DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
NIM : 043122861
UNIVERSITAS TERBUKA
FAKULTAS EKONOMI
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kesepmatan pada Saya untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah –
Nya lah Saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kebudayaan Makassar”.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan. Selain itu, Saya juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca.
Saya mengucapkan terima kasih sebesar- besarnya kepada Ibu Martien Herna
Susanti selaku dosen mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Tugas yang diberikan
ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan Saya dalam bidang kebudayaan. Saya
juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang membantu proses penyusunan
makalah ini. Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun akan Saya terima demi kesempurnaan makalah
ini.
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI......................................................................................................................................................... 3
BAB I...................................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN................................................................................................................................................ 4
A. Latar Belakang..................................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................... 6
C. Tujuan Makalah................................................................................................................................... 6
BAB II.................................................................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN................................................................................................................................................... 7
1. Pengertian Kebudayaan................................................................................................................... 7
2. Sejarah Makassar............................................................................................................................. 11
3. Identitas Kebudayaan Makassar................................................................................................ 14
4. Kebudayaan Makassar................................................................................................................... 17
a. Bahasa.......................................................................................................................................... 17
b. Rumah Adat............................................................................................................................... 17
c. Pakaian Adat.............................................................................................................................. 18
d. Suku yang ada di Makassar................................................................................................. 18
e. Tarian Daerah........................................................................................................................... 18
f. Lagu Tradisional...................................................................................................................... 21
g. Kerajinan Rakyat..................................................................................................................... 21
h. Upacara Tradisional............................................................................................................... 21
i. Senjata Tradisional................................................................................................................. 22
j. Makanan dan Wisata Daerah.............................................................................................. 22
BAB III................................................................................................................................................................ 23
PENUTUP.......................................................................................................................................................... 23
A. Kesimpulan......................................................................................................................................... 23
B. Saran...................................................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................................ 24
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebudayaan merupakan perwujudan berdasarkan sebuah renungan, kerja keras
dan kearifan suatu rakyat dalam mengarungi dunianya. Kebudayaanlah yang
mengakibatkan suatu rakyat dapat memandang lingkungan hidupnya dengan
bermakna. Dengan format budaya jua masyarakat menata alam sekitarnya dan
memberikan klasifikasi, sehingga berarti bagi warganya dan dengan begitu tindakan.
Masyarakat juga memila-mila anggota-anggota masyarakat ke dalam kelompok-
kelompok menurut penggolongan tingkat dan lapisan sosial pada masyarakat.
Provinsi Sulawesi Tengah dan bagian lainnya dikelilingi sang laut, teluk dan selat
yaitu Laut Flores disebelah Selatan, teluk Bone disebelah Timur, dan selat Makassar
disebelah Barat. Didaerah ini terdapat dua buah gunung yang relatif tinggi yaitu gunung
Lompobattang dan gunung Rantekombola. Terdapat dua buah danau yaitu danau
Tempe dan danau Sidenreng.
Sulawesi Selatan adalah daerah yang dikelilingi oleh berbagai macam pulau.
Wilayah kepulauan tersebut menciptakan Sulawesi Selatan memiliki beragam keunikan
tradisional, keliru satunya merupakan budaya. Suku yang banyak mendiami pada
Sulawesi Selatan merupakan suku Makassar dan suku Bugis, yang kemudian dikenal
sebagai dengan percampuran Makassar-Bugis. Jika berbicara tentang budaya, Makassar
merupakan salah satu daerah di Indonesia yang hingga kini tetap mempertahankan
kebudayaan yang mereka miliki. Terdapat beberapa kebudayaan yang dimiliki oleh
suku Makassar – Bugis, misalnya Pakaian Adat, Rumah Tradisional, Tari Tradisional,
Alat musik Tradisional, Senjata Tradisional dan Lagu Daerah Tradisional.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Kebudayaan?
2. Apa saja kebudayaan yang ada di Makassar?
3. Apa kebudayaan yang menjadi Identitas kebudayaan Makassar?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
2. Untuk mengetahui apa itu kebudayaan
3. Untuk mengetahui kebudayaan yang ada di Makassar
4. Untuk mengetahui kebudayaan yang menjadi Identitas Kebudayaan Makassar
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Kebudayaan
Dari semua definisi ahli / antropolog di atas, kita dapat melihat bahwa
kebudayaan berasal dari ranah buatan manusia yang berupa pemikiran, tindakan, atau
perilaku manusia. Budaya berfungsi sebagai pedoman atau latar belakang aktivitas
manusia yang memperjuangkan keberadaannya. Tetapi tidak semua kebudayaan itu di
kategori kan sebagai tingkah laku dan benda-benda sepeti contoh gerak reflek ketika
kita merasa gatal dan kita akan langsung mengaruknya karena perilaku seperti ini
hanya lah gerak sepontan saja yang tanpa proses berpikir.
