Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sang pencipta
alam semesta, manusia dan kehidupan beserta seperangat aturan-Nya, karena berkat limpahan
rahmat, taufiq hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Mata
Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang berjudul “Bhineka Tunggal Ika”

Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini tidak lain adalah untuk memenuhi
salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang

Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan, dimana penulis sangat menyadari
bahwa penulis hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kekurangan,
sedangan kesempurnaan hanyalah milik Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga dalam penulisann
dan penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan

Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis nantikan
dalam upaya evaluasi diri. Akhirnya penulis hanya bisa berharap bahwa dibalik
ketidaksempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini ditemukan sesuatu yang dapat
memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca, dan seluruh kalangan yang
membutuhkan.

Bogor, 10 Desember 2015

Kelompok 14

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................................................... 1

Daftar Isi ................................................................................................................................................ 2

BAB I

PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 3

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 3


1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................. 4
1.3 Tujuan ................................................................................................................................. 4

BAB II

PEMBAHASAN ......................................................................................................................... 5

2.1 SEJARAH BHINEKA TUNGGAL IKA ................................................................... 5

2.2 PENETAPAN BHINEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI PILAR BANGSA ................ 6

2.3 PENTINGNYA SEMBOYAN BHINEKHA TUNGGAL IKA .................................. 7

2.4 PENERAPAN BHINEA TUNGGAL IKA ................................................................ 10

2.5 IMPLEMENTASI BHINEKA TUNGGAL IKA DAN CITA-CITA LUHUR BANGSA

INDONESIA .................................................................................................................... 12

2.6 PENYEBAB LUNTURNYA MAKNA BHINEKA TUNGGAL IKA .................... 15

BAB III

PENUTUP .................................................................................................................................. 19

3.1 KESIMPULAN ....................................................................................................... 19

3.2 SARAN ................................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 20

2
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara kesatuan yang penuh dengan keragaman. Indonesia terdiri atas
beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan, dan lain-lain.
Namun Indonesia mampu mepersatukan berbagai keragaman itu sesuai dengan semboyan bangsa
Indonesia “Bhineka Tunggal Ika” , yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Keragaman budaya
atau “cultural diversity” adalah kepercayaan yang ada di bumi Indonesia. Keragaman budaya di
Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman
masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok suku bangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri
dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai
kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada didaerah tersebut.

Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar dipulau- pulau di
Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai
dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga
berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok suku bangsa dan masyarakat di Indonesia
yang berbeda.

Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga mempengaruhi proses asimilasi


kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di
Indonesia. Kemudian juga berkembang dan meluasnya agama-agama besar di Indonesia juga ikut
mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga mencerminkan kebudayaan agama
tertentu. Bisa dikatakan bahwa, Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat keaneragaman
budaya atau tingkat heterogenitasnya yang sangat tinggi. Tidak saja keanekaragaman budaya
kelompok suku bangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban, tradsional
hingga ke modern, dan kewilayahan. Dengan keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat
dikatakan mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya.

Sejarah membuktikan bahwa kebudayaan di Indonesia mampu hidup secara berdampingan,


saling mengisi, dan ataupun berjalan secara paralel. Misalnya kebudayaan kraton atau kerajaan yang
berdiri sejalan secara paralel dengan kebudayaan berburu meramu kelompok masyarakat tertentu.
Dalam konteks kekinian dapat kita temui bagaimana kebudayaan masyarakat urban dapat berjalan
paralel dengan kebudayaan rural atau pedesaan, bahkan dengan kebudayaan berburu meramu yang
hidup jauh terpencil. Hubungan-hubungan antar kebudayaan tersebut dapat berjalan terjalin dalam
bingkai ”Bhinneka Tunggal Ika” , dimana bisa kita maknai bahwa konteks keanekaragamannya bukan
hanya mengacu kepada keanekaragaman kelompok sukubangsa semata namun kepada konteks
kebudayaan.

Didasari pula bahwa dengan jumlah kelompok sukubangsa kurang lebih 700-an sukubangsa
di seluruh nusantara, dengan berbagai tipe kelompok masyarakat yang beragam, serta keragaman
agamanya, pakaian adat, rumah adat kesenian adat bahkan makanan yang dimakan pun beraneka
ragam. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang memiliki karakteristi yang unik ini
dapat dilihat dari budaya gotong royong, teposliro, budaya menghormati orang tua (cium tangan), dan
lain sebagainya.

3
Namun seiring berjalannya waktu, saat ini Negara Indonesia makna bhineka Tunggal Ika
semakin luntur. Sudah tampak kecondongan terpecah belah, individualis dengan dalih otonomi
daerah, perbedaan SARA, tidak lagi muncul sifat tolong menolong atau gotong royong. Semangat
“Bhinneka Tunggal Ika” perlu untuk disosialisasikan lagi. Bhinneka Tunggal Ika mulai luntur, banyak
anak muda yang tidak mengenalnya, banyak orang tua lupa akan kata-kata ini, banyak birokrat yang
pura-pura lupa, sehingga ikrar yang ditanamkan jauh sebelum Indonesia Merdeka memudar, seperti
pelita kehabisan minyak. Sumpah Pemuda hanya sebagai penghias bibir sebagian orang, dan bagi
sebagian orang hanya dilafaskan pada saat memperingati hari sumpah pemuda setiap 28 Oktober.
Tetapi bagi sebagian yang muda hanya sebagai pelajaran sejarah yang hanya dipelajari di sekolah-
sekolah. Api dari Persatuan Indonesia melalui “Bhinneka Tunggal Ika” perlu untuk dinyalakan lagi di
hati anak bangsa

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana perjalanan Sejarah tentang Bhineka Tunggal Ika sebagai bentuk identitas Bangsa
Indonesia ?
2. Kapan semboyan Bhineka tunggal ika pertama kali ditetapkan ?
3. Bagaimana pentingnya makna Bhineka Tunggal Ika ?
4. Bagaimana penerapan Bhineka Tunggal Ika ?
5. Bagaiamana Pengimplementasiaan Lambang Bhineka Tunggal Ika pada saat ini ?
6. Apa penyebab lunturnya makna Bhineka Tunggal Ika?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui perjalanan Sejarah tentang Bhineka Tunggal Ika sebagai bentuk identitas
Bangsa Indonesia
2. Untuk mengetahui seberapa pentingnya makna Bhineka Tunggal Ika
3. Untuk mengetahui penerapan Bhineka Tunggal Ika
4. Untuk mengetahui bagaiamana cara Pengimplementasiaan Lambang Bhineka Tunggal Ika.
5. Bagaimana pentingnya makna Bhineka Tunggal Ika.
6. Untuk mengetahui apa penyebab lunturnya makna Bhineka Tunggal Ika.
7. Tujuan sebenar yang ingin diperoleh dari Lambang Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetap
satu jua, yang dimana kita sebagai penerus bangsa agar tetap bersatu di era Globalisasi ini.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 SEJARAH BHINEKA TUNGGAL IKA

Sebelumnya semboyan yang dijadikan semboyan resmi Negara Indonesia sangat panjang yaitu
Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Semboyan Bhineka Tunggal Ika dikenal untuk
pertama kalinya pada masa Majapahit era kepemimpinan Wisnuwardhana. Perumusan semboyan
Bhineka Tunggl Ika ini dilakukan oleh Mpu Tantular dalam kitab Sutasoma. Perumusan semboyan ini
pada dasarnya merupakan pernyataan kreatif dalam usaha mengatasi keanekaragaman kepercayaan
dan keagamaan. Hal itu dilakukan sehubungan usaha bina Negara kerajaan Majapahit saat itu.
Semboyan Negara Indonesia ini telah memberikan nilai-nilai inspiratif terhadap system pemerintahan
pada masa kemerdekaan. Bhineka Tunggal Ika pun telah menumbuhkan semangat persatuan dan
kesatu Negara Kesatuan Republik Indoesia. Dalam kitab Sutosoma, definisi Bhineka Tunggal Ika
lebih ditekankan pada perbedaan dalam hal kepercayaan dan keaneragaman agama yang ada di
kalangan masyarakat Majapahit. Namun, sebagai semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
konsep Bhineka Tunggal Ika bukan hanya perbedaan agama dan kepercayaan menjadi fokus, tetapi
pengertiannya lebih luas. Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan Negara memiliki cakupan lebih
luas, seperti perbedaan suku, bangsa, budya (adat-istiadat), beda pulau, dan tentunya agama dan
kepercayaan yang menuju persatuan dan kesatuan Negara.

