Anda di halaman 1dari 27

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah

Sosiologi dan Antropologi Pendidikan


Yang diampu oleh Bapak Angga Setiawan, M.Pd
BIODATA ANGGOTA KELOMPOK

NAMA : Mitha Dwi Rosalina


NPM : 2086206008
KELAS :3
JURUSAN : PGSD

NAMA : A'yun Mashfuufah


NPM : 2086206022
KELAS :3
JURUSAN : PGSD

NAMA : Salsa Bella Muntaza


NPM : 2086206023
KELAS :3
JURUSAN : PGSD

NAMA : Zerlinda Diva Felix Yolanda


NPM : 2086206029
KELAS :3
JURUSAN : PGSD

NAMA : Istiq Karunia Putri


NPM : 2086206035
KELAS :3
JURUSAN : PGSD

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua,
sehingga penyusun mampu menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Laporan ini telah disusun dalam rangka memenuhi tugas Observasi Antropologi
dan Sosiologi. Adapun isi dalam laporan ini adalah menjelaskan tentang
Kebudayaan Nyadran Kabupaten Trenggalek.
Banyak pihak yang terlibat selama kami melakukan observasi. Untuk itu
penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarn nya kepada:
1. Kepala STKIP PGRI Trenggalek, Ibu Dr. Dwi Kuncorowati, M. Pd.
2. Kaprodi PGSD, Bapak Drs. Agus Budi Santosa, M.Pd.
3. Dosen pembimbing mata kuliah Sosiologi dan Antropologi Pendidikan, Bapak
Angga Setiawan, M.Pd.
4. Narasumber 1 Bapak Naim.
5. Narasumber 2 Bapak Sukirno.
6. Kedua orang tua kami.
7. Teman-teman kelompok observasi.
Sejauh ini kami menyadari bahwa laporan ini masih sarat
dengan kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, kritik dan saran
yang membangun dari pembaca sangat kami butuhkan demi kesempurnaan
laporan ini.
Demikianlah makalah ini kami susun. Jika dalam laporan ini terdapat hal
yang kurang berkenan dihati pembaca,kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Semoga laporan ini berguna bagi pembaca.

Trenggalek, 24 November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
BIODATA ANGGOTA KELOMPOK ....................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
C. Tujuan................................................................................................. 2
D. Manfaat .............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3
A. Sejarah Kebudayaan Nyadran. ........................................................... 3
B. Prosesi Kebudayaan Nyadran. ............................................................ 5
C. Upaya Menjaga Dan Melestarikan Kebudayaan Nyadran. .............. 11
D. Perkembangan Kebudayaan Nyadran di Kabupaten Trenggalek..... 13
E. Pendapat Narasumber ....................................................................... 13
BAB III PENUTUP .................................................................................... 16
A. Kesimpulan ...................................................................................... 16
B. Kesan dan Pesan ............................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 17
DAFTAR NARASUMBER ....................................................................... 19
LAMPIRAN ................................................................................................ 20

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tadarusan di Makam Ki Ageng Minak Sopal ............................ 6
Gambar 2.2 Proses Mensucikan Kerbau ........................................................ 6
Gambar 2.3 Prosesi Wayangan ...................................................................... 7
Gambar 2.4 Proses Menyembelih Kerbau ..................................................... 7
Gambar 2.5 Tahlil di Area Makam ................................................................ 8
Gambar 2.6 Ruwatan Acara ........................................................................... 8
Gambar 2.7 Pembukaan Acara Nyadran ........................................................ 9
Gambar 2.8 Acara Pengarakan dan Diiringi Jaranan ..................................... 9
Gambar 2.9 Pelemparan Kepala dan Kaki Kerbau ...................................... 10
Gambar 2.10 Makan Bersama Dan Melanjutkan Acara Jaranan ................. 10
Gambar 2.11 Foto Bersama Bapak Naim 1 ................................................. 13
Gambar 2.12 Foto Bersama Bapak Naim 2 ................................................. 13
Gambar 2.13 Foto Bersama Bapak Sukirno ................................................. 14
Gambar 3.1 Foto Identitas Bapak Naim ....................................................... 19
Gambar 3.2 Foto Identitas Bapak Sukirno ................................................... 19
Gambar 4.1 Foto Bersama Bapak Naim 1 ................................................... 20
Gambar 4.2 Foto Bersama Bapak Naim 2 ................................................... 20
Gambar 4.3 Foto Bersama Bapak Naim 3 ................................................... 20
Gambar 4.4 Foto Bersama Bapak Sukirno ................................................... 21
Gambar 4.5 Foto Lokasi DAM Bagong ....................................................... 21
Gambar 4.6 Foto Tempat berdoa saat Nyadran ........................................... 21
Gambar 4.7 Foto Tempat Pengaturan Air Irigasi Sawah di Trenggalek ...... 22

iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trenggalek adalah kabupaten kecil yang indah dan menarik. Di
Trenggalek terdapat macam-macam obyek yang bersifat khas daerah.
Kabupaten yang kaya potensi wisata menarik yang dapat menjadi pilihan untuk
dikunjungi, baik wisata alam maupun wisata budaya. Salah satu budaya yang
terus dilestarikan oleh warga Trenggalek adalah Upacara Adat bersih Dam
Bagong atau lebih dikenal dengan sebutan Tradisi Nyadran di Dam Bagong.
Upacara adat merupakan salah satu bagian dari adat kebiasaan yang ada di
masyarakat, yaitu bentuk pelaksanaan upacara adat yang di dalamnya terdapat
nilai budaya yang tinggi dan banyak memberikan inspirasi bagi kekayaan
budaya daerah yang dapat menambah keanekaragaman kebudayaan nasional.
Upacara ini mengajarkan kepada manusia sebagai manusia berbudaya untuk
ikut bertanggung jawab menjaga kelestarian alam dan seisinya, serta ikut
meningkatkan harkat dan martabat manusia.
Nyadran merupakan tradisi dari daerah Trenggalek yang biasanya
diperingati pada Jum’at Kliwon bulan Selo atau bulan Dzulqo’dah. Nyadran
biasanya dilakukan di daerah Bagong yaitu tepatnya Dam Bagong dan dihadiri
ribuan orang dari Trenggalek sendiri maupun dari luar Trenggalek. Dam
Bagong adalah dam yang aliran sungainya digunakan untuk mengairi
persawahan di wilayah Kabupaten Trenggalek dan sekitarnya karena pada
waktu itu sawah di daerah Trenggalek merupakan sawah tadah hujan. Pertama
kali Dam Bagong dibangun oleh Adipati Menak Sopal yang juga merupakan
pendiri cikal bakal kota Trenggalek.
Dalam pelaksanaan upacara Nyadran di Dam Bagong Trenggalek, yang
menjadi dalah satu acara intinya adalah proses penyembelihan kerbau jantan.
Penyembelihan merupakan salah satu ibadah yang membutuhkan niat dengan
menyebut nama Allah SWT agar sang pencipta untuk melancarkan segala
upacara Nyadran di Dam Bagong.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah sejarah kebudayaan Nyadran ?
2. Apa saja prosesi penting dalam kebudayaan Nyadran ?
3. Bagaimana upaya menjaga dan melestarikan kebudayaan Nyadran?

C. Tujuan
Observasi yang berjudul kebudayaan Nyadran di Kabupaten Trenggalek ini
memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sejarah kebudayaan Nyadran.
2. Untuk mengetahui prosesi penting dalam kebudayaan Nyadran
3. Untuk mengetahui upaya untuk menjaga dan melestarikan kebudayaan
Nyadran.
D. Manfaat
Berdasarkan tujuan diatas, manfaat dari penyusunan makalah ini adalah
pembaca dapat memahami sejarah kebudayaan Nyadran, memahami
bagaimana prosesi penting yang dilaksanakan dalam upacara Nyadran dan
upaya yang harus dilakukan untuk melestarikan kebudayaan Nyadran sebagai
bagian dari cara melestarikan budaya kebudayaan Nyadran bagi masyarakat di
lingkungan Kabupaten Trenggalek.

