Anda di halaman 1dari 51

ANALISIS STRUKTUR DRAMATIK LAKON GUNUNG SARI

KEMBAR DALAM PERTUNJUKKAN WAYANG TOPENG DI


DESA JATIDUWUR KECAMATAN KESAMBEN KABUPATEN
JOMBANG

Oleh :

Vignadia Aurelita Iswanda


17020134050

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
JURUSAN SENDRATASIK
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN
SENDRATASIK
DAFTAR ISI

Cover.......................................................................................... i

Daftar Isi………………………………………………………… ii

BAB I

Pendahuluan.......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................................... 3

1.5 Defisini Operasional ....................................................................................... 3

BAB II

Kajian Pustaka .......................................................................................... 5

2.1 Penelitian Yang Relevan ............................................................................ 5

2.2 Kajian Teori .......................................................................................... 9

2.2.1 Dramaturgi.......................................................................................... 9

2.2.2 Teater Tradisional.......................................................................................... 10

2.2.3 Struktur Teks .......................................................................................... 11

2.2.5 Pengertian Unsur Intrinsik............................................................................ 13

2.2.5 Pengertian Unsur Esktrinsik ........................................................................ 13

2.3 Kerangka Berpikir …………………………………………………………. 14


BAB III

Metode Penelitian

3.1 Pendekatan Penelitian Deskriptif Kualitatif.........................................................15

3.2 Sumber Data .......................................................................................... 16

3.3 Objek Penelitian .......................................................................................... 16

3.4 Subjek Penelitian.......................................................................................... 16

3.5 Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 16

3.6 Metode Analisis Data.................................................................................. 17

3.7 Validasi Data .......................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 19
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesenian Wayang Topeng Jatiduwur merupakan kesenian yang berasal dari


Jombang tepatnya di Desa Jatiduwur Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang.
Kesenian Wayang Topeng ini yang berawal dengan ngamen keliling menggunakan
topeng yang berada di daerah dari Kabuh sampai Kesamben selain itu untuk
mendapatkan penghasilan dari mengamen juga bertujuan untuk mengenalkan kesenian
kepada masyarakat. Pertunjukan Wayang Topeng keliling dari satu tempat ke tempat
yang lain bertujuan mengenalkan kesenian yang belum dikenal oleh masyarakat saat
itu. Kesenian wayang topeng ini berawal dari ngamen dan berakhir menjadi sebuah
kesenian yang bertujuan menepati sebuah nazar yang dilaksanakan seseorang sebagai
penebusan janji yang telah disumpahkan.

Desa Jatiduwur merupakan desa yang berada di Kecamatan Kesamben Kabupaten


Jombang. Desa Jati Duwur berasal dari dua nama yakni Jati dan Duwur. Kata “Jati” diambil
dari pohon jati, sedangkan “Duwur” diartikan sebagai tempat yang tinggi. Menurut kisah
sejarah, nama Desa Jati Duwur digunakan sebagai nama desa di wilayah tersebut karena
di daerah itu konon terdapat pohon Jati yang sangat tinggi atau dhuwur. Walaupun pada
era ini pohon Jati tersebut sudah tidak menjulang tinggi sehingga pada saat ini pohon jati
di Desa Jatiduwur dapat dikatakan sebagai wilayah dengan nama Kebon Jati, wilayah
Kebon Jati mencakup daerah Timur dan Selatan Desa Jatiduwur yang mempunyai batas
hutan sampai ke desa Jombatan. Desa Jati Duwur merupakan desa yang memiliki latar
belakang sejarah yang menonjol di wilayah Jombang. Jatiduwur pada zaman Kerajaan
Majapahit termasuk kawasan pelabuhan kapal-kapal yang akan menuju ke Kerajaan
Majapahit. Tentara Tar-tar yang masuk ke kota Kerajaan Majapahit berlabuh di desa ini.
Sebagai bukti sampai sekarang masih ada peninggalan dermaga pelabuhan tersebut
(Nanang, dkk., 2012: 56). Selain itu sampai saat ini masih dapat dilihat bukti ada
beberapa rumah di sekitar wilayah dermaga memiliki konstruksi bangunan yang kokoh.

Latar belakang sejarah di Desa Jatiduwur memiliki riwayat sejarah yang cukup
terkenal di Kabupaten. Desa ini pada zaman Kerajaan Majapahit merupakan wilayah
pelabuhan kapal-kapal yang akan menuju ke Kerajaan Majapahit. Tentara Tar-tar yang
1
masuk ke kota Kerajaan Majapahit berlabuh di desa ini. Terdapat bukti yang menjadi
peninggalan yakni dermaga pelabuhan yang terletak di Desa Jatiduwur.(Nanang, dkk.,
2012: 56). Selain itu sampai saat ini masih dapat dilihat bukti ada beberapa rumah di
sekitar wilayah dermaga memiliki konstruksi bangunan yang kokoh.