Bentuk budaya menurut Jj Honigman dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu ide,
aktivitas, dan artefak. Idea (bentuk ideal)
2. Sejarah Makassar
Di dalam pupuh 14/3 kitab Nagarakretagama karya Mpu Prapanca pada abad
ke-14 telah disebutkan Makassar, menjadi galat satu wilayah taklukkan Majapahit.
Walaupun demikian, Tumaparisi Kallonna (1510-1546) Raja Gowa ke-9 diperkirakan
merupakan tokoh pertama yang benar-sahih berbagi kota Makassar. Ia memindahkan
pusat kerajaan dari pedalaman ke tepi pantai, mendirikan benteng di muara Sungai
Jeneberang, serta mengangkat seseorang syahbandar untuk mengatur perjual belian.
Pendirian Republik Indonesia sekali lagi membarui warna dan wajah Makassar.
Hengkangnya sebagian besar rakyat asingnya dalam tahun 1949 & nasionalisasi
perusahaan-perusahaan asing dalam akhir tahun 1950-an menjadikannya balik ke
sebuah kota provinsi. Begitu pula sifat asli Makassar pun semakin menghilang dengan
munculnya pendatang baru menurut wilayah-wilayah pedalaman yang berupaya untuk
membebaskan diri terhadap kekacauan dampak berbagai pergolakan pasca revolusi.
jumlah penduduk meningkat berdasarkan kurang lebih 90.000 jiwa sebagai hampir
400.000 orang antara tahun 1930-an hingga tahun 1961, lebih daripada setengahnya
pendatang baru menurut wilayah luar kota. Hal ini dicerminkan dalam penggantian
nama kota sebagai Ujung Pandang berdasarkan julukan ”Jumpandang” yang selama
berabad-abad lamanya menandai Kota Makassar bagi orang pedalaman dalam tahun
1971. Kemudian dinamakan kembali menjadi kota Makassar pada tahun 1999, tepatnya
13 Oktober dari Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 1999 Nama Ujung Pandang
dikembalikan sebagai Kota Makassar & sesuai Undang-Undang Pemerintahan Daerah
luas daerah bertambah lebih kurang 4 mil kearah laut 10.000 Ha, sebagai 27.577Ha
Ujung Pandang sendiri adalah nama sebuah kampung pada daerah Kota
Makassar. Hal ini berawal di dekat Benteng Ujung Pandang kini, membujurlah suatu
tanjung yang dipenuhi bergbagai rumpun-rumpun pandan. Sekarang Tanjung ini tidak
ada lagi. Pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-X, Tunipalangga nama Ujung Pandang
mulai dikenal saat tahun 1545 mendirikan benteng Ujung Pandang menjadi
kelengkapan benteng-benteng kerajaan Gowa yang telah ada sebelumnya, antara lain
Barombong, Somba Opu, Panakukang dan benteng-benteng mini lainnya.
Bangunan spesial Gowa (Balla Lompoa) dibangun saat bagian luar benteng
selesai, didirikanlah di dalamnya dengan menggunakan kayu. Sementara pada sekitar
benteng terbentuk kampung yang semakin usang semakin ramai. Disanalah kampung
Jourpandan (Juppandang). Sementara itu Benteng tersebut dijadikan menjadi kota kecil
pada tepi pantai Losari.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1971 nama Kota Makassar berubah
menjadi Ujung Pandang dan terjadi dalam 31 Agustus 1971,. Tak hanya itu Kota
Makassar di perluas berdasarkan 21 kilometer persegi sebagai 115,87 Kilometer
persegi, terdiri dari 11 daerah kecamatan & 62 lingkungan dengan penduduk kurang
lebih 700 ribu jiwa penduduk. Peluasan ini mengangkat sebagian menurut daerah 3
kabupaten yakni Kabupaten Maros, Gowa dan Pangkajene Kepulauan sebagai
“kompensasinya” nama Makassar diubah sebagai Ujung Pandang.
