Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

Aliran Kepercayaan Suku Mentawai Di Sumatera


Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah Studi Agama
Kontemporer

DOSEN PENGAMPU

Adlan Sanur Torihoran, M. Ag

Disusun Oleh:

Kelompok 12

Afrizal 4322003

Ceria Meirevis Nadhea 4322019

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
UIN SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI
T.A 2023/2024 (1445/1446 H)
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
karunia, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata
kuliah Studi Agama Kontemporer, dengan judul: “Aliran Kepercayaan Suku
Mentawai Di Sumatera”.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang tulus memberikan bantuan, saran dan kritik. Sehingga
makalah ini dapat terselesaikan, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Adlan Sanur Torihoran, M. Ag selaku dosen mata kuliah Studi
Agama Kontemporer, yang telah memberikan tugas agar penulis dapat lebih
memahami materi pembelajaran tersebut.

Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis
miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala masukan dan kritikan yang
dapat membantu penulis dari berbagai pihak. Akhirnya, penulis berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan pembelajaran materi
dan wawasan pengetahuan pembaca.

Bukittinggi, 25 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan ..........................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................3
A .Sejarah Lahir dan Pencetus Kepercayaan Amatoa.......................................................3
B. Ajaran Kepercayaan Amatoa........................................................................................6
C. Ritual Kepercayaan Amatoa.......................................................................................10
D. Perkembangan Kepercayaan Amatoa.........................................................................16
BAB III PENUTUP.......................................................................................................21
A. Kesimpulan.................................................................................................................21
B. Saran...........................................................................................................................22
DAFAR PUSTAKA.......................................................................................................23

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia kaya dengan alam, namun harus ada keseimbangan sehingga
alam bisa memberikan kebaikannya untuk kita. Kearifan manusia kajang dapat
dirumuskan berawal dari ajaran kepercayaan (religious) suku Ammatoa
sehingga membentuk konsepsi hidup serasi dengan alam. Komunitas
Ammatoa sangat memegang erat dan teguh tentang pelestarian Hutan,
dikarenakan hutan sebagai simbol kemakmuran bagi masyarakat Ammatoa. Di
balik kesibukan masyarakat yang memperkaya diri dengan materil duniawi,
lain halnya dengan komunitas kajang mereka sangat memegang erat nilai
sosialnya yaitu to kamase-masea (orang yang sederhana). kamase-masea ini
merupakan simbol keselamatan.
Sesuai filosofi kehidupan tentang kebahagiaan yaitu “jika engkau ingin
merasakan kebahagiaan maka engkau harus merasakan penderitaan terlebih
dahulu.” Bagi masyarakat komunitas Ammatoa nilai sosial itu mengikat
mereka namun tidak bermaksud membuat mereka menderita, namun dengan
membuat dirinya tidak terlena dengan kebahagiaan yang sesaat mereka
merindukan kalumannyang kalupepean (kebahagiaan atau kekayaan di
akhirat) walau di dunia menjadi hamba yang sederhana dalam menjalani
kehidupan sosialnya di bawah pengawasan Turie’ A’ra’na.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas ,maka rumusan masalahnya sebagai
berikut:
1. Bagaimana sejarah lahir dan pencetus aliran kepercayaan Amatoa
di Sulawesi?
2. Apa saja pokok ajaran aliran kepercaaan Amatoa di Sulawesi?
3. Apa saja yang menjadi ritual aliran kepercayaan Amatoa di
Sulwesi?
4. Bagaimana perkembangan aliran kepercayaan Amatoa di
Sulawesi?

1
C.Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas,maka tujuan penulisan makalah
ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sejarah lahir kepercayaan Amatoa .
2. Untuk mengetahui apa pokok ajaran kepercayaan Amatoa.
3. Untuk mengetahui apa saja ritual ibadah kepercayaan Amatoa.
4. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan kepercayaan
Amatoa.
D.Manfaat Penulisan
Adapun Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Bagi pembaca
Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca dan
menjadi acuan dalam mata kuliah Studi Agama Kontemporer.
b. Bagi penulis
Makalah ini dapat diharapkan membantu banyak pihak mengenai
pemahaman tentang Kepercayaan Amatoa di Sulawesi dan melatih
penulis dalam penulisan karya ilmiah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Lahir Kepercayaan Suku Mentawai Di Sumatera