Jika diuraikan satu per satu, Bhineka berarti berbeda, Tunggal berarti satu, dan Ika berarti itu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa walaupun berbeda-beda, tapi pada hakekatnya satu. Dengan kata lain,
seluruh perbedaan yang ada di Indonesia menuju tujuan yang satu atau sama, yaitu bangsa dan Negara
Indonesia. Berbicara mengenai Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia, lambang Garuda
Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika ditetapkan secara resmi menjadi bagian dari Negara
Indonesia melalui Peraturan Pemerintahan Nomor 66 Tahun 1951 pada 17Oktober 1951 dan di
undang kan pada 28 Oktober 1951 sebagai Lambang Negara. Usaha pada masa Majapahit maupun
pada masa pemerintahan Indonesia berlandaskan pada pandangan yang sama, yaitu pandangan
mengenai semangat rasa persatuan, kesatuan, dan kebersamaan sebagai modal dasar untuk menegkkan
Negara. Sementara itu, semboyan “Tan Hana Darma Mangrwa” dipakai sebagai motto lambang
Lembaga Pertahanan Nasional. Makna dari semboyan itu adalah “tidak ada kebenaran yang bermuka
dua”. Namun, Lemhanas kemudian mengubah semboyan tersebut menjadi yang lebih praktis dan
ringkas yaitu “bertahan karena benar”. Makna “tidak ada kebenaran yang bermuka dua” sebenarnya
memiliki pengertia agar hendaknya manusia senantiasa berpegang dan berlandaskan pada kebenaran
yang satu. Semboyan “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Darma Mangrwa” adalah ungkapan yang
memaknai kebenaran aneka unsur kepercayaan pada Majapahit. Tdak hanya Siwa dan Budha, tetapi
sejumlah aliran yang sejak awal telah dikenal terlebih dulu sebagian besar anggota masyarakat
Majapahit yang memiliki sifat majemuk.

Sehubungan dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, cikal bakal dari Singasari, yakni pada
masa Wisnuwardhana sang dhinarmeng ring Jajaghu (Candi Jago), semboyan tersebut dan candi Jago
disempurnakan pada masa Kerajaan Majapahit. Oleh karena itu, kedua simbol tersebut lebih dikenal
sebagai hasil perdaban masa Kerajaan Majapahit. Dari segi agama dan kepercayaan, masyarakat
Majapahit merupakan masyarakat yang majemuk. Selain adanya beberapa aliran agama dan
kepercayaan yang berdiri sendiri, muncul juga gejala sinkretime yang sangat menonjol antara Siwa

5
dan Budha serta pemujaan terhadap roh leluhur. Namun, kepercayaan pribumi tetap bertahan. Bahkan,
kepercayaan pribumi memiliki peranan tertinggi dan terbanyak di kalangan mayoritas masyarakat.
Pada saat itu, masyarakat Majapahit terbagi menjadi beberapa golongan. Pertama, golongan orang-
orang islam yang datang dari barat dan menetap di Majapahit. Kedua, golongan orang-orang China
yang mayoritas berasal dari Canton, Chang-chou, dan Fukien yang kemudian bermukim di daerah
Majapahit. Namun, banyak dari mereka masuk agama Islam dan ikut menyiarkan agama Islam.
Ketiga, golongan penduduk pribumi. Penduduk pribumi ini ka berjalan tidak menggunakan alas kaki,
rambutnya disanggul di atas kepala. Penduduk pribumi sepenuhnya percaya pada roh-roh leluhur.

2.2 PENETAPAN BHINEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI PILAR BANGSA

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh Mpu Tantular, pujangga
agung kerajaan Majapahit yang hidup pada masa pemerintahan Raja Hayamwuruk, di abad ke
empatbelas (1350-1389). Sesanti tersebut terdapat dalam karyanya; kakawin Sutasoma yang berbunyi
“Bhinna ika tunggal ika, tan hana dharma mangrwa, “ yang artinya “Berbeda-beda itu, satu itu, tak
ada pengabdian yang mendua.” Semboyan yang kemudian dijadikan prinsip dalam kehidupan dalam
pemerintahan kerajaan Majapahit itu untuk mengantisipasi adanya keaneka-ragaman agama yang
dipeluk oleh rakyat Majapahit pada waktu itu. Meskipun mereka berbeda agama tetapi mereka tetap
satu dalam pengabdian.

Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang
diungkap oleh Mpu Tantular, ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan resmi Negara
Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan Pemerintah tersebut
menentukan bahwa sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan sebagai seboyan yang
terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia, “Garuda Pancasila.” Kata “bhinna ika,”
kemudian dirangkai menjadi satu kata “bhinneka”. Pada perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka
Tunggal Ika dikukuhkan sebagai semboyan resmi yang terdapat dalam Lambang Negara, dan
tercantum dalam pasal 36a UUD 1945 yang menyebutkan :”Lambang Negara ialah Garuda Pancasila
dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika”. Dengan demikian, Bhinneka Tunggal Ika merupakan
semboyan yang merupakan kesepakatan bangsa, yang ditetapkan dalam UUD nya. Oleh karena itu
untuk dapat dijadikan acuan secara tepat dalam hidup berbangsa dan bernegara, makna Bhinneka
Tunggal Ika perlu difahami secara tepat dan benar untuk selanjutnya difahami bagaimana cara untuk
mengimplementasikan secara tepat dan benar pula.

Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik dalam kehidupan yang terikat
dalam suatu kesatuan. Prinsip pluralistik dan multikulturalistik adalah asas yang mengakui adanya
kemajemukan bangsa dilihat dari segi agama, keyakinan, suku bangsa, adat budaya, keadaan daerah,
dan ras. Kemajemukan tersebut dihormati dan dihargai serta didudukkan dalam suatu prinsip yang
dapat mengikat keanekaragaman tersebut dalam kesatuan yang kokoh. Kemajemukan bukan
dikembangkan dan didorong menjadi faktor pemecah bangsa, tetapi merupakan kekuatan yang
dimiliki oleh masing-masing komponen bangsa, untuk selanjutnya diikat secara sinerjik menjadi
kekuatan yang luar biasa untuk dimanfaatkan dalam menghadapi segala tantangan dan persoalan
bangsa.