2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Kebudayaan Nyadran.
Tradisi nyadran merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan
sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sekaligus untuk
mengenang dan memperingati jasa Adipati Menak Sopal untuk Kabupaten
Trenggalek. Menurut Nurjanah (2013) Adipati Menak Sopal atau biasa disebut
dengan Ki Ageng Menak Sopal adalah ulama penyebar agama Islam di wilayah
Kabupaten Trenggalek, daerah persebarannya mulai dari lereng Gunung Wilis
bagian selatan hingga pantai selatan Samudra Hindia, sedangkan dari bagian
barat mulai dari perbatasan Sawoo Ponorogo hingga Ngrowo Boyolangu
Tulungagung. Awal mula tradisi nyadran ini berkisah dari perjuangan Adipati
Menak Sopal yang telah berhasil membangun Dam Bagong tepatnya di
Kelurahan Ngantru Kecamatan Trenggalek Kabupaten Trenggalek untuk
mengairi persawahan di beberapa kecamatan yang terletak di Kabupaten
Trenggalek.
Dalam babad Trenggalek diceritakan bahwa dahulu kala ada seorang
tetua berasal dari Mataram yang ditugaskan untuk mengatur daerah di timur
Ponorogo yang sekarang disebut daerah Trenggalek, yang namanya biasa
dikenal sebagai Ki Ageng Galek. Mataram dalam kisah ini bukan Mataram
Kerajaan Islam, namun Mataram daerah kekuasaan Majapahit. Beliau juga
ditugaskan untuk merawat seorang putri dari Majapahit yang bernama Dewi
Amiswati atau Dewi Amisayu. Pemberian nama tersebut dikarenakan
meskipun berparas ayu atau cantik, namun kaki putri tersebut mengalami luka-
luka dan baunya amis atau busuk. Semua upaya sudah dilakukan oleh Ki
Ageng Galek sehingga beliau merasa bingung harus dengan cara bagaimana
lagi untuk mengobati luka pada kaki putri yang tidak ada pertanda mengalami
penyembuhan tersebut. Hingga pada suatu ketika Ki Ageng Galek menyuruh
Dewi Amiswati untuk mandi di Sungai Bagongan tepatnya terletak di
Kelurahan Ngantru. Karena merasa malu dan sedih, saat menjalani ritual mandi
di Sungai Bagongan Dewi Amiswati mengadakan sayembara bahwa siapa saja
yang dapat menyembuhkan luka-luka pada kakinya jika perempuan akan
dijadikan saudaranya dan jika laki-laki akan dijadikan suaminya. Berita

3
tersebut rupanya terdengar oleh Buaya Putih yang dipercaya sebagai raja yang
bertahta di Kedung Bagongan. Buaya Putih tersebut berubah wujud menjadi
manusia yang tampan dan rendah diri yang bernama Menak Sraba. Setelah itu,
Menak Sraba mengobati luka-luka pada kaki Dewi Amiswati dengan cara
menjilatinya. Akhirnya luka-luka pada kaki Dewi Amiswati bisa disembuhkan.
Sesuai perjanjian dalam sayembara jika yang bisa menyembuhkan luka pada
Dewi Amiswati adalah laki-laki maka akan dijadikan suaminya, kemudian
Menak Sraba pun menikah dengan Dewi Amiswati.
Tidak lama setelah menikah, Dewi Amiswati hamil dan melahirkan
seorang anak laki-laki yang diberinya nama Menak Sopal sesuai pesan dari
ayahnya yaitu Menak Sraba. Setelah Menak Sopal tumbuh menjadi dewasa dia
pun bertanya pada ibunya siapa ayahnya yang sebenarnya. Dewi Amiswati pun
dengan terpaksa memberitahu bahwa ayahnya adalah seekor buaya putih yang
menjaga Kedung Bagongan. Setelah mengetahui siapa ayahnya yang
sebenarnya, Menak Sopal pun meminta izin kepada ibunya untuk menemui
ayahnya yaitu Menak Sraba. Menak Sopal akhirnya bisa bertemu dengan
ayahnya di Demak Bintara. Disana Menak Sraba mendidik dan mengajari
Menak Sopal ajaran Islam, selain itu Menak Sopal juga diajari bagaimana cara
menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain.
Setelah pulang dari tempat ayahnya Menak Sopal mulai menyebarkan
agama Islam kepada masyarakat Trenggalek, yang pada saat itu masyarakat
Trenggalek mayoritas bekerja di sektor pertanian dan bertepatan mengalami
kekurangan air. Sehingga Menak Sopal pun berupaya menarik hati masyarakat
Trenggalek supaya mau memeluk agama Islam dengan dibuatkan tanggul atau
bendungan di Sungai Bagongan, pembangunannya pun juga dibantu oleh
masyarakat sekitar. Namun dalam pembangunannya selalu mengalami
kegagalan. Akhirnya Menak Sopal meminta petunjuk kepada ayahnya untuk
mengatasi permasalahan yang terjadi. Menak Sraba pun memberinya petunjuk
bahwasannya tanggul atau bendungan tersebut dapat terbentuk apabila
ditumbali dengan kepala gajah putih. Tanpa berfikir lama Menak Sopal
langsung mengikuti saran dari ayahnya dengan menyembelih gajah putih
dimana kepalanya dilarungkan ke Sungai Bagongan dan dagingnya dibagikan

