Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KAMPUNG DUKUH GARUT


Makalah ini untuk menyelesaikan salah satu tugas mata Pelajaran Bahasa Sunda

Guru Mata Pelajaran : Cecep Rahman, S.S

Disusun Oleh:

Anggota:

SMK KHZ MUSTHAFA SUKAMANAH


SUKARAPIH SUKARAME
TASIKMALAYA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul:
Kampung Dukuh Garut.

Berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini kami menyampaikan
rasa hormat dan terimakasih kepada Bapak Cecep Rahman, S.S Guru Pelajran
Bahasa Sunda di SMA KHZ Musthafa yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan.

Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian kami
telah berusaha dengan segala kemampuan yang kami miliki sehingga dapat selesai
dengan baik. Oleh karena itu dengan rendah hati dan tangan terbuka kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Sukamanah, 13 Agustus 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
A. Sejarah Kampung Adat Dukuh..................................................................3
B. Adat Istiadat yang Masih Berlaku dan Sudah Tidak Berlaku...................6
C. Sistem Organisasi Sosial Masyarakat Kampung Adat Dukuh..................8
D. Sistem perkawinan....................................................................................9
E. Sistem Waris..............................................................................................9
F. Pantangan yang Berlaku di Masyarakat Kampung Dukuh.......................9
BAB III..................................................................................................................11
PENUTUP.............................................................................................................11
A. Kesimpulan..............................................................................................11
B. Saran........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara besar yang membentang dari Sabang sampai


Merauke yang memiliki beribu-ribu pulau, keanekaragam kekayaan, menjadikan
masyarakat Indonesia yang hidup di berbagai pulau itu mempunyai ciri dan
coraknya masing-masing perbedaan ciri dan corak ini tidak hanya terjadi
antarpulau juga antardaerah. Di Indonesia ada kurang lebih 60 tempat kampung
adat, di jawa sendiri ada kampung naga, baduy, warga kaum samin (blora), suku
tengger  (bormo) dan ada di wilayah kuningan.

Kampung adat dukuh sangat unik, dan masih memegang budaya lokal yg
sangat kental. Sebenarnya ada beberapa kampung adat di wilayah Kabupaten
Garut. Satu di antaranya dan yang paling besar adalah Kampung Dukuh. Seperti
di kampung-kampung adat lain, masyarakat di Kampung Dukuh sangat teguh
memegang adat dan tradisi leluhurnya. Di kampung ini, penghuninya hidup jauh
dari kemewahan dan menerapkan pola hidup sederhana seperti diwariskan oleh
leluhurnya dari generasi ke generasi. Oleh karena itu jangan aneh jika di kampung
ini tidak ditemukan jaringan listrik dan alat-alat elektronik seperti radio dan
televisi.

Kampung Dukuh merupakan desa dengan suasana alam dan tradisi.


Masyarakat Kampung Dukuh mempunyai pandangan hidup yang berdasarkan
Mazhab Imam Syafii. Landasan budaya tersebut berpengaruh pada bentukan fisik

1
desa tersebut serta adat istiadat masyarakat. Masyarakat Kampung Dukuh sangat
menjunjung keharmonisan dan keselarasan hidup bermasyarakat. Bentuk
bangunan di Kampung Dukuh  tidak menggunakan dinding dari tembok dan atap
dan genteng serta jendela kaca. Hal ini menjadi salah satu aturan yang
dilatarbelakangi alasan bahwa hal yang berbau kemewahan akan mengakibatkan
suasana hidup bermasyarakat menjadi tidak harmonis. Di kampung ini tidak
diperkenankan adanya listrik dan barang-barang elektronik lainnya yang
dipercaya selain mendatangkan manfaat juga mendatangkan kemudaratan yang
tinggi pula. Alat makan yang dianjurkan terbuat dari pepohonan seperti layaknya
bangunan, misalnya bambu batok kelapa dan kayu lainnya. Material tersebut
dipercaya lebih memberikan manfaat ekonomis dan kesehatan karena- bahan
tersebut tidak mudah hancur atau pecah dan dapat menyerap kotoran.

Dengan keunikan yang dimiliki masyarakat kampung adat dukuh setelah


melakukan observasi langsung tergerak hati untuk mengambil judul ”Memahami
Keberadaan Masyarakat Kampung Dukuh sebagai Masyarakat Hukum Adat Di
Tengah Masyarakat Global”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah masyarakat Kampung Dukuh?
2. Bagaimana sistem kebudayaan yang berlaku di mkasyarakat kampung
dukuh?
3. Bagaimana sistem kepercayaan yang berlaku di masyarakat kampung
dukuh?

C. Tujuan Penelitian
1. Sejarah masyarakat kampung dukuh;
2. Sistem kebudayaan yang berlaku di mkasyarakat kampung dukuh;
3. Sistem kepercayaan yang berlaku di masyarakat kampung dukuh.

  

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Kampung Adat Dukuh
Dalam kisah tradisi yang dipercayai masyarakat setempat bahwa yang
berjasa sebagai pendiri Kampung Dukuh adalah Syekh Abdul Jalil.  Menurut
cerita pada abad ke-17, Rangga Gempol II yang saat itu menjadi Bupati
Sumedang yang berada di bawah kekuasaan Mataram, menghadap penguasa
Mataram dan mohon agar menunjuk seorang hakim/penghulu/kepala agama
pengganti yang telah meninggal. Sultan mengatakan bahwa penghulu pengganti
tidak usah dicari jauh-jauh karena orang tersebut ada di pedesaan Pasundan.
Rangga Gempol II kemudian mencari orang yang dimaksud dan akhirnya bertemu
dengan Syekh Abdul Jalil, pemimpin sebuah pesantren yang mempunyai murid-
murid cukup banyak.

Syekh Abdul Jalil bersedia menjadi hakim/penghulu/kepala agama dengan


syarat entong ngarempak syara yang artinya jangan melanggar syara
(hukum/ajaran Islam) seperti membunuh, merampok, mencuri, perzinahan dan
sebagianya, dan apabila syarat tersebut tidak diindahkan, maka jabatan sebagai
penghulu akan segera diletakkan. Dua belas tahun sejak pengangkatan menjadi
penghulu dan selama itu aturan-aturan agama tidak ada yang melanggar. Akan
tetapi ketika Syekh Abdul Jalil berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah
haji, Sumedang kedatangan utusan Banten yang meminta agar Sumedang tidak
tunduk dan memberi upeti ke Mataram, tetapi tunduk ke Banten dan bersama-
sama memerangi Mataram. Rangga Gempol II marah dan utusan Banten Jagasatru
malah dibunuh atas perintahnya, mayat itu dibuang ke hutan agar tidak diketahui
oleh Banten dan Syekh Abdul Jalil.

Walau bagaimanapun kuatnya menutupi rahasia, akhirnya peristiwa


pembunuhan itu diketahui Syekh Abdul Jalil sekembali dari Mekah, dari
informasi temannya Ki Suta. Kemudian Ia langsung meletakkan jabatan sebagai
penghulu Sumedang sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Walaupun Rangga
Gempol II mohon maaf dan berjanji tidak akan pernah melakukan pelanggaran
syara lagi, Syekh Abdul Jalil tetap dengan pendiriannya untuk meninggalkan
jabatan itu. Sebelum meninggalkan Sumedang, ia sempat berkata” sebentar lagi

3
Sumedang akan diserang oleh Banten”. Ternyata perkataanya terbukti. Pada Hari
Jum’at bertepatan dengan Hari Raya idul Fitri, Sumedang diserang oleh Banten
yang dipimpin oleh Cilikwidara dan Sumedang mengalami kehancuran.

