Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

TATO BAGI SUKU MENTAWAI


Disusun untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Filsafat Timur

Dosen Pengampu: Ramli Harahap, D.Th.

DISUSUN OLEH:

Andre Ferdinan S

Bobby Harianto Girsang

Elisa Wida Nina Lemesta Manik

Joy Immanuel Tarigan

Ria Kurniasi Br. Siboro

PROGRAM STUDI TEOLOGI

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI (STT)

ABDI SABDA MEDAN

2023
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Kami berharap makalah ini dapat menambah
pemahaman kita mengenai kebudayaan dari suku Mentawai. Kebudayaan Mentawai
membuka jendela ke dalam kearifan dan keunikan budaya Mentawai, sebuah masyarakat
yang hidup di kepulauan yang terpencil. Dalam pembahasan ini, kami memfokuskan
perhatian pada aspek yang unik dan mendalam seperti seni tubuh dalam bentuk tato. Tato di
kalangan masyarakat Mentawai bukan hanya seni hiasan, melainkan juga simbolik yang
merangkum nilai, keyakinan, dan identitas budaya yang kaya. Dengan merenungkan makna
filosofis dari tato Mentawai, kita dapat memahami bagaimana tubuh menjadi bukan hanya
tempat tinggal jiwa, tetapi juga kanvas untuk menyampaikan warisan spiritual dan
sosial yang berharga.
DAFTAR ISI

JUDUL......................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah..............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................4
C. Tujuan Pembahasan.....................................................................................................5
BAB II.......................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.......................................................................................................................6
1. Latar Belakang Sejarah Suku Mentawai....................................................................6
2. Makna Filosofis Tato Mentawai..................................................................................7
3. Identitas Dan Status Sosial.........................................................................................10
3.1. Tato sebagai Identitas Sosial...............................................................................10
3.2. Tato Sebagai Pembeda Status Sosial..................................................................10
4. Ritual Dan Proses Pembuatan Tato..........................................................................12
4.1 Ritual Dalam Pembuatan Tato...........................................................................12
4.2 Proses Dalam Pembuatan Tato..........................................................................12
5. Keseimbangan Dengan Alam Dan Roh.....................................................................14
6. Pengaruh Dan Pelestarian Budaya di Era Globalisasi............................................14
7. Refleksi Teologis..........................................................................................................15
BAB III....................................................................................................................................15
PENUTUP...............................................................................................................................15
A. Kesimpulan..................................................................................................................15
B. Saran.............................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tato merupakan sebuah karya seni yang sudah sejak lama digunakan untuk
sebuah tanda pada tubuh manusia. Tato dapat diartikan sebagai sebuah goresan,
gambar atau lambang yang membentuk sebuah desain pada kulit. Di Indonesia sendiri
tato dianggap sebagai sebuah seni merajah tubuh atau melukis tubuh. Menurut sejarah
dari suku pedalaman Indonesia, tato sudah ada di Indonesia sejak dari dahulu kala dan
sudah menjadi budaya serta tradisi yang dilakukan secara turun temurun. Pada zaman
itu tato difungsikan sebagai simbol, karya seni, hingga menjadi bagian dari
spiritualitas masyarakat khususnya suku Mentawai. Maka dapat dikatakan bahwa
Indonesia sudah lama mengenal tato dan sudah menjadikannya sebagai peninggalan
budaya dari suku Mentawai. Bagi Masyarakat suku Mentawai tato memiliki makna
dan kegunaan mendasar bagi penduduk di kepulauan Mentawai.
Bagi suku Mentawai, tato tidak boleh diubah dengan sembarangan karna
dapat membedakan arti yang terkandung pada tato tersebut. Hingga saat ini
kebudayaan suku pedalaman Mentawai melakukan tato masih menjadi tradisi. Bahkan
sudah meluas hingga keluar daerah kepulauan Mentawai dan sudah tidak hanya
menjadi milik suku Mentawai itu sendiri. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, seni
tato Mentawai perlahan-lahan mulai ditinggalkan oleh Masyarakat Mentawai. Hal ini
disebabkan pada saat ini banyak Masyarakat Mentawai yang merantau keluar dan
meninggalkan desanya. Kondisi tersebut menjadikan tato Mentawai rentan tergerus
kemajuan jaman. Sehingga timbul kekhawatiran akan kekayaan budaya, salah satunya
motif tato Mentawai menjadi terlupakan dan hilang. Oleh sebab itu diperlukan upaya
pendokumentasian motif tato tradisional Mentawai yang penuh sejarah dan makna
filosofis bagi semua masyarakat. Sehingga pesan yang terdapat dalam motif tato
tradisional Mentawai dapat disampaikan dan dipahami sebagai salah satu warisan
budaya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis akan memberikan perincian beberapa
identifikasi masalah, yaitu:
1. Apa makna yang terkandung dalam pembuatan tato bagi Masyarakat suku
Mentawai?
2. Mengapa suku Mentawai menanggap tato sebagai bagian dari spiritualitasnya?
3. Bagaimana makna tato pada saat ini seiring perkembangan zaman dan arus
globalisasi?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui Makna yang terkandung dalam pembuatan tato Suku Mentawai
2. Untuk mengetahui alasan Suku Mentawai menjadikan tato sebagai bagian dari
spiritualitasnya
3. Untuk mengetahui Makna tato seiring perkembangan zaman dan arus globalisasi
BAB II

