Disusun Oleh:
Anggota:
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul:
Kampung Dukuh Garut.
Berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini kami menyampaikan
rasa hormat dan terimakasih kepada Bapak Cecep Rahman, S.S Guru Pelajran
Bahasa Sunda di SMA KHZ Musthafa yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan.
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian kami
telah berusaha dengan segala kemampuan yang kami miliki sehingga dapat selesai
dengan baik. Oleh karena itu dengan rendah hati dan tangan terbuka kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
A. Sejarah Kampung Adat Dukuh..................................................................3
B. Adat Istiadat yang Masih Berlaku dan Sudah Tidak Berlaku...................6
C. Sistem Organisasi Sosial Masyarakat Kampung Adat Dukuh..................8
D. Sistem perkawinan....................................................................................9
E. Sistem Waris..............................................................................................9
F. Pantangan yang Berlaku di Masyarakat Kampung Dukuh.......................9
BAB III..................................................................................................................11
PENUTUP.............................................................................................................11
A. Kesimpulan..............................................................................................11
B. Saran........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kampung adat dukuh sangat unik, dan masih memegang budaya lokal yg
sangat kental. Sebenarnya ada beberapa kampung adat di wilayah Kabupaten
Garut. Satu di antaranya dan yang paling besar adalah Kampung Dukuh. Seperti
di kampung-kampung adat lain, masyarakat di Kampung Dukuh sangat teguh
memegang adat dan tradisi leluhurnya. Di kampung ini, penghuninya hidup jauh
dari kemewahan dan menerapkan pola hidup sederhana seperti diwariskan oleh
leluhurnya dari generasi ke generasi. Oleh karena itu jangan aneh jika di kampung
ini tidak ditemukan jaringan listrik dan alat-alat elektronik seperti radio dan
televisi.
1
desa tersebut serta adat istiadat masyarakat. Masyarakat Kampung Dukuh sangat
menjunjung keharmonisan dan keselarasan hidup bermasyarakat. Bentuk
bangunan di Kampung Dukuh tidak menggunakan dinding dari tembok dan atap
dan genteng serta jendela kaca. Hal ini menjadi salah satu aturan yang
dilatarbelakangi alasan bahwa hal yang berbau kemewahan akan mengakibatkan
suasana hidup bermasyarakat menjadi tidak harmonis. Di kampung ini tidak
diperkenankan adanya listrik dan barang-barang elektronik lainnya yang
dipercaya selain mendatangkan manfaat juga mendatangkan kemudaratan yang
tinggi pula. Alat makan yang dianjurkan terbuat dari pepohonan seperti layaknya
bangunan, misalnya bambu batok kelapa dan kayu lainnya. Material tersebut
dipercaya lebih memberikan manfaat ekonomis dan kesehatan karena- bahan
tersebut tidak mudah hancur atau pecah dan dapat menyerap kotoran.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah masyarakat Kampung Dukuh?
2. Bagaimana sistem kebudayaan yang berlaku di mkasyarakat kampung
dukuh?
3. Bagaimana sistem kepercayaan yang berlaku di masyarakat kampung
dukuh?
C. Tujuan Penelitian
1. Sejarah masyarakat kampung dukuh;
2. Sistem kebudayaan yang berlaku di mkasyarakat kampung dukuh;
3. Sistem kepercayaan yang berlaku di masyarakat kampung dukuh.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Kampung Adat Dukuh
Dalam kisah tradisi yang dipercayai masyarakat setempat bahwa yang
berjasa sebagai pendiri Kampung Dukuh adalah Syekh Abdul Jalil. Menurut
cerita pada abad ke-17, Rangga Gempol II yang saat itu menjadi Bupati
Sumedang yang berada di bawah kekuasaan Mataram, menghadap penguasa
Mataram dan mohon agar menunjuk seorang hakim/penghulu/kepala agama
pengganti yang telah meninggal. Sultan mengatakan bahwa penghulu pengganti
tidak usah dicari jauh-jauh karena orang tersebut ada di pedesaan Pasundan.