Syekh Abdul Jalil kemudian pergi ngalanglang buana (mengelilingi dunia


atau berpindah-pindah dari satu temapt ke tempat lainnya) mencari tempat
bermukim yang dirasa cocok untuk dijadikan tempat menyebarkan ilmu dan
agamanya. Di setiap tempat yang disinggahinya Ia selalu bertafakur, memohon
petnjuk Allah untuk mendapatkan tempat yang cocok dan tenang dalam beribadah
dan menjalankan atau mengajarkan agamanya. Pada tanggal 12 Maulud Bulan
Alif (tidak ada keterangan yang pasti mengenai tahun yang tepat) ketika selesai
tafakur di Tonjong, Ia mendapat petunjuk di langit berupa sinar sagede galuguran
kawung atau sebesar pohon aren. Sinar tersebut bergerak menuju suatu arah
tertentu, yang kemudian diikuti oleh Syek Abdul Jalil, dan berhenti di suatu
daerah di antara Sungai Cimangke dan Cipasarangan. Daerah tersebut ternyata
telah dihuni oleh suami istri yang bernama Aki (kakek) dan Nini (nenek)
Candradiwangsa. Syeckh Abdul Jalil bermukim di tempat tersebut dan dipercayai
oleh masyarakat setempat sebagai cikal bakal Kampung Dukuh. Diperkirakan,
Syekh Abdul Jalil mulai menempati Kampung Dukuh pada tahun 1685. Menurut
buku Babad Pasundan (diterbitkan 1960), penyerangan Cilikwidara (Banten) ke
Sumedang terjadi pada tahun 1678. Sedangkan pengembaraan Syekh Abdul Jalil
yang tercatat dalam buku yang disimpan kuncen memakan waktu ± 7 tahun. 

Menurut cerita nama dukuh diambil dari bahasa Sunda yang berarti tukuh
(kukuh, patuh, teguh), dalam mempertahankan apa yang yang menjadi miliknya,
atau taat dan sangat patuh menjalankan tradisi warisan nenek moyangnya.
Menurut penuturan (2006) Lukmanul Hakim, Juru Kunci (Kuncen) Kampung
Dukuh istilah dukuh berasal dari padukuhan atau dukuh = calik = duduk. Jadi
padukuhan sama dengan pacalikan atau tempat bermukim. Menurut mantan Lurah
Cijambe, yaitu Uung Supriyadin, nama Dukuh dikenal kira-kira pada tahun 1901
yaitu pada waktu berdirinya Desa Cijambe. Sebelum tahun 1901 tidak dapat
keterangan apa nama kampung tersebut.

4
Sejak berdiri sampai sekarang, Kampung Dukuh sudah mengalami dua
kali dibumihanguskan. Peristiwa pertama pada tahun 1949 yaitu pada masa agresi
Belanda yang ke-2, perkampungan dibakar sendiri oleh penduduk karena takut
jatuh ke tangan penjajah. Kedua, pada masa terjadinya pembrontakan DI/TII
dengan dalangnya Kartosuwiryo. Pembakaran dilakukan oleh pemerintah karena
Kampung Dukuh yang tanahnya subur dikhawatirkan akan dijadikan basisi oleh
pasukan DI/TII. Kemudian baru-baru ini terjadi peristiwa kebakaran pada tahun
2006 yang menyebabkan hampir semua bangunan rumah habis terbakar. Berkat
swadaya masyarakat dan bantuan pemerintah dibangun kembali Kampung Dukuh
dengan tradisi yang tetap melekat kuat dalam proses pembangunan perkampungan
tersebut.

Kampung Dukuh merupakan kesatuan pemukiman yang mengelompk,


terdiri atas beberapa puluh rumah yang berjajar pada kemiringan tanah yang
bertingkat. Pada tiap tingkatan terdapat sederetan rumah yang membujur dari arah
barat ke timur. Letak antar rumah hampir berdempetan, sehingga jalan kampung
terletak di sela-sela rumah penduduk berupa jalan setapak. Kampung Dukuh
terdiri atas dua daerah pemukiman yaitu Dukuh Luar (Dukuh Landeuh = bawah)
dan Dukuh Dalam (Dukuh Tonggoh = atas). Selain Dukuh Luar dan Dukuh
Dalam, terdapat wilayah lain yang bernama Tanah Karomah (tanah keramat). Di
dalam wilayah Tanah Karomah terdapat Makam Karomah (makam keramat). Di
antara ketiga wilayah ini dibatasi oleh pagar tanaman. 

Dukuh Dalam terdiri atas 42 rumah, dengan bentuk, arah membujur dan
bahan bangunan yang sama. Jumlah ini tetap, karena tidak ada lagi tanah kosong
yang bisa dijadikan tempat berdirinya sebuah rumah. Terdapat peraturan-
peraturan yang mengikat penduduknya berupa peraturan tidak tertulis atau bersifat
tabu, misalnya tidak boleh menjulurkan kaki ke arah makam keramat yang ada di
sebelah utara kampung, tidak boleh makan sambil berdiri, tidak boleh
menggunakan barang-barang elektronik dan tidak boleh membuat rumah lebih
bagus dari pada tetangganya. 

Dukuh luar merupakan bagian dari kampug yang berada di luar batas
taneuh karomah. Segala peraturan tidak berlaku dengan ketat. Bahkan dalam

5
perkembangan sekarang sudah banyak dijumpai bangunan-bangunan yang
memakai bahan-bahan yang di Dukuh Dalam tabu untuk dipakai, misalnya
genteng, kaca, papan. Walaupun demikian arah rumah-rumah masih tetap dari
timur ke barat dan pintu rumah tidak menghadap ke makam keramat.

B. Adat Istiadat yang Masih Berlaku dan Sudah Tidak Berlaku


Sesuai dengan perkembangan zaman kebudayaan di masyarakat Kampung
Adat dukuh ada yang masih berlaku dan ada juga yang sudah tidak berlaku.
Begitu banyak kebudayaan masih berlaku di masyarakat Kampung Dukuh Garut.

Mereka juga melaksanakan upacara "Moros", sebagai wujud masyarakat


adat untuk memberikan hasil pertanian kepada pemerintahan setempat.

Ciri khas lainnya hingga kini sama sekali tidak terpengaruh oleh kemajuan
jaman, bahkan nyaris tidak mengenal perkembangan IPTEK.

Kawasan Kampung Dukuh seluas 10 ha tediri 7 ha Wilayah Kampung


Dukuh Luar, 1 ha Kampung Dukuh Dalam serta sisanya merupakan lahan kosong
atau lahan produksi, terdapat pula areal yang dikenal wilayah "Karomah". sebagai
lokasi makam "SyekhAbdul Jalil".

Di kampung "Dukuh Dalam" hanya terdapat 42 rumah dan bangunan


Mesjid, dihuni 40 Kepala Keluarga (KK) atau 172 orang, sedangkan Kampung
"Dukuh Luar" dihuni 70 KK, dengan mata pencaharian utamanya bertani,
beternak ayam, bebek, kambing, domba, kerbau serta memelihara ikan dan usaha
penggilingan padi.

Pola budaya aspek non fisiknya berupa ritual budaya antara lain
"ngahaturan tuang" (menawari makan), merupakan adab masyarakat kepada
pengunjung dari luar. Jika memiliki keinginan tertentu seperti kelancaran usaha,
perkawinan, jodoh, mereka memberi garam, kelapa, telur ayam, kambing atau
lainnya sesuai kemampuan.

Kemudian "nyanggakeun" (menyerahkan),  kegiatan penyerahan sebagian


hasil pertanian kepada "Kuncen" (juru kunci) untuk diberkahi, dan masyarakat-
pun tidak dirbolehkan memakan hasil panennya sebelum melakukan kegiatan
Nyanggakeun.

6
Selanjutnya "tilu waktos" (tiga waktu), sebagai ritual yang dilakukan
Kuncen yakni dengan membawa makanan ke dalam "bumi alit atau bumi lebet"
(rumah kecil atau rumah dalam) untuk "tawasul",  Kuncen membawa sebagian
makanan ke Bumi Allit lalu berdoa, yang biasanya dilakukan pada 1 Syawal, 10
Rayagung, 12 Maulud, 10 Muharam.

"Manuja", yakni penyerahan bahan makanan hasil bumi kepada Kuncen


untuk diberkati pada lebaran Idul Fitri dan Idul Adha sebagai bentuk perayaan.

"Moros",  merupakan kebiasaan untuk menyerahkan hasil-hasil bumi yang


dimiliki kepada aparat pemerintah seperti lurah dan camat.

Cebor Opat Puluh, adalah mandi dengan empat puluh kali siraman air dari
pancuran yang dicampur dengan air khusus namun telah diberi doa-doa pada
jamban umum.

Jaroh, merupakan bentuk kegiatan berziarah ke makam Syekh Abdul Jalil,


tapi sebelumnya harus melakukan mandi cebor opat puluh dan mengambil air
wudhu serta menanggalkan semua perhiasan serta menggunakan pakaian yang
tidak bercorak.

Shawalatan, dilakukan pada hari Jumat di rumah kuncen, berupa


Shalawatan Karmilah sejumlah 4.444 kali yang dihitung dengan menggunakan
batu.

Sebelasan dilakukan setiap tanggal 11 dalam perhitungan bulan Islam


dengan membaca Marekah, Terbang Gembrung merupakan kegiatan yang
dilakukan pada tanggal 12 Maulud yang dilakukan para orang tua Kampung
Dukuh.

Terbang Sejak, merupakan suatu pertunjukan pada saat perayaan seperti


khitanan dan pernikahan, yakni sebagai pertunjukkan pertunjukan debus.

Maka terdapat hari-hari penting dan hari besar di Kampung Dukuh antara
lain, 10 Muharam, 12 Maulud, 27 Rajab, 1 Syawal Idul Fitri serta pada setiap 10
Rayagung, dengan hari pentingnya Sabtu (Pelaksanaan Ziarah), Rebo Welasan
(Hari terakhir bulan Sapar).

7
Seluruh sumber air yang digunakan masyarakat diberi "jimat"
(keampuhan) sebagai penolak bala, dan biasanya diwajibkan untuk digunakan
mandi, bahkan pada 14 Maulud dipercaya sebagai hari paling baik untuk menguji
dan mencari ilmu kepada para guru dengan melakukan cebor opat puluh, juga
terdapat tradisi 30 Bewah sebagai persiapan menjelang melaksanakan ibadah
puasa Ramadhan, kata Yayan.

Di sam ping itu ada juga kebudayaan yang sudah tidak berlaku lagi di
masyarakat Kampung Adat Dukuh, yakni: Dulu tata krama ketika akan masuk ke
kampung Adat Dukuh tidak boleh memakai sandal dan ketika hujan tidak boleh
memakai paying tetapi untuk sekarang ini hal tersebut sudah tidak berlaku lagi.
Entah apa alasannya tetapi hal ini tidak lepas dari perkembangan zaman.

C. Sistem Organisasi Sosial Masyarakat Kampung Adat Dukuh


Masyarakat Kampung Adat Dukuh memiliki sistem kemasyarakatan yang
sudah tertata dengan baik dan berjalan sejak ratusan tahun yang lalu. Hal ini
terbukti dengan berjalannya sistem organisasi sosial yang ada di masyarakat
Kampung Adat Dukuh dan tidak pernah berubah dari masa ke masa dan masih
berjalan samppai saat ini dan akan datang. Sistem organisasi sosial yang mereka
gunakan menganut sistem kokolotan yang berasaskan pada ajaran islam selain
berpola budaya berlandaskan religi yang sangat kuat, juga berpandangan hidup
berlandas pada sufisme dengan berpedoman pada Mazhab Imam Syafii.

Sistem kokolotan dimaksud adalah suatu sistem organisasi sosial yang


menghargai dan menghormati para kasepuhan atau kokolot dan karuhun atau
nenekmoyang mereka menitipkan atau mengamanatkan kepada anak cucunya di
Kampung Adat Dukuh agar tetap menjalankan ajaran yang telah diwariskan
kepadanya.

Untuk menjalankan roda organisasi kemasyarakatan tersebut mereka


berpedoman pada ajaran agama islam dengan madzhab Imam Syafi’i. Sehingga
landasan budaya tersebut, berpengaruh pada bentukan fisik pedesaan dan adat
istiadat masyarakatnya, yang sangat menjunjung keharmonisan serta keselarasan
hidup bermasyarakat.

8
Masyarakatnya homogen dan hidup terpencil dari keramaian kota dan
perkampungan lain. Menurut tradisi yang hidup sampai sekarang, masyarakat adat
Kampung Dukuh sangat mematuhi kasauran karuhun (nasehat leluhur). Nasehat
ini menganjurkan hidup sederhana, sopan santun, tidak berlebihan dan tidak
mengejar kesenangan duniawi, serta tetap memegang prinsip kebersamaan. Selain
itu, ada adat tabu (larangan) yang tetap dipegang sehingga pola kampung dan
kebiasaan-kebiasaan sehari-hari tetap terjaga. Kemudian peranan kuncen sebagai
pemimpin non formal dianggap sebagai pelindung adat istiadat yang
kewibawaannya sangat berpengaruh.

D. Sistem perkawinan
Sistem perkawinan masyarakat Kampung Adat Dukuh menganut sistem
perkawinan bebas yang sesuai dengan ajaran islam. Aturan di kampung dukuh
memperbolehkan masyarakatnya untuk menikah dengan siapa aja yang
dicintainya asalkan tidak bertentangan dengan ajaran islam. Warga Kampung
dukuh bisa menikah dengan warga di luar kampung dukuh begitu juga sebaliknya.

E. Sistem Waris
Selain sistem perkawinan sistem pembagian waris pun di sesuaikan
dengan ajaran islam. Di mana laki-laki disebut “nanggung” sedangkan perempuan
disebut “ngais” artinya bagian waris untuk anak laki-laki dua kali lipat dari anak
perempuan. Pada intinya pembagian waris di Masyarakat Kampung Dukuh
menganut dua hukum dalam pembagian waris

1.   Hukum Adil

Artinya orang tua membagi warisannya secara adil sesuai kodratnya yang tertulis
di dalam alquran yakni anak laki-laki mendapat warisan dua kali lipat dari anak
perempuan dan anak perempuan mendapat bagian setengahnya dari anak laki-laki
(2:1).

2.   Hukum Biridho

Artinya orang tua membagi rata harta warisannya untuk anak-anaknya tanpa
melihat perbedaan kelamin sehingga anak laki-laki dan anak perempuan mendapat

9
bagian yang sama. Di sini anak laki-laki harus ikhlas (ridho) agar warisan
bagiannya disamaratakan dengan saudara perempuannya.

F. Pantangan yang Berlaku di Masyarakat Kampung Dukuh


Sesuai dengan pola pikir masyarakat Indonesia yang salah satunya adalah Relegio
Magis  yang di dalamnya terdapat pantangan. Begitu juga di masyarakat
Kampung Adat Dukuh yang memiliki banyak pantangan yang tidak boleh
dilanggar oleh masyarakatnya, diantaranya:

Tidak makan dengan tangan kanan dan kiri seperti halnya orang-orang kaya pada
zaman sekarang;

tidak boleh makan sambil berdiri apalgi sambil berjalan;

Diam atau duduk di pintu;

Kaki tidak boleh membujur ke utara karena terdapat makam keramat ”Syeh Abdul
Jalil” yang merupakan pendiri Kampung Adat Dukuh;

