Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

IDENTITAS KEBUDAYAAN MAKASSAR

DOSEN PENGAMPU :

Martien Herna Susanti

DISUSUN OLEH :

NAMA : Roro Maggie Claudya Prastlly

NIM : 043122861

UNIVERSITAS TERBUKA

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kesepmatan pada Saya untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah –
Nya lah Saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kebudayaan Makassar”.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan. Selain itu, Saya juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca.

Saya mengucapkan terima kasih sebesar- besarnya kepada Ibu Martien Herna
Susanti selaku dosen mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Tugas yang diberikan
ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan Saya dalam bidang kebudayaan. Saya
juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang membantu proses penyusunan
makalah ini. Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun akan Saya terima demi kesempurnaan makalah
ini.

Makassar 10 Mei 2021

Roro Maggie Claudya Prastlly


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI......................................................................................................................................................... 3
BAB I...................................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN................................................................................................................................................ 4
A. Latar Belakang..................................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................... 6
C. Tujuan Makalah................................................................................................................................... 6
BAB II.................................................................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN................................................................................................................................................... 7
1. Pengertian Kebudayaan................................................................................................................... 7
2. Sejarah Makassar............................................................................................................................. 11
3. Identitas Kebudayaan Makassar................................................................................................ 14
4. Kebudayaan Makassar................................................................................................................... 17
a. Bahasa.......................................................................................................................................... 17
b. Rumah Adat............................................................................................................................... 17
c. Pakaian Adat.............................................................................................................................. 18
d. Suku yang ada di Makassar................................................................................................. 18
e. Tarian Daerah........................................................................................................................... 18
f. Lagu Tradisional...................................................................................................................... 21
g. Kerajinan Rakyat..................................................................................................................... 21
h. Upacara Tradisional............................................................................................................... 21
i. Senjata Tradisional................................................................................................................. 22
j. Makanan dan Wisata Daerah.............................................................................................. 22
BAB III................................................................................................................................................................ 23
PENUTUP.......................................................................................................................................................... 23
A. Kesimpulan......................................................................................................................................... 23
B. Saran...................................................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................................ 24
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebudayaan merupakan perwujudan berdasarkan sebuah renungan, kerja keras
dan kearifan suatu rakyat dalam mengarungi dunianya. Kebudayaanlah yang
mengakibatkan suatu rakyat dapat memandang lingkungan hidupnya dengan
bermakna. Dengan format budaya jua masyarakat menata alam sekitarnya dan
memberikan klasifikasi, sehingga berarti bagi warganya dan dengan begitu tindakan.
Masyarakat juga memila-mila anggota-anggota masyarakat ke dalam kelompok-
kelompok menurut penggolongan tingkat dan lapisan sosial pada masyarakat.

Setiap tingkat, golongan, derajat-derajat dalam rakyat dibedakan oleh sistem


simbol dan titulatur. Simbol dan titulatur pada warga dan makanan yang dikosumsi
tidak hanya beranekajenisnya namun juga diatur, dengan kata lain, lantaran
kebudayaanlah maka lingkungan sekitar rakyat dan realitas pada dalam warga itu
sendiri diatur dan mendapatkan arti.

Banyak orang beranggapan bahwa ekonomi, politik, teknologi, religi dan


sebagainya termasuk unsur-unsur kebudayaan. Pemahaman semacam itu sebenarnya
tidak mengungkap lebih pada apa yang dikandung sang kebudayaan. Memang sahih
bahwa ekonomi, politik, kesenian, religi dan sebagainya itu adalah kebudayaan lantaran
persepsi maknawi yang terkandung pada dalamnya merupakan kebudayaan. Ekonomi,
politik, teknologi, kesenian. Religi dan sebagainya itu mengandung dan mencerminkan
makna, dan makna itulah kebudayaan. Struktur politik dan ekonomi yang memberi
kedudukan tertentu dalam sekelompok anggota masyarakat tertentu, mencerminkan
juga kebudayaan gerombolan atau lapisan tertentu. Karena menggunakan
kedudukan/penggolongan itu terwujudlah sistem dan perilaku politik-ekonomi. Dunia
empiris politik-ekonomi tersebut akan lain sama sekali dipersepsikan sang lapisan
warga lain.
Dengan demikian maka kebudayaan merupakan kerangka persepsi yang penuh
makna dalam struktur dan konduite. Apa yang ada pada empiris mengandung makna
dan diberi makna, atau menggunakan lebih tak berbentuk dapat dikatakan tidak ada
yang bebas budaya. Politik, ekonomi iptek, hidup keagamaan, kesenian dan sebagainya
tidaklah bebas makna. Semuanya diwarnai sang kebudayaan.

Dalam rangka pemikiran kebudayaan demikian itu, bagaimanakah persepsi


warga pendukung Budaya Sulawesi terhadap warisan budayanya. Sebagai suatu
warisan perlu diketahui bagaimana proses pengalihan budaya berbagai ethnis pada
Sulawesi dan apa yang dialihkan. Hal ini sangat penting karena harus dipahami bahwa
tidak ada yang secara serratus persen atau absolut diwariskan oleh generasi dahulu
pada generasi. Tiap generasi, bahkan tiap kelompok pada suatu rakyat, secara special
memberi makna kepada dunianya, dan permaknaan itu sendiri bercorak bergerak maju
artinya dapat berubah.

Dengan demikian, pewarisan budaya sekaligus berarti jua sampai kadar


eksklusif mengandung pengembangan budaya. Kebudayaan menjadi sistem yang lahir
dari respons suatu warga terhadap dunianya, dan itu akan berubah bila terjadi
perubahan dalam lingkungan empiris empiriknya. Kebudayaan yang senantiasa
memberikan respons terhadap lingkungannya akan merumuskan pemaknaannya
terhadap realitas empirik yang berubah itu. Karena itu perubahan empiris dapat
mempengaruhi perubahan kebudayaan.

Provinsi Sulawesi Tengah dan bagian lainnya dikelilingi sang laut, teluk dan selat
yaitu Laut Flores disebelah Selatan, teluk Bone disebelah Timur, dan selat Makassar
disebelah Barat. Didaerah ini terdapat dua buah gunung yang relatif tinggi yaitu gunung
Lompobattang dan gunung Rantekombola. Terdapat dua buah danau yaitu danau
Tempe dan danau Sidenreng.