4
kepada masyarakat sekitar yang ikut serta bergotong royong. Setelah ditumbali
dengan kepala gajah putih akhirnya pembangunan tanggul tersebut dapat
terwujud yang kini dikenal dengan nama Dam Bagong, air dari Dam Bagong
mulai mengakhiri sawah-sawah dan juga dapat digunakan untuk keperluan
sehari-hari masyarakat Trenggalek.
Masyarakat Trenggalek bersuka ria, dari yang sebelumnya sawah hanya
menjadi tadah hujan kemudian setelah pembangunan Dam Bagong terbentuk
sawah dapat ditanami dengan padi dua kali dalam setahun, sehingga hasi
panennya pun meningkat. Upaya Menak Sopal inilah yang menjadikan
masyarakat Trenggalek memeluk agama Islam. Sehingga setiap tahunnya
selalu diadakan tradisi nyadran sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa sekaligus mengenang jasa Adipati Menak Sopal dan agar terhindar
dari bahaya atau bencana, dimana nyadran ini diadakan setiap bulan Selo
(Tahun Hijriah) tepatnya pada hari Jum’at Kliwon. Namun saat ini dalam
pelaksanaannya bukan gajah putih lagi yang dilarungkan tetapi diganti dengan
kerbau, mengingat gajah putih sudah tidak ada lagi.

B. Prosesi Kebudayaan Nyadran.


Tradisi nyadran telah berlangsung sejak zaman Hindu-Budha yang
dilakukan masyarakat Jawa, dan dalam bahasa Sansekerta nyadran berasal dari
kata sadra. Hal ini kemungkinan terjadi karena lidah orang jawa yang medhok
menjadikan katakata sadra berubah menjadi nyadran. Kata Sadra memiliki arti
ziarah kubur. Secara sederhana kata nyadran memiliki arti selamatan (sesaji) di
papan atau tempat yang dianggap keramat. Sehingga menurut masyarakat
Jawa, kegiatan tahunan yang bernama nyadran ini merupakan wujud refleksi
terhadap kegiatan sosial keagamaan yang terjadi di masyarakat. Budaya
masyarakat tersebut yang menjadikan masyarakat Jawa sangat menjunjung
tinggi nilai-nilai luhur dari kebudayaan itu. Dengan demikian tidak
mengherankan apabila pelaksanaan nyadran pada saat ini masih kental
kaitannya dengan budaya Hindu-Budha dan animisme yang telah
diakulturasikan dengan nilai-nilai islam yang telah disebarkan oleh wali sanga.
Pada kesempatan ini berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan nyadran di

5
Dam Bagong Kelurahan Ngantru Kecamatan Trenggalek, Kabupaten
Trenggalek ini tidak berfungsi sebagai persembahan terhadap makhluk halus
tetapi untuk memperingati atas keberhasilan Adipati Menak Sopal membangun
Dam Bagong untuk yang pertama kalinya. Pelaksanaan tradisi nyadran di Dam
Bagong Kelurahan Ngantru Kecamatan Trenggalek Kabupaten Trenggalek ini
dilaksanakan setiap tahun sekali, yaitu pelaksanaannya pada hari Jum’at
Kliwon di bulan Selo. Tradisi ini merupakan warisan nenek moyang yang tetap
diperingati sampai sekarang ini. Adapun serangkaian kegiatan yang terdapat
pada kegiatan nyadran Dam Bagong ini juga tidak berkaitan dengan pemujaan
nenek moyang, berikut ini penjelasannya:
1. Tadarusan

Gambar 2.1 Tadarusan di Makam Ki Ageng Minak Sopal


Tadarusan merupakan kegiatan awal yang dilakukan untuk menyambut
acara nyadran atau bersih dam. Sebelum masuknya agama Islam acara tadarus
tersebut belum pernah ada, tetapi setelah masuknya agama Islam maka untuk
meminta keselamatan maka waraga mengadakannya. Acara ini merupakan
salah satu acara yang memperkuat bahwa acara ini tidak mengandung acara
tentang makhluk halus.
2. Memandikan Kerbau

6
Gambar 2.2 Proses Mensucikan Kerbau
Sebelum kerbau tersebut disembelih terlebih dahulu dimandikan. Acara
memandikan kerbau tersebut dilaksanakan pada hari Kamis malam selesai
sholat isya. Air yang digunakan untuk memandikan kerbau adalah air londho.
Air londho merupakan air yang telah dicampur dengan pohon padi/ merang
yang telah dibakar. Kerbau yang telah dimandikan lalu diberi kalung kain
putih/ mori. Pada saat pertama kali proses penyembelihan ini dilakukan pada
gajah putih namun karena saat ini tidak terdapat gajah putih maka diganti
dengan kerbau.
3. Wayang Kulit

Gambar 2.3 Prosesi Wayangan


Semalam Suntuk Setelah proses pemandian kerbau maka dilanjut
kegiatan Wayang kulit yang dimulai kurang lebih sekitar pukul 20.00.
Pelaksanaan wayang kulit berada di pendapa sekitar area pemakaman. Acara
wayang kulit dimulai dengan penyerahan gunungan. Wayangan kali ini
membawakan lakon Semar Mbangun Kayangan. Pada acara pagelaran wayang
kulit ini sindennya bukan sinden berjenis kelamin perempuan melainkan laki-

7
laki namun berdandan seperti perempuan karena sudah tradisi dari dahulu tidak
boleh memakai sinden yang berjenis kelamin perempuan.
4. Penyembelihan Kerbau

Gambar 2.4 Proses Menyembelih Kerbau


Acara penyembelihan kerbau dilaksanakan sekitar pukul 23.30. Sesudah
disembelih lalu dipisahkan antara daging, tulang, dan kepala kerbau.
Dagingnya akan dimasak oleh ibu-ibu, selanjutnya digunakan untuk makan
bersama. Sedangkan kulitnya akan digunakan untuk membungkus tulang dan
juga kepala kerbau. Tulang dan juga kepala kerbau yang telah dibungkus
dengan kulit besoknya akan dilarung di Dam Bagong.
5. Tahlil di Area Makam

Gambar 2.5 Tahlil di Area Makam


Tahlil dilakukan pada esok harinya yaitu pada Hari Jumat pagi sekitar
pukul 06.30. Tahlil ini dilakukan di makam leluhur yang diyakini sebagai
pahlawan bagi masyarakat Kabupaten Trenggalek. Makam tersebut adalah
makam Adipati Menak Sopal dan para abdi dalemnya.
6. Ruwatan Acara

8
Gambar 2.6 Ruwatan Acara
Ruwatan dimulai sekitar pukul tujuh pagi. Ruwatan dalam upacara adat
nyadran mengandung tujuan sebagai upaya meminta perlindungan kepada
Tuhan lewat perantara Ki Dalang. Ruwatan dalam adat Jawa memiliki tujuan
untuk menyingkirkan dan menentramkan para Kala.
7. Pembukaan acara nyadran

Gambar 2.7 Pembukaan Acara Nyadran


Pembukaan acara nyadran yaitu melakukan tabur bunga sekitar pukul
09.000 pagi acara nyadran dimulai. Diawali dengan acara sambutan dari bapak
Kepala Dusun Bagong sebagai tuan rumah. Lalu dilanjutkan dengan sambutan
dari Bapak Bupati Kabupaten Trenggalek. Sesuai acara sambutan dilanjutkan
dengan tabur bunga dimakam Menakk Sopal.
8. Acara Pengarakan Kepala Kerbau dengan diiringi Jaranan

9
Gambar 2.8 Acara Pengarakan dan Diiringi Jaranan
Prosesi ini dilaksanakan sesudah acara ruwatan yang diiringi dengan
jaranan. Jaranan merupakan salah satu kesenaian asli daerah Trenggalek yang
sampai sekarang masih tetap ada. Menurut cerita para sesepuh desa, pada
zaman dahulu Menak sopal juga menggunakan jaranan sebagai salah satu cara
untuk menarik para warga untuk memeluk agama islam.
9. Pelemparan Kepala Kerbau kedalam DAM

Gambar 2.9 Pelemparan Kepala dan Kaki Kerbau


Seusai acara tabur bunga, Bupati berjalan menuju DAM yang letaknya
berada di sebelah barat dari area makam untuk melaksanakan acara pelemparan
kepala kerbau. Acara pelemparan kepala kerbau ke DAM merupakan acara
puncak dari upacara tradisi nyadran. Ketika bupati melakukan pelemparan ini
maka dari bawah yaitu pada daerah aliran sungai sudah terdapat bapak-bapak
yang bersiap-siap memperebutkan kepala kerbau tersebut. Konon diyakini
bahwa siapa yang mendapatkan kepala kerbau akan mendapatkan kenikmatan.
10. Makan Bersama dan Melanjutkan Acara Jaranan

10
Gambar 2.10 Makan Bersama Dan Melanjutkan Acara Jaranan
Acara terakhir dalam rangkaian upacara adat nyadran tersebut adalah
makan bersama. Setelah acara pembagian makanan selesai lalu diteruskan lagi
acara jaranan. Acara jaranan yang kedua ini lebih kepada sebagai hiburan bagi
warga masyarakat di Kabupaten Trenggalek dan disaksikan bersama-sama
dengan Bupati Trenggalek.

C. Upaya Menjaga Dan Melestarikan Kebudayaan Nyadran.


Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan budaya
nyadran ialah dengan tetap memperingatinya, karena budaya nyadran itu
sendiri sudah menjadi ikon atau aset kebudayaan yang melekat bagi masyarakat
kabupaten Trenggalek. Dengan tetap memperingati budaya nyadran tersebut,
maka dapat mempererat tali silaturahmi, rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan
kerukunan antar warga. Karena dalam mempersiapkan semua keperluan yang
dibutuhkan dalam upacara nyadran tersebut, melibatkan sikap gotong royong
antar warganya. Upaya yang lainnya yaitu dengan mewariskannya kepada
generasi selanjutnya atau pewarisan dari generasi ke generasi. Dengan tetap
menjaga nilai-nilai kearifan lokal didalamnya yaitu sebagai perwujudan rasa
syukur masyarakat kabupaten Trenggalek atas upaya yang telah dilakukan oleh
Ki Ageng Menak Sopal dalam pengairan lahan pertanian di wilayah
Trenggalek pada masa lampau. Selain itu, dengan memberikan sosialisasi
kepada masyarakat mengenai budaya nyadran juga dapat membantu dalam
memahamkan masyarakat mengenai arti dari nyadran itu sendiri dan tujuan
dilakukannya nyadran.

11
Hal ini sejalan dengan pendapat Arifin, bahwa upaya yang dapat dilakukan
dalam mempertahankan kebudayaan nyadran ditengah arus modernisasi antara
lain :
1. Melibatkan generasi muda
Generasi muda merupakan generasi penerus bangsa. Dengan
melibatkan generasi muda sebagai panitia maupun pengurus dalam
pelaksanaan nyadran, mereka akan diajarkan bagaimana tata cara
pelaksanaan nyadran dari awal sampai akhir acara, dengan harapan dapat
melahirkan rasa bangga serta menghargai budaya yang telah dimiliki. Rasa
bangga dan menghargai akan budaya yang dimiliki merupakan modal utama
dalam menjaga keberadaan budaya yang dimiliki, sehingga akan muncul
kemauan untuk terus melestarikannya.
2. Melalui keluarga
Keluarga dapat mengajarkan dan membiasakan anak sejak dini agar
selalu melakukan segala hal yang baik, maka apa yang diajarkan kepada
anak tersebut akan dapat melekat dengan sendirinya. Begitu pula dengan
mengajarkan anak tentang budaya nyadran. Dari yang awalnya hanya
meniru, yang kemudian dengan adanya bimbingan dari keluarga dan
pemberian pemahaman tentang budaya nyadran, maka kesadaran untuk terus
melestarikan budaya nyadran akan tumbuh dengan sendirinya.
3. Kerja sama antara lembaga adat dengan pemerintah
Lembaga adat dan pemerintah dapat bekerja sama dalam
memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai budaya nyadran
yang selama ini dilakukan. Salah satu upaya dalam pemberian pemahaman
tersebut dilakukan waktu pemberian sambutan oleh tokoh adat dan
perwakilan dari lembaga pemerintahan. Dalam sambutan tersebut, secara
tidak langsung memberikan pengaruh kepada masyarakat agar tetap menjaga
dan melestarikan budaya nyadran.
4. Memanfaatkan teknologi modern untuk dokumentasi
Dokumentasi prosesi atau tata cara pelaksanaan budaya nyadran ini
dapat digunakan sebagai pembelajaran bagi generasi selanjutnya, yang
kemudian dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengembangkan budaya

12
nyadran yang lebih menarik bagi masyarakat yang tentunya tidak
menghilangkan nilai-nilai kearifan lokal didalamnya.

D. Perkembangan Kebudayaan Nyadran di Kabupaten Trenggalek


Kebudayaan nyadran merupakan kegiatan untuk memperingati hari
jadinya dam Bagong dan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas
rezeki yang telah diberikan. Seiring perkembangannya setiap tahun kebudayaan
ini sudah menjadi tradisi secara turun temurun yang dilaksanakan pada bulan
Selo, Jum’at kliwon. Kegiatan ini identik dengan penyembelihan kerbau bule.
Kebudayaan nyadran tidak hanya dipahami oleh masyarakat sekitar
Trenggalek, namun juga dipahami oleh para mahasiswa Trenggalek dan luar
Trenggalek sebagai sarana pengembangan ilmu budaya.