Suatu masyarakat yang tertutup atau eksklusif sehingga tidak memungkinkan terjadinya
perkembangan tidak mungkin menghadapi arus globalisasi yang demikian deras dan kuatnya, serta
dalam menghadapi keanekaragaman budaya bangsa. Sifat terbuka yang terarah merupakan syarat bagi
berkembangnya masyarakat modern. Sehingga keterbukaan dan berdiri sama tinggi serta duduk sama

6
rendah, memungkinkan terbentuknya masyarakat yang pluralistik secara ko-eksistensi, saling hormat
menghormati, tidak merasa dirinya yang paling benar dan tidak memaksakan kehendak yang menjadi
keyakinannya kepada pihak lain. Segala peraturan perundang-undangan khususnya peraturan daerah
harus mampu mengakomodasi masyarakat yang pluralistik dan multikutural, dengan tetap berpegang
teguh pada dasar negara Pancasila dan UUD 1945. Suatu peraturan perundang-undangan, utamanya
peraturan daerah yang memberi peluang terjadinya perpecahan bangsa, atau yang semata-mata untuk
mengakomodasi kepentingan unsur bangsa harus dihindari. Suatu contoh persyaratan untuk jabatan
daerah harus dari putra daerah, menggambarkan sempitnya kesadaran nasional yang semata-mata
untuk memenuhi aspirasi kedaerahan, yang akan mengundang terjadinya perpecahan. Hal ini tidak
mencerminkan penerapan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Dengan menerapkan nilai-nilai tersebut
secara konsisten akan terwujud masyarakat yang damai, aman, tertib, teratur, sehingga kesejahteraan
dan keadilan akan terwujud.

2.3 PENTINGNYA SEMBOYAN BHINEKHA TUNGGAL IKA

Arti Bhinneka Tunggal Ika adalah berbeda-beda tetapi satu jua yang berasal dari buku atau kitab
sutasoma karangan Mpu Tantular / Empu Tantular. Secara mendalam Bhineka Tunggal Ika memiliki
makna walaupun di Indonesia terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian, adat, bahasa, dan lain
sebagainya namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air. Dipersatukan dengan bendera,
lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain-lain yang sama. Kata-kata Bhinneka Tunggal Ika juga
terdapat pada lambang negara Republik Indonesia yaitu Burung Garuda Pancasila. Di kaki Burung
Garuda Pancasila mencengkram sebuah pita yang bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika. Kata-kata
tersebut dapat pula diartikan : Berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

Makna Bhineka Tunggal Ika dalam Persatuan Indonesia sebagaimana dijelaskan dimuka

bahwa walaupun bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki
kebudayaan dan adat-istiadat yang beraneka ragam namun keseluruhannya merupakan suatu
persatuan. Penjelmaan persatuan bangsa dan wilayah negara Indonesia tersebut disimpulkan dalam
PP. No. 66 tahun 1951, 17 Oktober diundangkan tanggal 28 Nopember 1951, dan termuat dalam
Lembaran Negara No. II tahun 1951. Makna Bhineka Tunggal Ika yaitu meskipun bangsa dan negara
Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang
bermacam-macam serta beraneka ragam kepulauan wilayah negara Indonesia namun keseluruhannya
itu merupakan suatu persatuan yaitu bangsa dan negara Indonesia. Keanekaragaman tersebut bukanlah
merupakan perbedaan yang bertentangan namun justru keanekaragaman itu bersatu dalam satu sintesa
yang pada gilirannya justru memperkaya sifat dan makna persatuan bangsa dan negara Indonesia.
Dalam praktek tumbuh dan berkembangnya persatuan suatu bangsa (nasionalisme) terdapat dua aspek
kekuasaan yang mempengaruhi yaitu kekuasaan pisik (lahir), atau disebut juga kekuasan material
yang berupa kekerasan, paksaan dan kekuasaan idealis (batin) yang berupa nafsu psikis, ide-ide dan
kepercayaan-kepercayaan. Proses nasionalisme (persatuan) yang dikuasai oleh kekuasaan pisik akan
tumbuh dan berkembang menjadi bangsa yang bersifat materialis. Sebaliknya proses nasionalisme
(persatuan) yang dalam pertumbuhannya dikuasai oleh kekuasaan idealis maka akan tumbuh dan
berkembang menjadi negara yang ideal yang jauh dari realitas bangsa dan negara.

Oleh karena itu bagi bangsa Indonesia prinsip-prinsip nasionalisme itu tidak berat sebelah,
namun justru merupakan suatu sintesa yang serasi dan harmonis baik hal-hal yang bersifat lahir
maupun hal-hal yang bersifat batin. Prinsip tersebut adalah yang paling sesuai dengan hakikat
manusia yang bersifat monopluralis yang terkandung dalam Pancasila. Di dalam perkembangan

7
nasionalisme didunia terdapat berbagai macam teori antara lain Hans Kohn yang menyatakan bahwa
“Nasionalisme terbentuk ke persamaan bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah negara dan
kewarganegaraan “. Bangsa tumbuh dan berkembang dari analisir-analisir akar-akar yang terbentuk
melalui jalannya sejarah. Dalam masalah ini bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku
bangsa yang memiliki adat-istiadat dan kebudayaan yang beraneka ragam serta wilayah negara
Indonesia yang terdiri atas beribu-ribu kepulauan. Oleh karena itu keadaan yang beraneka ragam itu
bukanlah merupakan suatu perbedaan yang saling bertentangan namun perbedaan itu justru
merupakan daya penarik kearah resultan sehingga seluruh keanekaragaman itu terwujud dalam suatu
kerjasama yang luhur yaitu persatuan dan kesatuan bangsa.

Selain dari itu dalam kenyataan objektif pertumbuhan nasionalisme Indonesia telah dibentuk
dalam perjalanan sejarah yang pokok yang berakar dalam adat-istiadat dan kebudayaan. Prinsip-
prinsip nasionalisme Indonesia (Persatuan Indonesia) tersusun dalam kesatuan majemuk tunggal yaitu

a) Kesatuan sejarah; yaitu bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dalam suatu proses sejarah.

b) Kesatuan nasib; yaitu berda dalam satu proses sejarah yang sama dan mengalami nasib yang
sama yaitu dalam penderitaan penjajah dan kebahagiaan bersama.

c) Kesatuan kebudayaan; yaitu keanekaragaman kebudayaan tumbuh menjadi suatu bentuk


kebudayaan nasional.

d) Kesatuan asas kerohanian; yaitu adanya ide, cita-cita dan nilai-nilai kerokhanian yang secara
keseluruhan tersimpul dalam Pancasila

Berdasarkan prinsip-prinsip nasionalisme yang tersimpul dalam sila ketiga tersebut dapat
disimpulkan bahwa naionalisme (Persatuan Indonesia) pada masa perjuangan pergerakan
kemerdekaan Indonesia memiliki peranan historis yaitu mampu mewujudkan Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Jadi “ Persatuan Indonesia “ sebagai jiwa dan semangat perjuangan
kemerdekaan RI.D. Peran Persatuan Indonesia dalam Perjuangan Kemerdekaan IndonesiaMenurut
Muhammad Yamin bangsa Indonesia dalam merintis terbentuknya suatu bangsa dalam panggung
politik Internasional melalui suatu proses sejarahnya sendiri yang tidak sama dengan bangsa lain.
Dalam proses terbentuknya persatuan tersebut bangsa Indonesia menginginkan suatu bangsa yang
benar-benar merdeka, mandiribebas menentukan nasibnya sendiri tidak tergantung pada bangsa lain.
Menurutnya terwujudnya Persatuan Kebangsaan Indonesia itu berlangsung melalui tiga fase. Pertama
Zaman Kebangsaan Sriwijaya, kedua Zaman Kebangsaan Majapahit, dan ketiga Zaman Kebangsaan
Indonesia Merdeka (yang diplokamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945). Kebangsaan Indonesia
pertama dan kedua itu disebutnya sebagai nasionalisme lama, sedangkan fase ketiga disebutnya
sebagai nasionalisme Indonesia Modern, yaitu suatu Nationale Staat atau Etat Nationale yaitu suatu
negara Kebangsaan Indonesia Modern menurut susunan kekeluargaan yang berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa serta kemanusiaan.Pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, pengertian “
Persatuan Indonesia “ adalah sebagai faktor kunci yaitu sebagai sumber semangat, motivasi dan
penggerak perjuangan Indonesia. Hal itu tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi
sebagai berikut : “ Dan perjuangan pergerakan Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia
dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan
Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur “.Cita-cita untuk mencapai
Indonesia merdeka dalam bentuk organisasi modern baik berdasarkan agama Islam, paham
kebangsaan ataupun sosialisme itu dipelopori oleh berdirinya Serikat Dagang Islam (1990), Budi
Utomo (1908), kemudian Serikat Islam (1911), Muhammadiyah (1912),Indiche Partij (1911),
Perhimpunan Indonesia (1924), Partai Nasional Indonesia (1929), Partindo (1933) dan sebagainya.