Sulawesi Selatan adalah daerah yang dikelilingi oleh berbagai macam pulau.
Wilayah kepulauan tersebut menciptakan Sulawesi Selatan memiliki beragam keunikan
tradisional, keliru satunya merupakan budaya. Suku yang banyak mendiami pada
Sulawesi Selatan merupakan suku Makassar dan suku Bugis, yang kemudian dikenal
sebagai dengan percampuran Makassar-Bugis. Jika berbicara tentang budaya, Makassar
merupakan salah satu daerah di Indonesia yang hingga kini tetap mempertahankan
kebudayaan yang mereka miliki. Terdapat beberapa kebudayaan yang dimiliki oleh
suku Makassar – Bugis, misalnya Pakaian Adat, Rumah Tradisional, Tari Tradisional,
Alat musik Tradisional, Senjata Tradisional dan Lagu Daerah Tradisional.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Kebudayaan?
2. Apa saja kebudayaan yang ada di Makassar?
3. Apa kebudayaan yang menjadi Identitas kebudayaan Makassar?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
2. Untuk mengetahui apa itu kebudayaan
3. Untuk mengetahui kebudayaan yang ada di Makassar
4. Untuk mengetahui kebudayaan yang menjadi Identitas Kebudayaan Makassar
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Kebudayaan

Perbedaan mendasar antara manusia dengan makhluk lain (hewan) adalah


bahwa manusia adalah makhluk yang berpendidikan. Alasannya adalah karena Tuhan
telah memberi manusia hadiah jiwa dan roh yang sangat berharga. Dengan semangat
tersebut, masyarakat dapat menciptakan budaya yang sangat berbeda dengan
kehidupannya sendiri. Oleh karena itu, manusia disebut sebagai makhluk sosial dan
budaya. Selain itu, manusia adalah pencipta budaya, dan budaya inilah yang ingin
dijalani orang.

Kebudayaan adalah jenis kehidupan yang dikembangkan, dibagikan dan


diwariskan dari generasi ke generasi oleh banyak orang. Budaya terdiri dari banyak
elemen kompleks seperti sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, peralatan,
pakaian, bangunan, dan karya seni. Seperti budaya, bahasa sangat erat kaitannya
dengan manusia sehingga banyak orang menganggapnya genetik. Berhubungan dengan
orang-orang dari budaya yang berbeda dan mencoba beradaptasi dengan perbedaan
mereka menunjukkan bahwa budaya sedang dipelajari. Budaya adalah cara hidup.
Budaya itu kompleks, tidak berwujud dan tersebar luas, dan banyak aspek budaya
menentukan perilaku komunikatif. Unsur sosial dan budaya ini tersebar dan
mengandung banyak aktivitas sosial manusia. Entah mengapa, orang sulit
berkomunikasi dengan orang dari budaya lain melalui definisi budaya.

Budaya adalah sekumpulan nilai kompleks yang diekspresikan dalam gambar


terpolarisasi dengan karakteristik unik dan ke atas. Ada "gambar tersembunyi". Ada
bentuk lain dari superkulturalisme seperti "individualisme total" di Amerika Serikat,
"harmoni individu dengan alam" di Jepang, dan "penyerahan kolektif" di Cina. Citra
budaya yang menarik ini memberi anggotanya dunia dengan makna dan nilai yang
masuk akal yang dapat dipinjam Hamburg untuk memulihkan rasa hidup dan rasa
hormat, serta pedoman untuk perbuatan baik. Oleh karena itu, budaya yang
memberikan kerangka kerja yang konsisten untuk mengatur kegiatan dan memprediksi
perilaku orang lain.
Pengertian Budaya menurut Para Ahli

 Ki Hajar Diwantara: “Kebudayaan adalah buah jiwa manusia dalam


kehidupan bermasyarakat.”
 Guru Besar Antropologi Kontalganangrat Universitas Indonesia:
“Kebudayaan adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan
konsekuensi aktivitas manusia dalam konteks kehidupan masyarakat.
Kebudayaan. memiliki nilai sosial, nilai sosial, dan hasil sosial. "Ini
mencakup pemahaman yang komprehensif tentang norma, ilmu
pengetahuan, semua struktur sosial, agama dan struktur lainnya, dan sifat
intelektual dan artistik dari semua data yang menjadi ciri
masyarakat .Prof.dr. Koentjaraninggrat mencatumkan tujuh perbedaan
manusia dengan hewan apabila ditinjau dari perilakunya, yaitu:
sebagaian besar dari perilaku manusia di kuasai oleh akal;

1. kehidupan manusia di muka bumi ini hanya d imungkinkan dengan


suatu sistem peralatan yang luas yang merupakan hasil akalnya;
2. Sebagian besar perilaku manusia harus di biaskan dengan belajar;
3. Manusia mempunyai yang menyimpan seluruh tata kelakuannya itu
dalam lambang-lambang vokal maupun menulis;
4. Pengetahuan bersifat akumulatif;
5. Sistem pembagian kerja dalam masyarakat manusia jauh lebih
kompleks dari pada kelompok kawanan binatang;
6. Masyarakat menunjukan suatu aneka warna yang besar;