E. Pendapat Narasumber
1. Bapak Naim

Gambar 2.11 Foto Bersama Bapak Naim 1

Gambar 2.12 Foto Bersama Bapak Naim 2

13
Bapak Naim adalah juru kunci makam Ki Ageng Menak Sopal yang
berasal dari Blitar dan mempunyai istri di Trenggalek tepatnya di
Kecamatan Tugu, Desa Prambon dan sekarang berdomisili di Desa
Prambon. Menurut beliau kebudayaan nyadran merupakan kegiatan untuk
memperingati hari jadinya dam Bagong dan sebagai ungkapan rasa syukur
kepada Tuhan atas rezeki yang telah diberikan. Adapun tujuan dibuatkannya
dam tersebut adalah untuk mengairi beberapa sawah yang ada di Trenggalek
sehingga bisa makmur dan sejahtera. Beberapa sawah tersebut terdapat di
Kelurahan Surodakan, Sumbergedong, dan Ngantru. Sebelumnya panen
padi hanya sekali dalam setahun dan setelah adanya dam Bagong panen
dapat terjadi 3 kali dalam setahun. Tokoh yang berperan dalam pembuatan
dam Bagong adalah Ki Ageng Menak Sopal yang dibantu oleh masyarakat
sekitar dan beberapa prajuritnya. Letak dam Bagong di Kelurahan Ngantru,
Trenggalek. Dana untuk kepentingan nyadran diperoleh dari iuran para
petani yang sawahnya dialiri air dari dam Bagong. Nyadran diadakan setiap
bulan Selo, tepatnya pada hari Jum’at kliwon. Persiapan dimulai pada hari
Rabu untuk bersih-bersih dan kamisnya sudah dipasangi tenda. Kerbau yang
sudah disiapkan dimandikan pada jam 7 malam. Adapun kriteria kerbaunya
adalah sehat dan berjenis kelamin laki-laki yang berjumlah 1 ekor. Apabila
kerbau sudah bersih (dikatakan suci), lehernya diikat dengan kain putih.
Setelah itu kerbau diserahkan kepada juru kunci lalu oleh juru kunci tersebut
diserahkan kembali kepada panitia. Pada jam 9 malam penyerahan
gunungan dan pagelaran wayang kulit dimulai. Pada pukul 11.30 malam
kerbau disembelih dan dagingnya dimasak. Sedangkan kepalanya ditandu.
Keesokan paginya diadakan doa bersama di sekitar makam yang diikuti oleh
masyarakat sekitar. Setelah itu wayang ruwatan dan pembacaan sejarah Ki
Ageng Menak Sopal. Dilanjutkan bupati tabur bunga dan menuju ke dam
Bagong untuk melarungkan kepala kerbau. Lalu melakukan prosesi potong
tumpeng raksasa yang ada di dekat makam. Kemudian pembagian nasi
bungkus dan lauknya adalah daging kerbau yang telah dimasak tadi malam.
Menurut kepercayaan masyarakat, apabila kebudayaan nyadran ini tidak
diadakan maka akan terjadi bencana. Seperti pada tahun 2006 nyadran tidak

14
diadakan sehingga Trenggalek terkena musibah banjir bandang. Dari
peristiwa tersebut, nyadran rutin diadakan pada setiap tahunnya. Terkait
upaya untuk menjaga dan melestarikan nyadran dilakukan dengan cara
menanamkan kepedulian kepada anak muda, salah satunya dengan
menambah berbagai hiburan pada saat prosesi nyadran sehingga dapat
menarik perhatian masyarakat, khususnya anak muda tersebut.
2. Bapak Sukirno

Gambar 2.13 Foto Bersama Bapak Sukirno


Bapak Sukirno adalah bapak RT sekaligus warga yang selalu
mengikuti acara nyadran setiap tahunnya. Menurut beliau nyadran
merupakan sarana sebagai ungkapan terima kasih kepada leluhur yang
pernah berjasa di bidang pertanian. Dikarenakan sudah menjadi suatu tradisi
secara turun temurun maka nyadran harus diadakan pada setiap tahunnya,
bertepatan pada bulan Selo, Jum’at kliwon. Kegiatan ini identik dengan
penyembelihan kerbau bule. Biasanya pada malam harinya ada pagelaran
wayang kulit. Uniknya adalah sinden harus bencong. Keesokan paginya
ngruwat dan dalangnya harus khusus, karena tidak semua dalang bisa
ngruwat. Tujuan diadakan ngruwat adalah agar pertaniannya berhasil (tidak
ada wabah). Setelah itu ada prosesi melarungkan kepala kerbau di dam
Bagong. Budaya ini sudah dijamin kelestariannya karena dana pada setiap
acara nyadran diperoleh dari iuran para petani yang sawahnya dialiri air dari
dam Bagong. Selain itu, tidak hanya warga sekitar yang turut serta, namun
seluruh masyarakat Trenggalek yang biasanya juga dihadiri oleh Bupati dan
Camat.

15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Tradisi nyadran merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan
sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sekaligus untuk
mengenang dan memperingati jasa Adipati Menak Sopal untuk Kabupaten
Trenggalek. Awal mula tradisi nyadran ini berkisah dari perjuangan Adipati
Menak Sopal yang telah berhasil membangun Dam Bagong tepatnya di
Kelurahan Ngantru Kecamatan Trenggalek Kabupaten Trenggalek untuk
mengairi persawahan di beberapa kecamatan yang terletak di Kabupaten
Trenggalek. Sehingga setiap tahunnya selalu diadakan tradisi nyadran yang
dilakukan setiap bulan Selo (Tahun Hijriah) tepatnya pada hari Jum’at Kliwon.
Namun saat ini dalam pelaksanaannya bukan gajah putih lagi yang dilarungkan
tetapi diganti dengan kerbau, mengingat gajah putih sudah tidak ada lagi.
Prosesi penting dalam kebudayaan nyadran dimulai dari kegiatan
tadarusan, memandikan kerbau, wayang kulit, penyembelihan kerbau, tahlil di
area makam, ruwatan acara, jaranan acara, pembukaan acara nyadran,
pelemparan kepala kerbau ke dalam DAM, makan bersama dan melanjutkan
acara jaranan.
Upaya untuk menjaga dan melestarikan kebudayaan nyadran yaitu
dengan tetap melaksanakan atau memperingatinya, melibatkan generasi muda
dalam pelaksanaannya, pewarisan budaya melalui keluarga, mengadakan kerja
sama antara lembaga adat dengan pemerintah dalam memberikan sosialisasi
dan pemahaman mengenai budaya nyadran kepada masyarakat, serta
memanfaatkan teknologi modern untuk dokumentasi prosesi atau tata cara
pelaksanaan budaya nyadran yang mana dapat digunakan sebagai pembelajaran
bagi generasi selanjutnya.

B. Kesan dan Pesan


Para generasi muda diharapkan mampu menjaga dan melestarikan
budaya nyadran, karena budaya tersebut merupakan warisan dari nenek
moyang yang mana memiliki ciri khas tersendiri yang mencerminkan identitas
setiap daerah. Dengan tetap mempertahankan budaya tersebut, berarti kita

16
memiliki rasa kepedulian dan kepemilikan akan budaya yang kita miliki,
sekaligus dapat menciptakan kerukunan dan kebersamaan antar warganya. Kita
sebagai generasi muda dapat melestarikan dan mengembangkan budaya yang
kita miliki dengan memanfaatkan teknologi. Dengan memanfaatkan teknologi
kita dapat memperkenalkan kebudayaan yang kita miliki ke daerah-daerah lain
bahkan sampai ke ranah internasional dengan mudah, seperti melalui website
maupun video.

17
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muhammad. 2016. Upaya Mempertahankan Tradisi Nyadran Ditengah
Arus Modernisasi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Nurjana, Tahes Ike.Suwarno Winarno, Yuniastuti. 2013. Tradisi Nyadran
Sebagai Wujud Pelestarian Nilai Gotong-Royong Para Petani Di Dam
Bagong Kelurahanngantru Kecamatan Trenggalek Kabupaten
Trenggalek. Universitas Negeri Malang
Rosita Febty Andini Dwi, Wahyuningtyas Neni. Kearifan Lokal Tradisi
Nyadran Dam Bagong Dalam Perspektif Masyarakat Ngantru
Kecamatan Trenggalek Kabupaten Trenggalek Provinsi Jawa Timur.
Universitas Negeri Malang
Suparni PB. 2018. Kisah Legenda Ki Ageng Menak Sopal, Penyebaran Agama
Islam di Trenggalek. FAKTUALNEWS.co.

18
DAFTAR NARASUMBER
1. Bapak Naim (Juru Kunci Dam Bagong)

Gambar 3.1 Foto Identitas Bapak Naim


Nama : Naim
Alamat : RT 01, RW 01. Dsn. Tenggar, Desa prambon, Kec. Tugu, Kab.
Trenggalek.
Umur : 56 tahun

2. Bapak Sukirno ( Pak RT)

Gambar 3.2 Foto Identitas Bapak Sukirno

Nama : Sukirno
Alamat : Rt 11, Rw 03. Kel Surodakan, Kec. Trenggalek, Kab. Trenggalek
Umur : 63 tahun

19
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Gambar 4.1 Foto Bersama Bapak Naim 1

Gambar 4.2 Foto Bersama Bapak Naim 2

Gambar 4.3 Foto Bersama Bapak Naim 3

20
Gambar 4.4 Foto Bersama Bapak Sukirno

Gambar 4.5 Foto Lokasi DAM Bagong

Gambar 4.6 Foto Tempat berdoa saat Nyadran

21
Gambar 4.7 Foto Tempat Pengaturan Air Irigasi Sawah di Trenggalek

22

Anda mungkin juga menyukai