Rangga Gempol II kemudian mencari orang yang dimaksud dan akhirnya bertemu
dengan Syekh Abdul Jalil, pemimpin sebuah pesantren yang mempunyai murid-
murid cukup banyak.
3
Sumedang akan diserang oleh Banten”. Ternyata perkataanya terbukti. Pada Hari
Jum’at bertepatan dengan Hari Raya idul Fitri, Sumedang diserang oleh Banten
yang dipimpin oleh Cilikwidara dan Sumedang mengalami kehancuran.
Menurut cerita nama dukuh diambil dari bahasa Sunda yang berarti tukuh
(kukuh, patuh, teguh), dalam mempertahankan apa yang yang menjadi miliknya,
atau taat dan sangat patuh menjalankan tradisi warisan nenek moyangnya.
Menurut penuturan (2006) Lukmanul Hakim, Juru Kunci (Kuncen) Kampung
Dukuh istilah dukuh berasal dari padukuhan atau dukuh = calik = duduk. Jadi
padukuhan sama dengan pacalikan atau tempat bermukim. Menurut mantan Lurah
Cijambe, yaitu Uung Supriyadin, nama Dukuh dikenal kira-kira pada tahun 1901
yaitu pada waktu berdirinya Desa Cijambe. Sebelum tahun 1901 tidak dapat
keterangan apa nama kampung tersebut.
4
Sejak berdiri sampai sekarang, Kampung Dukuh sudah mengalami dua
kali dibumihanguskan. Peristiwa pertama pada tahun 1949 yaitu pada masa agresi
Belanda yang ke-2, perkampungan dibakar sendiri oleh penduduk karena takut
jatuh ke tangan penjajah. Kedua, pada masa terjadinya pembrontakan DI/TII
dengan dalangnya Kartosuwiryo. Pembakaran dilakukan oleh pemerintah karena
Kampung Dukuh yang tanahnya subur dikhawatirkan akan dijadikan basisi oleh
pasukan DI/TII. Kemudian baru-baru ini terjadi peristiwa kebakaran pada tahun
2006 yang menyebabkan hampir semua bangunan rumah habis terbakar. Berkat
swadaya masyarakat dan bantuan pemerintah dibangun kembali Kampung Dukuh
dengan tradisi yang tetap melekat kuat dalam proses pembangunan perkampungan
tersebut.
Dukuh Dalam terdiri atas 42 rumah, dengan bentuk, arah membujur dan
bahan bangunan yang sama. Jumlah ini tetap, karena tidak ada lagi tanah kosong
yang bisa dijadikan tempat berdirinya sebuah rumah. Terdapat peraturan-
peraturan yang mengikat penduduknya berupa peraturan tidak tertulis atau bersifat
tabu, misalnya tidak boleh menjulurkan kaki ke arah makam keramat yang ada di
sebelah utara kampung, tidak boleh makan sambil berdiri, tidak boleh
menggunakan barang-barang elektronik dan tidak boleh membuat rumah lebih
bagus dari pada tetangganya.
Dukuh luar merupakan bagian dari kampug yang berada di luar batas
taneuh karomah. Segala peraturan tidak berlaku dengan ketat. Bahkan dalam
5
perkembangan sekarang sudah banyak dijumpai bangunan-bangunan yang
memakai bahan-bahan yang di Dukuh Dalam tabu untuk dipakai, misalnya
genteng, kaca, papan. Walaupun demikian arah rumah-rumah masih tetap dari
timur ke barat dan pintu rumah tidak menghadap ke makam keramat.
Ciri khas lainnya hingga kini sama sekali tidak terpengaruh oleh kemajuan
jaman, bahkan nyaris tidak mengenal perkembangan IPTEK.
Pola budaya aspek non fisiknya berupa ritual budaya antara lain
"ngahaturan tuang" (menawari makan), merupakan adab masyarakat kepada
pengunjung dari luar. Jika memiliki keinginan tertentu seperti kelancaran usaha,
perkawinan, jodoh, mereka memberi garam, kelapa, telur ayam, kambing atau
lainnya sesuai kemampuan.
