FOLKLOR NUSANTARA
Disusun oleh:
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan kami
semua kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan makalah mata kuliah Folklore Nusantara
yang berjudul “ Lampu Hias Bambu dan Tempurung Kelapa “ dapat selesai seperti waktu yang
telah kami rencanakan. Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari berbagai pihak yang
telah memberikan bantuan secara materil dan moril, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Selain untuk menambah wawasan dan pengetahuan penyusun, makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Folklore Nusantara. Makalah ini membahas tentang
folklore lisan khususnya pada cerita prosa rakyat.
Tak ada gading yang tak retak Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat penyusun harapkan untuk penyempurnaan makalah-makalah selanjutnya.
Jaenal Rojikin
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan .........................................................................................
B. Saran ....................................................................................................
A. Latar Belakang
Di Indonesia tumbuh berbagai cerita rakyat daerah dengan corak dan budaya yang berbeda
beda. Cerita rakyat itu ada yang berupa cerita binatang (fabel), asal usul suatu tempat (legenda),
dan cerita tentang makhluk halus (mite).
Cerita rakyat adalah cerita yang berkembang di suatu daerah dan dianggap sebagai karya
kolektif (milik bersama) masyarakat daerah itu. Pasti kita perna mendengar cerita Malin
Kundang, Si Pahit Lidah, Roro Jonggrang, Jaka Tarub, semua cerita itu termasuk dalam cerita
rakyat.
Banyak manfaat yang kita akan dapatkan dengan mendengarkan cerita rakyat. Salah satunya,
kita akan memperoleh pengalaman berharga dari cerita tersebut, melalui peristiwa-peristiwayang
dialami tokoh-tokohnya. Di dalam cerita rakyat terkandung pesan moral yang berguna bagi
pembacanya. Pesan (amanat)dalam cerita kadang diungkapkan secara langsung, tetapi kadang
diungkapkan secara tidak langsung melalui tingkah laku tokoh-tokohnya.
B. Tujuan penulisan
1. Menjelaskan pengertian cerita rakyat.
2. Menjelaskan tentang pendekatan arketip dan struktural pada cerita asal usul kecamatan Pakis
C. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari cerita rakyat ?
2. Unsur apa saja yang terdapat dalam cerita rakyat asal usul kecamatan Pakis?
BAB II
PEMBAHASAN
Riwayat sejarah kecamatan Pakis, tidak bisa dipisahkan dari munculnya Tirta Wendit.
Konon diceritakan ketika Kadipaten Malang diserang oleh prajurit Mataram sekitar tahun
1542, dimana Adipati Ronggo Tohjiwo menunjuk patih Mangun Yudo (Mangun Darmo)
sebagai senopati perang, sedangkan dari Mataram dipimpin Juru Mertani dan
Tumenggung Alab-Alab.
Dalam peperangan tersebut Patih mangun Yudo terkena tombak Tumenggung Alab-
Alab di bagian perutnya, dan lari ke arah timur menemui Sang Guru Caroko Negoro di
Padepokan Pusung Buntung. Namun prajurit Mataram terus mengejarnya hingga
Padepokan Pusung Buntung. Di Padepokan tersebut para prajuri Mataram ditemui oleh
Resi Laroko Negoro didampingi oleh 2 cantiknya yang bernama Mbah Kabul dan Mbah
Sodik Ibrohim serta murid-muridnya sebanyak 144 siswa.
Ketika Juru Mertani dan Tumenggung Alab-Alab bertanya kepada para murid Pusung
Buntung, tentang keberadaan Patih Mangun Yudo, para murid itu tidak ada yang mau
buka suara, dan hanya saling menatap satu sama lain (clingak clinguk) sambil garuk-
garuk seperti kera. Juru Mertani dan Tumenggung Alab-Alab yang terlanjur marah,
akhirnya menyabdo para murid Pusung Buntung menjadi kera (ketek / monyet).
Monyet-monyet inilah yang menjadi cikal bakal kera-kera penghuni petirtaan Wendit
yang kala itu masih berupa hutan belantara, dimana pepohonan yang ada hanya berupa
pohon Pakis. Jumlah monyet yang 144, dipercaya sampai sekarang meskipun banyak
yang beranak dan ada yang mati, namun jumlahnya tetap / tidak bertambah dan tidak
berkurang. Sampai saat ini, kalaupun ada monyet yang mati juga tidak pernah ditemukan
bangkainya. Itulah monyet-monyet penghuni Pemandian Wendit yang saat ini masih
tetap lestari keberadaannya.
Raden Bagus Sapujagat, sebagai pewaris Padepokan Pusung Buntung, setelah keliling
sekitaran Padepokan ia menemukan 5 Sumber Air yang semuanya mengalir dan
bermuara di Wendit. 5 sumber air tersebut adalah : Sumber Semeru, Sumber Gunung
Kawi di Kendogo, Sumber Arjuno Grojokan Sukmo Ilang, Sumber Gunung Sekeno
Cemoro Sewu, dan Sumber Laut Selatan.
