Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH HUKUM ADAT

PERKWINAN ADAT SOLO

Disusun Oleh:

WIDAD SANIYYA (201810110311327)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS HUKUM

JURUSAN ILMU HUKUM

2018/2019
Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT. Karena Atas rahmat- Nya

yang diberikan kepada saya, hingga saya dapat menyelesaikan sebuah makalah

yang mudah-mudahan bermanfaat bagi para pembaca dengan judul “Perkawinan

Adat Solo”. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari pengajar mata kuliah

Hukum Adat.

Saya sebagai penulis dari makalah ini mengucapkan terima kasih

sebanyak-banyaknya kepada dosen pengajar mata kuliah Hukum Adat, Bu

Sugiatminingsih, S.H., M.H dan pihak-pihak yang membantu saya dalam

pencarian dan pemberian ide tentang proses terbuat hingga terbentuknya makalah

ini. Dan saya berharap agar makalah ini dapat bermanfaat dalam proses

pembelajaran di dalam kelas dan proses pembelajaraan di tahun pembelajaran

berikutnya.

Dan karena tiada gading yang tak retak, begitu pula dengan makalah ini.

Maka dari itulah saya mengharapkan kritik dan saran yang di berikan kepada saya

demi perbaikan makalah di waktu yang datang.

Malang, 16 Mei 2019

Widad Saniyya

1
Daftar Isi

Cover

Kata Pengantar .................................................................................................................... 1

Daftar Isi.............................................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 3

1.2 Tujuan ................................................................................................................. 4

1.3 Rumusan Masalah ............................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Awal .................................................................................................. 6

2.2 Pra Nikah ............................................................................................................ 7

2.3 Penentuan Hari Baik Atau Sangat ...................................................................... 9

2.4 Proses Pelaksanaan Persiapan Pernikahan .......................................................... 10

2.5 Upacara Pernikahan ............................................................................................ 17

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 23

3.2 Saran ................................................................................................................... 23

Daftar Pustaka .................................................................................................................... 25

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perkawinan atau yang biasa disebut dengan pernikahan merupakan suatu


hal yang sakral, dimana hampir semua orang menginginkannya. Seiring
berjalannya waktu, zaman semakin modern dan semakin banyak pula
pengaruh asing yang masuk ke Indonesia dan mempengaruhi banyak hal.
Salah satunya adalah pernikahan, sekarang ini sudah banyak pernikahan
modern yang tidak menggunakan upacara adat sebagaimana seharusnya
dilakukan sebagai tradisi turun temurun. Oleh karena itu, kita sebagai anak
muda indonesia sudah seharusnya mempunyai filter yang baik dalam
menerima budaya dari luar negeri.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya yang tersebar di 34
propinsi dan beribu-ribu pulau. Kekayaan tersebut dapat dilihat pada
keanekaragaman adat istiadat,pakaian,musik dan makanan. Unsur-unsur
budaya tersebut hendaklah dilestarikan agar tidak punah dimakan zaman.
Salah satu unsur budaya yang harus dilestarikan adalah perkawinan adat.
Upacara adat dalam perkawinan sangatlah penting. Setiap rangkaian prosesi
adat mempunyai makna dan harapan-harapan yang baik bagi pengantin, selain
itu melalui ritual upacara akan tampak kesakralan suatu perkawinan. Tanpa
adanya upacara seakan-akan perkawinan tidak mempunyai makna dan tujuan.
Bagi masyarakat Jawa, pelaksanaan perkawinan disebut mantu yang
berarti mengantu-antu atau saat yang ditunggu-tunggu. Pengantin atau aslinya
penganten berasal dari kata pinanganten. Pinaganten berasal dai dua suku kata
yaitu pinang dan ganten. Pinang dan ganten merupakan pepatah Jawa yang
artinga sama dengan “asam di gunung-garam di laut, akhirnya bertemu di
belana”. Pinang atau jambe adalah sebuah pohon yang tinggi. Ganten terdiri
atas sirih atau kapur sirih. Sirih merupakan tanaman yang merambat ke tanah,

3
di tempat yang rendah. Akhirnya pinang dan ganten ini bertemu dalam suatu
pengunyahan sebagai ganten atau makan sirih.
Masyarakat Solo masih sangat lekat dengan budaya dan perkawinannya
pun harus menurut adat atau tata cara yang benar. Banyak upacara adat yang
harus dilakukan,misalnya saja upacara siraman, upacara pernikahan (Ijab),
upacara panggih atau temu. Busana pernikahan adat Solo atau Surakarta
terdiri atas corak atau gaya, yaitu Solo puteri dan Solo basahan. Kedua adat
busana ini berasal dari keraton Kasunanan Solo yang menjadisalah satu
sumber dari pusat kebudayaan Jawa. Pada awalnya kedua jenis busana ini
merupakan busana yang dikenakan bangsawan atau raja. Busana pengan Solo
basahan dikenakan saat putra-putri raja menikah di Keraton sedangkan busana
Solo puteri dikenakan bangsawan saat melaksanakan berbagai upacara di
Keraton. Menilik bahan pembuat busana yang mahal harganya, diantaranya
kain beludru dengan border benang gim dan kain dodotan ber-prada emas
yang mewah,rakyat kebanyakan tidak mampu menjangkaunya. Pada awalnya
hanya para keluarga bangsawan yang diperkenankan memakai busana
pengantin ini, terutama jenis tata rias pengantin Solo basahan. Namun saat ini
masyarakat umum sudah dapat ikut mengenakannya. Meskipun demikian
tetap ada beberapa bagian busana dan adat yang tidak boleh disamakan dengan
masyarakat umum dan kalangan bangsawan. Salah satunya untuk busana tata
rias Solo basahan bagi putra-putri kerajaan berwarna biru sedangkan untuk
umum berwarna hijau.