Masyarakat mulai protes Sejak awal proses perubahan nama Makassar menjadi
Ujung Pandang. Terutama kalangan budayawan, seniman, sejarawan, pemerhati hukum
dan pebisnis. Bahkan waktu itu sempat dideklarasikan Petisi Makassar oleh Prof. Dr.
Andi Zainal Abidin Farid SH, Prof. Dr. Mattulada & Drs. H. D. Mangemba, dari deklarasi
petisi Makassar inilah polemik tentang nama terus mengalir dalam bentuk seminar,
lokakarya dan sebagainya.
tanggal 21 Agustus 1995 pada Makassar Golden Hotel, Seminar Penelusuran Hari
Lahirnya Makassar diselenggarakan.
Namun Pemda juga DPRD setempat, tidak jua tergugah untuk mengembalikan
nama Makassar dalam Ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan. Nasib kota “Daeng” ini nyaris
tak menentu, sampai akhirnya dipenghujung masa jabatan Presiden B.J. Habibie, nama
Makassar dikembalikan, tanpa harus melalui proses yang berbelit.
Nama Ujung Pandang sekarang tinggal kenangan dan selanjutnya semua elemen
rakyat kota mulai menurut para budayawan seiring perubahan & pengembalian nama
Makassar, pemerintah serta rakyat lalu mengadakan penelurusan & pengkajian sejarah
Makassar, Hasilnya Pemerintah Daerah Nomor 1 Tahun 2000, memutuskan Hari jadi
Kota Makassar, lepas 9 November 1607. Dan buat pertama kali Hari Jadi Kota Makassar
ke 393, diperingati pada tanggal 9 November 2000. Nama Makassar berasal
berdasarkan sebuah kata dalam bahasa Makassar "Mangkasarak" yang berarti yang
memunculkan diri atau yang bersifat terbuka.
3. Identitas Kebudayaan Makassar
Jenkins (1996:4) mengemukakan bahwa indenty “refers to the way in which
individuals and collectivities are distunguished in their social rrlations with other
individuals and collectivities”. Identitas ini bersifat dinamis terhadap perubahan seperti
yang diutarakan oleh Stuart hall dalam bukunya identik dan diaspora.
Sementara itu, Makassar sebagai sebuah identitas budaya merujuk pada etnis
Makassar yang memakai bahasa sendiri yakni bahasa Makassar dan memakai aksara
sendiri yaitu aksara lontara. Juga mereka yang dikenal menggunakan perahu buatan
sendiri dan pakaian adat Makassar.
Atas dasar uraian pada atas maka konsep bukti diri budaya Makassar meliputi
sekelompok etnis yang berbahasa Makassar memakai aksara lontara dan memakai
pakaian norma Makassar. Memiliki tradisi Merantau yang kuat dan mengkristal lewat
sompe jua tradisi laut yang tangguh dan selalu diidentikkan dengan moda transportasi
laut mereka yang spesial seperti pinisi, Lambo, sandeq, jolloro, lepa lepa. Orang
Makassar adalah mereka yang senantiasa Memegang teguh sifat dan karakter bawaan
mereka yakni berani memegang teguh harga diri (siri’ na pacce), berani (warani), jujur
(lempu), tegas(getteng), humanis (sipikatau), dan agamis (mappesona ri Puang
Seuwwae). Meskipun ke sananya, sejumlah bukti diri tersebut mengalami pergeseran
Tetapi bukan berarti bahwa unsur-unsur tadi tidak ada lagi kurban inilah yang
dimaknai sebagai dinamika budaya yang selalu terkait dengan zamannya.
Orang Makassar dianggap sebagai orang yang nasional yang cepat marah.
Sejumlah stereotip yang dilekatkan pada orang Makassar tersebut adalah wujud dari
siri’ dan pacce (siri’na pacce) sebagai Pranata adat paling tinggi di antara orang-orang
Makassar. Siri’ merupakan karakteristik dan kepribadian orang-orang Makassar. Akan
tetapi belakangan ini terdapat kecenderungan di mana Siri’ mengalami penyempitan
dan pengaburan makna di tengah masyarakatnya sendiri, yang pada akhirnya memicu
tindakan anarkis, kejahatan kriminalitas, dan tindak-tanduk yang fatalis. Sementara
Pacce, menumbuhkan rasa simpati, empat, persatuan dan kebersamaan. Karakter
lainnya yang juga dilekatkan terhadap diri orang Makassar adalah keteguhan hati
(getteng), kompetitif dan suportif, berwatak keras namun tidak kasar, dan karakter
gengsi dan pojiale (berbangga diri).
4. Kebudayaan Makassar
Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam suku, budaya dan adat
yang begitu melimpah. Puluhan bahkan ratusan budaya terdapat dalam satu negara
Indonesia yang sangat beragam dan memiliki keunikan tersendiri di setiap masing
masing daerahnya. dan salah satunya yaitu budaya Makassar.
Adapun Kebudayaan tersebut meliputi Bahasa, rumah adat, pakaian adat, suku,
tarian adat, lagu tradisional, kerajinan tangan, upacara tradisional, senjata tradisional,
dan yang tak kalah penting adalah wisata dan makanan khas Makassar tentunya.
a. Bahasa
Bahasa adalah alat pemersatu bangsa yang juga adalah sarana berkomunikasi
antar sesama manusia. Sulawesi Selatan sendiri memiliki bahasa daerah yang
digunakan dalam kehidupan sehari hari yakni bahasa Bugis (bahasa Ugi). Dimana
bahasa ini adalah bahasa orisinil orang Bugis.
Beberapa dari kata atau dialek yang termasuk pada bahasa Bugis contohnya
Pangkep, Bone, Camba, Sidrap, Wajo, Sinjai, Sawitto, Barru, Lawu dan masih poly
lainnya. Sedangkan untuk suku Makasar memakai bahasa wilayah Mangasara
(Mangasarak) yang mencapai persebaran wilayah pada Gowa, Pangkep, Maros,
Jeneponto, Takalar, Bantaeng, & Makasar.
Bahasa Mangasara sendiri memiliki beberapa cara pelafalan atau dialek, seperti
dialek Gowa (Gwa, Lakiung). Mars, Pangkep, & Turatea (Jeneponto). Bahkan bahasa
wilayah ini pun terbentuk dari beberapa sub bahasa, yaitu bentong, konjo pengunungan
(kajang), selayar, dan konjo pesisir.
Lalu untuk suku Toraja memakai bahasa Toraja yang terdiri dari beberapa sub
bahasa misalnya Toala’, Tae’ serta Torajasa’dan. Bahasa Tae’ digunakan di wilayah
Masamba sampai ujung selatan Luwu Utaa, sementara bahasa Torajasa digunakan
untuk Tana Toraja serta sebagian daerah Luwu utara.
b. Rumah Adat
Selain bahasa, aneka ragam budaya Sulawesi Selatan lain yang tak kalah
terkenalnya adalah arsitektur bangunannya yang khas. Dimana arsitektur bangunan
tradisional Sulawesi Selatan ini dipertunjukkan dalam bentuk rumah adat. Nama dari
rumah adat suku Toraja adalah Tongkonan yang artinya adalah balai musyawarah.
Menurut kepercayaan suku Toraja, terdapat sebuah hubungan erat antara tongkonan,
manusia dan bumi. Oleh sebab itu, waktu dan cara pembangunan rumah adat ini pun
wajib mengikuti peraturan yang telah ditetapkam dengan ajaran aluk todolo.
Sedangkan untuk rumah adat suku Bugis dan Makassar disebut dengan Bola dan
Balla. Kedua rumah adat ini memiliki persamaan dalam segi bentuknya, yaitu berupa
rumah panggung yang mempunyai kolong bawah rumah. Selain tiga nama rumah adat
tersebut, Sulawesi Selatan juga memiliki rumah adat lain yang tak kalah uniknya seperti
attake, Bola Soba, Suku Kajang dan lain sebagainya.
c. Pakaian Adat
Pakaian tradisional untuk suku bugis yang dikenakan oleh anak laki-laki adalah
tpe, songkok pute passapu, lopasabbe, pakambang dan waju kasa. Kemudian untuk
perempuan antara lain terdiri dari tope, jempang, waju ponco/waju pellaopella,
lipa’sabbe, waju bella dada. Sedangkan untuk suku Toraja menggunakan pio, baju
pokko’, seppa’, sambu serta bayu toraya untuk pakaian sehari-hari. Dan untuk pakaian
upacara menggunakan passapu’. Bayu toraya, serta salembang.
e. Tarian Daerah
Sebagai salah satu macam kebudayaan Sulawesi Selatan yang tergolong dalam
kesenian tradisional, tarian tradisional memiliki fungsi dan peranan yang begitu
penting. Dimana umumnya setiap tarian tradisional memiliki arti dan makna tersendiri
dari setiap gerakannya yang berhubungan dengan awal mula penciptaan tarian
tersebut atau berkaitan dengan tujuan penciptaan tarian tersebut.