Pada umumnya keyakinan warga di Desa Jatiduwur terhadap nilai nilai tradisi
sangat kuat dan kental. Beberapa tradisi yang dimiliki oleh warga di Desa Jatiduwur
sangat mengedapankan gotong royong dan hidup rukun antar tetangga. Dapat dikatakan
dalam contoh satu hal dari segi empati masyarakat Desa Jatiduwur antar warga sekitar.
Dalam acara pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur yang diadakan oleh penerus
Kesenian Wayang Topeng Jatiduwur para tetangga dan ibu ibu bergotong royong untuk
datang dan membantu persiapan acara pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur,hal
tersebut dapat dikatakan dan dilihat bahwa warga sekitar di Desa Jatiduwur sangat
mengedepankan rasa sosial dan toleransi tinggi antar warga.

Tokoh dalam Kesenian Wayang Topeng Jatiduwur bernama Ki Purwo, Ki Purwo


merupakan salah satu pelopor terbentuknya kesenian Wayang Topeng Jatiduwur. Daerah
Driyorejo Gresik merupakan daerah awal perjalanan Ki Purwo menemukan kesenian
Wayang Topeng Jatiduwur berkelanan sampai ke Desa Jatiduwur, Kecamatan
Kesamben, Kabupaten Jombang. Di Desa Jatiduwur Ki Purwo mendapatkan wangsit
untuk melakukan meditasi dan memperoleh wangsit untuk membuat topeng di bawah
pohon beringin yang terletak di hutan jati. Tempat pembuatan topeng yang terletak di
dua pohon beringin yang akhirnya menjadi punden untuk melaksanakan sebuah kesenian
yang kita kenal saat ini yaitu Wayang Topeng Jatiduwur. Hingga saat ini tradisi untuk
meminta izin sebelum dilaksanakan pertunjukan Wayang Topeng Jatiduwur warga
menyiapkan beberapa sesajen sebagai syarat demi memenuhi nadzar yang akan
dilaksanakan. Pohon beringin yang hingga saat ini dapat dikatakan dikeramatkan
sehingga dikelilingi kain putih sebagai tanda bahwa tempat tersebut merupakan tempat
yang penting dan bersejarah bagi warga Jatiduwur.
Topeng Jatiduwur yang dibuat oleh Ki Purwo berawal dari 2 topeng hingga
menjadi 33 topeng. Topeng topeng yang berjumlah 33 disimpan oleh penerus keturunan
Wayang Topeng Jatiduwur ke 6 dan 7, topeng topeng ini disimpan dalam sebuah peti dan
dibungkus oleh kain serta terdapat sesajen yang disediakan di bawah peti topeng. Penerus
dari Wayang Topeng Jatiduwur mengatakan bahwa topeng yang disimpan sangat sakral
sehingga tidak semua tempat menjadi tempat penyimpanan topeng tersebut dan topeng