PEMBAHASAN

1. Latar Belakang Sejarah Suku Mentawai


Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah salah satu kabupaten yang terletak di
provinsi Sumatera Barat, Indonesia, dengan ibukota kabupaten Tua Pejat yang berada
di Pulau Sipora.1 Walaupun tergabung kedalam provinsi Sumatera Barat, namun
sistem kebudayaanya berbeda dengan sistem kebudayaan Minangkabau sehingga
terdapat banyak sekali perbedaan diantara keduanya.2 Suku Mentawai adalah
penghuni asli kepulauan Mentawai yang sudah mendiami kepulauan Mentawai sejak
500SM.3 Sebagaimana suku Nias dan suku Enggano, mereka adalah pendukung
budaya Proto-Melayu yang menetap di Kepulauan Nusantara sebelah barat. Suku ini
dikenal sebagai peramu dan ketika pertama kali dipelajari belum mengenal bercocok
tanam. Tradisi yang khas adalah penggunaan tato di sekujur tubuh, yang terkait
dengan peran dan status sosial penggunanya. 4 Kebudayaan tato Mentawai, yang
dikenal dengan nama titi disebutkan hampir punah. Kebudayaan ini hanya dapat di
temui di Pulau Siberut saja.5 Tato Mentawai merupakan bagian dari tradisi dan
budaya yang berlaku sebagai penanda profesi yang dipegangnya seperti ahli pemanah,
ahli pengobatan, pangkat dan lain sebagainya. Artinya tato berfungsi sebagai simbol,
tanda pengenal, atau hiasan berupa suatu sistem penandaan atau sistem tanda-tanda
visual, antara lain melalui simbol yang merupakan gambaran prinsip hidup.6

1
Kementrian Kelautan Dan Perikanan, SKPT Kabupaten Kepulauan Mentawai, https://kkp.go.id
/SKPT/Mentawai/page/1133-skpt-kabupaten-kepulauan-mentawai diakses pada tanggal 24 November 2023.
2
Rizal Kurniawan, Harmonisasi Masyarakat Mentawai, Jilid 10, No. 2, Al-Qalb, 2018, 111.
3
KJRI, Suku Mentawai Salah Satu Suku Tertua Di Indonesia, https://kemlu.go.id/penang
/id/news/20570/suku-mentawai-salah-satu-suku-tertua-diindonesia diakses pada tanggal 24 November 2023.
4
Ensiklopedia Dunia, Suku Mentawai, https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Suku_Mentawai diakses
pada tanggal 24 November 2023.
5
National Geographic Indonesia, Tato Mentawai Hampir Punah, https://nationalgeographic.grid.id
/read/13280384/tato-mentawai-hampir-punah diakses pada tanggal 24 November 2023.
6
Risma Dona, Uniknya Tato Mentawai, https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbsumbar/uniknya-tato-
mentawai/ diakses pada tanggal 24 November 2023.
2. Makna Filosofis Tato Mentawai
Tato dalam masyarakat mentawai merupakan wujud dari ungkapan sistem pola pikir
dan tingkah laku mereka.7 Tato adalah sebuah karya seni yang memiliki nilai dan
makna dari setiap gambar dan motifnya. Suku Mentawai mengangap tato sebagai
sebuah hal yang sakral karena berhubungan dengan alam dan arwah. Terdapat
berbagai motif yang memiliki maknanya tersendiri bagi suku Mentawai. 8
1. Motif Sarepak Abak
Pada motif sarepak abak terdapat dua garis besar yang saling bersinggungan
dengan empat titik pada titik temu antara kedua garis panjang serta satu titik di
setiap ujung dari garis panjang.