1.2 TUJUAN

Tujuan pembuatan makalah ini adalah:

1. Agar lebih mengenal kebudayaan masyarakat jawa tengah, khususnya

daerah surakarta.

2. Untuk mengetahui adab atau cara perkawinan masyarakat surakarta.

4
3. Memperkenalkan kesenian surakarta (solo).

4. Untuk mengetahui macam-macam perkawinan adat solo.

5. Untuk mengetahui tata rias, busana dan aksesoris perkawinan adat solo.

1.3 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana ritual yang dilakukan saat mantenan adat jawa tengah?

2. Bagaimana tata upacara pernikahan adat solo?

3. Apa saja yang harus dipersiapkan sebelum melakukan proses

pernikahan adat solo?

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN AWAL


Adat istiadat pernikahan gaya Surakarta secara lengkap biasanya dimulai
dari acara Lamaran dan penentuan tanggal pernikahan, aneka upacara pra
pernikahan (mulai pasang tarub, siraman, dodol dawet, meratus rambut,
ngerik, hingga malam midodareni), hingga upacara pernikahannya sendiri.
Sangat disayangkan, seiring kehidupan yang semakin praktis dan modern
ini banyak adat istiadat yang dihilangkan. Padahal setiap bagiannya
memiliki arti yang mendalam sebagai tuntunan dan pedoman bagi
kehidupan. Meskipun sama-sama menjadi bagian dari budaya Jawa, Tata
rias pengantin Solo berbeda dari tata rias pengantinYogyakarta. Demikian
pula dengan adat istiadat,corak kain, hingga irama gending (tabuhan atau
musik) yang diperdengarkan pada saat upacara pernikahan juga berbeda.

Jenis pengantin Solo terbagi dalam 2 garis besar corak atau gaya
yakni; Solo Puteri dan Solo Basahan. Jenis Riasan pengantin Gaya Solo:
1. Solo Basahan Paesnya diberi warna hijau tua dari lotha. Di tengah diberi
ornament wajik kecil dari daun sirih yang disebut Laler menclok.
Pengantinnya mengenakan tiba dada wiji timun dan sanggulnya dibungkus
teplok rajut melati. Sanggulnya dihias cunduk mentul alas-alasan sebanyak
9 buah, yang terdiri atas bentuk bunga, kupu,gajah, kidang/kijang. Busana
yang dikenakan dodotan dari kampuh alas-alasan di bagian luat dan udet
(selendang) cinde. Di bagian dalam dikenakan cinde dengan seredan (sisa
kain yang menjuntai dan diseret saat berjalan).
2. Solo Puteri Paes pengantin solo puteri diberi warna hitam dari pidih
hitam. Pengantin mengenakan kain batik sidomukti dan kebaya beludru
hitam dengan sulam bordir gim. Tata rias pengantinnya berupa sanggul

6
bangun tulak tanpa bungkus rajut melati, dengan 7 cunduk mentul
berbentuk bunga.

Tata rias pengantin gaya solo, wajah harus diberi kesan bersih,
halus, dan kekuning-kuningan. Tata rias meniru putri-putri raja atau putri-
putri yang memiliki kulit yang halus mulus, bersih dan kuning berkat
ketekanan dan kerajinan merawat kecantikan. Mereka mandi
menggunakan mangir serta lulur, boleh dikatakan jarang keluar keratong
sehingga panas matahari tak pernah menyentuh kulit mereka. Dengan
demikian putri-putri bangsawan itu berkulit bersih, halus-mulus, dan
kuning serta bercahya. Warna kulit demikian itulah yang didambakan atau
diidamkan kaum wanita, khususnya calon pengantin.

2.2 PRA NIKAH


A. NONTONI
Bagian pertama dari rangkaian prosesi pernikahan solo adalah
Nontoni. Proses nontoni ini dilakukan oleh pihak keluarga pria. Tujuan
dari nontoni adalah untuk mengetahui status gadis yang akan dijodohkan
dengan anaknya, apakah masih legan (sendiri) atau telah memiliki pilihan
sendiri. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar jangan sampai terjadi
benturan dengan pihak lain yang juga menghendaki si gadis menjadi
menantunya. Bila dalam nontoni terdapat kecocokan dan juga mendapat
‘lampu hijau’ dari pihak gadis, tahap berikutnya akan dilaksanakan
panembung.
B. PANEMBUNG
Panembung dapat diartikan sebagai melamar. Dalam melamar
seorang gadis yang akan dijadikan jodoh, biasanya dilakukan sendiri oleh
pihak pria disertai keluarga seperlunya. Tetapi bagian ini bisa juga
diwakilkan kepada sesepuh atau orang yang dipercaya disertai beberapa
orang teman sebagai saksi. Setelah pihak pria menyampaikan maksud