Sedangkan kecamatan Pakis, digunakan karena pada dahulu ada desa Pakis yag
merupakan wilayah paling luas. Hutan Pakis ini dipisahkan oleh jalan yang membujur
dari barat ke timur. Dimana penduduk yang berada di utara jalan dan selatan jalan tidak
bernah akur/rukun . Masyarakat sebelah selatan jalan, beraliran dan berhalauan alim dan
soleh, sedangkan masyarakat sebelah utara jalan beraliran keras, banyak yang berprofesi
maling, brandal, pejudi dan sebagainya. Karena tidak mungkin bersatu maka kedua
wilayah itu minta memisahkan diri menjadi 2 desa, akhirnya menjadi desa Pakisjajar
untuk sebelah utara jalan dan desa Pakiskembar yang di sebelah selatan jalan. Kecamatan
Pakis digunakan dan keberadaannya ada diantara dua desa itu, untuk menyatukan konflik
kedua desa tersebut.
C. Pendekatan Arketip
Tokoh Arketipal
Sebagai tokoh pembantu atas raden sapu jagat untuk menjaga padepokan dalam wujud
petilasan makam.
Situasi Arketipal
Pengejaran
Situasi ini menggambarkan tentang kekalahan Mangun Yudo (Mangun Darmo) atas Juru
Mertani dan Tumenggung Alab-Alab pada peperangan dari mataram, di kadipaten Malang
hingga ke padepokan pusung buntung.
Imagi Arketipal
Monyet
murid pusung buntung tidak ada yang mau buka suara, dan hanya saling menatap satu sama
lain (clingak clinguk) sambil garuk-garuk seperti kera. Pengutukan terletak pada saat
tumenggung alab-alab marah. Kera tersebut berjumlah 144 sesuai jumlah murid pusung buntung
dan diyakini sebagai monyet yang ada di pemandian wendit
D. Pendekatan Struktural
tema : Perjuangan
E. Pendekatan Fungsional
a. Sistem Proyeksi
Cerita rakyat yang berkembang didaerah tentulah memiliki nilai-nilai pengajaran namun
itu juga kembali ke sudut pandang sebagian besar masyarakat. Karena cerita rakyat diberikan
secara turun temurun salah satunya cerita rakyat legenda.
Salah satunya cerita rakyat tentang asal usulnya sejarah kecamatan Pakis. Masyarakat
meyakin bahwa sejarah ini diawali pada perjuangan raden Sapu jagad dan cantriknya yaitu Mbah
Kabul dan Mbah Sodik Ibrahim sebagai penjaga padepokan pusung bunting. Karena, pada saat
itu wilayah Pakis yang sangat besar terbagi menjadi dua yaitu Pakis jajar sebelah utara dan Pakis
Kembar sebelah selatan. Dikala itu kedua daerah ini saling berkonflik. Karena, untuk pakis utara
terkenal akan aliran keras seperti brandal, maling dan sebagainya. Untuk wilayah selatan,
terkenal akan masyarakat yang berhaluan alim dan saleh. Dan disinilah peranan Mbah Kabul dan
Mbah Sodik Ibrahim sebagai peredam konflik dan menyatukan kedua daerah tersebut.
Pranata yang berlaku dalam masyarakat dan lembaga yang hadir di tengah masyarakat
dapat dikatakan tidak terlalu tampak dalam cerita sejarah kecamatan Pakis, hal ini hanya bersifat
tersiran dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Memang untuk cerita hanya tafsiran namun
untuk bukti peninggalan masih ada yaitu makam Mbah Kabul yang terletak di dalam wisata
pemandian Wendit. Dan sampai sekarang makam tersebut tiap 1 Suro, secara rutin dikunjungi
rombongan umat Hindu dari Tengger, sedangkan makam Mbah Sodik Ibrahim yang muslim,
banyak peziarah ketika malam Jum’at Legi khususnya.
Dalam cerita rakyat tentunya memliki nilai pengajaran bagi pembaca. Terutama sebagai
alat Pendidikan bagi anak. Dalam cerita sejarah kecamatan Pakis ini memiliki nilai Pendidikan
bahwa kisah yang menceritakan perjuangan Mbah Kabul dan Mbah Sodik Ibrahim memiliki nilai
positif dalam menyatukan dua daerah yang saling berkonflik agar bersatu padu dalam menjalani
kehidupan bermasyarakat.
Cerita rakyat selain memiliki fungsi Pendidikan juga memiliki norma yang harus dipatuhi
masyarakat seperti yang ada pada cerita rakyat asal usul kecamatan Pakis. Menceritakan tentang
tirta wendit yang ada sampai sekarang dan tempat itu juga di pakai sebagai taman wisata juga.
Konon di ceritakan Tumenggung Alab-alab yang menyapda / mengutuk murid pusung buntung
yang berjumlah 144 murid menjadi monyet. Dan monyet-monyet yang ada di wisata Wendit itu
masyarakat beranggapan monyet itu jelmaan murid dari Pusung Buntung dan norma yang terkait
pada cerita tersebut bahwa pengunjung yang berwisata di Wendit tidak boleh mengganggu
monyet-monyet karena memiliki alasan tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendekatan arketip, structural, dan fungsional adalah cara untuk kita mengetahui isi, makna,
rincian,imaji dalam cerita prosa rakyat maupun nilai-nilai pengajarannya.
B. Saran
Jangan bosan untuk membaca atau mendengarkan cerita rakyat, karena kita bisa mendapat
banyak manfaat dari cerita tersebut. Karena banyak juga pesan moral yang kita peroleh.
DAFTAR PUSTAKA
Syamsuddin. 2007. Kompetensi Berbahasa dan Sastra Indonesia. Solo: Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri.