Anda di halaman 1dari 22

KAMPUNG DUKUH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Sejarah Sastra Budaya
Sunda Dosen Pengampu: Dr. Usman Supendi, M.Pd.

Oleh:

Ika Rapika Anjani 1145010062


Jawad Mughofar KH 1145010071

JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrohiim,
Puji syukur Kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk, rahmat,
dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas ini tanpa ada halangan
apapun sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.
Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas terstruktur pada mata
kuliah Sejarah Sastra Budaya Sunda. Penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat penyusun harapkan.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan
umumnya bagi para pembaca. Aamiin.

Bandung, 21 November 2016

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Kampung Dukuh ............................................................... 3


B. Geografis Wilayah Kampung Dukuh ............................................. 5
C. Adat Istiadat dan Kebudayaan Kampung Dukuh ........................... 8

BAB III PENUTUP

A. Simpulan ........................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara besar yang membentang dari Sabang
sampai Merauke yang memiliki beribu-ribu pulau, keanekaragam
kekayaan, menjadikan masyarakat Indonesia yang hidup di berbagai pulau
itu mempunyai ciri dan coraknya masing-masing perbedaan ciri dan corak
ini tidak hanya terjadi antarpulau juga antardaerah. Di Indonesia ada
kurang lebih 60 tempat kampung adat, di Jawa Barat sendiri terdapat
Kampung Naga, Baduy, Ciptagelar, Pulo, Dukuh dll
Dalam makalah ini, penulis akan membahasa salah satu kampung
adat di Jawa Barat yaitu, Kampung Dukuh. Kampung Dukuh sangat unik,
dan masih memegang budaya lokal yg sangat kental. Seperti di kampung-
kampung adat lain, masyarakat di Kampung Dukuh sangat teguh
memegang adat dan tradisi leluhurnya. Di kampung ini, penghuninya
hidup jauh dari kemewahan dan menerapkan pola hidup sederhana seperti
diwariskan oleh leluhurnya dari generasi ke generasi. Oleh karena tidak di
sangsikan lagi, jika di kampung ini tidak ditemukan jaringan listrik dan
alat-alat elektronik seperti radio dan televisi.
Kampung Dukuh merupakan sebuah desa dengan suasana alam dan
tradisi yang begitu khas. Masyarakat Kampung Dukuh mempunyai
pandangan hidup yang berdasarkan Mazhab Imam Syafii. Landasan
budaya tersebut berpengaruh pada bentukan fisik desa tersebut serta adat
istiadat masyarakat setempat. Penjelasan lebih lanjut mengenai Kampung
Dukuh akan dijelaskan dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat
dibuat perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Sejarah Kampung Dukuh?

1
2. Seperti apa geografis wilayah Kampung Dukuh?
3. Seperti apa Adat Istiadat dan Kebudayaan Kampung Dukuh?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan diatas, tujuan penyusunan makalah ini
adalah untuk:
1. Mengetahui bagaimana Sejarah Kampung Dukuh
2. Mengetahui seperti apa geografis wilayah Kampung Dukuh
3. Mengetahui seperti apa Adat Istiadat dan Kebudayaan Kampung
Dukuh

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Kampung Dukuh


Dalam kisah tradisi yang dipercayai masyarakat setempat bahwa
yang berjasa sebagai pendiri Kampung Dukuh adalah Syekh Abdul
Jalil. Menurut cerita pada abad ke-17, Rangga Gempol II yang saat itu
menjadi Bupati Sumedang yang berada di bawah kekuasaan Mataram,
menghadap penguasa Mataram dan mohon agar menunjuk seorang
hakim/penghulu/kepala agama pengganti yang telah meninggal. Sultan
mengatakan bahwa penghulu pengganti tidak usah dicari jauh-jauh karena
orang tersebut ada di pedesaan Pasundan. Rangga Gempol II kemudian
mencari orang yang dimaksud dan akhirnya bertemu dengan Syekh Abdul
Jalil, pemimpin sebuah pesantren yang mempunyai murid-murid cukup
banyak.
Syekh Abdul Jalil bersedia menjadi hakim/penghulu/kepala agama
dengan syarat ”entong ngarempak syara” yang artinya jangan melanggar
syara (hukum/ajaran Islam) seperti membunuh, merampok, mencuri,
perzinahan dan sebagianya, dan apabila syarat tersebut tidak diindahkan,
maka jabatan sebagai penghulu akan segera diletakkan. Dua belas tahun
sejak pengangkatan menjadi penghulu dan selama itu aturan-aturan agama
tidak ada yang melanggar. Akan tetapi ketika Syekh Abdul Jalil berangkat
ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji, Sumedang kedatangan utusan
Banten yang meminta agar Sumedang tidak tunduk dan memberi upeti ke
Mataram, tetapi tunduk ke Banten dan bersama-sama memerangi
Mataram. Rangga Gempol II marah dan utusan Banten Jagasatru malah
dibunuh atas perintahnya, mayat itu dibuang ke hutan agar tidak diketahui
oleh Banten dan Syekh Abdul Jalil.
Walau bagaimanapun kuatnya menutupi rahasia, akhirnya
peristiwa pembunuhan itu diketahui Syekh Abdul Jalil sekembali dari
Mekah, dari informasi temannya Ki Suta. Kemudian Ia langsung

3
4

meletakkan jabatan sebagai penghulu Sumedang sesuai dengan perjanjian


sebelumnya. Walaupun Rangga Gempol II mohon maaf dan berjanji tidak
akan pernah melakukan pelanggaran syara lagi, Syekh Abdul Jalil tetap
dengan pendiriannya untuk meninggalkan jabatan itu. Sebelum
meninggalkan Sumedang, ia sempat berkata” sebentar lagi Sumedang akan
diserang oleh Banten”. Ternyata perkataanya terbukti. Pada Hari Jum’at
bertepatan dengan Hari Raya idul Fitri, Sumedang diserang oleh Banten
yang dipimpin oleh Cilikwidara dan Sumedang mengalami kehancuran.
Syekh Abdul Jalil kemudian pergi ngalanglang buana
(mengelilingi dunia atau berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat
lainnya) mencari tempat bermukim yang dirasa cocok untuk dijadikan
tempat menyebarkan ilmu dan agamanya. Di setiap tempat yang
disinggahinya Ia selalu bertafakur, memohon petnjuk Allah untuk
mendapatkan tempat yang cocok dan tenang dalam beribadah dan
menjalankan atau mengajarkan agamanya. Pada tanggal 12 Maulud Bulan
Alif (tidak ada keterangan yang pasti mengenai tahun yang tepat) ketika
selesai tafakur di Tonjong, Ia mendapat petunjuk di langit berupa sinar
sagede galuguran kawung atau sebesar pohon aren. Sinar tersebut
bergerak menuju suatu arah tertentu, yang kemudian diikuti oleh Syek
Abdul Jalil, dan berhenti di suatu daerah di antara Sungai Cimangke dan
Cipasarangan.
Daerah tersebut ternyata telah dihuni oleh suami istri yang
bernama Aki (kakek) dan Nini (nenek) Candradiwangsa. Syeckh Abdul
Jalil bermukim di tempat tersebut dan dipercayai oleh masyarakat
setempat sebagai cikal bakal Kampung Dukuh. Diperkirakan, Syekh
Abdul Jalil mulai menempati Kampung Dukuh pada tahun 1685. Menurut
buku Babad Pasundan (diterbitkan 1960), penyerangan Cilikwidara
(Banten) ke Sumedang terjadi pada tahun 1678. Sedangkan pengembaraan
Syekh Abdul Jalil yang tercatat dalam buku yang disimpan kuncen
memakan waktu ± 7 tahun.
5

Menurut cerita nama dukuh diambil dari bahasa Sunda yang


berarti tukuh (kukuh, patuh, teguh), dalam mempertahankan apa yang
yang menjadi miliknya, atau taat dan sangat patuh menjalankan tradisi
warisan nenek moyangnya. Menurut penuturan Lukmanul Hakim, Juru
Kunci (Kuncen) Kampung Dukuh istilah dukuh berasal dari padukuhan
atau dukuh = calik = duduk. Jadi padukuhan sama dengan pacalikan atau
tempat bermukim. Menurut mantan Lurah Cijambe, yaitu Uung
Supriyadin, nama Dukuh dikenal kira-kira pada tahun 1901 yaitu pada
waktu berdirinya Desa Cijambe. Sebelum tahun 1901 tidak dapat
keterangan apa nama kampung tersebut.
Sejak berdiri sampai sekarang, Kampung Dukuh sudah mengalami
dua kali dibumihanguskan. Peristiwa pertama pada tahun 1949 yaitu pada
masa agresi Belanda yang ke-2, perkampungan dibakar sendiri oleh
penduduk karena takut jatuh ke tangan penjajah. Kedua, pada masa
terjadinya pembrontakan DI/TII dengan dalangnya Kartosuwiryo.
Pembakaran dilakukan oleh pemerintah karena Kampung Dukuh yang
tanahnya subur dikhawatirkan akan dijadikan basisi oleh pasukan DI/TII.
Kemudian baru-baru ini terjadi peristiwa kebakaran pada tahun 2006 yang
menyebabkan hampir semua bangunan rumah habis terbakar. Berkat
swadaya masyarakat dan bantuan pemerintah dibangun kembali Kampung
Dukuh dengan tradisi yang tetap melekat kuat dalam proses pembangunan
perkampungan tersebut.

B. Geografis Wilayah Kampung Dukuh


Luas Geografis keseluruhan Kampung Dukuh seluas 10 hektar
yang tediri dari 7 hektar bagian dari Kampung Dukuh Luar, 1 hektar
bagian dari Kampung Dukuh Dalam dan sisanya merupakan lahan kosong
atau lahan produksi. Di dalam Kampung Dukuh juga terdapat area yang
disebut dengan wilayah Karomah yang merupakan tempat dimana Makam
Syekh Abdul Jalil. Di dalam kawasan Kampung Dukuh terdapat 42 rumah
6

dan bangunan Mesjid. Dengan 40 Kepala keluarga serta jumlah penduduk


172 orang untuk Kampung.
Adapun yang menjadi letak perbatasan Kampung Dukuh ini yaitu
sebelah selatan berbatasan langsung dengan kampung Cibalagung, sebelah
barat berbatasan dengan kampung Baru Jaya, sebelah timur berbatasan
dengan kampung Sukadana dan sebelah utara berbatasan dengan kampung
Tipar.
Jarak kampung Dukuh dari Desa Ciroyom lebih dari 1,5 km,
sedangkan dari pusat kota kurang lebih 112 km. Ditempuh bisa
menggunakan kendaraan pribadi atau umum bisa juga dengan kendaraan
umum sampai Cikelet dilanjutkan dengan ojeg sapai lokasi.
Adapun kendala yang dihadapi oleh masyarakat yaitu jalanan yang
rusak dan tidak rata terus naik ke atas bukit. Tetapi terbayar oelh
keindahan dan kekaguamna dengan pemandangan menuju akmpung
dukuh.
Keadaan masyarakatnya sungguh sangat beraneka ragam yang
terbentuk dari berbagai budaya dan adatnya masing-masing. Mereka
mempunyai karakter yang berbeda meskipun begitu mereka dapat bersatu
dalam mewujudkan kepentingan bersama di salahsatu tempat untuk
berdiskusi menegnai permasalahan- permasalahan yang terjadi.
Keadaan masyarakt disana pada umumnya bersifat kekeluaragaan,
hidup rukun dan adanya interaksi yang kuat antar sesama tetangganya.
Mereka mampu menyesuaikan diri mereka dengan perkembangan zaman
yang menuntut mereka berbenah dalam segala aspek baik dalam
pendidikan, agama, teknologi, sosial, dan politik.
Keadaan tanah di Kampung Dukuh saat ini dalam keadaan subur
dikarenakan mempunyai unsur hara yang bagus dan baik untuk bercocok
tanam. Hal ini telah dibuktikan dengan beberapa hasil tanaman yang
berproduksi dengan baik. Apalagi sekarang sudah memasuki musim hujan
dimana saatnya petani untuk memulai bercocok tanam baik di kebun
maupun di pesawahannya masing-masing.
7

Kampung Dukuh termasuk kedalam wilayah dataran tinggi yang


jauh dari perkotaan. Pemukiman penduduk yang masih alami dan tinggal
di daerah pegunungan yang masih sangat kaya dengan sumber daya alam
yang sangat baik, air yang jernih mengalir dari sumber mata air, udara
yang sangat sejuk, dan pepohonan di sekitar kampung tersebut seakan-
akan menghias keindanhan kampung tersebut.
Di samping itu ada juga kebudayaan yang sudah tidak berlaku lagi
di masyarakat Kampung Dukuh, yakni: Dulu tata krama ketika akan
masuk ke Kampung Dukuh tidak boleh memakai sandal dan ketika hujan
tidak boleh memakai paying tetapi untuk sekarang ini hal tersebut sudah
tidak berlaku lagi. Entah apa alasannya tetapi hal ini tidak lepas dari
perkembangan zaman.
Dalam sistem adat kampung dukuh dikenal pembagian wilayah
kekuasaan berdasarkan fungsi dari wilayah tersebut. Terdapat 4 \bagian
wilayah yang disebut dengann tanah tutupan, titipan, larangan dan tanah
cadangan. Berdasarkan keterangan dari kuncen, berikut ini adalah
penjelasan dari masing-masing wilayah tersebut.
1. Tanah Tutupan, merupakan wilayah hutan yang ada disebelah utara
kampung dukuh. Merupakan wilayah hutan yang ada disekitar bukit.
Hutan ini ditutup darI berbagai usaha penebangan pohon, karena hutan
ini merupakan daerah sumber mata air bagi kampung dukuh.
2. Tanah Titipan, merupakan tanah yang tidak bisa jadi hak kepemilikan,
3. Tanah Cadangan, merupakan wilayah hutan yang berada di berada di
sekitar kampung dukuh yang di disiapkan untuk kebutuhan masyarakat
di masa datang. Direncanakan sebagai tempat tinggalnya generasi
dukuh yang hidup diluar. Disiapkan untuk perkembangan masyarakat
dukuh generasi berikutnya. Akan tetapi saat ini daerah tersebut
dikuasai oleh perhutani.
4. Tanah Larangan, merupakan wilayah kekuasaan yang dimulai dari
pagar kampung sebelah selatan hingga hutan di wilayah Utara yang
diikat oleh berbagai pantangan dan tabu, terdiri dari 3 bagian, yaitu:
8

a. Tanah Larangan Kampong, di wilayah perkampungan


dukuh dalam masyarakat tidak boleh membuat pintu rumah
ke arah Utara. Selain itu tidak boleh menyelonjorkan kaki
ke arah utara juga. Hal ini karena dianggap tidak
menghormati makam syekh abdul jalil yang ada di maqam
arah utara kampong.
b. Tanah Larangan Maqam, maqam berada di sebelah utara
kampong, di dalamnya terdapat maqamnya Syekh Abdul
Jalil, para Habaib, para kuncen, dan masyarakat dukuh
lainnya. Tempat ini adalah titik sucinya kampong dukuh,
oleh karena itu tidak sembarangan orang bisa masuk
kedalam.
c. Tanah Larangan Hutan, merupakan hutan yang melingkupi
wilayah maqom, tidak boleh dirusak, karena menjadi
sumber mata air disekitar maqom.

C. Adat Istiadat dan Kebudayaan Kampung Dukuh


a. Adat Istiadat kampung Dukuh
Pak Luluk bernama asli Lukman. Pria berusia 51 tahun ini
menjabat Kuncen Kampung Dukuh mewakili generasi ke-14. Jabatan
kuncen dalam adat istiadat kampung ini merupakan amanah turun
temurun. Di pundak lelaki yang masih tampak muda inilah segala hal
menyangkut Kampung Dukuh dibebankan. Mulai mengurus makam
leluhur Syeikh Abdul Djalil hingga memimpin rapat-rapat warga, menjadi
tugasnya.
Jabatan kuncen dalam ranah adat Kampung Dukuh berasal dari
seseorang bernama Eyang Dukuh. Di ceritakan bahwa sebagai pendiri
Kampung Dukuh, Syekh Abdul Djalil mempunyai pengawal setia bernama
Eyang Hasan Husen. Hasan Husein ini tiada lain adalah putera kandung
dari Syeikh Abdul Djalil. Nah, untuk tugas-tugas sehari-hari, Eyang
Dukuh kemudian diberi tugas sebagai pelaksananya. Bahkan Syaikh
9

Abdul Djalil telah memberi amanah untuk merawat dan menjaga


makamnya bila ia dan keturunannya meninggal dunia kelak.
Eyang Dukuh ini juga mewarisi amanah untuk meneruskan nilai
dan adat istiadat Kampung Dukuh. Dan setelah Syeikh Abdul Djalil wafat,
Eyang Dukuh-lah yang secara otomatis kemudian menjadi Kuncen
Kampung Dukuh. Istilah kuncen dalam masyarakat Kampung Dukuh
merupakan pemimpin dan pemegang tradisi Kampung Dukuh sebagai
warisan dari ajaran Syeikh Abdul Djalil.
Adapun tugas kuncen antara lain melakukan Munjungan, yakni
membawa makanan ke Bumi Alit (rumah peninggalan Aki dan Nini
Chandra). Kemudian makanan tersebut dibacakan doa supaya mendapat
berkah bagi pribadi kuncen maupun bagi peziarah dan para tamu. Dalam
seminggu, pelaksanaan munjungan dilaksanakan pada hari Sabtu ba’da
Dzuhur. Hari Minggu dilaksanakan pagi, Senin ba’da Dzuhur, Selasa
dilaksanakan pagi, hari Kamis pada Sore, dan Jumat pada pagi hari.
Tugas kuncen lainnya adalah memimpin ziarah pada hari Sabtu,
menjadi imam salat di masjid, serta memimpin acara ritual hari besar
Kampung Dukuh yang jatuh setiap 14 Maulid. Selain itu, juga
menurunkan ilmu kepada masyarakat kampung dan para tamu. Lalu
menjaga dan merawat benda pusaka, memberi doa pada air suci untuk
kepentingan tamu dan berdoa semalam penuh sampai menjelang subuh.
Dan terakhir adalah memimpin musyawarah kampung.
Dalam keseharian, Pak Luluk menghuni rumah adat yang
berukuran lebih besar dari rumah-rumah lainnya. Mengapa lebih besar?
”Sabab di dideu mah sok dipungsikeun kangge sagalana. Mimiti
musawarah, narima tamu, nepi sagala hal. (Sebab di sini suka
dipergunakan sebagai tempat musyawarah, menerima tamu dan semua
urusan),” tutur Pak Luluk kepada penulis.
Dan sebagai kuncen, terang Pak Luluk, tugasnya terbilang tidak
ringan. Selain tugas-tugas yang telah disebutkan di atas, tugas lainnya
adalah menjaga keseimbangan alam dan menjadi pengawal norma-norma
10

adat. Karena itulah dalam keseharian, Pak Luluk selalu mengenakan


pakaian adat. ”Ieu mah tos janten tugas abdi, kedah dilaksanakeun sesuai
parentah. (Ini sudah menjadi tugas saya dan harus dilaksanakan sesuai
perintah),” ujarnya.
Pak luluk memang orang yang sangat mengesankan. Awalnya
kami menyangka beliau adalah orang yang berfikir sebatas pengetahuan
tentang kampong dukuh saja. Ternyata beliau adalah pembicara yang
piawai, wawasannya sangat luas, akan tetapi beliau tidak pernah
menunjukan kesombongan akan hal itu. Beliau bisa melayani berbagai
pertanyaan kami dengan berbagai perspektif dan kemungkinan. Beliau
selalu menjelaskan berbagai perkara dengan landasan pemikiran Islam.
Begitu juga ketika beliau menjelaskan alasan jarangnya orang
muda di dukuh dalam. Menurut beliau, tidak ada paksaan untuk tinggal di
dukuh dalam. Dukuh dalam hanyalah tempat bagi orang-orang yang sudah
mampu menundukan nafsunya terhadap dunia. Oleh karena itu, orang-
orang muda yang masih dipenuhi oleh semangat dunia silahkan saja untuk
menikmati dan mencari pengalaman di dunia luar. Jika sudah mampu
untuk mengikuti aturan, silahkan mereka bergabung di dukuh dalam.
Dari pemikiran-pemikiran yang dimunculkan pak luluk, kami
tersadar bahwa orang-orang dukuh bukanlah orang-orang yang sempit cara
berfikirnya. Mereka sebenarnya adalah orang-orang yang sangat bijak
dalam memandang hidup. Kearifan dan kesederhanaan inilah yang
membuat mereka berbeda dengan orang-orang lainnya.
Sesuai dengan perkembangan zaman kebudayaan di masyarakat
Kampung Dukuh ada yang masih berlaku dan ada juga yang sudah tidak
berlaku. Begitu banyak kebudayaan masih berlaku di masyarakat
Kampung Dukuh Garut.
Pola budaya juga berpengaruh pada aspek non fisik seperti ritual
budaya, antara lain:
b. Ngahaturan tuang merupakan kegiatan yang dilakukan masyarakat
Kampung Dukuh atau pengunjung yang berasal dari luar apabila
11

memiliki keinginan-keinginan tertentu seperti kelancaran dalam


usaha, perkawinan, jodoh, dengan memberikan bahan makanan
seperti garam, kelapa, telur ayam, kambing atau lainnya sesuai
kemampua
c. Nyanggakeun merupakan suatu kegiatan penyerahan sebagian hasil
pertanian kepada kuncen untuk diberkahi. Masyarakat tidak
diperbolehkan memakan hasil panennya sebelum melakukan
kegiatan Nyanggakeun.
d. Tilu Waktos merupakan ritual yang dilakukan oleh kuncen yaitu
dengan membawa makanan ke dalam Bumi Alit atau Bumi Lebet
untuk tawasul. Kuncen membawa sebagian makanan ke Bumi Allit
lalu berdoa. Biasa dilakukan pada hari raya 1 Syawal, 10
Rayagung, 12 Maulud, 10 Muharam.
e. Manuja adalah penyerahan bahan makanan dari hasil bumi kepada
Kuncen untuk diberkati pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha
untuk maksud perayaan.
f. Moros merupakan kebiasaan untuk menyerahkan hasil-hasil bumi
yang dimiliki kepada aparat pemerintah seperti lurah dan camat.
g. Cebor Opat Puluh adalah mandi dengan empat puluh kali siraman
dengan air dari pancuran dan dicampur dengan air khusus yang
telah diberi doa-doa pada jamban umum.
h. Jaroh merupakan siuatu bentuk aktivitas berziarah ke makam
Syekh Abdul Jalil. Tetapi sebelumnya harus melakukan mandi
cebor opat puluh dan mengambil air wudhu serta menanggalkan
semua perhiasan serta menggunakan pakaian yang tidak bercorak
i. Shalawatan ilakukan pada hari Jumat di rumah kuncen.
Shalawatan Karmilah sejumlah 4444 yang dihitung dengan
menggunakan batu.
j. Sebelasan dilakukan setiap tanggal 11 dalam perhitungan bulan
Islam dengan membaca Marekah.
12

k. Terbang Gembrung merupakan kegiatan yang dilakukan pada


tanggal 12 Maulud yang dilakukan para orang tua Kampung
Dukuh.
l. Terbang Sejak merupakan suatu pertunjukan pada saat perayaan
seperti khitanan dan pernikahan. Pertunjukkan terbang sejak ini
merupakan pertunjukan debus.
Terdapat juga hari-hari besar Kampung Dukuh, antara lain:
1. 10 Muharam
2. 12 Maulud
3. 27 Rajab
4. 1 Syawal
5. 1 Syawal Idul Fitri
6. 10 Rayagung

Selain itu terdapat pula hari-hari penting, yaitu:


1. Hari Sabtu (Pelaksanaan Ziarah).
2. Rebo Welasan (Hari terakhir pada bulan Sapar dimana
semua sumber air yang digunakan oleh masyarakat diberi
jimat sebagai penolak bala dan biasanya diwajibkan
mandi).
3. 14 Maulud (Pada hari ini dipercaya adalah hari yang
paling baik untuk menguji dan mencari ilmu kepada para
guru dengan melakukan cebor opat puluh).
4. 30 Bewah (menyiapkan puasa di bulan Ramadhan).

b. Sistem Organisasi Sosial Masyarakat Kampung Dukuh


Masyarakat Kampung Dukuh memiliki sistem kemasyarakatan
yang sudah tertata dengan baik dan berjalan sejak ratusan tahun yang lalu.
Hal ini terbukti dengan berjalannya sistem organisasi sosial yang ada di
masyarakat Kampung Dukuh dan tidak pernah berubah dari masa ke masa
dan masih berjalan sampai saat ini dan akan datang. Sistem organisasi
13

sosial yang mereka gunakan menganut sistem kokolotan yang berasaskan


pada ajaran islam selain berpola budaya berlandaskan religi yang sangat
kuat, juga berpandangan hidup berlandas pada sufisme dengan
berpedoman pada Mazhab Imam Syafii.
Sistem kokolotan dimaksud adalah suatu sistem organisasi sosial
yang menghargai dan menghormati para kasepuhan atau kokolot dan
karuhun atau nenekmoyang mereka menitipkan atau mengamanatkan
kepada anak cucunya di Kampung Dukuh agar tetap menjalankan ajaran
yang telah diwariskan kepadanya.
Untuk menjalankan roda organisasi kemasyarakatan tersebut
mereka berpedoman pada ajaran agama islam dengan madzhab Imam
Syafi’i. Sehingga landasan budaya tersebut, berpengaruh pada bentukan
fisik pedesaan dan adat istiadat masyarakatnya, yang sangat menjunjung
keharmonisan serta keselarasan hidup bermasyarakat.
Masyarakatnya homogen dan hidup terpencil dari keramaian kota
dan perkampungan lain. Menurut tradisi yang hidup sampai sekarang,
masyarakat adat Kampung Dukuh sangat mematuhi kasauran karuhun
(nasehat leluhur). Nasehat ini menganjurkan hidup sederhana, sopan
santun, tidak berlebihan dan tidak mengejar kesenangan duniawi, serta
tetap memegang prinsip kebersamaan. Selain itu, ada adat tabu (larangan)
yang tetap dipegang sehingga pola kampung dan kebiasaan-kebiasaan
sehari-hari tetap terjaga. Kemudian peranan kuncen sebagai pemimpin non
formal dianggap sebagai pelindung adat istiadat yang kewibawaannya
sangat berpengaruh.

c. Sistem Mata Pencaharian


Mata pencaharian utama adalah bertani, beternak ayam, bebek,
kambing, domba, kerbau, memelihara ikan dan usaha penggilingan padi.
Salah satu mata pencaharian utama masyarakat kampung dukuh adalah
bertani. Model pertanian yang biasa di lakukan yaitu model pertanian
lahan basah (sawah) dan pertanian lahan kering (huma atau berladang).
14

Masyarakat kampung dukuh dalam bertani pada lahan basah (sawah)