7
kedatangannya, orangtua gadis tidak langsung menjawab boleh atau tidak
putrinya diperistri. Pada acara ini, kedua keluarga jika belum saling
mengenal dapat lebih jauh mengenal satu sama lain, dan berbincang-
bincang mengenai hal-hal yang ringan. Biasanya keluarga dari calon
mempelai perempuan yang mempunyai hak menentukan lebih banyak,
karena merekalah yang biasanya menentukan jenis pernikahannya. Untuk
menjaga tata trapsila, jawaban yang disampaikan kepada keluarga lakilaki
akan ditanyakan dahulu kepada sang putrid. Untuk itu pihak pria dimohon
bersabar. Jawaban ini tentu saja dimaksudkan agat tidak mendahului
kehendak yang akan menjalankan, yaitu sang gadis, juga agar taj
menurunkan wibawa pihak keluarganya. Biasanya mereka akan meminta
waktu untuk memberikan jawaban sekitar sepasar atau 5 hari. Jika lamaran
diterima, maka kedua belah pihak akan mulai mengurus segala persiapan
pernikahan.
C. PANINGSET
Apabila sang gadis bersedia dijodohkan dengan pria yang
melamarnya, maka jawaban akan disampaikan kepada pihak keluarga pria,
sekaligus memberikan perkiraan mengenai proses selanjutnya. Hal ini
dimaksudkan agar kedua keluarga bisa menentukan hari baik untuk
mewujudkan rencana pernikahan. Pada saat itu, orangtua pihak pria akan
membuat ikatan pembicaraan lamaran dengan pasrah paningset (sarana
pengikat perjodohan). Paningset diserahkan oleh pihak calon pengantin
pria kepada pihak calon pengantin wanita paling lambat lima hari sebelum
pernikahan. Barang-barang tersebut diserahkan oleh keluarga calon
pengantin pria sebagai tanda pinangan resmi karena sesudah itu sang
wanita sudah ada yang punya dan tidak boleh dipinang pria lain. Pada
waktu yang telah disepakati bersama oleh dua pihak keluarga, di rumah
calon pengantin wanita berkumpul para keluarga dekat dan sejumlah
handai taulan untuk menyaksikan upacara srah-srahan. Upacara srah-
srahan Benda atau barang yang dibawa oleh keluarga pihak calon
pengantin pria adalah:

8
1. Pisang ayu dan suruh (sirih) ayu sebagai lambing sedyo rahayu, yang
artinya harapan kesejahteraan.
2. Dua buah jeruk gulung (jeruk besar) yang merupakan lambing bertekad
bulat.
3. Dua buah cengkir gading yang berarti kenceng ing piker, perasan tetap
dan mantap hendak menikah.
4. Dua batang tebu wulung (ungu) panjang sekitar 30cm yang
melambangkan anteping kalbu (ketetapan hati)
5. Kain batik tradisional yang namanya melambangkan cita-cita yang luhur
seperti kain batik sidomukti, sidomulyo dan lain sebagainya.
6. Kain batik truntum untuk ayah dan ibu yang mengandung arti
tumuruntun/turun-temurun atau berkembang
7. Stagen putih terbuat dari benang lawe, sebagai lambing sandang.
8. Padi atau beras, gula jawa, garam, empon-empon sebagai lambing pangan.
9. Ada yang disertai uang
10. Ada yang disertai cincin emas sebagai emas kawin dan sekaligus ada acara
tukar cincin.
11. Ada pula dalam kesempatan ini menambah srah-srahan, dengan busana
dan perlengkapan untuk calon pengantin.

2.3 PENENTUAN HARI BAIK ATAU SANGAT

Dalam penentuan hari, banyak hal yang dipertimbangkan misalnya hari


kelahiran calon pengantin pria dan calon pengantin wanita. Inilah yang
disebut dengan istilah “sangat”. Penentuan hari harus disepakati oleh kedua
belah pihak. Biasanya yang terlibat adalah para sesepuh dan mereka yang
memahami cara-cara penghitungan sangat tersebut. Apabila saat yang
ditunggu-tunggu sudah dekat (kurag lebih tiga hari), pihak calon pengantin
wanita menyelenggarakan perjamuan yang didahului dengan mendirikan
upacara tarub.

9
2.4 PROSES PELAKSANAAN PERSIAPAN PERNIKAHAN

Pelaksanaan pernikahan di Solo mempunyai tatanan yang memuat pokok-


pokok tradisi Jawa sebagai berikut :

1. SOWAN LUHUR
Maksudnya adalah meminta doa restu dari para sesepuh dan
piyagung serta melakukan ziarah kubur ke tempat leluhurnya.
2. WILUJENGAN
Merupakan ritual sebagai wujud permohonan kepada Tuhan Yang
Maha Esa supaya dalam melaksanakan hajat diberi keselamatan dan
dijauhkan dari segala halangan. Dalam wilujengan ini memakai sarat berupa
makanan dengan lauk-pauk, seperti ‘sekul wuduk’ dan ‘sekul golong’
beserta ingkung (ayam utuh). Dalam wilujengan ini semua sarat ubarampe
enak dimakan oleh manusia.
3. PASANG TARUB
Lazimnya pada zaman dahulu untuk melaksanakan upacara
perjamuan pengantin, pihak pengantin wanita mendirikan tarub (teratak)
atau semacam tenda sementara untuk peneduh. Bahan-bahan untuk
mendirikan tarub adalah tiang dari bamboo dan atap dari anyaman daun
nipah atau daun pohon aren.
Daun nipah yang telah dianyam ini disebut bleketepe. Biasanya tarub
didirikan di depan, sebelah kiri-kanan pendopo, serta di belakang rumah.
Jika tarub sudah jadi, di sekitar atap diberi hiasan berupa plisir gula kelapa.
Adapun plisir gula kelapa ini terbuat dari tiga lapis kain berwarna
merah,putih, merah yang kemudian diberi hiasan buntal yang melingkar-
lingkar menghiasan tepian atap. Buntal tebuat dari 5 macam daun yaitu,
daun beringin, daun kroton, daun bayem-bayeman merah, daun pupus
pisang, dan daun pandan.
Pada kiri dan kanan pintu masuk diberi sepasang hiasan berupa
tuwuhan. Tuwuhan ini mengandung arti “tumbuh”. Bahan-bahan yang
digunakan unntuk membuat hiasan tuwuhan antara lain:

10
 Satu batang pisang raja yang masih lengkap, utuh dengan satu tandan buah
pisangnya, dipasang pada sebelah kanan pintu. Pada sebelah kiri dipasang
satu buah pisang pulut yang masih lengkap dengan satu tandan buah
pisangnya.
 Cengkir/kelapa yang sangat muda.
 Tebu wulung masing-masing satu batang
 Daun-daunan: daun kluwih, dan opo-opo, daun alang-alang, daun dadap
serepdan daun nenas.

Upacara-upacara tradisional biasanya bersifat simbolik, penuh


filsafat, dan perumpamaan, pesan dan harapan agar kita hidup sejahtera.
Hal-hal simbolik yang mengandung berbagai makna dan perlambangan
adalah sebagai berikut:

 Daun beringin Melambangkan pengayoman yang bersifat melindungi


 Daun kroton Berarti manton melambangkan pendirian yang tetap
 Daun bayem-bayeman Hati ayem, perasaan yang gembira dan tentram
 Daun pandan Berarti sepadan, harmonis dan selaras
 Pisang raja Melambangkan harapan agar sepasang pengantin bahagia seperti
raja
 Pisang pulut Melambangkan agar pengantin akrab, mesra, lelet
 Cengkir Mengandung ati kenceng piker, tegas, kuat dalam memikirkan
sesuatu
 Kelapa hijau Melambangkan kesembuhan, air kelapa hijau dikenal memiliki
khasiat sebagai obat penawar
 Kelapa gading Gading gajah, melambangkan kokoh dalam pendirian
 Tebu Antep ing kalbu, tetap hatinya.
4. PASANG TUWUHAN
Tuwuhan mengandung arti suatu harapan kepada anak yang
dijodohkan dapat memperoleh keturunan, untuk melangsungkan sejarah
keluarga. Tuwuhan terdiri dari:

11
A. Pohon pisang raja yang buahnya sudah masuk Maksud dipilih pisang yang
sudah masak adalah diharapkan pasangan yang akan menikah telah
mempunyai pemikiran dewasa atau telah masak. Sedangkan pisang raja
mempunyai makna pengharapan agar pasangan yang akan dinikahkan kelak
mempunyai kemakmuran, kemuliaan dan kehormatan seperti raja.
B. Tebu wulung Tebu wulung berwarna merah tua sebagai gambaran tuk-ing
memanis atau sumber manis. Hal ini melambangkan kehidupan yang serba
enak. Sedangkan makna wulung bagi orang Jawa berarti sepuh atau tua.
Setelah memasuki jenjang perkawinan, diharapkan kedua mempelai
mempunyai jiwa sepuh yang selalu bertindak dengan ‘kewicaksanaan’ atau
kebijakan.
C. Cengkir gadhing Merupakan symbol dari kandungan tempat si jabang bayi
atau lambing keturunan.
D. Daun randu dari pari sewuli Randu melambangkan sandang, sedangkan pari
melambangkan pangan. Sehinggahal itu bermakna agar kedua mempelai
selalu tercukupi sandang dan pangannya.
E. Godhong apa-apa (bermacam-macam dedaunan) Seperti daun beringin yang
melambangkan pengayoman, rumput alang-alang dengan harapan agar
terbebas dari segala halangan.
5. SIRAMAN
Upacara mandi untuk calon pengantin wanita maupun pria yang
mengandung arti membersihkan atau menyucikan. Sebelum siraman calon
pengantin mengadakan ngabekten/sungkem pada orang tuanya. Peralatan
yang dibutuhkan untuk melakukan siraman adalah:
 Dua buah kelapa yang diikat menjadi satu dimasukkan ke dalam bak mandi.
 sekar manca warna yang dimasukkan ke dalam jembangan, kelapa yang
dibelah untuk gayung mandi, serta jajan pasar, dan tumpeng robyong.
 Mangir, untuk membersihkan badanyang berasal dari airtempuran (titik
pertemuan beberapa aliran sungai).
 Kendi yang berisi air wudhu, londo merang, air asam atau santan yang diberi
jeruk purut.

12
 Dingklik, bangku kecil untuk duduk, diberi alas kloso bongko, diatasnya
diberi daun kluwih, daun alang-alang, daun opo-opo, daun dadap serep,
daun nanas dan kain putih setengah meter.
 Handuk Sesudah acara siraman calon pengantin wanita digendong ayahnya
menuju ke kamar pengantin, hal ini melambangkan ngentaske anak artinga
membawa anak pada kehidupan mandiri, membina keluarga sendiri.
Air yang dipergunakan dalam siraman ini diambil dari tujuh sumber
air, atau air tempuran. Orang yang menyiram berjumlah 9 orang sesepuh
termasuk ayah. Jumlah sembilan tersebut menurut budaya Keraton Surakarta
untuk mengenang keluhuran Wali Sanga, yang bermakna manunggalnya
Jawa dan Islam. Selain itu angka sembilan juga bermakna ‘babakan hawa
sanga’ yang harus dikendalikan. Pelaksanaan tradisi ini Masing-masing
sesepuh melaksanakan siraman sebanyak tiga kali dengan gayung yang
terbuat dari tempurung kelapa yang diakhiri siraman oleh ayah mempelai
wanita.
Setelah itu bapak mempelai wanita memecah klenthing atau kendhi,
sambil berucap ‘ora mecah kendhi nanging mecah pamore anakku’. Seusai
siraman calon pengantin wanita dibopong (digendong) oleh ayah ibu menuju
kamar pengantin. Selanjutnya sang Ayah menggunting tigas rikmo (sebagian
rambut di tengkuk) calon pengantin wanita. Potongan rambut tersebut
diberikan kepada sang ibu untuk disimpan ke dalam cepuk (tempat
perhiasan), lalu ditanam di halaman rumah. Upacara ini bermakna
membuang hal-hal kotor dari calon pengantin wanita. Kemudian rambut
calon pengantin wanita. Kemudian rambut calon pengantin wanita
dikeringkan sambil diharumi asap ratus, untuk selanjutnya ‘dihalubi-halubi’
atau dibuat cengkorong paes. Selanjutnya rambut dirias dengan ukel konde
tanpa perhiasan, dan tanpa bunga.
6. UPACARA DODOL DAWET
Upacara dodol dawet artinya berjualan cendol, yang tentunya merupakan
upacara simbolik. Pada saat calon pengantin dibuat cengkorong paes itu,
kedua orang tua menjalankan tatacara ‘dodol dawet’ (menjual dawet).

13
Disamping dawet itu sebagai hidangan, juga diambil makna dari cendol
yang berbentuk bundar merupakan lambing kebulatan kehendak orangtua
untuk menjodohkan anak. Bagi orang yang akan membeli dawet tersebut
harus membayar dengan ‘kreweng’ (pecahan genting) bukan dengan uang.
Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan manusia berasal dari bumi. Yang
melayani pembeli adalah ibu, sedangkan yang menerima pembayaran adalah
bapak. Hal ini mengajarkan kepada anak mereka yang akan menikah tentang
bagaimana mencari nafkah sebagai suami istri , harus saling membantu.
7. NGERIK
Upacara ngerik adalah menghilangkan sebagian anak rambut pada dahi
dan tengkuk, sekaligus untuk membentuk tata rias wajah pengantin pada
tahap awal. Pelaksanaanya yang pertama adalah membuat cengkorongan
dengan bentuk gajahan, pengapit, penitis dan membuat godeg. Tujuannya
agar tampilan pengantin lebih cerah (semeblak). Rambut halus yang tumbuh
di kedua pipi dan dagu juga dikerik, bentuk alis diperbaiki, dirapikan. Alis
dikerik berbentuk mangot. Selanjutnya calon pengantin dirias, rambutnya
digelung konde. Busana yang digunakan calon pengantin adalah kain batik
dan kebaya sawitan. Kebaya sawitan adalah kain dan kebaya yang terbuat
dari bahan yang sama.
8. SENGKERAN
Setelah calon pengantin wanita ‘dihaluh-halubi’ atau dibuat cengkorong
paes lalu ‘disengker’ atau dipingit. Artinya tidak boleh keluar dari halaman
rumah. Hal ini untuk menjaga keselamatannya. Pemingitan ini dulu
dilakukan selama seminggu, atau minimal 3 hari. Yang mana dalam masa
ini, calon pengantin putri setiap malam dilulur dan mendapat banyak petuah
mengenai bagaimana menjadi seorang istri dan ibu dalam menjalani
kehidupan dan mendampingi suami, serta mengatur rumah tangga.
9. MIDODARENI
Midodareni adalah malam sebelum ijab dan panggih yang berarti malam
terakhir bagi calon pengantin wanita sebagai remaja atau gadis perawan.
Midodareni berasal dari kata widodari. Masyarakat Jawa tradisional percaya

14
bahwa pada malam tersebut, para bidadari dari kayangan akan turun ke bumi
dan bertandang ke kediaman calon pengantin wanita, untuk
menyempurnakan dan mepercantik pengantin wanita. Calon penangantin
dirias sederhana oleh para perias, cengkorongan juga dirias diisi dengan
pidih tipis-tipis.
Apabila acara merias sederhana sudah selesai, calon pengantin yang
sedang bermalam midodareni itu duduk ditempat yang disediakan, ditemani
oleh para pinisepuh dan handai taulan, semuanya wanita. Prosesi yang
dilakukan pada malam midodareni adalah:

A. ACARA DULANG PUNGKASAN


suapan terakhir dari orang tua kepada calon pengantin. Hal ini mengandung
makna bahwa calon pengantin tidak lagi menjadi kewajiban orang tua
setelah berumah tangga nanti. Sajen midodareni: Nasi liwet/nasi uduk,
Sambel goring, Opor ayam, Telur pindang, Kedelai goring, Rambak,
Mentimun, Cabe, bawang merah dan garam.

B. JONGGOLAN
datangnya calon pengantin ke tempat calon mertua. ‘Njonggol’ diartikan
sebagai menampakkan diri. Tujuannya untuk menunjukkan bahwa dirinya
dalam keadaan sehat dan selamat, dan hatinya telah mantap untuk menikahi
putri mereka. Selama berada di rumah calon pengantin wanita, calon
pengantin pria menunggu di beranda dan hanya disuguhi air putih.