8
Integrasi pergerakan dalam mencapai cita-cita itu pertama kali tampak dalam bentuk federasi seluruh
organisasi politik/ organisasi masyarakat yang ada yaitu permufakatan perhimpunan-perhimpunan
Politik Kemerdekaan Indonesia (1927).Kebulatan tekad untuk mewujudkan “ Persatuan Indonesia “
kemudian tercermin dalam ikrar “ Sumpah Pemuda “ yang dipelopori oleh pemuda perintis
kemerdekaan pada tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta yang berbunyi :

1. Kami Putra dan Putri Indonesia Mengaku Bertumpah darah Satu Tanah Air Indonesia.

2. Kami Putra dan Putri Indonesia Mengaku Berbangsa Satu Bangsa Indonesia.

3. Kami Putra dan Putri Indonesia Menjunjung Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia.

Kalau kita lihat, Sumpah Pemuda yang mengatakan Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa
Indonesia maka ada tiga aspek Persatuan Indonesia yaitu :

a) Aspek Satu Nusa : yaitu aspek wilayah, nusa berarti pulau, jadi wilayah yang dilambangkan
untuk disatukan adalah wilayah pulau-pulau yang tadinya bernama Hindia Belanda yang saat itu
dijajah oleh Belanda. Ini untuk pertama kali secara tegas para pejuang kemerdekaan meng-klaim
wilyah yang akan dijadikan wilayah Indonesia merdeka.

b) Aspek Satu Bangsa : yaitu nama baru dari suku-suku bangsa yang berada da wilayah yang
tadinya bernama Hindia Belanda yang tadinya dijajh oleh Belanda memplokamirkan satu nama baru
sebagai Bangsa Indonesia. Ini adalah awal mula dari rasa nasionalisme sebagai kesatuan bangsa yang
berada di wilayah sabang sampai Merauke.

c) Aspek Satu Bahasa : yaitu agar wilayah dan bangsa baru yang bterdiri dari berbagai suku dan
bahasa bisa berkomunikasi dengan baik maka dipakailah sarana bahasa Indonesia yang ditarik dari
bahasa Melayu dengan pembaharuan yang bernuansakan pergerakan kearah Indonesia yang Merdaka.
Untuk pertama kali para pejuang kemerdekaan memplokamirkan bahasa yang akan dipakai negara
Indonesia merdeka yaitu bahasa Indonesia.

Hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 itulah pangkal tumpuan cita-cita menuju
Indonesia merdeka. Memang diakui bahwa persatuan berkali-kali mengalami gangguan dan
kerenggangan. Perjuangan kemerdekaan antara partai politik/ organisasi masyarakat pada waktu itu
dangan segala strategi dan aksinya baik yang kooperatif maupun non kooperatif terhadap
pemerintahan Hindia Belanda mengalami pasang naik federasi maupun fusi dalam gabungan politik
Indonesia (1939) dan fusi terakhir Majelis Rakyat Indonesia. Indonesia di jajah Belanda selama 350
tahun atau 3,5 Abad, maka untuk itu Indonesia memilih semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang
bertujuan untuk mempersatukan bangsa Indonesia agar dapat mengusir penjajah dari bumi ibu pertiwi
ini.Tetapi semboyan Bhinneka Tunggal Ika pada zaman sekarang sudah tidak berguna lagi di
masyarakat Indonesia, karena banyaknya tawuran antar Desa, Antara pelajar, dan lain-lain sudah
menjamur di seluruh pelosok Indonesia. Jadi, pengorbanan masyarakat dulu sudah tidak berarti lagi di
zaman sekarang, pada zaman dahulu banya peristiwa heroik terjadi setelah ataupun sebelum
kemerdekaan, contoh saja peristiwa besar yang terjadi di kota Surabaya pertempuran antara arek-arek
Surabaya dan sekitarnya melawan para tentara Sekutu yang ingin menjajah kembali Indonesia, tetapi
dengan gagahnya pemuda-pemuda itu bersatu dan mengusir tentara sekutu.Semua itu di lakukan agar
para anak cucunya di masa depan agar bisa merasakan kehidupan yang lebih baik dari mereka, maka
untuk itu kita harus membangkitkan rasa Nasionalisme kita terhadap bangsa ini, jangan cuma pada
saat Malaysia mengklaim sesuatu milik kita menjadi kepunyaan mereka, maka kita harus menghargai

9
jasa para pahlawan zaman dulu, karena tanpa jasanya kita tidak bisa hidup nyaman seperti sekarang
ini.

Bhineka Tunggal Ika merupakan semboyan negara Indonesia sebagai dasar untuk
mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia,dimana kita haruslah dapat menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari yaitu hidup saling menghargai antara masyarakat yang satu dengan yang
lainnya tanpa memandang suku bangsa,agama,bahasa,adat istiadat,warna kulit dan lain-lain.Indonesia
merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau dimana setiap daerah memiliki adat
istiadat,bahasa,aturan,kebiasaan dan lain-lain yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya
tanpa adanya kesadaran sikap untuk menjaga Bhineka tunggal Ika pastinya akan terjadi berbagai
kekacauan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dimana setiap oarng akan hanya
mementingkana dirinya sendiri atau daerahnya sendiri tanpa perduli kepentngan bersama.Bila hal
tersebut terjadi pastinya negara kita ini akan terpecah belah.Oleh sebab itu marilah kita jaga bhineka
tunggal ika dengan sebai-baiknya agar persatuan bangsa dan negara Indonesia tetap terjaga dan kita
pun haruslah sadar bahwa menyatukan bangsa ini memerlukan perjuangan yang panjang yang
dilakukan oleh para pendahulu kita dalam menyatukan wilayah republik Indonesia menjadi negara
kesatuan.

2.4 PENERAPAN BHINEA TUNGGAL IKA

Pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an masyarakat multikultural/majemuk


sebagai pilar nasionalisme, sekaligus untuk memberi wacana dan sumbang saran kepada semua pihak,
terutama para pelaksana dan penentu kebijakan diberbagai instansi tekait, agar dapat dijadikan
tambahan acuan dalam menentukan peraturan berkaitan dengan aktualisasi pemahaman nilai-nilai ke-
Bhinneka Tunggal Ika-an oleh masyarakat multikultural sebagai pilar nasionalisme yang kokoh dan
trengginas dalam menghadapi perubahan globalKalimat yang terpampang pada pita putih yang
tercengkeram oleh kaki burung garuda, lambang negara Indonesia yaitu BHINNEKA TUNGGAL
IKA memiliki makna yang menggambarkan keragaman yang dimiliki bangsa Indonesia, meskipun
berbeda-beda tetapi pada hakikatnya merupakan satu kesatuan Indonesia.

Bhinneka tunggal ika yang berarti berbeda tetapi satu, bila ditengok dari asal usul kalimatnya
yang tertuang dalam syair kitab sutasoma adalah penggambaran dari dua ajaran atau keyakinan yang
berbeda kala itu, namun pada dasarnya memiliki satu kesamaan tujuan.