 R. Lynton (dalam konteks kepribadian dan budaya) Budaya adalah jenis


perilaku dan konsekuensi perilaku
 Melville J. Herskovitz, "Menchen adalah bagian dari lingkungan" (bagian
dari lingkungan manusia) budaya Dawson (zaman Tuhan), cara budaya
hidup bersama (budaya adalah kehidupan)
 Deryvrah, Budaya adalah ragam roh manusia yang diaplikasikan sebagai
omelet khusus Ini adalah kumpulan kembang api Shakti adalah
kekaguman orang yang kita cintai, budaya mewakili keadaan daya tarik,
dalam arti luas, budaya pemberi kehidupan Bangsa
 Mangunsarco, budaya Karya jiwa manusia, merupakan budaya
dokter.Ghazare adalah gagasan dan emosi yang tercermin dalam setiap
aspek kehidupan masyarakat yang membentuk kesatuan sosial ruang dan
waktu.
 Samovar dan Richard E. Facchini, budaya merupakan komoditas material
berupa pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna,
hierarki, agama, waktu, peran, relasi spasial, persepsi dan objek publik
serta kelompok masyarakat. Ini bisa menjadi gudang kumulatif. Dalam
generasi kelompok
 Levohen Rixon, budaya mencakup semua aspek kehidupan sehari-hari,
terutama perspektif kehidupan dalam bentuk apapun, baik mitos maupun
sistem nilai sosial.
 Reneshar budaya adalah warisan kita yang diadopsi tanpa kehendak
melawan.
 Dokter. Cooper budaya adalah ide militer yang memandu dan memandu
tindakan dan tindakan individu secara individu atau kelompok.
 William H. Highland Budaya adalah seperangkat aturan dan norma yang
dimiliki anggota komunitas secara umum. Ketika dipaksakan oleh
anggota, itu adalah perilaku yang adil dan dapat diterima di seluruh
komunitas.
 Jacobs dkk. budaya mencakup segala sesuatu yang merupakan warisan
sosial, termasuk keterampilan sosial, ideologi, agama, dan seni.
 French Merrill, pola interaksi sosial, semua tindakan dan produk yang
dibuat oleh individu sebagai anggota masyarakat ditemukan melalui
interaksi simbolik. Budaya diciptakan dengan mengembangkan dan
mengkomunikasikan kepercayaan manusia melalui simbol-simbol
tertentu, seperti tanda bahasa. Seperangkat simbol mewakili kepercayaan
budaya di antara anggota masyarakat. Laporan budaya harus disajikan
kepada media, pemerintah, lembaga keagamaan, sistem pendidikan, dll.
 Mitchell (Superology Dictionary) Budaya adalah kamus berulang dari
semua tindakan atau aktivitas manusia dalam masyarakat, terutama
produk buatan manusia. Secara sosial, ini lebih dari sekedar transmisi
genetik.
 Robert H. Loews budaya adalah dari segala sesuatu yang dibawa orang
dari masyarakat, termasuk kepercayaan, adat istiadat, norma seni, pola
makan, dan pengalaman yang merupakan warisan daripada kreativitas.
 R. Secomo, kebudayaan adalah hasil usaha manusia. Baik itu dalam
bentuk benda, maupun dalam bentuk pikiran dan kehidupan. Malinovsky
mengatakan bahwa ada dua aspek fundamental dari budaya persatuan:
kesatuan organisasi dan tubuh.

Dari semua definisi ahli / antropolog di atas, kita dapat melihat bahwa
kebudayaan berasal dari ranah buatan manusia yang berupa pemikiran, tindakan, atau
perilaku manusia. Budaya berfungsi sebagai pedoman atau latar belakang aktivitas
manusia yang memperjuangkan keberadaannya. Tetapi tidak semua kebudayaan itu di
kategori kan sebagai tingkah laku dan benda-benda sepeti contoh gerak reflek ketika
kita merasa gatal dan kita akan langsung mengaruknya karena perilaku seperti ini
hanya lah gerak sepontan saja yang tanpa proses berpikir.

Kebudayaan selalu berkaitan dengan proses berpikir manusia sebelum


melakukan dan melakukan apa yang diinginkannya. Kebudayaan juga tidak didasarkan
pada pewarisan turun temurun dan biologis melalui unsur genetik, karena diperoleh
individu melalui proses pembelajaran dalam kehidupan komunitas keluarga. Budaya
berasal dari bahasa Sansekerta, Budha, roh dan jiwa pada akarnya, maka budaya
tersebut harus dipandu oleh sistem pengetahuan tentang sikap, pikiran dan pikiran
manusia yang memberikan kehidupan dan adat istiadat manusia.

Bentuk budaya menurut Jj Honigman dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu ide,
aktivitas, dan artefak. Idea (bentuk ideal)

 Bentuk ideal budaya adalah budaya sebagai sekumpulan ide, gagasan,


nilai, norma, aturan, dll. Ini tidak bersifat abstrak. Anda bisa menyentuh
dan menyentuh. Bentuk budaya ini ada dalam jiwa atau komunitas. Ketika
masyarakat mengungkapkan ide-idenya secara tertulis, posisi budaya
yang ideal terletak pada tulisan dan buku pengarang.
 Aktivitas (bekerja) Aktivitas adalah sejenis budaya, seperti pekerjaan
biasa orang-orang di perusahaan ini. Bentuk ini sering disebut sebagai
sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas manusia yang
berinteraksi dan berkomunikasi berdasarkan pola tertentu berdasarkan
perilaku normal dan berkomunikasi dengan orang lain. Dalam realitas
kehidupan sosial, budaya yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain.
Contoh: Suatu bentuk budaya yang ideal mengatur dan mengarahkan
tingkah laku (aktivitas) dan tingkah laku (tingkah laku) manusia.
 Artefak adalah salah satu jenis budaya material yang dapat dilihat,
ditampilkan, dan didokumentasikan sebagai objek atau objek berupa
aktivitas, tindakan, dan tindakan semua anggota masyarakat. Inilah yang
paling realistis dari tiga bentuk budaya. Padahal, kehidupan sosial tidak
bisa lepas dari budaya lain. Contoh: Suatu bentuk budaya yang ideal
mengatur dan mengarahkan tingkah laku manusia (aktivitas) dan tingkah
laku (behaviour).

2. Sejarah Makassar
Di dalam pupuh 14/3 kitab Nagarakretagama karya Mpu Prapanca pada abad
ke-14 telah disebutkan Makassar, menjadi galat satu wilayah taklukkan Majapahit.
Walaupun demikian, Tumaparisi Kallonna (1510-1546) Raja Gowa ke-9 diperkirakan
merupakan tokoh pertama yang benar-sahih berbagi kota Makassar. Ia memindahkan
pusat kerajaan dari pedalaman ke tepi pantai, mendirikan benteng di muara Sungai
Jeneberang, serta mengangkat seseorang syahbandar untuk mengatur perjual belian.

Pada abad ke-16, Makassar menjadi pusat perniagaan yang mendomisi di


Indonesia Timur, sekaligus menjadi salah satu kota terbesar di Asia Tenggara. Raja-raja
Makassar membuat kebijakan perjual belian bebas yang ketat, pada mana seluruh
pengunjung ke Makassar diperbolehkan melakukan perjual belian di sana & menolak
upaya VOC (Belanda) buat memperoleh hak monopoli pada kota tersebut.