C. TANTINGAN
yaitu kedua orangtua mendatangi calon pengantin wanita di dalam kamar,
menanyakan kemantapan hatinya untuk berumah tangga. Maka calon
pengantin wanita akan menyatakan ia ikhlas menyerahkan sepenuhnya
kepada orangtua, tetapi mengajukan permintaan kepada sang ayah untuk
mencarikan ‘kembar mayang’ sebagai isyarat perkawinan.

15
D. TURUNNYA KEMBAR MAYANG
merupakan saat sepasang kembar mayang dibuat. Kembar mayang ini milik
para dewa yang menjadi persyaratan, yaitu sebagai sarana calon pengantin
perempuan berumah tangga. Dalam kepercayaan Jawa, kembar mayang
hanya dipinjam dari dewa, sehingga apabila sudah selesai dikembalikan lagi
ke bumi atau dilabuh melalui air. Dua kembar mayang tersebut dinamakan
Dewandaru dan Kalpandaru. Dewandaru mempunyai arti wahyu
pengayoman. Maknanya adalah agar pengantin pria dapat memberikan
pengayoman lahir dan batin kepada keluarganya. Sedangkan Kalpandaru,
berasal dari kata kalpa yang artinya langgeng dan daru yang berarti wahyu.
Maksudnya adalah wahyu kelanggengan, yaitu agar kehidupan rumah
tangga dapat abadi selamanya.

E. WILUJENG MAJEMUKAN
adalah silahturahmi antara keluarga calon pengantin pria dan wanita yang
bermakna kerelaan kedua pihak untuk saling berbesanan. Selanjutnya ibu
calon pengantin wanita menyerahkan angsul-angsul atau oleholeh berupa
makanan untuk dibawa pulang kepada ibu calon pengantin pria. Sesaat
sebelum rombongan pulang, orang tua calon pengantin wanita memberikan
kepada calon pengantin pria.

F. UPACARA LANGKAHAN
Ada kebiasaan pantangan untuk mendahului atau melangkahi kakak yang
belum menikah. Akan tetapi pantangan ini dapat ditebus dengan upacara
langkahan. Pelaksanaan upacara langkahan calon pengantin wanita meminta
ijin kepada kakaknya, sesudah itu kakaknya membawa tongkat yang terbuat
dari tebu wulung dan panggang ayam sambil menuntun adiknya melangkahi
tumpeng tiga kali. Lalu dilanjutkan dengan tirakatan sampai kira-kira pukul
24.00.

16
2.5 UPACARA PERNIKAHAN
Dalam upacara adat istiadat pengantin Solo, yang berlangsung di
kediaman wanita, kedatangan pengantin pria disambut oleh ayah dan ibu
mertua di beranda muka, kemudian berlangsung upacara serah terima.
Apabila rumah pengantin pria jauh di luar kota maka diperbolehkan mondok
dirumah yang dekat dengan mempelai wanita, istilah mondok ini disebut
dengan nyantri.

JONGGOLAN

Jonggolan berarti menunjukkan diri. Dalam acara jonggolan, mempelai


pria menunjukkan diri kepada keluarga mempelai wanita untuk
menikahinya. Yang hadir dalam upacara ini adalah; penghulu, pengantin
pria, pengantin wanita, orang tua/wali/saudara, dua orang saksi. Sesudah
acara jonggolan selesai, barulah berlangsung upacara ijab atau nikah.
Pengantin pria duduk diatas kursi yang dialasi dengan; klasa Bangka, daun
kluwih, daun opo-opo, daun alang-alang, daun dadap serep, daun nenas, kain
putih (mori) kira-kira setengah meter.

IJAB PANIKAH / IJAB QABUL

Ijab panikah atau ijab qabul mengacu pada agama yang dianut kedua
mempelai. bapak penghulu membacakan persyaratan dalam pernikahan.
Pengantin pria harus menirukan apa yang diucapkan penghulu. Pengantin
pria menyatakan kesanggupannya untuk memenuhi semua persyaratan yang
menjadi kewajibannya. Setelah upacara ijab atau nikah selesai, kedua
pengantin menandatangani surat nikah. Resmilah mereka menjadi suami istri
yang sah secara hukum maupun agama. Namun, dalam tata cara Keraton
uniknya terdapat pengaturan tempat duduk penghulu maupun mempelai
dalam prosesi ini, antara lain:

17
1. Pengantin pria menghadap ke barat
2. Naib di sebelah barat menghadap ke timur.
3. Wali menghadap ke selatan dan para saksi menyesuaikan.

PANGGIH

Kata “panggih” berarti pertemuan. Dalam upacara ini, keduanya bertemu


sebagai suami istri,telah diikat pernikahan. Yang perlu dipersiapkan dalam
upacara panggih:

 Gantalan Terdiri atas daun sirih yang diisi dengan pinang (jambe muda).
Sirih diikat dan digulung dengan benang lawe.
 Bokor besar Bokor besar ini diisi air dari bunga setaman (kembang telon)
 Telur ayam Telur ditaruh dalam baki yang dialasi kain putih.
 Kain sindur untuk menyelimuti pundak kedua pengantin setelah upacara
panggih.