Dari motif sarepak abak secara kasat mata merupakan sebuah cadik sampan
yang berguna sebagai penyeimbang kapal sampan dan beberapa dekorasi sebuah
titik merupakan visualisasi bentuk nyamuk yang disebut dengan legew. Motif
sarepak abak merupakan penegasan atas keseimbangan manusia, alam dan roh
kepercayaan lokal Arat Sabulungan. Motif sarepak abak biasanya dipakai oleh
penduduk Mentawai yang hidup di pesisir Pantai dan biasanya ditemukan di
daerah Sagalube, Muara Simatalu, Muara Simalegi dan Pulikoman. Cadik sampan
ini difilosofikan sebagai keseimbangan yang menopang sampan Ketika sedang
berada di laut. Ombak laut yang tidak pasti bisa dengan mudah membuat sampan
terbalik dan tenggelam. Sehingga ketika sampan dipasang sebuah cadik akan
menghasilkan sebuah keseimbangan bagi sampan itu sendiri ketika ada ombak.
Penduduk pesisir pantai tentu saja sangat bergantungan pada hasil laut yang di
dapat. Bahkan dari pembuatan cadik sampan mereka juga memiliki sebuah acara
adat atau ritual yang disebut punen abak rau lepa atau penyucian perahu dan
7
Yarni Munaf, dkk., Kajian Semiotik Dan Mitologis Terhadap Tato Masyarakat Tradisional
Kepulauan Mentawai, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2001), 36.
8
Ian Handani, Suzy Azeharie, Analisis Semiotika Tato Tradisional Suku Mentawai, Vol. 3, No. 1, FIK
Universitas Tarumanagara, 2019, 49.
enungna manek abak atau meramu persiapan pembuatan perahu. Ritual ini
ditujukan kepada roh laut Tai Kabagat-Kaot agar pelaut diberikan kesehatan,
keselamatan dan menolak bala ketika sedang mencari hasil laut. Bentuk nyamuk
yang disebut legew mengimpikasikan kondisi geografis sebuah wilayah yang
mengindikasikan di sekitar tempat mereka tinggal banyak nyamuk sehingga
dijadikan sebuah motif aksesoris.9

2. Motif Sibalubalu
Dari motif tato sibalubalu memiliki bentuk yang cukup sederhana yaitu
lingkaran di tengah dan dikelilingi oleh garis lurus dalam bentuk titik sebanyak
delapan sisi serta setiap sisinya terbentuk oleh empat titik.

Secara kasat mata sibalubalu merupakan gambaran sebuah bintang pleades


atau matahari. Sibalubalu memiliki arti “delapan” yang artinya pemakaian motif
ini harus diikut dengan delapan sisi dan sesuatu yang menjadi pusat dari delapan
sisi tersebut. Motif ini juga melambangkan kesejahteraan dan kesehatan. Secara
mitologi awal dari terbentuknya motif sibalubalu berawal dari kepercayaan
penghuni dunia atas atau dewa-dewa sebagai penguasa tertinggi di tatanan
kehidupan. Tetapi dari faktanya bintang atau matahari merupakan sumber
kehidupan, jika tidak ada matahari maka tidak ada kehidupan. Motif tato
sibalubalu seharusnya hanya boleh dipakai oleh sikerei yang merupakan seorang
dukun yang merupakan penghubung komunikasi antara manusia dengan roh.
Sebelum melakukan penatoan sikerei akan melaksanakan sebuah upacara sesajen
berupa hasil buruan yang dipercaya penduduk lokal untuk melancarkan proses
penatoan yang disebut sebagai punen patiti. Punen patiti merupakan upacara yang
dijalankan sebelum penatoan guna melancarkan proses menato. Selain menjadi

9
Ibid., Hlm. 52-53.
seorang dukun sikerei juga merupakan seorang tabib atau ahl obat-obatan.
Penduduk sekitar juga percaya bahwa jika sikerei mengobati suatu penyakit maka
yang melakukan penyembuhan adalah roh gaib yang diminta sikerei untuk
mencarikan obat atau mengobati secara langsung.10

3. Motif Binatang
Fungsi tato dalam kaitannya dengan ekonomi terlihat pada pemilihan motif
binatang, terutama binatang yang menjadi kebutuhan utama, misalnya sunancura
(rusa), sakkole (babi), joja (monyet), seguk (burung), laita (ikan), dan saggesaggei
(kepiting).