Empu Tantular sebagai pencetus kalimat yang tertuang itu tentunya memahami benar arti dan makna
yang tersimpan di dalamnya. Walaupun kalimat itu merupakan bentuk pernyataan beliau dari suatu
keadaan yang sedang dialami, namun kenyataannya dapat diterapkan dan diterima hingga saat
sekarang ini. Dan memang seperti itulah seorang yang populis, berani menyampaikan sesuatu yang
belum pernah diperdengarkan sebelumnya dan menyampaikan dengan bahasa yang populer, yaitu
bahasa yang bisa diterima saat itu, saat ini dan suatu saat yang akan datang.

Hanya orang bijaklah yang mampu menyampaikan kata-katanya dengan bahasa yang dapat dipahami
atau dimengerti oleh masing-masing pendengar atau pembacanya sesuai tingkat pemahamannya
masing-masing.

Sangat beragam juga bila kita dapat mengartikan bhinneka tunggal ika dalam perwujudan
sehari-hari. Bhinneka tunggal ika dalam kehidupan sehari-hari seringkali ditemui, namun untuk

10
memahaminya terkadang masih terasa sulit, apalagi mengakuinya. Ada ungkapan yang menyatakan
“perbedaan adalah rahmat” dan inipun terkadang menjadi bahan perdebatan.

Matahari dan bulan itu berbeda akan tetapi saling menerangi bumi, siang dan malam itu berbeda tetapi
saling melengkapi hari, laki-laki dan perempuan beda tapi saling mengisi dalam kehidupan, salah dan
benar, baik dan buruk yang Tuhan ciptakan tentu tidak dapat disangkal, lalu mengapa Tuhan ciptakan
itu semua? Apabila perbedaan itu seharusnya tidak perlu ada, apakah kemudian kita berpikir
bagaimana sebaiknya Tuhan? Mengakui perbedaan terkadang terasa sulit seperti halnya mengakui
kebenaran orang lain daripada melihat sisi salahnya. Tangan dan kaki, telinga dan mata, yang kanan
dan kiri memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda tetapi saling menyempurnakan bentuk manusia itu
secara utuh. Ketika dalam satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anaknya masing-masing
memiliki perbedaan pendapat apakah itu tidak boleh? dan apabila si anak memiliki keinginan yang
bertentangan dengan orang tuanya apakah kemudian menjadikan terputusnya hubungan darah?
Kemudian apabila alam semesta yang beraneka ragam ini tercipta karena adanya hubungan Tuhan
dengan ciptaan-Nya, apakah akan menjadikan putusnya hubungan, apabila ciptaan tidak mengakui
penciptanya? Perbedaan adalah kenyataan yang tidak bisa terelakan lagi, mulai dalam diri sendiri,
keluarga, masyarakat, negara atau dunia.

Jika kita perhatikan malam yang digantikan siang, ini berjalan selaras tidak saling
mendahului tentu terasa sempurna hari yang terlewati, oleh karena keselarasan itu maka dalam
pertemuan malam dengan siang terlahir fajar yang indah, begitu pula siang yang digantikan malam
tercipta senja yang penuh misteri, hal itu terwujud karena adanya keselarasan alam yang berbeda
tetapi bersatu menciptakan hari.Lalu bagaimana dengan perbedaan diantara kita, apakah bisa berjalan
selaras agar tercipta kedamaian?

Para pendiri bangsa Indonesia terdahulu tentu memiliki harapan yang sangat besar dengan
menjadikan kalimat “BHINNEKA TUNGGAL IKA” ini sebagai simbolis Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dengan memahami arti dan makna yang terkandung didalamnya serta dengan mewujudkan
dalam kehidupan sehari-hari mulai dari diri sendiri, berharap bangsa ini berjalan dengan selaras dan
tumbuh menjadi bangsa yang besar.

Bangsa Indonesia menjadikan Pancasila sebagai landasan ideologi yang berjiwa persatuan
dan kesatuan wilayah dengan tetap menghargai serta menghormati ke-Bhinneka Tunggal Ika-an
(persatuan dalam perbedaan) untuk setiap aspek kehidupan nasional guna mencapai tujuan nasional.
Artinya, sudah menjadi hal yang tidak dapat dinafikan bahwa masyarakat Indonesia itu jamak, plural,
dan daerah yang beragam, terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, adat-istiadat dan kebiasaan,
agama, kepercayaan kekayaan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu nilai-
nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an harus diwujudkan dan diaktualisasikan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Implementasinya dalam kehidupan nasional adalah,
memahami kemajemukan sosial dan budaya atau multikulturalisme sebagai dasar untuk membangun
kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa. Pemahaman terhadap nilai-nilai ke-Bhinneka
Tunggal Ika-an dimaksud adalah menerapkan atau melaksanakan nilai-nilai Ke-Bhinneka Tunggal
Ika-an dalam kehidupan sehari-hari, baik secara individu, kelompok masyarakat, dan bahkan secara
nasional, mencakup kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya, serta pertahanan nasional di
seluruh lapisan masyarakat yang jumlahnya besar (sekitar 230 juta jiwa) dan beragam, sehingga
tercipta stabilitas nasional yang kondusif untuk pembangunan masyarakat sejahtera, adil-makmur dan
merata.

11
Sepanjang era reformasi Indonesia menampilkan banyak kesaksian peristiwa yang
menunjukkan perubahan kehidupan warga, baik secara individu atau kelompok, dalam berkehidupan
kemasyarakatan, kehidupan berkenegaraan, dan kehidupan berkebangsaan Faktor utama mendorong
terjadinya proses perubahan tersebut adalah pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an, baik
oleh rakyat, dan bahkan pemimpin atau penguasa mengindikasikan gejala memudar. Kondisi ini dapat
dilihat dari kecenderungan terjadinya konflik antar individu, kelompok masyarakat yang berbeda
agama, ras, suku/etnik, budaya, dan berbeda kepentingan, serta rendahnya moral penguasa seperti
banyaknya kepala daerah dan anggota dewan yang terjerat hukum akibat korupsi.

Berkaitan dengan pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tungal Ika-an yang syarat dengan integrasi
nasional dalam masyarakat multikultural, nilai-nilai budaya bangsa sebagai keutuhan, kesatuan, dan
persatuan negara bangsa harus tetap dipelihara sebagai pilar nasionalisme. Jika hal ini tidak wujud,
apakah persatuan dan kesatuan bangsa itu akan lenyap tanpa bekas, atau akan tetap kokoh dan mampu
bertahan dalam terpaan nilai-nilai global yang menantang kesatuan negara bangsa (union state)
Indonesia? Bagamanakah mengaktualisasikan pemahaman nilai-nilai ke Bhinneka Tunggal Ikaan.
Hal inilah yang menjadi permasalahan dalam kajian ini agar terwujud dan terpelihara secara
langgeng integrasi sebagai pilar nasionalisme

Ada beberapa cara untuk menjadikan Bhinneka Tunggal Ika lebih membumi dalam pribadi
masyarakat yang heterogen ini, salah satunya yaitu dengan identitas sosial mutual differentiation
model dari Brewer & Gaertner (2003) yang diterapkan pada diri setiap Individu dalam bangsa ini.
Mutual differentiation model adalah suatu model dimana seseorang atau kelompok tertentu yang
mempertahankan identitas asal (kesukuan atau daerah) namun secara bersamaan kesemua kelompok
tersebut juga memiliki suatu tujuan bersama yang pada akhirnya mempersatukan mereka semua.

Model ini akan memunculkan identitas ganda yang bersifat hirarkis, dengan artian
seseorang tidak akan melepaskan identitas asalnya dan memiliki suatu identitas bersama yang lebih
tinggi nilainya. Sebagai contoh seseorang tidak melupakan asalnya sebagai orang Minang, namun
memiliki suatu kesatuan bersama yang lebih diutamakan yaitu sebagai rakyat Indonesia. Dengan
demikian identitas kesukuan atau daerah lebih rendah nilai dan

keutamaannya daripada identitas nasional, Sesuai dengan makna Bhinneka Tunggal Ika itu sendiri,
dimana persatuan adalah harga mati.