Setelah rombongan pria datang dengan membawa pisang sanggan yang


berisi gedhang ayu, suruh ayu yang melambangkan keinginan untuk
selamat atau “sedoyo rahayu”. Lalu dilanjutkan dengan upacara panggih
yang meliputi:

A. LIRON KEMBAR MAYANG


Saling menukar kembang mayang dengan makna dan tujuan bersatunya
cipta, rasa, dan karsa demi kebahagiaan dan keselamatan.
B. BALANGAN SURUH
Balangan suruh berarti saling melempar gantal sirih. Pengantin wanita
berjalan pelan-pelan dan anggun didampingi pinisepuh dan orang tua.
Sebelum mereka bertemu berdekatan, mereka saling melemparkan gantalan
sirih

18
C. NGIDAK ENDHOG
Segera setelah balangan suruh, kedua mempelai berjalan ke pintu.
Kemudian pengantin pria menginjak telur ayam yang telah dipersiapkan
dengan telapak kakinya sehingga telurnya pecah dan mempelai wanita
membasuh kaki pengantin pria dengan air bunga setaman.
D. SINGEP SINDUR
Selanjutnya kedua mempelai berjalan menuju kursi pelaminan, dibelakang
mempelai ibu pengantin wanita menyelimuti punggung menggunakan kain
sindur. Arti simbolik dalam singepan ini adalah untuk mempersatukan dua
insan yang memulai hidup baru mereka sebagai suami istri.

BABAK KAWAH

Upacara ini khusus untuk keluarga yang baru pertama kali hajatan mantu
putri sulung. Ditandai dengan membagi harta benda seperti uang receh,
beras kuning, umbi-umbian dan lain-lain.

TUMPLEK PUNJEN

Numplak artinya menumpahkan, punjen artinya berbeda beban di atas


bahu. Makna dari Tumplek Punjen yaitu lepas sudah semua darma
orangtua kepada anak. Tata cara ini dilaksanakan bagi orang yang tidak
akan bermenantu lagi atau semua anaknya sudah menikah.

SUNGKEMAN

Kemudian dilanjutkan dengan sungkem istri kepada suami, Upacara


sungkem ini memiliki filsafat yang dalam yaitu perlambangan bakti istri
kepada suami. Sekalipun seorang istri berkedudukan lebih tinggi daripada
suaminya namun dalam keluarga ia berstatus sebagai istri yang harus
menghargai suaminya sebagai kepala rumah tangga. Upacara ini dapat

19
dilakukan atau tidak, namun dalam upacara adat jawa secara lengkap, hal
ini memang perlu dilakukan.

NIMBANG

Pada acara nimbang atau disebut pula pangkon, ayah pengantin wanita
duduk ditengah-tengah kursi pengantin dan kedua pengantin duduk
dipangkuannya. Upacara nimbang mempunyai arti bahwa ayah dan ibu
mertua tidak membedabedakan antara anak sendiri dan menantu.

KACAR-KUCUR ATAU TAMPA KAYA

Dalam upacara ini, pengantin duduk berhadapan. Pengantin pria


menumpahkan uang recehan logam yang bercampur bahan-bahan lain ke
pangkuan pengantin wanita. Setelah selesai, sindur yang berisi kacar kucur
diserahkan ke ibu pengantin wanita untuk disimpan. Upacara ini
mengandung makna bahwa seorang suami berkewajiban menyerahkan
hasil jerih payahnya atau memberikan nafkah pada istrinya. Perlengkapan
untuk upacara ini terdiri dari :
 Kloso bongko atau tikar pandan
 Beras kuning Uang receh logam (uang kecil)
 Kacang tolo e. Kedelai putih/hitam
 Kancang hijau
 Kluwak
 Kemiri
 Bunga telon

20
DHAHAR KLIMAH ATAU KEPELAN

Pengantin pria mulai membuat kepelan nasi (dengan tangan), kemudia


kepelan nasi itu disuapkan ke mulut pengantin wanita. Demikian pula
sebaliknya. Upacara ini mengandung makna agar sebagai suami istri
nantinya selalu rukun, saling menolong, seperjuangan dan
sepenanggungan dalam berumah tangga.

NGABEKTEN ATAU SUNGKEM PADA ORANGTUA

Sungkeman adalah suatu upacara yang dilakukan dengan cara kedua


pengantin duduk jengkeng dengan memegang dan mencium lutut kedua
orangtua, baik orangtua pengantin putra maupun orangtua pengantin putri.
Makna upacara sungkeman adalah suatu simbol perwujudan rasa hormat
anak kepada kedua orangtua.

KIRAB

Kirab merupakan perjalanan pengantin untuk berganti busana. Busana


kedua mempelai setelah ganti disebut pangeranan atau kesatriyanan. Tata
rias atau makeup diperbaiki kembali. Perjalanan ke kamar dalam irirng-
iringan,yang mendahului pengantin adalah iring-iringan:
 Cucuk Lampah (subo manggolo)
 Satriyo Kembar (manggolo yudo-dua orang jejaka)
 Patah Sakembaran (dua anak gadis kecil)
 Kedua pengantin diapit para pinisepuh
 Putri Domas (6 orang atau 8 orang gadis remaja putri)
 Adik-adik dan kakak pengantin putri
 Ayah dan ibu sebagai petit (yang terakhir)

21
NGUNDUH MANTU

Upacara ngunduh mantu dislaksanakan 5 hari setelah hari pernikahan.