2
tidak diperbolehkan diletakkan di bawah seperti dibawah,meja,kursi dan lain sebagainya.
Setiap orang yang memegang topeng harus memangku atau membawa topeng dengan
sangat hati hati saat topeng dibawa atau sebelum pementasan, setiap penokohan dari
nama tokoh topeng telah ditetapkan antara lain Klana,Raja Sabrang yang terdiri
Patih,Bajoel Sengaran,Ganda Mastaka,Raja Lembu Amiluhur dll terdapat 2 versi cerita
awal mula kesenian Wayang Topeng Jatid Duwur.
Terdapat dua topeng yang telah menjadi milik Ki Purwo asal usul berasal dari
Driyorejo dan kedua topeng tersebut dibawa menuju ke Desa Jatiduwur.Asal mula bahwa
Ki Purwo merupakan penduduk asli Driyorejo dan menjalin asmara dengan seorang
wanita yang bernama Panesi dari Desa Jatiduwur singkat cerita Ki Purwo dan Panesi
menikah dan menetap di Desa Jatiduwur.Seriring berjalannya waktu koleksi topeng yang
dimiliki Ki Purwo semakin bertambah. Pohon beringin yang terletak di hutan Desa
Jatiduwur merupakan tempat pembuatan topeng Ki Purwo. Dapat dikatakan pembuatan
wayang topeng ini Ki Purwo membuatnya dengan menjalankan puasa dan bertapa setiap
malam Jumat, seiring berjalannya waktu topeng yang dibuat oleh Ki Purwo telah
mencapai 31 topeng. Dalam hal kepercayaan masyarakat sekitar termasuk keluarga dari
Ki Purwo sangat meyakini bahwa pembuatan topeng berada di bawa pohon beringin.
Maka dari itu, hal hal mistis sering terjadi dan menganggap Topeng Jatiduwur memiliki
energi berbeda dan dipercaya topeng tersebut merupakan benda sakral. Dapat dilihat
dalam hal ini masyarakat sekitar yang meyakini akan berdatangan menuju kediaman Ibu
Sumarni selaku penerus Kesenian Wayang Topeng Jatiduwru, keyakinan dari
masyakarakat yang terjadi biasanya ketika anak dari salah satu masyarakat terkena sakit
maka mereka akan meminta “ditungkuli” oleh topeng. Hal tersebut membawa keyakinan
bahwa topeng tersebut dapat menyembuhkan orang sakit. Topeng Jati Duwur juga
diyakini oleh masyarajat jika dijadikan sarana ritual pelepasan nadzar (Sumarni,
wawancara 25 Nopember 2012).
Lain halnya dengan informasi yang didapatkan, dari segi sumber yang berbeda
Supriyo mengatakan bahwa topeng tersebut tidak dibuat oleh Ki Purwo sendiri
melainkan topeng tersebut dibeli oleh Ki Purwo di Trowulan Kabupaten Mojokerto.
Supriyo memberi informasi tentang latar belakang Topeng tersebut diberikan oleh Sumaji
(alm) yang merupakan cicit Purwo yang tinggal di Desa Karobelah Kecamatan
Mojoagung. Sumaji dapat dikatakan sebagai anak dari Sumosain yang merupakan cucu
Ki Purwo dan dianggap mengetahui perjalanan topeng yang dimiliki oleh keluarga
besarnya.
3
Saat ini (Sumarni) adalah pewaris dari pihak perempuan yang dianggap tidak tahu
menahu tentang sejarah topeng dan Sumaji merupakan keturunan dari pihak laki-laki
yang dianggap lebih tahu (Supriyo, wawancara 7 Desember 2013). Maka dari itu Supriyo
memberikan informasi latar belakang Wayang Topeng Jatiduwur dibeli dari Trowulan
kepada Kompas ketika meliput pergelaran tahun 2006. Hingga saat ini informasi yang
tersebar ke luar desa Jati Duwur Wayang Topeng dibawa oleh Purwo ke Jati Duwur dari
proses membeli di Trowulan. Secara tertulis, dalam versi kedua ini dapat dikatakan
banyak diketauhi oleh masyarakat lainnya dan terutama dari luar Desa Jatiduwur. Namun
dapat dikatakan, informasi ini belum memiliki data pendukung yang kuat. Sumaji yang
dipercaya Supriyo mempunyai informasi asal-usul topeng Jati Duwur saat ini sudah
meninggal, sementara itu dari garis keturunan Sumaji dan ayahnya yang bernama
Sumosain tidak pernah ikut terlibat dalam perawatan maupun pertunjukan Wayang
Topeng. Menurut Sumarni, Sumosain adalah kakak Paitah (ibunya), yang sejak menikah
meninggalkan Desa Jati Duwur dan tinggal di Karobelah Mojoagung (Sumarni,
wawancara 13 Juni 2015 dalam Yanuartuti,2018)
Salah satu topeng yang di istimewakan yaitu Topeng Klana, Topeng Klana
merupakan satu satunya Topeng yang harus terlibat pertunjukkan dalam semua lakon
cerita serta topeng yang pertama kali dibuat oleh Ki Purwo,terdapat riset yang
mengatakan bahwa pada tahun 2018 telah ditetapkan bahwa Topeng Klana merupakan
Warisan Budaya tak benda yang telah diakui oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
pada tahun 2018 yang berumur 600-700 tahun. Seperti halnya pertunjukkan Wayang
Topeng Jatiduwur ini terdapat tarian wajib yang dipentaskan yaitu tarian klana, tarian
klana ini dipentaskan sebelum lakon cerita dimulai dan sama halnya dengan kesenian
tradisional lainnya seperti ludruk yang mempunyai pakem sebelum pertunjukkan tarian
pembuka yaitu tari remo.
Pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur ini terdapat beberapa lakon yang telah
diteliti seperti Lakon Cerita Wiruncana Murca yang sudah diteliti oleh Ezzil Presti
mengangkat topik Analisis Lakon Cerita Wiruncana Murca dalam Pertunjukkan Wayang
Topeng Jatiduwur Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang, Patah Kuda Narawangsa
yang telah diteliti oleh Setyo Yanuartuti yang berjudul Revitalisasi Pertunjukkan
Wayang Topeng Jatiduwur pada Lakon Patah Kuda Narawangsa.
Cerita lakon Wayang Topeng Jatiduwur sudah mengalami perkembangan terdapat
cerita lakon baru yang diciptakan oleh penerus Wayang Topeng Jatiduwur salah satunya
Lakon Gunung Sari Kembar. Lakon Gunung Sari Kembar ini adalah salah satu lakon