biasanya menggunakan lahan yang terletak pada pinggir-pinggir sungai,
dan lahan yang dapat digunakan untuk cara bertani ini cukup sedikit.
Membuat rumah dari kayu. Hal ini bisa dilakukan oleh masyarakat
kampung dukuh sebelum masuknya jawatan kehutanan atau perhutani.
Dimana setelah masuk perhutani ke wilayah Kampung Dukuh mereka
tidak mempunyai hak ulayat mereka.
Berbagai kekayaan alam hayati yang dimiliki oleh Kampung
Dukuh ini, memang sudah menjadi kebutuhan dan merupakan investasi
bagi perekonomian masyarakat sebagai salah satu loncatan untuk
mengembangkan kesejahtraan masyarakat dalam menyeimbangkan
perekonimian dengan daerah lainnya di Kabupaten Garut. Salah satu yang
menjadi investasi Kampung Dukuh ini yaitu keadaan alam hayati yang
dimanfaatkan sebagai lahan untuk bercocok tanam dengan menanam
berbagai jenis tumbuhan seperti yang tampak terlihat di sepanjang jalan
yang dipenuhi dengan tanaman pangan seperti pesawahan dan perkebunan.
Adapun tanaman yang ditanam di lahan pesawahan yaitu padi yang berada
di dekat Kampung Dukuh maupun yang jauh dari perkampungan tersebut
tetapi mayoritas masyarakat tersebut menggarap pesawahan yang lahan
garapannya tersebar di daerah tersebut. Pada lahan perkebunan seperti
tanaman palawija berbagai jenis antara lain tanaman cabe rawit, kacang-
kacangan, jagung, terong, dan berbagai jenis sayur-sayuran lainnya dan
biasanya mereka dapat bertani seperti itu ketika musim hujan tiba. Selain
itu juga karena kampung ini terletak di daerah pegunungan masyarakat
juga banyak yang menananm tumbuhan kuat yaitu seperti berbagai macam
jenis kayu, bambu, pohon cengkeh, kelapa, buah-buhan dan banyak lagi
yang lainnya. Warga Kampung Dukuh bukan hanya mengelola tumbuhan
saja ternyata setelah saya masuk ke dalamnya berbagai aktivitas mereka
lakukan. Ada diantaranya yang memelihara binatang ternak untuk
dilestarikan seperti domba, ekrbau, ikan, ayam, dan itik.
15

d. Sistem perkawinan
Sistem perkawinan masyarakat Kampung Dukuh menganut sistem
perkawinan bebas yang sesuai dengan ajaran islam. Aturan di kampung
dukuh memperbolehkan masyarakatnya untuk menikah dengan siapa aja
yang dicintainya asalkan tidak bertentangan dengan ajaran islam. Warga
Kampung dukuh bisa menikah dengan warga di luar kampung dukuh
begitu juga sebaliknya.

e. Larangan (Pantrangan) yang derlaku di Kampung Dukuh


Hukum merupakan suatu bentuk aturan tertentu yang harus
dilaksanakan, apabila dilanggar akan mendapat sangsi baik langsung
maupun tidak langsung hukum mengatur segi kehidupan satu komunitas
tertentu demikian begitupun dengan masyarakat kampung Dukuh pola
kehidupan mereka diatur oleh hukum yang mengikat yang menimbulkan
karakter masyarakat yang memegang teguh adat.
Sesuai dengan pola pikir masyarakat Indonesia yang salah satunya
adalah Relegio Magis yang di dalamnya terdapat pantangan. Begitu juga di
masyarakat Kampung Dukuh yang memiliki banyak pantangan yang tidak
boleh dilanggar oleh masyarakatnya, diantaranya:
1. Tidak makan dengan tangan kanan dan kiri seperti halnya orang-
orang kaya pada zaman sekarang;
2. Tidak Boleh jadi PNS menjadi pegawai negeri atau PNS. Konon,
Syekh Abdul Jalil kecewa karena dibohongi atasannya (Bupati
Rangga Gempol) yang dianggapnya sebagai ambtenaar (pegawai
negeri) sehingga sejak itu ia bersumpah keturunannya tidak akan
ada yang boleh menjadi pegawai negeri. Itu sebabnya pula, Syekh
Abdul Jalil melarang orang berdagang karena menurutnya
berdagang dekat dengan kebohongan dan selalu mencari
keuntungan.
3. Tidak boleh makan sambil berdiri apalgi sambil berjalan;
4. Diam atau duduk di pintu.
16