Lazimnya berlangsung lebih sederhana dari pada perjamuan di rumah
pengantin wanita. Hal ini perlambangan keluarga pengantin pria
menyambut baik kedatangan menantu yang juga dianggap sebagai anak
sendiri. Persiapan Meskipun sederhana, uapcara ngunduh mantu juga
harus dipersiapkan dengan baik, lengkap dengan sesajen yang diperlukan
sesuai adat tradisi. Adapun yang harus disediakan adalah :
 Sepasang kembar mayang
 Air kembang/bunga setaman (telon)
 Sindur, untuk singepan
 Pisang ayu, suruh ayu, diatur dalam bokor dari kuningan
 Sajen sepasaran
Sajen untuk dalam perjalanan yang terdiri dari : beras kuning, bunga telon,
dilingo bengle, telur ayam, dan mata uang logam. Semuanya dibungkus
daun pisang, sesaji ini dibawa untuk dilemparkan pada jembatan yang
akan dilalui iring-iringan pengantin.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Indonesia mempunyai beraneka ragam budaya. Kira-kira ada sekitar 300
budaya dan bahasa yang tersebar di berbagai daerah. Dengan banyaknya
penduduk di Indonesia yang tersebar di seluruh pulau, ada banyak
keanekaragaman yang sangat berpengaruh dalam upacara perkawinan.
Pernikahan di Indonesia itu sebagian besar berpengaruh pada adat dan
budaya yang dianut oleh keluarga mempelai. Salah satu budaya itu adalah
tradisi perkawinan adat jawa. Pesta perkawinan di Indonesia tidak hanya
menyatukan 2 orang, tetapi juga menyatukan keluarga kedua belah pihak.
Melalui makalah ini saya mencoba menjelaskan tentang perkawinan adat
jawa tengah khususnya daerah solo atau surakarta.
Sebagian besar orang jawa atau keturunannya masih berpegang teguh
dalam memelihara prinsip dan adat istiadat dari nenek moyangnya. Upacara
pernikahan sesuai dengan pelaksanaan adalah merupakan pertunjukan dari
tradisi seni dan budaya, bagian terdalama dari ciri khas bangsa, dimana
simbol dari kehidupan adalah kedudukan dengan martabat dan kebanggaan.
Tradisi ini diwarisi sejak dari dahulu kala sampai sekarang.
Upacara pernikahan adat jawa berisi rangkaian upacara yang masih
bersifat tradisional dan pada perkembangannya mengalami pengikisan
budaya dan melalui penulisan ini penulis mencoba mengemukakan beberapa
saran untuk melestarikan adat istiadat peninggalan leluhur kita.

3.1 SARAN
Dengan beragamnya budaya serta bahasa di Indonesia sehingga beragam
pula adat perkawinan, haruslah dijadikan modal bangsa untuk memajukan
Indonesia ini. Sejauh ini tidak banyak anak keturunan yang mengetahui
dengan lengkap bagaimana tata upacara perkawinan adat berlangsung, maka
sudah seharusnya kita sebagai penerus bangsa memiliki banyak pengetahuan

23
tentang adat dan budaya kita sendiri. Dan juga sebagai masyarakat Jawa kita
harus mempertahankan tradisi pernikahan adat Solo atau Surakarta dengan
cara melaksanakan seluruh rangkaian upacara secara lengkap, karena disetiap
tata upacara memiliki makna yang sangat penting untuk masa depan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Any, Andjar. 1986 . Perkawinan Adat Jawa Lengkap. Surakarta: PT. Pabelan.

BloggerThemes. 2012 . Pernikahan Adat Solo.


http://pernikahanadat.blogspot.co.id/2010/01/pernikahan-adat-solo.html. Diakses
8 April 2018.

Gitosaprodjo. 2010 . Pedoman Lengkap Acara dan Upacara Perkawinan Adat


Jawa. Sukoharjo: Penerbit Cendrawasih.

Hidayanti, Ratna. 2012 . Solo Puteri dan Yogya Puteri. Jakarta: Gramedia.

Kussunartini, dan Rina Prayekti. 2010 . Ragam Pengantin Jawa Tengah.


Semarang: Depdikbud.

Panji, Rama., dan Sosrohadi Kusuma. 1984 . Tata Cara Adat Jawi Surakarta. Solo:
Penerbit Sri Rejeki.

Pringgawidagda, Suwarna. 2005 . Paningset, Srah-srahan, dan Midodareni.


Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah. 1978 . Adat Istiadat


Daerah Jawa Tengah. Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Bacaan Dan Sastra
Indonesia dan Daerah Departemen P dan K.

Saryoto, Naniek. 2012 . Tata Rias Pengantin dan Adat Istiadat Pernikahan
Surakarta Klasik Solo Puteri. Jakarta: Gramedia.

Slamet, dkk. 1990 . Arti Perlambang dan Fungsi Tata Rias Pengantin Dalam
Menanamkan Nilai –nilai Budaya Daerah Jawa Tengah. Jakarta: Depdikbud.

Surjanto, Sugeng., Muljono dan Moh Oemar. 1986 . Adat dan Upacara
Perkawinan Daerah Jawa Tengah. Jakarta: Ditjen Kebudayaan.

Yuni. 2011 . Simbol-simbol, Hiasan dan Maknanya. http://yuni-1991-


adatbudayajawa.blogspot.co.id/2011/12/simbol-simbol-hiasan-dan-
maknanya.html. Diakses 8 April 2018.

25
26

Anda mungkin juga menyukai