Tari mabbissu dibawakan oleh 6 Orang bissu utama. Keenam bissu tersebut di
dandani layaknya laki-laki yang menggunakan pakaian berwarna keemasan & memakai
badik dipinggangnya. Setelah terdengar suara gendang, mereka melontarkan nada
dengan menggunakan bahasa To Rilangi (bahasa orang Bugis). Sambil menari memutari
benda-benda yang dikeramatkan & diyakini sebagai loka para leluhur.
Ketika suara gendang terdengar semakin keras, maka gerakan para Bissu
berubah pelan & penari mulai mengalami kesurupan atau kehilangan kesadaran. Pada
saat itu mereka memperagakan gerakan Maggiri. Mereka melepaskan keris yang
diikatkan di pinggang kemudian menusukkannya ke telapak tangan & perut mereka.
Tujuannya adalah untuk menguji apakah roh leluhur atau tuhan merasuk ke pada diri
mereka.
2. Tari Pakarena
Tari Kipas Pakarena berasal dari warga Gowa yang menurut bahasa setempat,
“pakarena” berasal dari kata yang berdasarkan kata “lantaran” yang memiliki makna
“main”. Menurut mitos, tarian Pakarena berawal dari kisah perpisahan antara penghuni
boting langi (negeri khayangan) dengan penghuni lino (Bumi) di zaman dahulu. Konon
katanya sebelum berpisah, penghuni boting langi sempat mengajarkan bagaimana cara
menjalani hidup, bercocok tanam, beternak, & berburu kepada penghuni lino, melalui
gerakan-gerakan badan dan kaki. Selanjutnya, gerakan-gerakan itu jua yang dipakai
penghuni limo sebagai ritual buat mengungkapkan rasa syukur kepada penghuni boting
langi.
Tarian ini sebenarnya terbagi dalam 12 bagian. Setiap gerakan mempunyai arti
atau makna khusus. Posisi cara duduk, sebagai penanda awal dan akhir Tarian
Pakarena. Tarian berputar putar mengikuti arah jarum jam, menunjukkan daur
kehidupan manusia. Sementara tarian naik turun, tak ubahnya cermin irama kehidupan.
Tabuhan Gandrang Pakarena yang disambut dengan bunyi tuip-tuip atau seruling juga
mengiringi gerakan penari.
Tari Bossa berasal dari istilah bosara, yang berarti tempat untuk menyajikan
makanan sebagai penghormatan pada tamu jauh. Tarian ini masih dipakai sampai kini
oleh masyarakat Sulawesi Selatan pada acara pernikahan atau pertemuan pasangan
pengantin. Tari Bossara merupakan tarian yang mengartikan bahwa orang bugis akan
menghidangkan bosara kedatangan tamu , dan menjadi salah satu perwujudan indikasi
syukur atau hormat. Namun di zaman dahulu tarian Bossa sering dipertunjukkan untuk
menjamu raja raja, menyambut tamu agung ataupun tamu tamu penting, pesta norma,
dan pesta perkawinan. Gerakan tarian ini sangat luwes sehingga enak untuk dilihat dan
memanjakan mata para penonton.
5. Tari Pattenung
Tari ini adalah tarian yang berasal menurut daerah Wajo, Sulawesi Selatan.
Tarian ini merupakan tarian yang tergolong sangat rumit, dikarenakan gerakan dalam
koreografinya sangat rinci/detail. Gerakan dalam tariannya seperti gerakan para
wanita yang sedang menenun. Para penari seolah-olah sedang menenun kain sutra
menggunakan indera tenun tradisional. Tarian Pattenung ini menggambarkan wanita-
perempuan yang sedang menenun benang menjadi kain. Tarian ini melambangkan
kesabaran dan ketekunan perempuan -wanita Bugis saat menenun kain tenunan. Di
akhir tarian Pattenung, penari akan memberikan kain sutra pada beberapa penonton
sebagai hadiah atau cendramata,hal ini dilakukan sebagai apresiasi kepada penonton
yang telah menyaksikan tarian tersebut.
f. Lagu Tradisional
Masih dalam kelompok kesenian tradisional, beberapa musik tradisional yang
memiliki suara unik dan begitu khas Makassar seperti Jajakkang yaitu alat musik yang
terbuat dari kab. Gowa yaitu alat musik yang terdiri dari kancing, bulo, bacing, serta
orkes Toriolo atau orkes tempo dulu Makassar. Mappadendang, yaitu alat musik yang
terdiri dari alu dan lesng.