5. Kaki tidak boleh membujur ke utara karena terdapat makam


keramat ”Syeh Abdul Jalil” yang merupakan pendiri Kampung
Dukuh;
6. Kencing dan buang hajat harus menghadap ke barat
7. Rumah-rumah tidak boleh mengahadap ke utara;
8. Tidak diperkenankan pula adanya prasarana listrik dan
pemasangan televisi serta radio, yang mereka yakini selain
mendatangkan manfaat yang banyak, juga bisa mendatangkan
banyak kemudaratan.
9. Ketika ziarah ke makam Syeh Abdul Jalil harus memakai baju
khusus yang telah disediakan yang berbentuk ”gamis” dengan
warna putih polos;
10. Terhadap wali yang meninggal tidak boleh menyebut ”maot” tetapi
”ngalih tempat”;
Selain hal tabu tersebut, masyarakat juga harus memenuhi aturan
dalam melakukan upacara di makam karomah yaitu ziarah ke makam
karomah hanya dilakukan setiap hari Sabtu. Ketika memasuki areal
makam laki-laki harus berpakaian sarung, baju takwa, dan totopong (ikat
kepala), sedangkan perempuan harus mengenakan samping/sinjang (kain),
kebaya, dan kerudung, dan dilarang mengenakan pakaian dalam,
perhiasan, dan sandal/sepatu
Selain itu, tidak boleh memakai pakaian bermotif (seperti batik),
bordiran, kaus, atau kemeja. Selama berada di makam, tidak boleh
merokok, meludah, dan kencing; harus selalu memiliki wudu, tidak boleh
membunuh binatang dan merusak pepohonan yang ada di areal makam.
Ada yang dilarang masuk ke areal makam yaitu: pegawai negeri, orang
yang berpacaran, dan wanita yang sedang haid.
Masyarakat Kampung Dukuh juga sangat menjaga lingkungan
hidupnya. Mata air yang terletak di lokasi karomah dipelihara
kebersihannya dalam rangkaian upacara jaroh (ziarah) setiap hari Sabtu.
17

Penduduk tidak pernah kekurangan air meskipun musim kemarau. Mata


air juga terdapat di leuweung (hutan) larangan.
BAB III

PENUTUP
A. Simpulan
Dalam kisah tradisi yang dipercayai masyarakat setempat bahwa
yang berjasa sebagai pendiri Kampung Dukuh adalah Syekh Abdul
Jalil. Menurut cerita pada abad ke-17, Rangga Gempol II yang saat itu
menjadi Bupati Sumedang yang berada di bawah kekuasaan Mataram,
menghadap penguasa Mataram dan mohon agar menunjuk seorang
hakim/penghulu/kepala agama pengganti yang telah meninggal. Sultan
mengatakan bahwa penghulu pengganti tidak usah dicari jauh-jauh karena
orang tersebut ada di pedesaan Pasundan. Rangga Gempol II kemudian
mencari orang yang dimaksud dan akhirnya bertemu dengan Syekh Abdul
Jalil
Luas Geografis keseluruhan Kampung Dukuh seluas 10 hektar
yang tediri dari 7 hektar bagian dari Kampung Dukuh Luar, 1 hektar
bagian dari Kampung Dukuh Dalam dan sisanya merupakan lahan kosong
atau lahan produksi. Di dalam Kampung Dukuh juga terdapat area yang
disebut dengan wilayah Karomah yang merupakan tempat dimana Makam
Syekh Abdul Jalil. Di dalam kawasan Kampung Dukuh terdapat 42 rumah
dan bangunan Mesjid. Dengan 40 Kepala keluarga serta jumlah penduduk
172 orang untuk Kampung.
Masyarakat Kampung Dukuh memiliki sistem kemasyarakatan
yang sudah tertata dengan baik dan berjalan sejak ratusan tahun yang lalu.
Hal ini terbukti dengan berjalannya sistem organisasi sosial yang ada di
masyarakat Kampung Dukuh dan tidak pernah berubah dari masa ke masa
dan masih berjalan sampai saat ini dan akan datang. Sistem organisasi
sosial yang mereka gunakan menganut sistem kokolotan yang berasaskan
pada ajaran islam selain berpola budaya berlandaskan religi yang sangat
kuat, juga berpandangan hidup berlandas pada sufisme dengan berpedman
pada Mazhab Imam Syafii

18
DAF TAR PUSTAKA

Anggapraja Sulaeman, Rd. 1963. Sejarah Garut. Pemkab Garut: Panitia


Peringatan HUT Garut ke-150

Disbudpar Garut. 2015. Sejarah Pelestarian Budaya Garut. Garut: Disbudpar

Nestu, Giya. 2011. Kampung Dukuh Garut. [online]


(http://giyanestu1907.blogspot.co.id/2011/10/kampung-dukuh-garut.html
Diakses tanggal 17 November 2016 pukul 20.30)

Risanto, Eko. 2009. Napak Tilas Histori Kampung Dukuh. [online].


(http://ekorisanto.blogspot.co.id/2009/07/napak-tilas-histori-kampung-
dukuh.html Diakses tanggal 18 November 2016 pukul 21.4)

Rosidi, Ajip. 1998. Haji Hasan Mustofa Jeung Karya-Karyana. Bandung.


Penerbit Pustaka

Sofianto, Kunto. 2001. Garut Kota Intan. Sejarah Lokal Garut Sejak Zaman
Kolonial Belanda Hingga Masa Kemerdekaan. Bandung: Alqaprint
Jatinangor

Warjita. 2000. Kabupaten Garut dalam Dimensi Budaya. Garut: Forum Kajian
Penggagas dan Pengembangan Pendidikan

Anda mungkin juga menyukai