Anda di halaman 1dari 15

Penyajian Hidangan Kue-Kue Tradisional dan Umbi-Umbian dalam

Pernikahan Adat Jawa Solo

Mata Kuliah: Pengolahan Kue Tradisional


Semester 114

Kelompok 3:
Andalusia Aisyah Jasmine/ 1514620031
Annisa Larasati / 1514620027
Prayoga Aji Pangestu

Sesi 1

Dosen Pengampu: Dra. Sachriani, M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA BOGA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas
rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Penyajian
Kue-Kue Tradisional dan Umbi-Umbian dalam Pernikahan Adat Jawa Solo” dengan
tepat waktu. Adapun tujuan kami membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Pengolahan Kue Tradisional. Kami menyadari bahwasanya masih
terdapat banyak kekurangan baik dari segi penulisan hingga penyusunan makalah.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kami
menjadi lebih baik di masa yang akan datang.
Kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Sachriani,
M.Kes. selaku dosen pada mata kuliah tersebut. Dan kami juga ucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi banyak orang.
Wassalamualaikum wr.wb.

Penyusun, 1 Juni 2021

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................I
DAFTAR ISI..................................................................................................................1
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.................................................................................................1
1.2. Tujuan penulisan.............................................................................................2
1.3. Manfaat Penulisan...........................................................................................2
BAB II............................................................................................................................3
PEMBAHASAN............................................................................................................3
2.1. Deskripsi pernikahan adat Jawa Solo..............................................................3
2.2. Hidangan kue-kue tradisional yang disajikan beserta maknanya....................6
2.3. Formula standar hidangan...............................................................................7
2.4. Rencana penyajian...........................................................................................9
BAB III.........................................................................................................................11
PENUTUP....................................................................................................................11
3.1. Kesimpulan....................................................................................................11
3.2. Saran..............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................12
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hidangan kesempatan khusus adalah hidangan yang disajikan secara khusus


untuk memperingati acara yang special dan memiliki makna. Jika hidangan tersebut
disajikan secara harian, maka kurang memberikan makna. Misalnya jika kita makan
Ketupat Opor lengkap pada hari biasa maknanya kurang terasa. Namun, jika kita
menikmatinya disaat Lebaran Hari Raya Idul Fitri maka makna atau filosofi dari
masing-masing hidangan tersebut memiliki arti yang mendalam. Pada peringatan
acara tujuh bulanan, hidangan pada kesempatan khush tersebut dikenal oleh
masyarakat dengan hidangan rujak buah delimanya.
Fungsi hidangan kesempatan khusus merupakan ungkapan rasa syukur terhadap
sang pencipta alam semesta, mengandung makna atau filosofi, dan merupakan simbol
atau lambang yang berwujud hidangan, dan merupakan sarana untuk berkumpul
kerabat atau masyarakat sebagai contoh, Ungkapan Rasa Syukur Nenek Moyang
mengajarkan kepada generasi penerus untuk selalu bersyukur atas karuniaNya diberi
kehidupan di bumi. Yang kedua, mengandung makna setiap Hidangan yang disajikan
mengandung makna bahwa dalam kehidupan memiliki nilai historis dan spiritual,
yaitu untuk mensyukuri nikmat Tuhan, memohon perlindungan dan
keselamatan.Selanjutnya, merupakan simbol berbentuk hidangan simbol makna dari
pesan yang disampaikan dalam wujud makanan baik berupa bentuk ataupun hidangan
sesungguhnya. Misalnya ketupat berbentuk kerucut mewujudkan. Yang terakhir
adalah sarana berkumpul keluarga dan masyarakat. Sebagai contoh pada kesempatan
khusus keagamaan, lebaran belum lengkap tanpa makan ketupat. Saat lebaran tiba,
ketupat seolah menjadi menu wajib yang mesti tersedia di meja makan. Saat
peringatan hari besar agama Islam, merupakan sarana berkumpulnya keluarga dan
masyarakat untuk saling memaafkan dengan cara saling berkunjung. Nah, pada saat
itulah hidangan ketupat opor ini disajikan.
1.2. Tujuan penulisan

Untuk memenuhi tugas akhir pada mata kuliah Pengolahan Kue Tradisional,
Dapat mengetahui jenis-jenis hidangan kesempatan khusus pada pernikahan adat.
Menambah pengetahuan tentang fungsi dan makna dari sebuag hidangan pada
kesempatan khusus suatu daerah.

1.3. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan makalah ini agar mahasiswa dapat mengatahui hidangan


pada kesempatan khusus pernikahan adat Solo dan dapat termotivasi untuk
melesatarikan budaya Indonesia dalam menjaga warisan dan nilai-nilai para leluhur
yang mewarisi kebudayaan hingga turun - temurun.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Deskripsi pernikahan adat Jawa Solo

Suku Jawa adalah suku besar yang memiliki budaya beragam di Indonesia,
termasuk satu di antaranya adalah budaya Jawa Solo. Berikut adalah rangkaian
prosesi pernikahan Jawa Solo beserta maknanya. Rangkaian pernikahan adat Jawa
Solo dibagi menjadi rangkaian saat lamaran dan saat upacara pernikahan. Salah satu
warisan budaya dari keraton Solo adalah uacara pernikahan. Dahulu tata upacara
pernikahan hanya boleh dilakukan oleh keluarga keraton. Seiring dengan
perkembangan zaman, masyarakat suku jawa mulai menggunakan upacara ini umtuk
jalan menuju ikrar pernikahan.
Tata cara pernikahan adat jawa merupakan rangkaian upacara yang penuh
dengan makna. Tidak sebatas ikrar dihadapan tuhan dan masyarakat, pernikahan juga
bertujuan membentuk generasi yang lebih baik dimasa depan. Dalam upacara
pernikahan jawa, pihak wanita lebih banyak memegang peran. Pernikahan adat solo
memiliki tatanan yang memuat pokok utama tradisi sebagai berikut:

1. Sowan Luhur
Maksud dari prosesi ini adalah meminta doa restu dari para sesepuh dan piyagung
serta melakukan ziarah kubur ke tempat leluhurnya.

2. Wilujengan

Sebuah ritual yang dilaksakanan sebagai wujud permohonan kepada Tuhan.


Prosesi wilujengan ini juga mengandung harapan bahwa dalam melaksanakan hajat
pemangku hajat diberi keselamatan dan dijauhkan dari segala halanagan. Beberapa
syarat dalam prosesi ini adalah makanan dengan lauk-pauk, seperti sekul wuduk dan
sekul golong beserta ayam utuh.
3. Pasang Tarub

Merupakan tradisi membuat bleketepe atau anyaman daun kepala untuk dijadikan


atap peneduh resepsi manten. Namun kini pasang tarub hanya dilaksanakan sebagai
simbolisasai semata. Tatacara ini merupakan ajaran Ki Ageng Tarub, salah satu
leluhur raja-raja Mataram. Pemasangan tarub dilakukan secara simbolis oleh orangtua
calon pengantin wanita.  Prosesi pasang tarub juga mengandung makna gotong
royong kedua orangtua yang menjadi pemangku hajat.

4. Pasang Tuwuhan

Seusai acara pasang tarub, acara pun berlanjut dengan upacara Pasang Tuwuhan
atau memasang tumbuh-tumbuhan yang diletakkan di gerbang utama rumah atau
dekat tempat siraman. Tuwuhan merapakan simbol suatu harapan kepada anak yang
dijodohkan dalam memeroleh keturunan, untuk melangsungkan sejarah keluarga.

Sang empunya hajat akan menyediakan beberapa perlengkapan seperti pisang raja
yang telah matang, tebu wulung,  cengkir gadhing, daun randu dan pari sewuli, serta
bermacam dedaunan. Masing-masing perlengkapan tersebut tentu memiliki makna
dan filosofis tersendiri.

5. Siraman

Serupa dengan prosesi adat lainnya, siraman memiliki makna menyucikan diri
calon pengantin baik lahir dan batin. Siraman dilaksanakan sebanyak tiga kali dengan
gayung yang terbuat dari tempurng kelapa yang diakhiri siraman oleh ayam mempelai
wanita. Setelah siraman calon pengantin wanita digendong oleh ayah ibu menuju
kamar pengantin.

Sang ayah kemudian menggunting tigas rikmo, sebagian rambut di tengkuk calon


pengantin wanita. Lalu diberikan kepada sang ibu untuk disimpan ke dalam tempat
perhiasan. Upacara ini bermakna membuang hal-hal kotor dari calon pengantin
wanita.
6. Sade Dawet (menjual dawet)

Saat calon pengantin dibuat cengkorongan paes itu, kedua orangtua menjalankan
tatacara dodol dawet atau menjual dawet. Disamping dawet itu sebagai hidangan, juga
diambil makna dari cendol yang berbentuk bundar merupakan lambang kebulatan
kehendak orangtua untuk menjodohkan anak.

Bgi orang yang akan membeli dawet tersebut membayar dengan pecahan genting
(kreweng) bukan dengan uang. Hal itu bermakna bahwa kehidupan masnusia berasal
dari bumi. Yang melayani pembeli adalah ibu, sedangkan yang menerima pembayaran
adalah bapak. Ritual sade dawet ini bermakna mengajarkan anak mereka untuk saling
membantu dan mencari nafkah bagi sebagai suami-istri.

7. Sengkeran

Setelah calon pengantin wanita dibalub-balubi atau dibuat cengekrongan paes lalu
dipingit artinya ia tidak boleh keluar rumah. Pingitan ini dulu dilakukan selama
seminggu atau minimal 3 hari.

8. Midoderani atau Majemukan

Midodareni berasal dari kata widodari yang berarti bidadari cantik dari surga dan
sangat harum. Biasanya, prosesi ini digelar pada malam terakhir sebelum pengantin
perempuan melepas masa lajang. Pada malam ini, calon pengantin wanita tidak
diperkenankan bertemu dengan calon pengantin pria. Ia hanya perlu berdiam diri di
dalam kamar dengan riasan tipis dan ditemani keberat serta sesepuh untuk menerima
wejangan berkaitan dengan kehidupan rumah tangga kelak.

9. Ijab panikah

Ijab panikah atau ijab qabul mengacu pada agama yang dianut kedua mempelai.
Dalam tata cara Keraton, ijab panikah dilaksanakan oleh penghulu. Uniknya terdapat
pengaturan tempat duduk penghulu maupun mempelai dalam prosesi ini, antara lain:
1. Pengantin laki-laki menghadap ke barat
2. Naib di sebelah barat menghadap ke timur
3. Wali menghadap ke selatan dn para saksi menyesuaikan

10. Panggih

Dalam prosesi pernikahan Jawa, panggih merupakan puncak acara. Di prosesi ini 
sepasang pengantin yang sudah resmi sebagai suami istri untuk bersanding di
pelaminan. Upacara ini melambangkan peristiwa pertemuan awal kedua pengantin
hingga akhirnya mereka memutuskan untuk memasuki biduk rumah tangga.

2.2. Hidangan kue-kue tradisional yang disajikan beserta maknanya

Terdapat tujuh macam kue-kue tradisional Indonesia yang disajikan dalam


pernikahan adat Jawa Solo. Selain itu, juga ada tujuh macam Umbi-umbian dan
kacang-kacangan yang disebut dengan Pala Pendem. Berikut ini adalah daftar nama 7
macam kue-kue tradisional dan 7 macam rebusan yang biasa hadir dalam acara
pernikahan adat Jawa Solo beserta makna yang terkandung dalam makanan tersebut:

a) Kue-kue tradisional:
 Klepon
 Kue Lumpur
 Cara bikang
 Kue mangkok
Kue ini diyakini sebagai lambang keberuntungan dan keberkahan dalam prosesi
pernikahan.
 Nagasari
Bermakna sebuah harapan agar pasangan yang akan menikah dapat hidup rukun
selamanya dalam mengarungi kehidupan berumah tangga dan agar silaturahmi
antar kedua keluarga pengantin tetap terjalim erat selamanya.
 Lapis terigu dan lapis tepung beras
Kue lapis yang dijadikan sebagai salah satu kue tradisional dalam seserahan
pernikahan memiliki makna agar pengantin selalu akrab/lengket terus dan tidak
terpisahkan.