4
baru yang menjadi cerita lakon dari Wayang Topeng Jatiduwur yang pernah dipentaskan
pada tahun 2017, dalam penelitian ini peneliti tertarik mengangkat cerita Gunung Sari
Kembar menggunakan kajian analisis tekstual pada lakon cerita Gunung Sari Kembar
dikarenakan terdapat unsur dramatik yang mencolok terutama pada konflik, bahasa yang
digunakan menggunakan bahasa Jawa dengan ciri khas dialog yang berbeda beda antara
tokoh satu dengan yang lain. Disini alasan penulis mengkaji analisis tekstual lakon cerita
Gunung Sari Kembar sebagai pengembangan data lakon cerita dari Wayang Topeng
Jatiduwur yang sebelumnya terdapat 2 cerita lama yang sudah dianalisis dengan topik
yang berbeda dengan demikian cerita Lakon Gunung Sari Kembar sebagai cerita baru
yang telah dikembangkan menjadi ketertarikan penulis untuk meneliti analisis struktur
dramatik lakon Gunung Sari Kembar.
1.1 Rumusan Masalah

1.1.1 Bagaimana struktur dramatic pertunjukkan lakon Gunung Sari Kembar dalam
pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur ?

1.2 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Sebagai media literasi bagi masyarakat tentang Pertunjukkan Kesenian
Jatiduwur Lakon Gunung Sari Kembar
1.3.2 Tujuan Khusus
Menganalisis struktur dramatik Pertunjukkan Lakon Gunung Sari Kembar dalam
Pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur

1.3 Manfaat Penelitian

1.3.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis melalui penulisan dalam penelitian Kesenian Wayang


Topeng Jatiduwur diharapkan melahirkan sebuah hasil analisis dalam teks Lakon
Gunung Sari Kembar, utamanya dapat mendukung hal pengembangan .
1.3.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, melalui Kesenian Wayang Topeng Jatiduwur diharapkan


pemain dapat memahami alur cerita pada teks Lakon Gunung Sari Kembar.

5
1.4 Definisi Operasional

1.5.1 Analisis Struktur Dramatik


Analisis adalah sebuah kegiatan yang memuat sebuah aktivitas seperti membedakan,
memilah, serta menguraikan sesuatu yang mengeleompokkan kembali menurut kriteria
tertentu kemudian mencari kaitannya dan menafsirkan maknanya serta analisis adalah
sebuah kegiatan yang mengolah atau menelaah sekumpulan data guna mendapat
mendapatkan kesimpulan atau kajian mengenai suatu topik penelitian
(Komaruddin,2001: 53). Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
tindakan pengelolahan data dan penjelasan diperlukan ditandakan lebih untuk
mengetahui cerita lebih dalam dari Kesenian Wayang Topeng Jatiduwur dengan Lakon
Gunung Sari Kembar. Analisis wacana tekstual dibagi menjadi dua , yang pertama
merupakan aspek gramatikal dan yang kedua merupakan aspek leksikal. Aspek
gramatikal terdiri atas empat jenis, yaitu pengacuan, pelesapan, penyulihan, dan
perangkaian. Adapun aspek leksikal dalam analisis tekstual terdiri atas enam jenis, yaitu
repetisi, sinonimi, antonimi, kolokasi, hiponimi, dan ekuivalensi. Menurut (Autar
Abdillah : 2008) Struktur dramatik yang merupakan gabungan dari peristiwa dalam
adegan drama yang di dasari pada sebuah cerita secara utuh yang dijelaskan secara
kronologis.

1.5.1 Lakon Gunung Sari Kembar


Lakon cerita Gunung Sari Kembar ini merupakan cerita adaptasi yang ditulis oleh
Setyo Yanuartuti salah satu pembina dari Sanggar Kesenian Tri Purwo Budoyo atau
yang biasa disebut Wayang Topeng Jatiduwur. Lakon cerita Gunung Sari Kembar ini
menceritakan tentang persaingan antara Prabu Bledek Lingga Buana dan Raden panji
dalam memperjuangkan hati Dewi Sekartaji yang awalnya sudah menjalin hubungan
dengan Raden Panji.