Meskipun Islam semakin maju sebagai kepercayaan yang utama di daerah


tersebut,orang yang memeluk agama Kristen dan agama lainnya masih tetap bisa
melakukan perjual belian di Makassar, hal ini menjadi salah satu perilaku yang toleran
terhadap kepercayaan. Hal ini membuat Makassar sebagai sentra yang penting bagi
orang-orang Melayu yang bekerja dalam perjual belian di Kepulauan Maluku dan juga
sebagai pusat yang penting bagi pedagang-pedagang menurut Eropa dan Arab. Semua
keistimewaan tersebut tidak terlepas dari kebijaksanaan Raja Gowa-Tallo (Sultan
Alauddin, Raja Gowa, dan Sultan Awalul Islam), Raja Tallo yang memerintah ketika itu .

Kontrol penguasa Makassar mulai menurun saat semakin menguatnya dampak


Belanda pada wilayah tersebut dan menguatnya monopoli perdagangan rempah-
rempah yang diterapkan Belanda melalui VOC. Pada tahun 1669, kerajaan Islam Gowa-
Tallo diserang sekutu Belanda , bersama dengan La Tenri Tatta Arung Palakka dan
beberapa kerajaan Melakukan penyerangan terhadap yang mereka anggap sebagai Batu
Penghalang terbesar berperang habis-habisan untuk menguasai rempah-rempah di
Indonesia timur. Akhirnya Gowa-Tallo (Makassar) terdesak dan dengan terpaksa
menanda tangani Perjanjian Bongaya setelah mempertahankan kerajaan melawan
beberapa koalisi kerajaan yang dipimpin oleh belanda.

Pendirian Republik Indonesia sekali lagi membarui warna dan wajah Makassar.
Hengkangnya sebagian besar rakyat asingnya dalam tahun 1949 & nasionalisasi
perusahaan-perusahaan asing dalam akhir tahun 1950-an menjadikannya balik ke
sebuah kota provinsi. Begitu pula sifat asli Makassar pun semakin menghilang dengan
munculnya pendatang baru menurut wilayah-wilayah pedalaman yang berupaya untuk
membebaskan diri terhadap kekacauan dampak berbagai pergolakan pasca revolusi.
jumlah penduduk meningkat berdasarkan kurang lebih 90.000 jiwa sebagai hampir
400.000 orang antara tahun 1930-an hingga tahun 1961, lebih daripada setengahnya
pendatang baru menurut wilayah luar kota. Hal ini dicerminkan dalam penggantian
nama kota sebagai Ujung Pandang berdasarkan julukan ”Jumpandang” yang selama
berabad-abad lamanya menandai Kota Makassar bagi orang pedalaman dalam tahun
1971. Kemudian dinamakan kembali menjadi kota Makassar pada tahun 1999, tepatnya
13 Oktober dari Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 1999 Nama Ujung Pandang
dikembalikan sebagai Kota Makassar & sesuai Undang-Undang Pemerintahan Daerah
luas daerah bertambah lebih kurang 4 mil kearah laut 10.000 Ha, sebagai 27.577Ha

Ujung Pandang sendiri adalah nama sebuah kampung pada daerah Kota
Makassar. Hal ini berawal di dekat Benteng Ujung Pandang kini, membujurlah suatu
tanjung yang dipenuhi bergbagai rumpun-rumpun pandan. Sekarang Tanjung ini tidak
ada lagi. Pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-X, Tunipalangga nama Ujung Pandang
mulai dikenal saat tahun 1545 mendirikan benteng Ujung Pandang menjadi
kelengkapan benteng-benteng kerajaan Gowa yang telah ada sebelumnya, antara lain
Barombong, Somba Opu, Panakukang dan benteng-benteng mini lainnya.

Bangunan spesial Gowa (Balla Lompoa) dibangun saat bagian luar benteng
selesai, didirikanlah di dalamnya dengan menggunakan kayu. Sementara pada sekitar
benteng terbentuk kampung yang semakin usang semakin ramai. Disanalah kampung
Jourpandan (Juppandang). Sementara itu Benteng tersebut dijadikan menjadi kota kecil
pada tepi pantai Losari.

Usai perang Makassar ,beberapa tahun kemudian jatuhlah benteng Ujung


Pandang ke tangan Belanda, dengan disetujuinya Perjanjian Bungaya tahun 1667,
benteng itu diberikan. Lalu Speelmen mengubah namanya menjadi Fort Rotterdam.
perlahan-lahan bangunan-bangunan bercorak Gowa pada Fort Rotterdam diganti
menggunakan bangunan gaya barat seperti yang bisa kita saksikan kini .

Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1971 nama Kota Makassar berubah
menjadi Ujung Pandang dan terjadi dalam 31 Agustus 1971,. Tak hanya itu Kota
Makassar di perluas berdasarkan 21 kilometer persegi sebagai 115,87 Kilometer
persegi, terdiri dari 11 daerah kecamatan & 62 lingkungan dengan penduduk kurang
lebih 700 ribu jiwa penduduk. Peluasan ini mengangkat sebagian menurut daerah 3
kabupaten yakni Kabupaten Maros, Gowa dan Pangkajene Kepulauan sebagai
“kompensasinya” nama Makassar diubah sebagai Ujung Pandang.

Wali kotamadya Ujung Pandang kol H. M. Daeng Patompo (alm) terpaksa


menyetujui perubahan, demi ekspansi wilayah kota. Sebab Bupati Gowa kol K. S. Mas’ud
& Bupati Maros kol H.M. Kasim DM menentang keras pemekaran tersebut. Untunglah
kontradiksi itu bisa diredam setelah Pangkowilhan III Letjen TNI Kemal Idris menjadi
penengah dari permasalahan yang berlangsung, Walhasil Kedua Bupati daerah tersebut,
mau menyerahkan sebagian wilayahnya asalkan jika nama Makassar diganti.

Masyarakat mulai protes Sejak awal proses perubahan nama Makassar menjadi
Ujung Pandang. Terutama kalangan budayawan, seniman, sejarawan, pemerhati hukum
dan pebisnis. Bahkan waktu itu sempat dideklarasikan Petisi Makassar oleh Prof. Dr.
Andi Zainal Abidin Farid SH, Prof. Dr. Mattulada & Drs. H. D. Mangemba, dari deklarasi
petisi Makassar inilah polemik tentang nama terus mengalir dalam bentuk seminar,
lokakarya dan sebagainya.