Untuk suku Kajang musikk terdisionalnya adalah Basing-Basing, dan suku Toraja
memiliki alat musik seperti Passuling, Pa’pelle/ Pabarrung, Pa’bas atau Pa’pompang,
Pa’karombi, Pa’geso’geso, Gendang, dan Pa’tulali.
g. Kerajinan Rakyat
Ketika berkunjung ke Sulawesi Selatan akan banyak dan mudah sekali
menjumpai berbagai kerajinan rakyat khas yang berkualitas tinggi. Mulai dari kain
tenun sutera yang disebut dengan lipa’ sengkang, perahu penisi, seni ukir toraja, dan
lain sebagainya. Untuk kain tenun suteranya sendiri memiliki beberapa motif atau corak
khas seperti cure’rnni, cure’lobang, cure’subbi serta cure’bombang yang pastinya
memiliki arti atau makna tersendiri. Kemudian untuk perahu penisinya sendiri dibuat
dengan cukup unik, yaitu tanpa menggunakan sketsa atau gambar. Biasanya para
pembuat perahu ini hanya mereka yang sudah secara turun temurun mewarisi keahlian
ini.
h. Upacara Tradisional
Di setiap daerah, hampir semuanya memiliki upacara khusus untuk merayakan
atau memperingati suatu hal. Termasuk di Sulawesi Selatan yang mempunyai beberapa
ritual adat seperti yang dimiliki oleh suku Makassar, Annyampa’ sanro dan a’bayu
minnya’.
Sedangkan untuk suku Bugis memiliki upacara adat dengan nama makkatenni
sanro, mappanre to mengindeng, dan maccera wettang. Dan Rambu Solo’ , Mapasilaga
tedong, Sisemba, da lain-lain yang dimiliki oleh suku Toraja.
i. Senjata Tradisional
Badik
Peda (semacam perang)
Sabel
Tombak
Perisai.
Pada zaman dahulu, setiap Suku sering melakukan perang untuk mencapai
wilayah kekuasan yang luas. Oleh sebab itu setiap suku pada umumnya memiliki senjata
tradisional yang saat ini termasuk kebudayaan daerah.
Untuk suku Bugis dan Makassar sendiri memiliki senjata tradisional berupa
keris, yang masing-masing memiliki nama gencong, tappi, sambang dan kaleo. Selain itu
orang Bugis dan Makasar juga memiliki senjata tradisional berupa badik, yaitu sebilah
besi tajam yang memiliki ujung runcing.
Salah satu kebudayaan yang juga menjadi daya tarik terbesar suatu daerah
adalah Tempat wisata. Untuk Sulawesi Selatan sendiri bisa dibilang memiliki objek
wisata yang begitu lengkap, mulai dari wisata pegunungan, wisata buatan, wisata
sejarah dan berbagai objek wisata menarik lainnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya semua daerah di Indonesia memiliki keanekaragaman khas
tersendiri yang menjadi sebuah identitas kebudayaan daerah itu sendiri. Salah satunya
adalah kebudayaan Makassar yang sangat unik dan identic dengan identitas
kebudayaannya seperti bahasa,rumah adat,suku, tarian daerah,lagu
tradisional,kerajinan rakyat,upacara tradsisional,senjata tradisional,makanan serta
wisata daerah yang terkenal dan unik tentunya.
B. Saran
Indonesia merupakan negara dengan kesatuan yang memiliki keragaman di
setiap derahnya,baik keragaman suku,budaya,agama,ras,dll. Oleh sebab itu kita sebagai
generasi muda harus bisa mempertahankan dan menjaga itu semua agar kelak anak
cucu kita dapat mengenal dan menikmati itu semua. Dan kita juga harus bias
melestarikan kebudayaan yang ada di negara kita sendiri,agar tidak kalah menarik dari
kebudayaan luar. Intinya kita harus mencintai dan melestarikan kebudayaan
kebudayaan yang ada di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Rahmat, M.Pd. 2020. RIHLAH Jurnal Sejarah dan Kebudayaan. Volume 8. Nomor 2.
100-200.
Kistanto, Nurdien H. 2008. “Sistem Sosial Budaya di Indonesia,” Sabda Jurnal Kajian
Kebudayaan , Volume 3, Nomor 1, April: 99-105.
Vannisa. 2018. Kebudayaan Sulawesi Selatan. Diakses pada 10 Mei 2021 melalui
https://perpustakaan.id/kebudayaan-sulawesi-selatan/