Pada masa kepemimpinan Ir.Soekarno, beliau pernah melakukan usaha mempersatukan


seluruh bangsa dengan jargon “Ganyang Malaysia”, “Amerika kita Seterika”, “Jepang kita
Panggang”, dan “Inggris kita Linggis” dimana pada kesempatan tersebut beliau menebar propaganda
bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki musuh bersama yaitu Malaysia, Jepang, Amerika dan
Inggris. Dengan adanya Ultimate Goal maka persatuan akan semakin kuat dikarenakan tumbuhnya
perasaan senasib-sepenanggungan dalam masyarakat sebangsa dan setanah air. Perasaan, semangat
dan tujuan seperti itulah yang akan membuat masyarakat heterogen menjadi bersatu, membentuk
suatu identitas sosial nasional yang lebih kuat daripada kepentingan kelompok, golongan dan pribadi.

Dengan mengakui perbedaan dan menghormati perbedaan itu sendiri ditambah kuatnya
mempertahankan ikrar satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa merupakan suatu model identitas sosial
yang sangat baik dalam bangsa ini. Sehingga terjalin kerjasama antar semua golongan tanpa pernah
menyinggung perbedaan karena memiliki suatu tujuan utama dan kebanggaan bersama atas persatuan
bangsa.

12
Toleransi dalam konteks kehidupan berbangsa adalah sikap menghargai satu sama lain, melarang
adanya dikriminasi dan ketidak-adilan dari kelompok mayoritas terhadap minoritas, baik secara suku,
budaya dan agama dengan tujuan untuk mewujudkan cita-cita luhur bersama.

Selain masalah kebangsaan, tantangan kedepan pada masa mendatang dari bangsa ini adalah
menghadapi era globalisasi ekonomi, kapitalisme yang menggurita, imperialis, orientalis, penyusupan
paham-paham menyimpang dari pihak luar, serta dari dalam negeri sendiri seperti pengkhianatan,
fundamentalis dan ‘barisan sakit hati’ yang bertujuan memperkeruh keadaan, menyulut konflik dan
kesenjangan sehingga terjadi aksi-aksi dengan hasil keadaan yang menjauhkan kita dari jalur
pencapaian cita-cita luhur.

2.5 IMPLEMENTASI BHINEKA TUNGGAL IKA DAN CITA-CITA LUHUR BANGSA

INDONESIA

Untuk dapat mengimplementasikan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa


dan bernegara dipandang perlu untuk memahami secara mendalam prinsip-prinsip yang terkandung
dalam Bhinneka Tunggal Ika. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :

1. Dalam rangka membentuk kesatuan dari keanekaragaman tidak terjadi pembentukan konsep
baru dari keanekaragaman konsep-konsep yang terdapat pada unsur-unsur atau komponen bangsa.
Suatu contoh di negara tercinta ini terdapat begitu anekaragam agama dan kepercayaan. Dengan ke-
tunggalan Bhinneka Tunggal Ika tidak dimaksudkan untuk membentuk agama baru. Setiap agama
diakui seperti apa adanya, namun dalam kehidupan beragama di Indonesia dicari common
denominator, yakni prinsip-prinsip yang ditemui dari setiap agama yag memiliki kesamaan, dan
common denominator ini yang kita pegang sebagai ke-tunggalan, untuk kemudian dipergunakan
sebagai acuan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Demikian pula halnya dengan adat budaya
daerah, tetap diakui eksistensinya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan
kebangsaan. Faham Bhinneka Tunggal Ika, yang oleh Ir Sujamto disebut sebagai faham Tantularisme,
bukan faham sinkretisme, yang mencoba untuk mengembangkan konsep baru dari unsur asli dengan
unsur yang datang dari luar.

2. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan eksklusif; hal ini bermakna bahwa dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dibenarkan merasa dirinya yang paling benar, paling hebat,
dan tidak mengakui harkat dan martabat pihak lain. Pandangan sektarian dan eksklusif ini akan
memicu terbentuknya keakuan yang berlebihan dengan tidak atau kurang memperhitungkan pihak
lain, memupuk kecurigaan, kecemburuan, dan persaingan yang tidak sehat. Bhinneka Tunggal Ika
bersifat inklusif. Golongan mayoritas dalam hidup berbangsa dan bernegara tidak memaksakan
kehendaknya pada golongan minoritas.

3. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis yang hanya menunjukkan perilaku semu.
Bhinneka Tunggal Ika dilandasi oleh sikap saling percaya mempercayai, saling hormat menghormati,
saling cinta mencintai dan rukun. Hanya dengan cara demikian maka keanekaragaman ini dapat
dipersatukan.

4. Bhinneka Tunggal Ika bersifat konvergen tidak divergen, yang bermakna perbedaan yang terjadi
dalam keanekaragaman tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi dicari titik temu, dalam bentuk
kesepakatan bersama. Hal ini akan terwujud apabila dilandasi oleh sikap toleran, non sektarian,
inklusif, akomodatif, dan rukun.

13
5. Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural Bhinneka Tunggal Ika mendukung nilai:

a. inklusif, tidak bersifat eksklusif,

b. Terbuka,

c. Ko-eksistensi damai dan kebersamaan,

d. Kesetaraan,

e. Tidak merasa yang paling benar,

f. Toleransi,

g. Musyawarah disertai dengan penghargaan terhadap pihak lain yang berbeda.

Setelah kita Pahami beberapa prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika,
maka langkah selanjutnya adalah bagaimana prinsip-prinsip Bhinneka Tunggal Ika ini kita
implementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

1. Perilaku inklusif.

Dalam kehidupan bersama yang menerapkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika memandang
bahwa dirinya, baik itu sebagai individu atau kelompok masyarakat merasa dirinya hanya merupakan
sebagian dari kesatuan dari masyarakat yang lebih luas. Betapa besar dan penting kelompoknya dalam
kehidupan bersama, tidak memandang rendah dan menyepelekan kelompok yang lain. Masing-masing
memiliki peran yang tidak dapat diabaikan, dan bermakna bagi kehidupan bersama.

2. Mengakomodasi sifat pluralistik.

Bangsa Indonesia sangat pluralistik ditinjau dari keragaman agama yang dipeluk oleh
masyarakat, aneka adat budaya yang berkembang di daerah, suku bangsa dengan bahasanya masing-
masing, dan menempati ribuan pulau yang tiada jarang terpisah demikian jauh pulau yang satu dari
pulau yang lain. Tanpa memahami makna pluralistik dan bagaimana cara mewujudkan persatuan
dalam keanekaragaman secara tepat, dengan mudah terjadi disintegrasi bangsa. Sifat toleran, saling
hormat menghormati, mendudukkan masing-masing pihak sesuai dengan peran, harkat dan
martabatnya secara tepat, tidak memandang remeh pada pihak lain, apalagi menghapus eksistensi
kelompok dari kehidupan bersama, merupakan syarat bagi lestarinya negara-bangsa Indonesia.
Kerukunan hidup perlu dikembangkan dengan sepatutnya. Suatu contoh sebelum terjadi reformasi, di
Ambon berlaku suatu pola kehidupan bersama yang disebut pela gandong, suatu pola kehidupan
masyarakat yang tidak melandaskan diri pada agama, tetapi semata-mata pada kehidupan bersama
pada wilayah tertentu. Pemeluk berbagai agama berlangsung sangat rukun, bantu membantu dalam
kegiatan yang tidak bersifat ritual keagamaan. Mereka tidak membedakan suku-suku yang berdiam di
wilayah tersebut, dan sebagainya. Sayangnya dengan terjadinya reformasi yang mengusung
kebebasan, pola kehidupan masyarakat yang demikian ideal ini telah tergerus arus reformasi.

