu panitia khusus, diketuai Dr. J.L.A. Brandes. Sangat
disayangkan bahwa Dr. J.L.A. Brandes meniggal tahun 1905 namun laporan
bersama yang disusun tahun 1902 membuahkan rancangan pemugaran.
Tahun 1907 dimulai pemugaran besar-besaran yang pertama kali dan
dipimpin oleh Van Erp. Pekerjaan ini berlangsung selama empat tahun
sampai tahun 1911 dengan biaya sekitar 100.000 Gulden dan
sepersepuluhnya digunakan untuk pemotretan.
Kegiatan Van Erp antara lain memperbaiki system drainase,saluran-
saluran pada bukit diperbaiki dan pembuatan canggal untuk mengarahkan
aliran air hujan. Pada tingkat rupadhatu, lantai yang melesak diratakan
dengan menutup bagian yang melesak dengan campuran pasir dan tras atau
semen sehingga air hujan mengalir melalui dwarajala atau gorgoyie.Batu-
batu yang runtuh dikembalikan dan beberapa bagian yang miring atau
membahayakan diberi penguat. Pada tingkat rupadhatu, 72 buah stupa terus
dibongkar dan disusun kembali setelah dasarnya di ratakan, demikian juga
pada stupa induknya.
Pada tahun 1926 diadakan pengamatan,diketahui adanya pengrusakan
sengaja yang dilakukan oleh wisatawan asing yang rupanya ingin memiliki
tanda mata dari Borobudur. Kemudian pada tahun 1926 dibentuklah panitia
khusus untuk mengadakan penelitian terhadap batu dan relief-reliefnya.
Penelitian panitia menyimpulkan ada tiga macam kerusakan yang masing-
masing di sebabkan oleh:
7. Oleh karena itu seni dan budaya serta tata cara hidup yang unik dan khas
perlu dipertahankan dan dikembangkan. Apalagi Yogyakarta terkenal dengan
kota yang penuh dengan seniman jalanan serta orang-orangnya yang ramah.
Itu menyebabkan akan lebih banyak lagi wisatawan yang ingin berkunjung ke
Yogyakrta. Hal tersebut dapat meningkatkan kecerdasan masyarakat yang
dikunjungi karena penduduk asli akan banyak belajar dari wisatawan yang
berkunjung, demikian pula dengan yang datang berkunjung akan banyak
belajar dari kunjungannya dengan cara melihat, mendengar, dan merasakan
segala sesuatu yang dijumpai selama dalam perjalanannya. Dengan demikian,
pengembangan pariwisata merupakan salah satu cara untuk menambah
pengetahuan dan pengalaman.
8. Dampak positif lainnya dengan adanya tempat pariwisata yaitu dapat
mengurangi konflik sosial sering terjadi saling curiga antara suatu penduduk
dengan penduduk lainnya, karena kurang saling mengenal, baik dalam soal
adatistiadat, budaya sejarah, kebiasaan maupun perbedaan tingkat sosial.
Salingberkunjung melalui berwisata dapat mengurangi atau menghilangkan
saling curiga dan kecemburuan sosial, karena terjadinya komunikasi dan
saling mengenal satu sama lainnya.
BAB III
PENUTUP
3.Simpulan
Maka dapat disimpulkan bahwa tempat-tempat pariwisata yang ada di
Yogyakarta itu sangat banyak, dan kita harus senantiasa menjaga serta
merawatnya agar tetap asri seperti aslinya. agar menarik para wisatawan
untuk berlibur ke jogja.
Selain itu, kota jogja yang menawan itu tidak harus kita tambahkan
dengan budaya-budaya barat yang kita rasa sangat bagus atau trendy. tapi
justru itu salah,kita harus tetap menjaga budaya asli itu sendiri,agar
mempunyai keaslian yang khas dimata dunia.
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu kota favorit para
wisatawan untuk berlibur dan menghabiskan sisa waktu istirahatnya di
tempat-tempat wisata yang ada di Yogyakarta. walaupun banyak cerita-cerita
mistis yang beredar di masyarakat luas, para wisatawan tetap antusias
menikmati tempat-tempat pariwisata yang ada di jogja.
3.2 Saran
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan karya tulis ini banyak ditemui
kesulitan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik agar kami
dapat menyempurnakan karya tulis ini.
Demikianlah Kesimpulan dan saran dalam pembuatan karya tulis ini.
Dalam pembuatan karya tulis ini banyak sekali kekurangan-kekurangan,
untuk itu penulis sebagai manusia biasa mohon maaf atas segala keurangan
dan kekhilafan. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi kita semua.