1.5.2 Wayang Topeng Jatiduwur


Wayang Topeng di Jawa merupakan bentuk kesnian dari berbagai jenis kesenian
meliputi drama tari berdialog bahasa prosa dan puisi, dan terdapat tarian. Pelaku kesenian
Wayang Topeng Jatiduwur keseluruhan mengenakan topeng tersebut. Penyebutan Wayang
Topeng dikarenakan kesenian pertunjukkan ini memiliki sajian cerita yang dituturkan oleh
dalang, terdapat penari yang ditarikan oleh anak wayang yaitu penari yang memakai
topeng dan diiringi gending-gending karawitan, dan vokal tembang sang dalang. Hal ini
seperti yang diungkap oleh Soleh Adi Pramono bahwa Wayang Topeng merupakan

6
pertunjukan dramatari tradisional yang dalam perlakonannya ada dalang, anak wayang dan
panjak, yang menceritakan lakon Panji, Ramayana Mahabarata, Menak atau Brawijaya
(Pramono, wawancara 12 April 2014 dalam Yanuarti,2018)

7
BAB II
Kajian Pustaka
2.1 Hasil Penelitian Yang Relevan
2.1.1 Analisis Lakon Wiruncana Murca Dalam Pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur di
Desa Jatiduwur Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang. (Presti,2014)
Analisis Lakon Wiruncana Murca Dalam Pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur di
Desa Jatiduwur Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang yang ditulis oleh Ezzil Presti
Agustin Mahasiswa S1 Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik yang membahas tentang
Analisis Struktur Lakon Wiruncana Murca Dari hasil penelitian yang relevan disini peneliti
menemukan persamaan bahwa objek yang diteliti sama sama menggunakan Kesenian
Wayang Topeng Jatiduwur. Dengan mempunyai perbedaan objek Lakon Cerita yang diteliti
peneliti terdahulu menggunakan lakon cerita Wiruncana Murca dan Peneliti sekarang
menggunakan Lakon Cerita Gunung Sari Kembar.
2.1.2 Revitalisasi Pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur Lakon Patah Kuda Narawangsa
(Yanuartuti,2016).
Penelitian ini adalah Disertasi Tahun 2017 yang ditulis oleh Setyo Yanuartuti yang
membahas tentang Revitalisasi Kesenian Wayang Topeng Jatiduwur dalam teks
pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur memiliki ciri ciri sebagai Wayang Topeng Jawa
Timur yang terletak pada peran dalang yang memiliki estetika keharmonisan dan
keselarasan. Wayang Topeng Jatiduwur menunjukkan ciri khas Pertunjukkan Jombangan
yang multikultur. Hasil Penelitian yang dilakukan terdapat persamaan yang ditemukan
antara penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang yaitu Objek dari penelitian sama
sama menggunakan Kesenian Wayang Topeng Jatiduwur dengan perbedaan Objek Lakon
yang berbeda peneliti terdahulu menggunakan Cerita Lakon Patah Kuda Narawangsa
sedangkan peneliti sekarang menggunakan Lakon Cerita Gunung Sari Kembar.
2.1.3 Analisis Struktural Pada Naskah Drama Karya Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 2
Gumukkas
Penelitian terdahulu yang ditulis oleh Reni Suprihatin pada tahun 2013 Universitas
Muhammadiyah Jember yang membahas tentang analisis struktural naskah drama dari karya
siswa yang mendapat kesimpulan bahwa karya siswa telah memenuhi unsur instrinsik dalam
drama. Dari hasil yang yang didapatkan terdapat persamaan dan perbedaan dari penelitian
ini. Persamaan membahas tentang analisis struktural pada naskah dan mempunyai
perbedaan objek penelitian yang berbeda peneliti terdahulu menggunakan objek karya
naskah dari siswa yang berkonteks modern dan di analisis nemun penulis disini
menggunakan objek naskah dan vidio sebagai sumber penelitian.
2.1.4 Adaptacion Of The Wiruncana Murca Play in the Wayang Topeng Jatiduwur
Jurnal yang ditulis oleh Setyo Yanuartuti dkk yang membahas tentang sebuah
pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur dengan lakon Wiruncana Murca pada acara
Festival Panji. Wayang Topeng Jatiduwur dengan lakon Wiruncana Murca, Wayang
Topeng dibangun kembali dengan konteks yang berbeda yaitu Festival Panji. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis proses transformasi lakon Wiruncana Murca dengan
pendekatan adaptasi. Hasil pementasan Wayang Topeng Jatiduwur dilakukan karena
terdapat perbedaan kontekstualitas dari konteks budaya ritual masyarakat desa Jatiduwur
dengan konteks Festival Panji Nasional. Dari hasil yang dikaitkan terdapat perbedaan dan
persamaan antara penelitian terdahulu dengan peneliti sekarang. Peneliti terdahulu dengan
peneliti sekarang sama sama menggunakan objek Wayang Topeng Jatiduwur dan dari sisi
perbedaan adalah cerita lakon yang dibawakan berbeda peneliti terdahulu menggunkan
objek cerita lakon wiruncana murca sedangkan penulis menggunkan objek lakon Gunung
Sari Kembar serta terdapat perbedaan dari kajian kontekstual dari konteks budaya
sedangkan penulis menggunakan analisis tekstual pada lakon cerita Gunung Sari Kembar.
2.1.5 Sastra Lisan Lakon Lahire Panji
Penelitian ini ditulis oleh Eggy Fajar Andalas mahasiswa Universitas Airlangga
pada Pertunjukkan Wayang Topeng Malang Padepokan Mangun Dharma. Peneliti
membahas tentang Cerita Lakon Sastra Lisan Wayang Topeng Malang menggunakan
metode penelitian sosiologi yang menghasilkan bahwa cerita panji yang digunakan dalam
pertunjukkan Wayang Topeng bersifat cair. Pertunjukkan Wayang Topeng Malang dengan
Lakon Lahire Panji berfungsi sebagai media pengharapan kelahiran dan kerukunan antar
manusia sarana hiburan,pembelajaran dan sarana pemertahanan tradisi. Dari hasil
penelitian yang dilakukan terdapat persamaan dan perbedaan antara peneliti terdahulu
dengan penulis.Persamaan peneliti terdahulu dengan penulis adalah objek dari penelitian
sama sama menggunakan Wayang Wong dan perbedaan dari peneliti terdahulu dengan
penulis adalah Kajian yang digunakan peneliti terdahulu dari sosiologi sastra sedangkan
penulis menggunakan kajian analisis tekstual.
2.1.6 Menganalisis Unsur Intrinsik “KASTASPORA” Karya Han Gragas Sebagai Upaya
Menyediakan Bahan Ajar Menulis Teks Cerpen
Penelitian terdahulu yang ditulis oleh Dian Maryati dkk yang membahas tentang analisis
unsur intrinsik berupa tokoh,alur,latar,tema, amanat dengan sampel 20 siswa. Pada cerpen
sebagai upaya dalam menyediakan bahan ajar dengan menggunakan metode deskriptif
kualitatif. Dari hasil penelitian terdahulu perbedaan yang telah digunakan satu sama lain
adalah objek peneliti terdahulu menggunakan objek penelitian cerpen dengan Judul
“KASTAPORA” dengan analisis intrinsik sedangkan penulis menggunakan analisis
tekstual, persamaan penelitian terdahulu dengan sekarang adalah dengan menggunakan
metode penelitian deskriptif kualitatif.