Motif Seguk (burung)

Simbol dari motif yang terdapat pada kaum laki-laki tersebut adalah untuk
mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan hewani. Sakkole, sebagai hewan
budaya, mempunyai kaitan dengan berbagai upacara adat, misalnya punen patiti
(upacara penatoan), dan punen enegat (upacara inisiasi). Seekor babi pada upacara
ritual dipergunakan sebagai otsai (upah) untuk membayar sikerei. Jika jumlah
sikerei ada empat orang, seekor babi itu dibagi empat sehingga seorang sikerei
dapat upah sebanyak seperempat. Kebutuhan akan makanan hewani diperoleh
dengan cara berburu. Hasil berburu itu dibagikan kepada sesama anggota seuma
yang terdiri atas 5-10 keluarga, sekalipun yang pergi berburu itu adalah 2 atau 3
keluarga. Hal itu memperlihatkan kehidupan sosio-ekonomi yang sangat erat
antaranggota seuma. Hewan yang biasa diburu adalah monyet. Menurut
kepercayaan masyarakat Mentawai, makna dari aneka motif binatang itu adalah
agar roh-roh binatang itu selalu memberkati kehidupan mereka. Oleh sebab itu,

10
Ibid., Hlm. 53-54.
tengkorak binatang hasil buruannya itu tidak boleh dibuang, tetapi disimpan di
uma.11

3. Identitas Dan Status Sosial


3.1. Tato sebagai Identitas Sosial
Tato adalah bagian tatanan sosial masyarakat Mentawai. Selain tato
utama sebagai himbang jati diri suku, juga terdapat tato sebagai lambang jati
diri pribadi. Kedua lambang jati diri itu dapat dilihat pada pemakaian ragam
hias di tubuh tertentu, serta jenis motifnya. Ornamen, pola, atau garis tertentu
pada seorang sikerei akan berbeda dengan orang biasa, pemburu, dan lain-
lain.12