6
Selanjutnya "tilu waktos" (tiga waktu), sebagai ritual yang dilakukan
Kuncen yakni dengan membawa makanan ke dalam "bumi alit atau bumi lebet"
(rumah kecil atau rumah dalam) untuk "tawasul", Kuncen membawa sebagian
makanan ke Bumi Allit lalu berdoa, yang biasanya dilakukan pada 1 Syawal, 10
Rayagung, 12 Maulud, 10 Muharam.
Cebor Opat Puluh, adalah mandi dengan empat puluh kali siraman air dari
pancuran yang dicampur dengan air khusus namun telah diberi doa-doa pada
jamban umum.
Maka terdapat hari-hari penting dan hari besar di Kampung Dukuh antara
lain, 10 Muharam, 12 Maulud, 27 Rajab, 1 Syawal Idul Fitri serta pada setiap 10
Rayagung, dengan hari pentingnya Sabtu (Pelaksanaan Ziarah), Rebo Welasan
(Hari terakhir bulan Sapar).
7
Seluruh sumber air yang digunakan masyarakat diberi "jimat"
(keampuhan) sebagai penolak bala, dan biasanya diwajibkan untuk digunakan
mandi, bahkan pada 14 Maulud dipercaya sebagai hari paling baik untuk menguji
dan mencari ilmu kepada para guru dengan melakukan cebor opat puluh, juga
terdapat tradisi 30 Bewah sebagai persiapan menjelang melaksanakan ibadah
puasa Ramadhan, kata Yayan.
Di sam ping itu ada juga kebudayaan yang sudah tidak berlaku lagi di
masyarakat Kampung Adat Dukuh, yakni: Dulu tata krama ketika akan masuk ke
kampung Adat Dukuh tidak boleh memakai sandal dan ketika hujan tidak boleh
memakai paying tetapi untuk sekarang ini hal tersebut sudah tidak berlaku lagi.
Entah apa alasannya tetapi hal ini tidak lepas dari perkembangan zaman.
8
Masyarakatnya homogen dan hidup terpencil dari keramaian kota dan
perkampungan lain. Menurut tradisi yang hidup sampai sekarang, masyarakat adat
Kampung Dukuh sangat mematuhi kasauran karuhun (nasehat leluhur). Nasehat
ini menganjurkan hidup sederhana, sopan santun, tidak berlebihan dan tidak
mengejar kesenangan duniawi, serta tetap memegang prinsip kebersamaan. Selain
itu, ada adat tabu (larangan) yang tetap dipegang sehingga pola kampung dan
kebiasaan-kebiasaan sehari-hari tetap terjaga. Kemudian peranan kuncen sebagai
pemimpin non formal dianggap sebagai pelindung adat istiadat yang
kewibawaannya sangat berpengaruh.
D. Sistem perkawinan
Sistem perkawinan masyarakat Kampung Adat Dukuh menganut sistem
perkawinan bebas yang sesuai dengan ajaran islam. Aturan di kampung dukuh
memperbolehkan masyarakatnya untuk menikah dengan siapa aja yang
dicintainya asalkan tidak bertentangan dengan ajaran islam. Warga Kampung
dukuh bisa menikah dengan warga di luar kampung dukuh begitu juga sebaliknya.
E. Sistem Waris
Selain sistem perkawinan sistem pembagian waris pun di sesuaikan
dengan ajaran islam. Di mana laki-laki disebut “nanggung” sedangkan perempuan
disebut “ngais” artinya bagian waris untuk anak laki-laki dua kali lipat dari anak
perempuan. Pada intinya pembagian waris di Masyarakat Kampung Dukuh
menganut dua hukum dalam pembagian waris
Artinya orang tua membagi warisannya secara adil sesuai kodratnya yang tertulis
di dalam alquran yakni anak laki-laki mendapat warisan dua kali lipat dari anak
perempuan dan anak perempuan mendapat bagian setengahnya dari anak laki-laki
(2:1).