3. Tidak mencari menangnya sendiri.

Menghormati pendapat pihak lain, dengan tidak beranggapan bahwa pendapatnya sendiri
yang paling benar, dirinya atau kelompoknya yang paling hebat perlu diatur dalam menerapkan
Bhinneka Tunggal Ika. Dapat menerima dan memberi pendapat merupakan hal yang harus
berkembang dalam kehidupan yang beragam. Perbedaan ini tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi dicari

14
titik temu. Bukan dikembangkan divergensi, tetapi yang harus diusahakan adalah terwujudnya
konvergensi dari berbagai keanekaragaman. Untuk itu perlu dikembangkan musyawarah untuk
mencapai mufakat.

4. Musyawarah untuk mencapai mufakat.

Dalam rangka membentuk kesatuan dalam keanekaragaman diterapkan pendekatan


“musyawa-rah untuk mencapai mufakat.” Bukan pendapat sendiri yang harus dijadikan kesepakatan
bersama, tetapi common denominator, yakni inti kesamaan yang dipilih sebagai kesepakatan bersama.
Hal ini hanya akan tercapai dengan proses musyawarah untuk mencapai mufakat. Dengan cara ini
segala gagasan yang timbul diakomodasi dalam kesepa-katan. Tidak ada yang menang tidak ada yang
kalah. Inilah yang biasa disebut sebagai win win solution.

5. Dilandasi rasa kasih sayang dan rela berkorban.

Dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
perlu dilandasi oleh rasa kasih sayang. Saling curiga mencurigai harus dibuang jauh-jauh. Saling
percaya mempercayai harus dikembangkan, iri hati, dengki harus dibuang dari kamus Bhinneka
Tunggal Ika. Hal ini akan berlangsung apabila pelaksanaan Bhnneka Tunggal Ika menerap-kan
adagium “leladi sesamining dumadi, sepi ing pamrih, rame ing gawe, jer basuki mowo beyo.”
Eksistensi kita di dunia adalah untuk memberikan pelayanan kepada pihak lain, dilandasi oleh tanpa
pamrih pribadi dan golongan, disertai dengan pengorbanan. Tanpa pengorbanan, sekurang-kurangnya
mengurangi kepentingan dan pamrih pribadi, kesatuan tidak mungkin terwujud.

6. Toleransi dalam perbedaan.

Setiap penduduk Indonesia harus memandang bahwa perbedaan tradisi, bahasa, dan adat-
istiadat antara satu etnis dengan etnis lain sebagai, antara satu agama dengan agama lain, sebagai aset
bangsa yang harus dihargai dan dilestarikan. Pandangan semacam ini akan menumbuhkan rasa saling
menghormati, menyuburkan semangat kerukunan, serta menyuburkan jiwa toleransi dalam diri setiap
individu. Bila setiap warga negara memahami makna Bhinneka Tunggal Ika, meyakini akan
ketepatannya bagi landasan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta mau dan mampu
mengimplementasikan secara tepat dan benar, Negara Indonesia akan tetap kokoh dan bersatu
selamanya.

Bhineka Tunggal Ika pada era Glablisasi saat ini, Indonesia pada saat ini banyak

mengalami kemunduran persatuan dan kesatuan. Penyebabnya adalah adanya ketimpangan sosial,
kesenjangan ekonomi, belum stabilnya kondisi politik pemerintahan di Indonesia menjadikan rakyat
tumbuh menjadi rakyat yang apatis terhadap pemerintah. Dampak buruk globalisasi yang membawa
kebudayaan-kebudayaan baru menjadikan komposisi kebudayaan masyarakat Indonesia menjadi lebih
kompleks atau rumit. Karena banyaknya kebudayaan baru yang datang dan diterima begitu saja,
menyebabkan terjadinya penyimpangan kebudayaan di masyarakat. Belum lagi masalah klasik yang
sepele namun berdampak serius seperti perbedaan suku, agama, ras dan antar golongan yang semakin
memecah belah kesatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Melihat kondisi seperti ini tentu kita semua tidak boleh pesimis dan patah semangat,
Semboyan negara Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua, selamanya
akan tetap relevan untuk mengiringi kehidupan bernegara di negeri yang multikultural ini, karena
komposisi kehidupan rakyat Indonesia akan terus beragam sampai kapanpun. Ketimpangan sosial,
kesenjangan ekonomi, perbedaan suku, agama, ras dan antar golongan di antara kita janganlah

15
dijadikan pembeda. Perkembangan jaman yang cepat dan masuknya budaya baru biarkanlah berlalu,
karena pada dasarnya kita semua satu, satu bangsa, Bangsa Indonesia. Satu tanah air, Tanah air
Indonesia. Satu bahasa, bahasa Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda namun tetap satu jua.
Jaya Indonesia !

2.6 PENYEBAB LUNTURNYA MAKNA BHINEKA TUNGGAL IKA

Berikut ini beberapa penyebab lunturnya makna Bhineka Tunggal Ika, yaitu:

1. Diskriminasi

Bahwa ada masa ketika istilah SARA demikian popular, merupakan pengakuan tidak Iangsung
(sekurang-kurangnya) ada masa dimana terjadi diskriminasi ras-etnik di negeri ini.Dalam praktik,
pemenuhan hak-hak sipil yang merupakan bagian masyarakat ditandai dengan keturunan Tionghoa,
bahkan sampai detik inipun masih terjadi diskriminasi.Pembedaan perlakuan ketika mengurus
dokumen paspor, dengan keharusan melampirkan Surat Bukti Kewarganegaraan, merupakan salah
satu contoh praktik diskriminasi ras. Atas praktik semacam itu, Hamid Awaludin dalam acara Dialog
Kewarganegaraan dan Persatuan tersebut dengan lantang mengatakan, "Tidak usah mendebat (pejabat
imigrasi yang bersangkutan).Catat namanya dan laporkan kepada saya." Diskriminasi ras-etnik,
khususnya terhadap orang-orang Indonesia suku Tionghoa sudah menjadi kisah panjang. Masih segar
di ingatan kita, peragaan sikap alergi penguasa terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan
suku Tionghoa. Aksara, musik, bahasa, praktik kepercayaan, bahkan ciri-ciri fisikpun
dipermasalahkan.

Sebagian orang sekarang menghubungkannya dengan perang dingin yang mempengaruhi


hubungan antarnegara saat itu. Tapi jauh sebelum itu, sudah terjadi PP 10 yang membatasi ruang
gerak suku Tionghoa yang tinggal di desa-desa sehingga kemudian berlanjut dengan arus "pulang" ke
Tiangkok. Sudah terjadi pula imbauan untuk mengganti nama tiga suku dengan ''nama Indonesia''.
Sudah terjadi pembatasan pilihan pekerjaan/profesi bagi orang-orang Tionghoa, juga pembatasan
masuk universitas-universitas negeri. Diskriminasi terhadap kaum minoritas di Indonesia masih
merupakan masalah aktual. Hal ini seharusnya tidak terjadi lagi, karena dalam masa reformasi ini
telah diadakan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, serta oleh pemerintahpemerintah
sejak masa Presiden Habibie, Gus Dur, hingga Megawati telah dikeluarkan beberapa Inpres yang
menghapuskan peraturan-peraturan pemerintah sebelumnya khususnya Orde Baru yang bersifat
diskriminatif terhadap kebudayaan minoritas, dalam arti adat istiadat, agama dari beberapa suku
bangsa minoritas di tanah air. Mengapa hal demikian dapat terjadi terus, seakan-akan rakyat kita
sudah tak patuh lagi dengan hukum yang berlaku di negara kita.Untuk menjawab ini, tidak mudah
karena penyebabnya cukup rumit, sehingga harus ditinjau dari beberapa unsur kebudayaan, seperti
politik dan ekonomi.