3.2. Tato Sebagai Pembeda Status Sosial


Bagi masyarakat tradisional Mentawai, tato mempunyai kedudukan
yang sangat penting . Tato merupakan simbol kesukuan, tanda kenai, hiasan,
dan pakaian abadi. Yang lebih penting dari itu, tato adalah tanda jati diri dari
kepercayaan mereka. yaitu Arat Sabulungan. Fungsi dan makna tato sebagai
simbol kemasyarakatan merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan masyarakat tradisional Mentawai. Hal itu didasari pada
kepercayaan Arat Sabulungan. Terdapat penekanan fungsi pembagian kerja
dan yuridis dalam setiap motif tato yang dimiliki oleh Masyarakat Mentawai
sebagai struktur kemasyarakatan. Dalam pembagian kerja, semua pekerjaan
didasarkan pada kepercayaan Arat Sabulungan. Masyarakat tradisional
Mentawai mengenal empat pembagian kerja dalam tatanan aliran kerja suku.
Jenis kerja itu ditentukan oleh kedudukan orang yang melaksanakannya.
Misalnya Si Bakat Lagai, Si Mabajak Lagai, Rimata, dan Sikerei.13
Si Bakat Lagai adalah orang atau suku pertama yang membuka
kampung, bisa juga diartikan sebagai orang tertua dalam suku asli. Kedudukan
Si Bakat Lagai bersifat seumur hidup. Ia dituntut memiliki kecakapan dalam
11
Yarni Munaf, dkk., Kajian Semiotik Dan Mitologis Terhadap Tato Masyarakat Tradisional
Kepulauan Mentawai, 45.
12
Ibid., Hlm. 41.
13
Ibid., Hlm. 42-43.
mengurus kampung. Tato yang dipakai oleh Si Bakat Lagai berfungsi sebagai
tanda pengenal wilayah tinggalnya. Dalam tato itu tidak ada motif-motif
khusus. Hal ini dapat dilihat pada motif tato pada bagian dada (titi durukat).
Kekhususan pada Si Bakat Lagai ditemukan pada pakaian adatnya, yaitu serat
(pengikat kepala), lei-lei (penutup kepala), ogok (bunga kecubung yang
tersisip di telinga), ngalei (untaian manik-manik di Ieber), dan sorot (getah
rotan).
Si Mabajak Lagai adalah orang tertua dalam jurai atau suku dan
bertugas untuk kepentingan kaum sesuku dalam kampung. Fungsi tato bagi Si
Mabajak Lagai adalah sebagai tanda pengenal kaum sesuku. Hal itu dapat
dilihat dari motif tato pada titi durukat. Yang membedakannya dengan kaum
sesuku adalah pakaian adat.
Rimata adalah kepala suku yang diangkat oleh Si Mabajak Lagai. Tato
rimata adalah tato utama yang berfungsi sebagai tanda pengenal asal sukunya.
Rimata adalah pemimpin yang menjadi anutan, terutama dalam menentukan
hari baik bagi kepentingan punen (upacara suci), misalnya punen enegat
(upacara inisiasi), punen kukuret (upacara berburu kera), punen lalep (upacara
pemberkatan rumah baru), punen mei jarik (upacara menjala ikan), punen abak
rau lepa (upacara penyucian sampan baru), punen mulia (upacara
persembahan), dan punen pulaijat (upacara pembaharuan jiwa). Punen-punen
tersebut di samping bagian dari Arat Sabulungan juga merupakan siklus
kehidupan (lahir-kawin-mati).
Sikerei adalah dukun yang merupakan salah satu dari struktur
kemasyarakatan tradisional Mentawai yang sangat penting perannya. Ia
bertanggung jawab terhadap kesehatan masyarakatnya. Ia bertugas mencari
penyebab dan mengusahakan keselarasan melalui kemampuan kondisi
ketidaksadaran. Hal itu dilakukan seolah-olah jiwa meninggalkan badan untuk
mencari hal-hal di luar jangkauan manusia biasa.14

14
Ayu Galih Dewantara, Tato Sebagai Simbol Struktur Kemasyarakatan Suku Mentawai, TATO
SEBAGAI SIMBOL STRUKTUR KEMASYARAKATAN SUKU MENTAWAI – HIMA FIB UGM diakses
pada 25 November 2023.
4. Ritual Dan Proses Pembuatan Tato
4.1 Ritual Dalam Pembuatan Tato
Bagi masyarakat suku Mentawai memiliki tato adalah suatu keharusan, karena
merupakan jati diri, tanda pengenal, dan hiasan tubuh. Maka dalam upacara adat
Punen Patiti dilaksanakan untuk persembahan kepada “Tai Kabagatkoa”(roh
laut), “Tai Kaleleu” (roh hutan), “Tai Kamanua” (roh angkasa). Masyarakat suku
Mentawai meyakini bahwa tato tradisional memiliki hubungan erat dengan roh-
roh yang terdapat didalam kepercayaan agama asli suku Mentawai yakni Arat
Sabulungan. Maka dari itu, sebelum dilaksakan nya membuat tato pada tubuh,
harus dilaksanakan terlebih dahulu upacara ritual pentatoan yang dikenal sebagai
“Punen Patiti”. Pahu mengemukakan Punen adalah sebuah aspek yang relevan di
dalam kehidupan masyarakat Mentawai. Menurut Burger, Punen yaitu suatu
proses yang mencangkup beberapa upacara religius, selama acara berlangsung,
masyarakat dilarang bekerja atau melakukan hubungan intim, karena itu bagian
dari kepercayaan Arat Sabulungan.15

4.2 Proses Dalam Pembuatan Tato16


Pada dasarnya alat dan bahan-bahan yang digunakan untuk membuat tato
tradisional suku Mentawai didapatkan dari alam sekitarnya. Hanya jarum saja
yang didapatkan dengan sistem barter yang diperoleh dari orang pendatang. Jauh
sebelum jarum ada atau dikenal masyarakat Mentawai menggunakan jarum dari
bahan kayu Karai (tumbuhan asli Mentawai) atau menggunakan gigi hiu atau
tulang belulang dari hasil berburu dengan cara ujungnya diruncingkan. Pewarna
dan obat untuk penawar rasa sakit dibuat sendiri oleh masyarakat Mentawai.
Biasanya zat penawar untuk tidak sakit dibuat dari abu. Abu yang dihasilkan
biasanya akan dibalurkan kebagian tubuh yang ditato.