Beberapa seminar yang membahas mengenai polemik penggantian nama


Makassar diantaranya:

Pada Tanggal 21 Maret 1981 di Hotel Raodah. Seminar Makassar yang


dilaksanakan sang SOKSI Sulsel.

Diskusi panel Makassar Bersinar diselenggarakan lepas 10 November 1991 pada


Gedung Harian Pedoman Rakyat lantai III.

tanggal 21 Agustus 1995 pada Makassar Golden Hotel, Seminar Penelusuran Hari
Lahirnya Makassar diselenggarakan.

Namun Pemda juga DPRD setempat, tidak jua tergugah untuk mengembalikan
nama Makassar dalam Ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan. Nasib kota “Daeng” ini nyaris
tak menentu, sampai akhirnya dipenghujung masa jabatan Presiden B.J. Habibie, nama
Makassar dikembalikan, tanpa harus melalui proses yang berbelit.

Dalam konsideran Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 1999, pada antaranya


menyebutkan bahwa perubahan itu wujud kemauan masyarakat Ujung Pandang
dengan menerima dukungan DPRD Ujung Pandang dan perubahan ini sejalan dengan
pasal lima ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1999, bahwa perubahan nama
daerah, ditetapkan menggunakan Peraturan Pemerintah.

Nama Ujung Pandang sekarang tinggal kenangan dan selanjutnya semua elemen
rakyat kota mulai menurut para budayawan seiring perubahan & pengembalian nama
Makassar, pemerintah serta rakyat lalu mengadakan penelurusan & pengkajian sejarah
Makassar, Hasilnya Pemerintah Daerah Nomor 1 Tahun 2000, memutuskan Hari jadi
Kota Makassar, lepas 9 November 1607. Dan buat pertama kali Hari Jadi Kota Makassar
ke 393, diperingati pada tanggal 9 November 2000. Nama Makassar berasal
berdasarkan sebuah kata dalam bahasa Makassar "Mangkasarak" yang berarti yang
memunculkan diri atau yang bersifat terbuka.
3. Identitas Kebudayaan Makassar
Jenkins (1996:4) mengemukakan bahwa indenty “refers to the way in which
individuals and collectivities are distunguished in their social rrlations with other
individuals and collectivities”. Identitas ini bersifat dinamis terhadap perubahan seperti
yang diutarakan oleh Stuart hall dalam bukunya identik dan diaspora.

Terhadap identitas budaya, karakteristik tersebut merupakan karakteristik yang


muncul pada diri seseorang sebagai anggota dari kelompok etnis eksklusif titik bukti
diri ini menunjukkan dalam pembelajaran dan penerimaan tentang tradisi, sifat
bawaan, agama, dan keturunan dari suatu kebudayaan berupa kesamaan norma, nilai,
kepercayaan, simbol, dan praktik budaya titik sejumlah unsur tersebut dinamis dan
terus berubah seiring dengan kondisi sosial budaya masyarakat, Seperti halnya Kota
Makassar yang sejak zaman Portugis telah dihuni oleh banyak sekali etnis dan bahkan
menciptakan koloni dan dan perkampungan sendiri titik syarat ini mengakibatkan
Makassar tidak dapat lagi dikatakan sebagai identitas fisik orang Makassar sampai
penggantian nama Makassar menjadi Ujung Pandang dalam tahun 1971 sebelum
akhirnya pulang resmi lagi diklaim Makassar menjadi nama kota pada 1 mei 2011.

Demikian juga menggunakan penggunaan nama Makassar yang menunjukkan


pada daerah teritorial seperti pada kata Kerajaan Makassar, dan menunjukkan pada
identitas budaya Makassar menjadi daerah teritori menunjukkan dalam batasan
wilayah bantaian dan selaya yang sekarang mencakup kabupaten Gow, Takalar,
Jeneponto, Bantaeng, sebagian Bulukumba Selayar, Maros dan Pangkajenne kepulauan.

Sementara itu, Makassar sebagai sebuah identitas budaya merujuk pada etnis
Makassar yang memakai bahasa sendiri yakni bahasa Makassar dan memakai aksara
sendiri yaitu aksara lontara. Juga mereka yang dikenal menggunakan perahu buatan
sendiri dan pakaian adat Makassar.

Atas dasar uraian pada atas maka konsep bukti diri budaya Makassar meliputi
sekelompok etnis yang berbahasa Makassar memakai aksara lontara dan memakai
pakaian norma Makassar. Memiliki tradisi Merantau yang kuat dan mengkristal lewat
sompe jua tradisi laut yang tangguh dan selalu diidentikkan dengan moda transportasi
laut mereka yang spesial seperti pinisi, Lambo, sandeq, jolloro, lepa lepa. Orang
Makassar adalah mereka yang senantiasa Memegang teguh sifat dan karakter bawaan
mereka yakni berani memegang teguh harga diri (siri’ na pacce), berani (warani), jujur
(lempu), tegas(getteng), humanis (sipikatau), dan agamis (mappesona ri Puang
Seuwwae). Meskipun ke sananya, sejumlah bukti diri tersebut mengalami pergeseran
Tetapi bukan berarti bahwa unsur-unsur tadi tidak ada lagi kurban inilah yang
dimaknai sebagai dinamika budaya yang selalu terkait dengan zamannya.

Identitas sepertinya mengingatkan kita bahwa identitas bersifat dinamis. Dalam


kasus identitas budaya Makassar, tiga kategori identitas disajikan: siri’ na pacce. Ini
mencerminkan elemen nilai fundamental, interaksi sosial dan identitas dari sudut
pandang antropologis. Namun identitas ini tidak baku dan seragam.

a. Siri’na Pacce, mewakili unsur nilai nilai utama

Orang Makassar dianggap sebagai orang yang nasional yang cepat marah.
Sejumlah stereotip yang dilekatkan pada orang Makassar tersebut adalah wujud dari
siri’ dan pacce (siri’na pacce) sebagai Pranata adat paling tinggi di antara orang-orang
Makassar. Siri’ merupakan karakteristik dan kepribadian orang-orang Makassar. Akan
tetapi belakangan ini terdapat kecenderungan di mana Siri’ mengalami penyempitan
dan pengaburan makna di tengah masyarakatnya sendiri, yang pada akhirnya memicu
tindakan anarkis, kejahatan kriminalitas, dan tindak-tanduk yang fatalis. Sementara
Pacce, menumbuhkan rasa simpati, empat, persatuan dan kebersamaan. Karakter
lainnya yang juga dilekatkan terhadap diri orang Makassar adalah keteguhan hati
(getteng), kompetitif dan suportif, berwatak keras namun tidak kasar, dan karakter
gengsi dan pojiale (berbangga diri).