2. Konflik

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu
interaksi.perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian,
pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual
dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu
masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

16
Konflik bertentangan dengan integrasi.Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di
masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak
sempurna dapat menciptakan konflik. Faktor-faktor penyebab terjadinya konflik antara lain:

ü Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.

ü Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.

ü Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.

ü Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

3. Egoisme

Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang


hanya menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak
peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman
dekat. Istilah lainnya adalah "egois".Lawan dari egoisme adalah altruisme. Hal ini berkaitan erat
dengan narsisme, atau "mencintai diri sendiri," dan kecenderungan mungkin untuk berbicara atau
menulis tentang diri sendiri dengan rasa sombong dan panjang lebar. Egoisme dapat hidup
berdampingan dengan kepentingannya sendiri, bahkan pada saat penolakan orang lain. Sombong
adalah sifat yang menggambarkan karakter seseorang yang bertindak untuk memperoleh nilai dalam
jumlah yang lebih banyak daripada yang ia memberikan kepada orang lain. Egoisme sering dilakukan
dengan memanfaatkan altruisme, irasionalisme dan kebodohan orang lain, serta memanfaatkan
kekuatan diri sendiri dan / atau kecerdikan untuk menipu.

Egoisme berbeda dari altruisme, atau bertindak untuk mendapatkan nilai kurang dari yang
diberikan, dan egoisme, keyakinan bahwa nilai-nilai lebih didapatkan dari yang boleh diberikan.
Berbagai bentuk "egoisme empiris" bisa sama dengan egoisme, selama nilai manfaat individu diri
sendirinya masih dianggap sempurna

4. Hambatan Dari Dalam

Bung Karno, sang proklamator, pernah berkata, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir
penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” Dalam perkataan
beliau, sudah nampak jelas bahwa apa yang menjadi substansi ke depan bagi rakyat Indonesia adalah
sebuah perjuangan untuk mengatasi hambatan dari dalam dan bukan lagi dari luar, karena Soekarno
sendiri telah menyudahi penjajahan di Indonesia ini dengan memproklamirkan berdirinya Negara
Kesatuan Rpublik Indonesia. Di negara ini, masih banyak yang berjuang atas nama agama, suku,
golongan, dan ras. Masing-masing beranggapan bahwa dirinya lebih baik dari yang lain. Hal inilah
yang menjadi kesalahan. Adanya perbedaan bukan dipandang sebagai sebuah kekayaan bangsa yang
seyogyanya dipertahankan dan dilesatrikan, melainkan dipandang sebagai sesuatu yang bisa menyulut
konflik berkelanjutan. Mengatasi hambatan yang berasal dari luar memang lebih mudah, sebab semua
perbedaan bisa segera dihilangkan untuk mengatasi hambatan tersebut. Lain halnya ketika hambatan
itu berasal dari dalam, sebab masing-masing kelompok memiliki ego masing-masing.

Apa yang bisa menghentikan ini adalah dengan kembali kepada Pancasila dan Bhinneka
Tunggal Ika, mengimplementasikan secara serius dan total dalam segala aspek kehidupan berbangsa
dan bernegara. Dua dasar inilah yang akan mempersatukan dan menjawab tantangan Soekarno dalam
menghadapi hambatan dari dalam. Sudah seyogyanya dua dasar ini bukan hanya terletak sebagai
sebuah pajangan yang dianggap membanggakan. Tanpa implementasi yang sungguh-sungguh,

17
pajangan ini tidak bisa dikatakan membanggakan, melainkan memalukan karena hanya sebagai
sebuah wacana kosong. Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika tidak boleh dipensiunkan sebagai sebuah
dasar negara. Mereka adalah sebuah dasar yang hingga kapanpun tidak bisa dipensiunkan, tidak bisa
digantikan, apalagi dihilangkan. Tanpa mereka, Indonesia hanya akan berjalan setapak demi setapak
menuju jurang kehancuran.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

18
Semboyan BhinekaTunggal Ika dikenal untuk pertama kalinya pada masa Majapahit era
kepemimpinan Wisnuwardhana. Perumusan semboyan Bhineka Tunggal Ika ini dilakukan oleh
MpuTantular dalam kitab Sutasoma. Semboyan Negara Indonesia ini telah memberikan nilai-nilai
inspiratif terhadap sistem pemerintahan pada masa kemerdekaan. Bhineka Tunggal Ika pun telah
menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indoesia. Makna Bhineka
Tunggal Ika dalam Persatuan Indonesia sebagaimana dijelaskan bahwa walaupun bangsa Indonesia
terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang beraneka
ragam namun keseluruhannya merupakan suatu persatuan. Penjelmaan persatuan bangsa dan wilayah
negara Indonesia tersebut disimpulkan dalam PP. No. 66 tahun 1951, 17 Oktober diundangkan
tanggal 28Nopember 1951, dan termuat dalam Lembaran Negara No. II tahun 1951.

Dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika tersebut mempunyai peran terhadap bangsa Indonesia
yaitu agar menjadi bangsa yang berhasil mewujudkan integrasi nasional di tengah masyarakatnya
yang majemuk. Dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika tersebut juga diharapkan sebagai landasan
atau dasar perjuangan untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia agar dikenal di
mata dunia sebagai bangsa yang multikulturalisme.

3.2 SARAN

Indonesia saat ini yang sudah tampak kecondongan terpecah belah, individualis dengan
dalih otonomi daerah, perbedaan SARA, tidak lagi muncul sifat tolong menolong atau gotong royong,
semangat “Bhinneka Tunggal Ika” perlu untuk di sosialisasikan lagi. Bhineka Tunggal Ika mulai
luntur, banyak anak muda yang tidak mengenalnya, banyak orang tua lupa akan kata-kata ini, banyak
birokrat yang pura-pura lupa, sehingga ikrar yang ditanamkan jauh sebelum Indonesia Merdeka
memudar, seperti pelita kehabisan minyak. Sumpah Pemuda hanya sebagai penghias bibir sebagian
orang, dan bagi sebagian orang hanya dilafaskan pada saat memperingati hari sumpah pemuda setiap
28 Oktober. Tetapi bagi sebagian yang muda hanya sebagai pelajaran sejarah yang hanya dipelajari di
sekolah-sekolah.

Untuk itu, rasa bhineka tunggal ika ini perlu diterapkan pada setiap masyarakat seluruh
Indonesia, demi menjaga keutuhan negara kesatuan republik Indonesia. Pada kenyataannya penerapan
rasa bhineka tunggal ika ini kurang dilakukan oleh warga negara Indonesia, maka dari itu sangat
diperlukan demi menjawab tantangan masa depan yang dapat memecah belah suatu negara.

Penjelasan yang ada di dalam makalah ini semoga dapat membantu mengaplikasikan arti dari
semboyan bhineka tunggal ika ini pada setiap warga negara untuk dapat menjalankan kehidupan
berbangsa dan bernegara

DAFTAR PUSTAKA

http://belanegarari.wordpress.com/2012/06/12/bhinneka-tunggal-ika-dalam-demokrasi-indonesia/

19
http://shantiwidyakusuma.blogspot.com/2011/05/makna-bhineka-tunggal-ika-dalam.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Bhinneka_Tunggal_Ika http://www.alamathur.com/2009/04/bhinneka-
tunggal-ika.html

http://organisasi.org/pengertian-definisi-bhineka-tunggalika-berbedabeda-tetapi-satu-jua-semboyan-
negara-indonesia

20

Anda mungkin juga menyukai