Kencing dan buang hajat harus menghadap ke barat;

Rumah-rumah tidak boleh mengahadap ke utara;

Tidak diperkenankan pula adanya prasarana listrik dan pemasangan televisi serta
radio, yang mereka yakini selain mendatangkan manfaat yang banyak, juga bisa
mendatangkan banyak kemudaratan;

Ketika ziarah ke makam Syeh Abdul Jalil harus memakai baju khusus yang telah
disediakan yang berbentuk ”gamis” dengan warna putih polos;

PNS tidak boleh zaiarah ke makam Syeh Abdul Jalil;

Terhadap wali yang meninggal tidak boleh menyebut ”maot” tetapi ”ngalih
tempat”;

  

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam kisah tradisi yang dipercayai masyarakat setempat bahwa yang
berjasa sebagai pendiri Kampung Dukuh adalah Syekh Abdul Jalil.  Menurut
cerita pada abad ke-17, Rangga Gempol II yang saat itu menjadi Bupati
Sumedang yang berada di bawah kekuasaan Mataram, menghadap penguasa
Mataram dan mohon agar menunjuk seorang hakim/penghulu/kepala agama
pengganti yang telah meninggal. Sultan mengatakan bahwa penghulu pengganti
tidak usah dicari jauh-jauh karena orang tersebut ada di pedesaan Pasundan.
Rangga Gempol II kemudian mencari orang yang dimaksud dan akhirnya bertemu
dengan Syekh Abdul Jalil, pemimpin sebuah pesantren yang mempunyai murid-
murid cukup banyak.

tengger  (bormo) dan ada di wilayah kuningan.

Kampung adat dukuh sangat unik, dan masih memegang budaya lokal yg
sangat kental. Sebenarnya ada beberapa kampung adat di wilayah Kabupaten
Garut. Satu di antaranya dan yang paling besar adalah Kampung Dukuh. Seperti
di kampung-kampung adat lain, masyarakat di Kampung Dukuh sangat teguh
memegang adat dan tradisi leluhurnya. Di kampung ini, penghuninya hidup jauh
dari kemewahan dan menerapkan pola hidup sederhana seperti diwariskan oleh
leluhurnya dari generasi ke generasi. Oleh karena itu jangan aneh jika di kampung
ini tidak ditemukan jaringan listrik dan alat-alat elektronik seperti radio dan
televisi.

B. Saran
 Kita harus banyak belajar lewat kesederhanaan, kebersahajaan dan
solidaritas sosial warga Kampung Dukuh. Di tengah-tengah kehidupan

11
yang sangat hedonis, memudarnya apresiasi terhadap nilai-nilai tradisi
sosial yang semakin menggejala, dan persaingan hidup yang kadang
melunturkan nilai kemanusiaan kita. Begitu banyak hal yang bisa diambil
dari kehidupan masyarakat Kampung Dukuh. Mulai dari hubungan
kemasyarakatan, interaksi dengan alam, hingga pegangan bijak dari adat
masyarakat Kampung Dukuh. Semua itu tercermin dari budi yang luhur
sebuah masyarakat sunda yang masih memegang teguh budayanya. Kita
sudah sepatutnya mensyukuri keaneka ragaman budaya yang ada di
nusantara. Selayaknya kita menghargai dan menjaga apa yang menjadi
pegangan adat masyarakat kampung Dukuh.
 Kampung Dukuh dapat di jadikan aset wisata di Jawa Barat yang
berhubungan dengan Budaya. Adat istiadat kampung Dukuh harus
dihargai pemerintah, agar dipandang oleh dunia, karena jarang kampung-
kampung di Indonesia yang masih menjaga keutuhan dari budaya yang di
turunkan oleh leluhurnya.

12
DAFTAR PUSTAKA
http://lanlanrisdiana.blogspot.com/2013/03/makalah-kampung-dukuh-garut.html

13

Anda mungkin juga menyukai