Adapun pada saat itu alat yang digunakan untuk membuat tato oleh suku
Mentawai ialah :

15
Arfiansyah Perdana, UNIKOM, https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/5976/8/UNIKOM _Graffi
%20Arfiansyah%20Perdana_%20BAB%202.pdf diakses pada 25 November 2023
16
Enem Ogok Saroro, Perubahan Makna Tato Sebagai Identitas Masyarakat Mentawai, http://jim.stkip-
pgri-sumbar.ac.id/jurnal/download/5687
Alat yang digunakan masyarakat untuk membuat tato ialah seperti:
1. jarum. Digunakan jarum untuk menoreh kulit yang sedang ditato.
2. Tangkai Kayu, digunakan untuk dudukan pada jarum, tangkai kayu ini
sangat menentukan seberapa dalam masuknya jarum pada kulit. Pemukul
kayu digunakan untuk memberikan suatu tekanan supaya jarum dapat
menembus kulit.
3. Lidi yang biasanya didapatkan dari tulang daun kelapa berguna untuk
pembuatan pola sebelum ditato. Diawali dengan lidi yang dicelupkan pada
zat pewarna yang dibuat dari campuran serbuk tempurung dan air tebu.
Lalu lidi ini tekankan pada permukaan kulit sehingga membentuk sebuah
pola atau motif yang diinginkan, penggunaan lidi ini didasarkan karena lidi
mempunya sifat lentur.

Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk membuat tato tradisional


Mentawai pada umumnya adalah sebagai berikut:
1. Air tebu, digunakan untuk bahan zat pewarna, air tebu lalu dimasukan ke
tubuh supaya darah tidak mengalir atau keluar, zat pewarna dari air tebu
memiliki sifat kental dan lengket. Daun pisang digunakan untuk membuat
zat pewarna dengan cara dicampurkan abu dari daun pisang dengan air
tebu.
2. Tempurung kelapa bahan ini digunakan untuk membuat zat warna dengan
cara mencampurkan arang dari tempurung kelapa dengan airtebu dan juga
bisa berfungsi sebagai wadah untuk mengaduk.

5. Keseimbangan Dengan Alam Dan Roh17


Tato Tradisional mentawai diyakini oleh masyarakatnya memiliki hubungan
erat dengan dewa-dewa yang terdapat dalam kepercayaan agama asli yang suci, yaitu

17
Yarni Munaf, dkk., Kajian Semiotik Dan Mitologis Terhadap Tato Masyarakat Tradisional
Kepulauan Mentawai, 76.
Arat Sabulungan. Oleh sebab itu, dalam rangkaian proses pembuatan tato terlebih
dahulu harus dilaksanakan upacara ritul penatoan.

Pengelompokan motif Tato dengan alam dan roh

1. Motif Tumbuh-tumbuhan seperti lokpok (dedaunan) sdan pulaingiania,(tumbuhan


sulur), merupakan bagian dari setiap punen. Dalam Arat Sabulungan, dedaunan
merupakan tempat bersemayam, dewa lah yang memberikan kesuburan bumi.
Kesejahteraan hidup, dan penolak bala. Oleh sebab itu, pemakaian motif erat
hubungannya dengan kepercayaan roh.

Motif Lokpok (Dedaunan)

2. Motif Tato yang dipakai oleh murourou (pemburu), Seperti sunancura(rusa),


sakkole(babi), merupakan ungkapan terimakasih kepada penguasa hutan (Tai
Kaleleu). Pemakaian motif saggesaggei (kepiting) dan laila (ikan) , merupakan
ungkapan terimakasih kepada penguasa laut (Tai Kebagatkoa). Pemakaian motif
seguk (burung) merupakan ungkapan terimakasih kepada penguasa udara (Tai
Kamanua).