b) Pala Pendem
Pala pendem terdiri dari tujuh buah umbi-umbian dan kacang-kacangan, yaitu
ubi, singkong, talas, kacang tanah, kentang hitam, kimpul, dan garut. Pala pendem
berasal dari tanah yang dijadikan sebagai lambang bahwa manusia diciptakan dari
tanah dan akan kembali menjadi tanah. Makna lainnya adalah diharapkan pengantin
agar hidup sederhana dan menjauhkan diri dari keserakahan duniawi.

2.3. Formula standar hidangan

NO Bahan Makanan Ukuran Bahan

1. Nagasari :

Tepung Beras 200 gram


Tepung Tapioka / Sagu 100 gram
Santan Kekentalan Sedang 800 ml
Pisang Raja matang 6 buah
Gula 100-130 gram
Garam 1 sendok teh
Daun Pisang (untuk Membungkus) 12 lembar
Daun Pandan (simpulkan) 3 lembar

2. Klepon :

Tepung Ketan 250 gr


Ekstrak Daun Pandan Suji 1 sendok makan
Gula Merah 150 gr
Kelapa Parut 150 gr
Garam ½ sendok teh
Air 150 ml
3. Carabikang :

Bahan biang
Tepung beras 2 sendok makan
Santan 150 ml

Bahan :
300 gr
Tepung beras 60 gr
Tepung terigu ½ sendok teh
Garam 150 gr
Gula pasir 500 ml
Santan 1 butir
Telur ½ sendok teh
Baking Powder
4. Kue lumpur :

Tepung terigu 75 gram


Santan dari 1 butir kelapa 225 ml
(didihkan, dinginkan)

Air 100ml
Margarin 37 gram
Telur 3 butir
Gula pasir 50 gram
Garam 1/8 sdt
Vanilli 1/4 sdt
Kismis 10 buah

5. Kue lapis tepung terigu :

Tepung terigu 250 gram


Santan dari 1/2 butir kelapa 875 ml
Gula Pasir 150 gram
Coklat bubuk 1 sdm
Garam 1/8 sdt
Air daun suji 50 ml

6. Kue mangkok

Tepung beras 200 gr


Tepung terigu 75 gr
Santan 250 gr
Air 150 gr
Gula pasir 175 gr
Ragi instan 1 sdm
Garam 1 sdt
Daun pandan 1 lembar
Pewarna makanan 2 tetes
(Hijau dan merah)
7. Kue lapis beras

Tepung beras 450 gr


Tepung terigu 50 gr
Gula pasir 300 gr
Santan 1500 ml
Susu bubuk 1 sdm
Garam 1 sdm
Daun pandan 3 lembar
Vanilli 1 sdt
Pewarna makanan 4 tetes
(Pasta pandan dan coklat)
8. Rebusan umbi

Ubi 200 gr
Singkong 200 gr
Tales 200 gr
Kacang tanah 200 gr
Kentang hitam 200 gr
Kimpul 200 gr
Garut/ gembili 200 gr
Air 5 liter
Garam 2 sdm

2.4. Rencana penyajian

Kue-kue tradisional dan Pala pendem disajikan diatas tampah berukuran 50 x 25


cm yang telah dilapisi dengan kertas minyak berwarna emas. Bagian sekeliling
tampah diberi hiasan dari daun pisang berbentuk lipatan kuku garuda. Pala pendem
disajikan pada bagian tengah tampah yang dikelilingi oleh 7 macam kue-kue
tradisional Indonesia.
Berikut merupakan sketsa untuk penempatan dan pembuatan kue tradisonal
khusus, dan berikutnya merupakan keterangan untuk setiap bagian, yaitu :
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Achroni, Dawud. 2017. Belajar dari Makanan Tradisional Jawa. Badan


Pengembangan dan Pembinaan Bahasa: Jakarta Timur.

Anda mungkin juga menyukai