b. Identitas Makassar : Pendekatan Antropologi

Dari aspek antropologi, identitas Makassar dapat dilihat menurut sistem


kepercayaan berupa mitologi sistem ekonomi berupa pertanian (lontara allaorumang) ,
pelayaran, & perdagangan titik pada bidang-bidang tersebut rakyat Bugis warga juga
memiliki kemampuan abbingtangeng (ilmu astronomi) ade allopi-loping (ilmu
pelayaran), ketika (sistem penanggalan), sennu-sennukeng (membaca firasat dan
isyarat alam). Selanjutnya ilmu abbditangeng & ade allopiloping pada atas, sekaligus
sebagai bagian dari sistem mata pencaharian rakyat bugis-makassar itu sendiri. Mereka
juga sudah mewarisi aturan Niaga, berupa ade Ade’allopiloping Bicaranna Pabbalue;
sistem kekerabatan yang berupa assialang marola (pernikahan dengan keluarga dekat),
dan nilai-nilai kekerabatan pada kehidupan bermasyarakat misalnya sipakatau (saling
menghargai), sipakalebbi (saling menghormati), sipakainge (saling mengingatkan) ; seni
dna tradisi berupa rumah adat,sandang adat, aksara lontrak, dan musik musik
tradisional.

4. Kebudayaan Makassar
Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam suku, budaya dan adat
yang begitu melimpah. Puluhan bahkan ratusan budaya terdapat dalam satu negara
Indonesia yang sangat beragam dan memiliki keunikan tersendiri di setiap masing
masing daerahnya. dan salah satunya yaitu budaya Makassar.

Adapun Kebudayaan tersebut meliputi Bahasa, rumah adat, pakaian adat, suku,
tarian adat, lagu tradisional, kerajinan tangan, upacara tradisional, senjata tradisional,
dan yang tak kalah penting adalah wisata dan makanan khas Makassar tentunya.

a. Bahasa
Bahasa adalah alat pemersatu bangsa yang juga adalah sarana berkomunikasi
antar sesama manusia. Sulawesi Selatan sendiri memiliki bahasa daerah yang
digunakan dalam kehidupan sehari hari yakni bahasa Bugis (bahasa Ugi). Dimana
bahasa ini adalah bahasa orisinil orang Bugis.

Beberapa dari kata atau dialek yang termasuk pada bahasa Bugis contohnya
Pangkep, Bone, Camba, Sidrap, Wajo, Sinjai, Sawitto, Barru, Lawu dan masih poly
lainnya. Sedangkan untuk suku Makasar memakai bahasa wilayah Mangasara
(Mangasarak) yang mencapai persebaran wilayah pada Gowa, Pangkep, Maros,
Jeneponto, Takalar, Bantaeng, & Makasar.

Bahasa Mangasara sendiri memiliki beberapa cara pelafalan atau dialek, seperti
dialek Gowa (Gwa, Lakiung). Mars, Pangkep, & Turatea (Jeneponto). Bahkan bahasa
wilayah ini pun terbentuk dari beberapa sub bahasa, yaitu bentong, konjo pengunungan
(kajang), selayar, dan konjo pesisir.

Lalu untuk suku Toraja memakai bahasa Toraja yang terdiri dari beberapa sub
bahasa misalnya Toala’, Tae’ serta Torajasa’dan. Bahasa Tae’ digunakan di wilayah
Masamba sampai ujung selatan Luwu Utaa, sementara bahasa Torajasa digunakan
untuk Tana Toraja serta sebagian daerah Luwu utara.

b. Rumah Adat
Selain bahasa, aneka ragam budaya Sulawesi Selatan lain yang tak kalah
terkenalnya adalah arsitektur bangunannya yang khas. Dimana arsitektur bangunan
tradisional Sulawesi Selatan ini dipertunjukkan dalam bentuk rumah adat. Nama dari
rumah adat suku Toraja adalah Tongkonan yang artinya adalah balai musyawarah.
Menurut kepercayaan suku Toraja, terdapat sebuah hubungan erat antara tongkonan,
manusia dan bumi. Oleh sebab itu, waktu dan cara pembangunan rumah adat ini pun
wajib mengikuti peraturan yang telah ditetapkam dengan ajaran aluk todolo.

Sedangkan untuk rumah adat suku Bugis dan Makassar disebut dengan Bola dan
Balla. Kedua rumah adat ini memiliki persamaan dalam segi bentuknya, yaitu berupa
rumah panggung yang mempunyai kolong bawah rumah. Selain tiga nama rumah adat
tersebut, Sulawesi Selatan juga memiliki rumah adat lain yang tak kalah uniknya seperti
attake, Bola Soba, Suku Kajang dan lain sebagainya.

c. Pakaian Adat
Pakaian tradisional untuk suku bugis yang dikenakan oleh anak laki-laki adalah
tpe, songkok pute passapu, lopasabbe, pakambang dan waju kasa. Kemudian untuk
perempuan antara lain terdiri dari tope, jempang, waju ponco/waju pellaopella,
lipa’sabbe, waju bella dada. Sedangkan untuk suku Toraja menggunakan pio, baju
pokko’, seppa’, sambu serta bayu toraya untuk pakaian sehari-hari. Dan untuk pakaian
upacara menggunakan passapu’. Bayu toraya, serta salembang.