State Of The Art

Dalam sumber Kajian yang Relevan di atas dalam penelitian, penulis membandingkan
persamaan dan perbedaan penulisan terdahulu dengan apa yang diteliti kedudukan penulisan
dalam penelitian ini menjadi acuan posisi dari penelitian ini yaitu “ Analisis Tekstual Lakon
Gunung Sari Kembar Dalam Pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur di Desa Jatiduwur
Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang.

2.2 Kajian Teori


Kajian teori maupun hasil studi terdahulu mengambil fokus pada konsep utama
yang digunakan, sehingga bisa mengetahui langkah-langkah ilmiah yang digunakan
untuk pengumpulan data. Pada kajian teori ini peneliti menggunakan teori Dramaturgi
yang perlu adanya penegasan agar penelitian mempunyai dasar yang kokoh sebagai
upaya untuk mendapatkan keilmuan serta mengetahui fenomena tertentu yang digunakan
untuk mendukung data penelitian. Berikut kajian teori penelitian dalam penelitian
penulis.

2.2.1 Dramaturgi
Dramaturgi menurut Autar Abdillah dalam bukunya Dramaturgi merupakan ilmu
yang mempelajari tentang hukum dan konvensi drama hukum hukum drama yang
mencakup Tema,Alur (plot),karakter (penokohan) dan latar (setting). Pengertian drama
muncul sebagai bahan dan upaya untuk memahami kehidupan. Drama dimengerti mula
dari konteks sebagai salah satu genre sastra hingga ke pertunjukkan teater. Sebagai
sebuah karya sastra, drama berkaitan erat dengan adanya media lain, seperti teater radio
dan televisi. Dalam pengembangan dramaturgi tersebut dibutuhkan pula para dramatug
untuk menelaah kaidah kaidah seni pertunjukkan. Ruang lingkup dramaturgi sendiri.