Kepulauan Mentawai merupakan bagian dari serangkaian pulau
non-vulkanik yang letaknya memanjang di bagian paling barat Indonesia,
lebih dari seratus kilometer di hadapan garis pesisir pulau Sumatera.
Sekalipun dari segi posisi geografis merupakan suatu kelompok, namun
kebudayaan tradisional penduduk pulau-pulau tersebut sangat berbeda.
Pulau Nias misalnya, terkenal karena monumen-monumen batunya yang
besar-besar (megalith) serta kehebatan wujud desa-desanya yang
merupakan pencerminan pola pemikiran hierarkis dengan menonjolkan
keturunan; pola pemikiran ini sangat mewarnai sistem sosial dan agama,
dan merupakan kekhasan tradisi kebudayaan zaman perunggu di
Indonesia. Tetapi kebudayaan tradisional di Kepulauan Mentawai, baik
dari segi teknologi, sosial, maupun religius, (dibeberapa tempat di
pedalaman Pulau Siberut misalnya,penulis) masih menampakkan wujud
neolitik atau zaman batu muda). Kekunoan yang aneh dari wujud
kebudayaan di Mentawai sudah menarik perhatian orang-orang yang
datang ke situ pada abad ke-18. Mereka terheran-heran ketika menyadari
bahwa orang Mentawai lebih banyak menampakkan kemiripan dengan
penduduk kepulauan Hawaii, Tahiti serta kepulauan Polynesia.
Orang Mentawai memiliki kulit tubuh yang kuning kecoklatan,
mata yang cendrung sipit, serta rambut kejur nan tipis, merupakan ciri dari
homo sapiens yang paling awal datang ke Kepulauan Indonesia. Dengan
mempertimbangkan bahasa yang digunakan, mereka digolongkan ke
dalam rumpun Proto Melayu yang mempunyai akar-akar kebudayaan
neolitik dengan sedikit pengaruh zaman perunggu, tetapi tidak dipengaruhi
oleh Buddhisme, Hindhuisme, maupun Islam, kecuali dalam puluhan
tahun belakangan ini. Sekaligus menunjukkan bahwa mereka telah ada

3
beberapa ribu tahun yang lalu, dan menjadikan kebudayaan Mentawai
sebagai kebudayaan tertua yang masih ada dan tersisa di Indonesia.
Orang Mentawai dikenal dengan sistem religi (kepercayaan)
masyarakatnya yang disebut Sabulungan, yang dilandasi oleh keyakinan
akan adanya dewa-dewa, kekuatan gaib lainnya serta roh-roh leluhur.
Karena itu secara umum adat mereka pun disebut Arat Sabulungan.
Sedangkan mereka sendiri sering dijuluki sebagai orang Sabulungan.
Menarik untuk diketahui bahwa kepercayaan Arat Sabulungan
masih memiliki eksistensi dalam kehidupan masyarakat asli Mentawai.
Kehadirannya sangat terasa manakala kita berada di lingkungan penduduk
desa yang bermukim di Pulau Siberut. Ada keyakinan bahwa bertahannya
kepercayaanya ini disebabkan desa-desa (laggai) di Pulau Siberut
umumnya (secara geografis) berada jauh di pedalaman yang sangat sulit
dijamah dengan alat transportasi biasa. Disamping faktor lain, seperti
ikatan mereka yang sangat kuat pada hukum adatnya. Walaupun Protestan,
Islam dan Katolik sudah menjadi agama resmi penduduk asli Mentawai
(sejak tahun 1954), tetapi pada umumnya mereka masih menjalankan
prinsip-prinsip hidup ala Arat Sabulungan dalam kehidupan sehari-hari.
Hingga saat ini belum ada sistem hukum adat baru yang mampu
menggantikan posisi Arat Sabulungan yang selama ini mereka junjung
tinggi karena mereka beranggapan bahwa Arat Sabulungan sebagian besar
prinsipprinsipnya masih relevan dengan budaya dan cita-cita hukum
masyarakatnya.
Namun demikian, secara historis, kepercayaan ini sudah pernah
dilarang oleh Pemerintah pada tahun 1954, penduduk asli disuruh memilih
satu dari lima agama yang resmi diakui pemerintah (pada saat itu di
Mentawai baru dimasuki dua agama yakni Protestan dan Islam).
Dalam kontek pembangunan dan peradaban modern, Pemerintah
dan missionaries memiliki pendapat yang sama bahwa kepercayaan
Sabulungan adalah bentuk sistem religi suku bangsa primitive yang pernah
ada di bumi Mentawai, sehingga sudah tidak sepantasnya hidup atau

4
dianut oleh masyarakat Mentawai saat ini, oleh karenanya tidaklah salah
untuk disingkirkan dari kehidupan orang Mentawai. Dalam usaha ini
kelihatan sangat nyata bahwa pemerintah dan missionaries bekerjasama
(bahu membahu) untuk menyingkirkan pengaruh Arat Sabulungan dari
bumi Mentawai. Saat ini, mayoritas orang Mentawai memeluk Agama
Kristen Protestan, dan sebagian lagi beragama Katolik dan Islam.
Walaupun demikian, sebagian besar orang Mentawai di Siberut masih
memegang teguh religinya yang asli yakni Arat Sabulungan
Dalam kontek pembangunan dan peradaban modern, Pemerintah
dan missionaries memiliki pendapat yang sama bahwa kepercayaan
Sabulungan adalah bentuk sistem religi suku bangsa primitive yang pernah
ada di bumi Mentawai, sehingga sudah tidak sepantasnya hidup atau
dianut oleh masyarakat Mentawai saat ini, oleh karenanya tidaklah salah
untuk disingkirkan dari kehidupan orang Mentawai. Dalam usaha ini
kelihatan sangat nyata bahwa pemerintah dan missionaries bekerjasama
(bahu membahu) untuk menyingkirkan pengaruh Arat Sabulungan dari
bumi Mentawai. Saat ini, mayoritas orang Mentawai memeluk Agama
Kristen Protestan, dan sebagian lagi beragama Katolik dan Islam.
Walaupun demikian, sebagian besar orang Mentawai di Siberut masih
memegang teguh religinya yang asli yakni Arat Sabulungan.
B.

Anda mungkin juga menyukai