Motif Sakkole (Babi)

6. Pengaruh Dan Pelestarian Budaya di Era Globalisasi


Sekarang banyak komunitas tato tradisional dan para pelaku seni dari pemuda
pemudi Mentawai yang mengembangkan seni tato ini. Mereka tidak hanya membuat
tato di badan mereka, tetapi juga mereka menjadi penato dan memperkenalkan makna
dan nilai-nilai tato itu sendiri. Namun untuk alat dan bahan yang digunakannya sudah
lebih modern karena menyesuaikan dengan SOP dan standar kesehatan medis. Maka
ini cukup memberikan dampak yang positif karena masih ada generasi muda yang
mengembangkan dan memperkenalkan seni tato Mentawai walaupun dengan cara
yang lebih kekinian serta nilai dan warisan filosofi tetap terbawa.

7. Refleksi Teologis
Seperti yang tertulis di dalam 1 Korintus 3 : 17 “Jika ada orang yang
membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah ialah
kudus dan bait Allah ialah kamu.” Oleh sebab itu, bait Allah tidak boleh dibinasakan
sebab bait Allah adalah bait kudus sebab Allah berdiam disana. Seperti suku
Mentawai yang membuat tato di bagian tubuh mereka yang dalam pandangan kristen
sudah merusak atau tidak menjaga bait Allah. Dalam Konfesi dan RPP GKPA pasal 4
tentang penciptaan dimana dinyatakan, Allah menciptakan segala sesuatunya dari
yang tidak ada karena bumi pada waktu itu belum berbentuk dan masih kosong. Allah
berfirman maka segala sesuatunya jadi dalam waktu enam hari. Allah menciptakan
manusia menurut gambar dan rupa Allah, laki-laki dan perempuan diciptakannya
mereka. Allah memberkati manusia itu dan menyerahkan bumi untuk dikuasai dan
dipelihara (Kej 1-2) (Kantor Pusat Pembinaan GKPA, Pangokuon Haporseaon
(Konfesi) dohot Ruhut Parmahanion Paminsangon (RPP), hl 55). Disini dilihat dari
konteks ciptaan, manusia diperlengkapi dengan akal, dan diberi kuasa memelihara
18
ciptaan lainnya, maka perlulah menjaga tatanan yang sudah disampaikan Allah.
Jadi tindakan menggambar tato di bagian tubuh, menurut kami adalah tidak
mengingat kepada keutuhan Penciptaan Manusia yang imago dei.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Tato bagi masyarakat tradisional Mentawai adalah bagian dari tatanan
kehidupan yang didasari oleh kepercayaan Arat Sabulungan . Kepercayaan itu
adalah agama asli dan pemberi spirit kehidupan. Berdasarkan kepercayaan inilah

18
Gabriel Butar-Butar, Pardomuan Munte, Suatu tinjauan Dogmatis Tentang Tato Diperhadapkan
Dengan Tubuh Sebagai Bait Allah Dan Relevansinya Di HKI Marihat Sihonggang, Vol. 2, No. 1, Jurnal Sabda
Akademika, Maret 2022.
masyarakat tradisional Mentawai menjalani hidup dan kehidupannya. Tato
masyarakat tradisional Mentawai adalah salah satu warisan budaya masa
neolitikum yang berkaitan dengan kepercayaan Sabulungan. Motif-motif tato
adalah bahasa rupa sebagai wahana komunikasi umuk menunjukkan asal-usul
keberadaan, tanda kenai wilayah, dan simbol-simbol lainnya. Setiap motif tato
masyarakat tradisional Mentawai memiliki spesifikasi tersendiri . Kespesifikan itu
dapat dilihat dari jenisnya, kandungan makna yang terdapat di dalarnnya, dan
kandungan latar belakang mitosnya. Dari sisi jenis, motif tato masyarakat
tradisional Memawai sangat bervariasi. Variasi motif ini diambil dari tumbuhan
dan hewan yang hidup di darat, laut, dan udara. Dari sisi simbol, pemakaian motif
tato pacta masyarakat tradisional Mentawai selalu didasarkan kepada fungsi dan
maknanya. Untuk jenis motif tato tertentu, pemakainya hanya orang tertentu.
Motif sibalubalu hanya boleh dipakai oleh sekerei, demikian pula halnya dengan
motif-motif yang dipakai oleh pemburu (murourou) dan kaum perempuan. Pada
umumnya, kandungan makna motif tato bagi masyarakat tradisional Mentawai
adalah sebagai tanda pengenal, simbol, dan hiasan. Dari sisi latar belakang mitos,
pemakaian motif tato pada masyarakat tradisional Mentawai ada latar
belakangnya. Ia tidak asal dipilih dan asal dipasang. Hal itu disebabkan oleh
tradisi bertato yang merupakan aplikasi dari kepercayaan Arat Sabulungan.