Dramaturgi yang berhenti pada hukum hukum drama, perlu perkembangan lebih
lanjut, dramaturgi itu sendiri disiplin yang mempelajari bagaimana seseorang actor
maupun sutrada melakukan eksplorasi terhadap wilayah wilayah dramatic dan teateral
serta menjalin hubungan terhadap wilayah artistic dan penonton.( Abdillah,2008:13)

Sedangkan arti kata dramaturgi dalam buku RMA. Harymawan Dramaturgi adalah
ajaran masalah hukum dan konvensi drama . Kata drama berasal dari kata Yunani yang
berarti berbuat, berlaku,bertindak, bereaksi dan sebagainya. Arti kata drama merupakan
kualitas komunikasi, situasi, action (segala hal yang terlihat dalam pentas) yang
menimbulkan perhatian, kehebatan( exticing) dan ketegangan pada pendengar/penonton.
(Harymawan, 1993:1). Dalam kontruksi cerita drama naskah dan lakon memiliki
pengartian yang berbeda. Naskah adalah bentuj/rencana tertulis dari cerita drama
sedangkan lakon merupakan hasil perwujudan dari naskah yang dimainkan.
(Harymawan, 1993:23).

2.2.2 Teater Tradisional / Teater Tradisi


Menurut Darmanto Teater Tradisi di Indonesia sangat kaya. Penonton terlatih menerima
berbagai jenis pertunjukan. Bahkan hal-hal baru yang dianggap modern, sehingga menjadi
penghargaan, asal kemasannya “ramah”. Dalam istilah “tontonan” tercakup pengertian segala
sesuatu yang bisa ditonton akan diterima. Perbedaan bahasa pun tak jadi soal. Penonton tidak
hanya menikmati apa yang ada dihadapannya dengan logika tetapi rasa. Karena pertunjukan
buat mereka adalah peristiwa bersama.Sama halnya dengan sebuah “upacara”. Teater tradisi
sangat dekat dengan kehidupan. Beberapa istilah teater juga terkait erat dengan kehidupan
nyata. Terdapat kesenian di Balu yang dikenal dengan "taksu” untuk orang yang
mempunyai daya Tarik lebih,jika dalam sebuah pertunjukkan. Dalam kegiatan hari hari dia
hanya seorang petani yang dapat dilihat bahwa seorang petani yang terlihat sangat, namun
saat diatas panggung akan terpancar sebuah aura yang sangat memikat penonton. Taksu
sendiri berarti sebuah kekuatan gaib yang dapat memberi aura positif dalam diri seseorang
saat di atas panggung.

Teater Rakyat yang bersumber pada pada teater kraton dan yang terakhir teater
tradisional berkembang di pedesaan. Teater rakyat lahir ditengah tengah rakyat dan masih
menunjukkan kaitan dengan upacara adat dan keagamaan. Artinya pertunjukkan yang hanya
dilaksanakan dalam kaitan dengan upacara tertentu. Unsur unsur teater rakyat yang pokok
adalah cerita,pelaku dan penonton. (Sumardjo,1997:17)

Ciri ciri umum teater rakyat sebagai berikut :


- Cerita tanpa menggunakan naskah dan penggarakan sesuai peristiwa,sejarah
dongeng,mitologi atau kehidupan sehari hari
- Penyajian menggunakan dialog,tarian serta nyanyian
- Unsur lawakan selalu muncul

- Nilai dan laku dramatic dilakukan secara spontan dan dalam satu adegan terdapat dua
unsur emosi sekaligus, yakni tertawa dan menangis.
- Pertunjukkan mempergunakan tetabuhan atau music tradisional

- Penonton mengikuti pertunjukkan secara santai dan akrab, dan bahkan tidak
terelakkan adanya dialog langung antara pelaku dan publiknya
- Mempergunakan bahasa daerah
- Tempat pertunjukkan terbuka dalam bentuk arena (dikelilingi penonton).

2.2.3 Struktur Dramatik

Struktur Teks Drama terbentuk dari adanya plot yang berupa gabungan sntsr peristiwa
atau seleksi dan perintah adegan dalam drama yang secara umum didasari pada cerita. Plot
berbeda dengan cerita, cerita adalah catatan peristiwa yang utuh,rangkaian peristiwa biasanya
dijelaskan secara kronologis. Cerita sebagai catatan naratif dari apa yang dilakukan orang
berbentuk isi pokok percakapan sehari hari melalui koran dan televisi maupun novel dan film
(Abdillah,2008:30)

2.2.3.1 Plot/Alur
Plot atau merupakan kerangka penceritaan yang mengubah jalannya cerita.Plot dapat
dibagi menjadi pengantar menuju pemahaman terhadap peristiwa peristiwa yang terjadi
dalam sebuah drama. Secara umum plot dapat dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu, plot awal,
tengah dan akhir.