Kemudian untuk suku Makassar menggunakan salawik, lipa’, lipa’sabbe, passapu,


dan songkok guru, sedangkan untuk wanita memakai jempang, salawik, lipa’, baju
rawang, dan lipa’sabbe. Pakaian untuk orang laki-laki memakai lipa’sabbe, songkok
guru, dan jase tutu, sedangkan untuk wanita dewasa memakai baju bodo dan lipa’sabbe
sebagai pakaian sehari-hari. Serta songkok gaduk, songkok biring, sedangkan anak
wanita mengenakan waju assusun. Untuk pria dewasa laki-laki mengenakan lipa’sabbe,
jase tutu, dan songkok guru, sedangkan perempuan memakai baju rawang, waju kasa,
lipa’sabbe untuk pakaian upacara.
d. Suku yang ada di Makassar
Selain Bahasa, rumah adat, dan pakaian adat, Makassar memiliki beraneka ragam
suku yang unik tentunya . Adapun suku suku tersebut adalah Bugis, Makassar, Mandar,
Toraja, Duri, Pattinjo, Bone, Maiwa, Endekan, Pattae,Kajang/Konjo

e. Tarian Daerah
Sebagai salah satu macam kebudayaan Sulawesi Selatan yang tergolong dalam
kesenian tradisional, tarian tradisional memiliki fungsi dan peranan yang begitu
penting. Dimana umumnya setiap tarian tradisional memiliki arti dan makna tersendiri
dari setiap gerakannya yang berhubungan dengan awal mula penciptaan tarian
tersebut atau berkaitan dengan tujuan penciptaan tarian tersebut.

1. Tari Mabbissu atau Maggiri

Tari mabbissu dibawakan oleh 6 Orang bissu utama. Keenam bissu tersebut di
dandani layaknya laki-laki yang menggunakan pakaian berwarna keemasan & memakai
badik dipinggangnya. Setelah terdengar suara gendang, mereka melontarkan nada
dengan menggunakan bahasa To Rilangi (bahasa orang Bugis). Sambil menari memutari
benda-benda yang dikeramatkan & diyakini sebagai loka para leluhur.

Ketika suara gendang terdengar semakin keras, maka gerakan para Bissu
berubah pelan & penari mulai mengalami kesurupan atau kehilangan kesadaran. Pada
saat itu mereka memperagakan gerakan Maggiri. Mereka melepaskan keris yang
diikatkan di pinggang kemudian menusukkannya ke telapak tangan & perut mereka.
Tujuannya adalah untuk menguji apakah roh leluhur atau tuhan merasuk ke pada diri
mereka.

2. Tari Pakarena

Tari Kipas Pakarena berasal dari warga Gowa yang menurut bahasa setempat,
“pakarena” berasal dari kata yang berdasarkan kata “lantaran” yang memiliki makna
“main”. Menurut mitos, tarian Pakarena berawal dari kisah perpisahan antara penghuni
boting langi (negeri khayangan) dengan penghuni lino (Bumi) di zaman dahulu. Konon
katanya sebelum berpisah, penghuni boting langi sempat mengajarkan bagaimana cara
menjalani hidup, bercocok tanam, beternak, & berburu kepada penghuni lino, melalui
gerakan-gerakan badan dan kaki. Selanjutnya, gerakan-gerakan itu jua yang dipakai
penghuni limo sebagai ritual buat mengungkapkan rasa syukur kepada penghuni boting
langi.

Tarian ini sebenarnya terbagi dalam 12 bagian. Setiap gerakan mempunyai arti
atau makna khusus. Posisi cara duduk, sebagai penanda awal dan akhir Tarian
Pakarena. Tarian berputar putar mengikuti arah jarum jam, menunjukkan daur
kehidupan manusia. Sementara tarian naik turun, tak ubahnya cermin irama kehidupan.
Tabuhan Gandrang Pakarena yang disambut dengan bunyi tuip-tuip atau seruling juga
mengiringi gerakan penari.

3. Tari Pa' Gellu'

Jenis tarian yang dipertontonkan untuk mengekspresikan dan menunjukkan


rasa senang cita adalah Pa’Gellu’. Tarian ini ditampilkan oleh para remaja. Mereka
menari dengan diiringi alunan pukulan gendang yang dipukul oleh empat remaja putra.
Para penari yang dianggap menggunakan ma’toding ini menggunakan pakaian serta
aksesori berbahan emas dan perak, seperti keris emas (sarapang bulawan), kandaure,
sa’pi’ Ulu’, tali tarrung, dan lain-lain.

Tarian Pa’Gellu ini melambangkan penyambutan terhadap para patriot atau


pahlawan yang kembali membawa kemenangan. Tapi saat ini , tarian ini sudah tak
jarang dipertunjukkan dalam upacara kegembiraan lainnya, seperti pesta pernikahan,
pesta syukuran di isu terkini panen, atau ketika menyambut tamu kehormatan.

4. Tari Bossa atau Paduppa

Tari Bossa berasal dari istilah bosara, yang berarti tempat untuk menyajikan
makanan sebagai penghormatan pada tamu jauh. Tarian ini masih dipakai sampai kini
oleh masyarakat Sulawesi Selatan pada acara pernikahan atau pertemuan pasangan
pengantin. Tari Bossara merupakan tarian yang mengartikan bahwa orang bugis akan
menghidangkan bosara kedatangan tamu , dan menjadi salah satu perwujudan indikasi
syukur atau hormat. Namun di zaman dahulu tarian Bossa sering dipertunjukkan untuk
menjamu raja raja, menyambut tamu agung ataupun tamu tamu penting, pesta norma,
dan pesta perkawinan. Gerakan tarian ini sangat luwes sehingga enak untuk dilihat dan
memanjakan mata para penonton.
5. Tari Pattenung

Tari ini adalah tarian yang berasal menurut daerah Wajo, Sulawesi Selatan.
Tarian ini merupakan tarian yang tergolong sangat rumit, dikarenakan gerakan dalam
koreografinya sangat rinci/detail. Gerakan dalam tariannya seperti gerakan para
wanita yang sedang menenun. Para penari seolah-olah sedang menenun kain sutra
menggunakan indera tenun tradisional. Tarian Pattenung ini menggambarkan wanita-
perempuan yang sedang menenun benang menjadi kain. Tarian ini melambangkan
kesabaran dan ketekunan perempuan -wanita Bugis saat menenun kain tenunan. Di
akhir tarian Pattenung, penari akan memberikan kain sutra pada beberapa penonton
sebagai hadiah atau cendramata,hal ini dilakukan sebagai apresiasi kepada penonton
yang telah menyaksikan tarian tersebut.

f. Lagu Tradisional
Masih dalam kelompok kesenian tradisional, beberapa musik tradisional yang
memiliki suara unik dan begitu khas Makassar seperti Jajakkang yaitu alat musik yang
terbuat dari kab. Gowa yaitu alat musik yang terdiri dari kancing, bulo, bacing, serta
orkes Toriolo atau orkes tempo dulu Makassar. Mappadendang, yaitu alat musik yang
terdiri dari alu dan lesng.