B. Saran
Bertolak dari simpulan di atas dapat disarankan hal-hal berikut.
1 . Tato adalah salah satu hasil cipta dan karsa masyarakat tradisional Memawai
yang didasarkan kepada agama asli, yaitu Arat Sabulungan. Ia merupakan salah
satu kebudayaan daerah yang memiliki kemampuan untuk menyangga
kebudayaan nasional. Oleh sebab itu , pemeliharaan dan pelestarian terhadap
tradisi ini perlu dilakukan agar tidak menipis dan punah. Bila perlu, tradisi itu
dikembangkan agar menjadi sarana penarik wisatawan untuk berkunjung ke
Mentawai.
2. Sampai sekarang penelitian terhadap tato masyarakat tradisional Memawai
belumlah banyak, padahal sangat banyak misteri yang perlu disibak. Oleh sebab
itu, penelitian terhadap tato masyarakat tradisional Mentawai hendaknya jangan
terhenti sampai di sini. Tato perlu lebih dikaji sehingga dapat mengungkapkan
lebih banyak tentang hidup dan kehidupan masyarakat tradisional Memawai.
3. Masyarakat tradisional Mentawai adalah masyarakat terbelakang. Dalam
berbagai hal, masyarakat ini cukup potensial. Untuk mengasah potensi tersebut,
pembinaan dan pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia) masyarakat
tradisional Mentawai kiranya perlu dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal tato,
pemerimah dapat memberikan penyuluhan dari sisi kesehatan. Hal itu perlu
dilakukan karena pembuatan tato sangat tradisional sehingga tidak jarang aspek
kesehatan orang yang ditato terabaikan
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :

Munaf Yarni, dkk., Kajian Semiotik Dan Mitologis Terhadap Tato Masyarakat Tradisional
Kepulauan Mentawai, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2001.

Sumber Lainnya :

Arfiansyah Perdana, “Motif Traditional Tato Mentawai”, dalam


https://elibrary.unikom.ac.id /id/eprint/5976/8/unikom_graffi%20arfiansyah%20perdana_
%20bab%202.pdf

Ayu Galih Dewantara, “Tato Sebagai Simbol Struktur Kemasyarakatan Suku Mentawai”,
dalam tato sebagai simbol struktur kemasyarakatan suku mentawai – hima fib ugm

Enem Ogok Saroro, “Perubahan Makna Tato Sebagai Identitas Masyarakat Mentawai”,
dalam http://jim.stkip-pgri-sumbar.ac.id/jurnal/download/5687

Ensiklopedia Dunia, Suku Mentawai,dalam


https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/suku_mentawai

Butar-Butar, Gabriel, Pardomuan Munte. Maret 2022. Suatu tinjauan Dogmatis Tentang Tato
Diperhadapkan Dengan Tubuh Sebagai Bait Allah Dan Relevansinya Di HKI Marihat
Sihonggang. Jurnal Sabda Akademika, Vol. 2, No. 1.

Handani Ian, Suzy Azeharie. Juli 2019. Analisis Semiotika Tato Tradisional Suku Mentawai.
FIK Universitas Tarumanagara, Vol. 3, No. 1, 49.

Kementrian Kelautan Dan Perikanan, “SKPT Kabupaten Kepulauan Mentawai”, dalam


https://kkp.go.id /SKPT/Mentawai/page/1133-skpt-kabupaten-kepulauan-mentawai

KJRI, “Suku Mentawai Salah Satu Suku Tertua Di Indonesia”, dalam


https://kemlu.go.id/penang /id/news/20570/suku-mentawai-salah-satu-suku-tertua-di
indonesia

National Geographic Indonesia, “Tato Mentawai Hampir Punah”, dalam


https://nationalgeographic.grid.id /read/13280384/tato-mentawai-hampir-punah

Risma Dona, “Uniknya Tato Mentawai”, dalam https://kebudayaan.kemdikbud.go.id


/bpnbsumbar/uniknya-tato-mentawai/
Kurniawan Rizal. Oktober 2018. Harmonisasi Masyarakat Mentawai. Al-Qalb, Jilid 10, No.
2, 111.

Anda mungkin juga menyukai