Artinya orang tua membagi rata harta warisannya untuk anak-anaknya tanpa
melihat perbedaan kelamin sehingga anak laki-laki dan anak perempuan mendapat
9
bagian yang sama. Di sini anak laki-laki harus ikhlas (ridho) agar warisan
bagiannya disamaratakan dengan saudara perempuannya.
Tidak makan dengan tangan kanan dan kiri seperti halnya orang-orang kaya pada
zaman sekarang;
Kaki tidak boleh membujur ke utara karena terdapat makam keramat ”Syeh Abdul
Jalil” yang merupakan pendiri Kampung Adat Dukuh;
Tidak diperkenankan pula adanya prasarana listrik dan pemasangan televisi serta
radio, yang mereka yakini selain mendatangkan manfaat yang banyak, juga bisa
mendatangkan banyak kemudaratan;
Ketika ziarah ke makam Syeh Abdul Jalil harus memakai baju khusus yang telah
disediakan yang berbentuk ”gamis” dengan warna putih polos;
Terhadap wali yang meninggal tidak boleh menyebut ”maot” tetapi ”ngalih
tempat”;
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam kisah tradisi yang dipercayai masyarakat setempat bahwa yang
berjasa sebagai pendiri Kampung Dukuh adalah Syekh Abdul Jalil. Menurut
cerita pada abad ke-17, Rangga Gempol II yang saat itu menjadi Bupati
Sumedang yang berada di bawah kekuasaan Mataram, menghadap penguasa
Mataram dan mohon agar menunjuk seorang hakim/penghulu/kepala agama
pengganti yang telah meninggal. Sultan mengatakan bahwa penghulu pengganti
tidak usah dicari jauh-jauh karena orang tersebut ada di pedesaan Pasundan.
Rangga Gempol II kemudian mencari orang yang dimaksud dan akhirnya bertemu
dengan Syekh Abdul Jalil, pemimpin sebuah pesantren yang mempunyai murid-
murid cukup banyak.
Kampung adat dukuh sangat unik, dan masih memegang budaya lokal yg
sangat kental. Sebenarnya ada beberapa kampung adat di wilayah Kabupaten
Garut. Satu di antaranya dan yang paling besar adalah Kampung Dukuh. Seperti
di kampung-kampung adat lain, masyarakat di Kampung Dukuh sangat teguh
memegang adat dan tradisi leluhurnya. Di kampung ini, penghuninya hidup jauh
dari kemewahan dan menerapkan pola hidup sederhana seperti diwariskan oleh
leluhurnya dari generasi ke generasi. Oleh karena itu jangan aneh jika di kampung
ini tidak ditemukan jaringan listrik dan alat-alat elektronik seperti radio dan
televisi.
B. Saran
Kita harus banyak belajar lewat kesederhanaan, kebersahajaan dan
solidaritas sosial warga Kampung Dukuh. Di tengah-tengah kehidupan
11
yang sangat hedonis, memudarnya apresiasi terhadap nilai-nilai tradisi
sosial yang semakin menggejala, dan persaingan hidup yang kadang
melunturkan nilai kemanusiaan kita. Begitu banyak hal yang bisa diambil
dari kehidupan masyarakat Kampung Dukuh. Mulai dari hubungan
kemasyarakatan, interaksi dengan alam, hingga pegangan bijak dari adat
masyarakat Kampung Dukuh. Semua itu tercermin dari budi yang luhur
sebuah masyarakat sunda yang masih memegang teguh budayanya. Kita
sudah sepatutnya mensyukuri keaneka ragaman budaya yang ada di
nusantara. Selayaknya kita menghargai dan menjaga apa yang menjadi
pegangan adat masyarakat kampung Dukuh.
Kampung Dukuh dapat di jadikan aset wisata di Jawa Barat yang
berhubungan dengan Budaya. Adat istiadat kampung Dukuh harus
dihargai pemerintah, agar dipandang oleh dunia, karena jarang kampung-
kampung di Indonesia yang masih menjaga keutuhan dari budaya yang di
turunkan oleh leluhurnya.
12
DAFTAR PUSTAKA
http://lanlanrisdiana.blogspot.com/2013/03/makalah-kampung-dukuh-garut.html
13