Untuk suku Kajang musikk terdisionalnya adalah Basing-Basing, dan suku Toraja
memiliki alat musik seperti Passuling, Pa’pelle/ Pabarrung, Pa’bas atau Pa’pompang,
Pa’karombi, Pa’geso’geso, Gendang, dan Pa’tulali.

g. Kerajinan Rakyat
Ketika berkunjung ke Sulawesi Selatan akan banyak dan mudah sekali
menjumpai berbagai kerajinan rakyat khas yang berkualitas tinggi. Mulai dari kain
tenun sutera yang disebut dengan lipa’ sengkang, perahu penisi, seni ukir toraja, dan
lain sebagainya. Untuk kain tenun suteranya sendiri memiliki beberapa motif atau corak
khas seperti cure’rnni, cure’lobang, cure’subbi serta cure’bombang yang pastinya
memiliki arti atau makna tersendiri. Kemudian untuk perahu penisinya sendiri dibuat
dengan cukup unik, yaitu tanpa menggunakan sketsa atau gambar. Biasanya para
pembuat perahu ini hanya mereka yang sudah secara turun temurun mewarisi keahlian
ini.
h. Upacara Tradisional
Di setiap daerah, hampir semuanya memiliki upacara khusus untuk merayakan
atau memperingati suatu hal. Termasuk di Sulawesi Selatan yang mempunyai beberapa
ritual adat seperti yang dimiliki oleh suku Makassar, Annyampa’ sanro dan a’bayu
minnya’.

Sedangkan untuk suku Bugis memiliki upacara adat dengan nama makkatenni
sanro, mappanre to mengindeng, dan maccera wettang. Dan Rambu Solo’ , Mapasilaga
tedong, Sisemba, da lain-lain yang dimiliki oleh suku Toraja.

i. Senjata Tradisional
 Badik
 Peda (semacam perang)
 Sabel
 Tombak
 Perisai.
Pada zaman dahulu, setiap Suku sering melakukan perang untuk mencapai
wilayah kekuasan yang luas. Oleh sebab itu setiap suku pada umumnya memiliki senjata
tradisional yang saat ini termasuk kebudayaan daerah.

Untuk suku Bugis dan Makassar sendiri memiliki senjata tradisional berupa
keris, yang masing-masing memiliki nama gencong, tappi, sambang dan kaleo. Selain itu
orang Bugis dan Makasar juga memiliki senjata tradisional berupa badik, yaitu sebilah
besi tajam yang memiliki ujung runcing.

j. Makanan dan Wisata Daerah


Kebudayaan Sulawesi Selatan yang takkalah penting, yaitu makanan khasnya.
beberapa makanan khas yang dapat dijumpai dan dinikmati ketika berkunjung ke
Makassar antara lain adalah coto makassar, sop konro, pisang epe, dan es palubuntung.
Selain itu,ada juga ikan bakar, barongko, coto kuda, nyuknyang, burasa, kapurung,
dange, dan patollo pammarasan. Di Sulawsi Selatan.

Salah satu kebudayaan yang juga menjadi daya tarik terbesar suatu daerah
adalah Tempat wisata. Untuk Sulawesi Selatan sendiri bisa dibilang memiliki objek
wisata yang begitu lengkap, mulai dari wisata pegunungan, wisata buatan, wisata
sejarah dan berbagai objek wisata menarik lainnya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada dasarnya semua daerah di Indonesia memiliki keanekaragaman khas
tersendiri yang menjadi sebuah identitas kebudayaan daerah itu sendiri. Salah satunya
adalah kebudayaan Makassar yang sangat unik dan identic dengan identitas
kebudayaannya seperti bahasa,rumah adat,suku, tarian daerah,lagu
tradisional,kerajinan rakyat,upacara tradsisional,senjata tradisional,makanan serta
wisata daerah yang terkenal dan unik tentunya.

Makassar mempunya daya tarik tersendiri yang membuat kebudayaannya


menjadi terkenal. Namun hal itu butuh beberapa perjuangan kuat, mulai dari
pengubahan nama wilayahnya dari yang awalnya Ujung Pandang menjadi Makassar. Hal
itu di perjuangkan oleh beberapa tokoh penting yang sangat berjasa membawa
Makassar hingga saat ini.

B. Saran
Indonesia merupakan negara dengan kesatuan yang memiliki keragaman di
setiap derahnya,baik keragaman suku,budaya,agama,ras,dll. Oleh sebab itu kita sebagai
generasi muda harus bisa mempertahankan dan menjaga itu semua agar kelak anak
cucu kita dapat mengenal dan menikmati itu semua. Dan kita juga harus bias
melestarikan kebudayaan yang ada di negara kita sendiri,agar tidak kalah menarik dari
kebudayaan luar. Intinya kita harus mencintai dan melestarikan kebudayaan
kebudayaan yang ada di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Rahmat, M.Pd. 2020. RIHLAH Jurnal Sejarah dan Kebudayaan. Volume 8. Nomor 2.
100-200.

Kistanto, Nurdien H. 2008. “Sistem Sosial Budaya di Indonesia,” Sabda Jurnal Kajian
Kebudayaan , Volume 3, Nomor 1, April: 99-105.

Koentjaraningrat (Redaksi). 1971. 1993. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia.


Jakarta: Djambatan.

Mukhlis P. Edward Poelinggomang, Abdul Madjid Kallo ,Bambang Sulistio ,Anwar


Thosibo ,Andi Maryam. 1995. Sejarah Kebudayaan Sulawesi. Jakarta : Proyek
lnventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.

 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG


PERUBAHAN NAMA KOTA UJUNG PANDANG MENJADI KOTA MAKASSAR
DALAM WILAYAH PROPINSI SULAWESI SELATAN diakses pada 10 mei 2021
melalui^ [https://ngada.org/pp86-1999.htm

Vannisa. 2018. Kebudayaan Sulawesi Selatan. Diakses pada 10 Mei 2021 melalui
https://perpustakaan.id/kebudayaan-sulawesi-selatan/

Warda. 2010. Representasi Identitas Budaya Makassar dalam Pemberitaan Situs


Panyingkul.com Periode 2006-2010. 108-125

Anda mungkin juga menyukai