1. Awal

 Protatis/Eksposisi : merupakan pengantar awal terhadap kejadian kejadian yang akan


berlangsung dalam suatu cerita.
 Epatasio/Komplikasi : merupakan bagian yang mencoba mengarahkan penceritaan
menjuju perselisihan atau konflik konflik
2. Tengah

 Catassis/Klimaks merupakan gambaran dari puncak perselisihan yang terjadi sebagai


akibat adanya keseteruan dua atau lebih tokoh cerita
 Krisis merupakan puncak perselisihan yang melahirkan benih benih upaya penyelesaian

 Epitasio/Resolusi sebagai proses dala upaya mencari kemungkinan penyelesaian

3. Akhir

 Kesimpulan

 Penyelesaian merupakan upaya untuk menyelesaikan krisis yang terjadi dari dua atau
lebih tokoh cerita
 Denoument

 Catarsis merupakan satu konsep penting dalam drama tragedi yang diartikan sebagai
penyucian jiwa

Terdapat dua aspek penting yang selalu mempengaruhi perkembangan plot, yaitu :

a. Adegan Pembuka : Adegan drama berawal dan menyusun irama dan gaya terlebih
dahulu untuk segala sesuatu yang dapat diikuti.

b. Krisis dan klimaks : Dalam drama bergaya tradisional, sangat jelas proses membangun
satu krisis ke krisis lainnya. Krisis akhir menjadi penting, dan menjadi titik tolak
bangunan klimaks penceritaan.

Plot terdiri dari tiga jenis, yaitu :

- Plot Linier

Cerita yang bergerak secara berurutan A-Z

Plot ini sangat umum digunakan dalam karya karya drama karena (kesannya) lebih
mudah untuk ditangkap atau diterima oleh pembacanya.Disamping itu plot linier ini
juga tidak terlalu rumit dan proses analisanya, dikarenakan secara struktural lebih
singkat dan padat.

- Plot Sirkuler

Cerita yang berkisar pada satu peristiwa saja. Plot ini sedikit rumit bila tidak
mengenali karakter filosofis dari karya drama terseut. Kesiasiaan manusia yang
menjadikan plot ini menciptakan berbagai pengulangan dan pembuatan unsur plot
yang tidak saling berkaitan.

- Plot Episodik

Jalinan cerita terpisah kemudian bertemu pada akhir cerita dalam penyusunannya
drama episodik awalnya dimulai secara relatif dalam cerita, dan tidak memadatkan
perilaku justru memperluasnya.Kekhasan drama episodik meliputi suatu perluasan
masa waktu kadang kadang bertahun tahun dan jarak dan tempat yang lebih jauh.
2.2.3.2 Penokohan

Penokohan dalam memahami karakter atau perwatakan mempunyai 3 aspek penting


yang mendasarinya. Aspek penokohan adalah sebagai berikut :
 Sosiologis

Kedudukan sosial tokoh cerita seperti Bapak,Ibu,Camat,Patih,Lurah dan lain


sebagainya. Kedudukan sosiologis memberikan posisi pada seorang tokoh cerita untuk
menggambarkan peran maupun tindakan yang dilakukannya. Konsisten peran sangat
dipentingkan dalam mendukung operasionalisasi penokohan.
 Psikologis

Kondisi kejiwaan tokoh cerita seperti rajin,pemalas,pemarah,iri hati,pembohong.


Kondisi kejiwaan ini lebih menonjol dalam bentuk pengekspresian tokoh cerita,
meskipun harus mendapatkan dukungan dan aspek lain seperti kostum dan latar kondisi
kejiwaan lebih bertolak belakang pengkarakteran dalam pemeranan.
 Fisiologis

Keadaan fisik tokoh cerita seperti berbadan tinggi, pendek,gendut,kurus,ganteng


cantik dan lain sebagainya. Keadaan fisik ini merupakan keadaan seorang aktor yang
lebih mudah terlihat mendapatkan apresiasi dari penonton.
2.2.3.3 Latar / Setting
Latar atau setting merupakan tempat terjadinya peristiwa. Seperti, hutan belantara,
ruang tamu, kamar tidur, dan lain sebagainya. Meskipun latar atau setting bukan
merupakan struktur dramatik, latar atau setting memiliki pengaruh yang signifikan dalam
penguatan struktur dramatik. Suatu kejadian dapat memiliki dorongan dramatik karena
pemaknaan-pemaknaan yang ditimbulkan oleh tempat terjadinya peristiwa. Disinilah
peran dari artistik khusunya dekorasi panggung dalam memberikan kesan terhadap latar
atau setting.
2.2.3.4 Tema
Tema yang secara intrinsik berarti inti, esensi atau pokok ide suatu cerita. Tema
berfungsi menentukan titik tolak cerita. Tema bisa menjadi awal penemuan suatu drama
bisa pula menjadi dasar untuk memahami sebuah penokohan dalam cerita. Tema menjadi
penting dikarenakan mampu membangun aktualitas kejadian dengan keadaaan yang ada
dalam masyarakat kontemporernya.
2.2.3.5 Konstruksi Cerita Drama dalam buku RMA Harymawan dalam buku
Dramaturgi hal yang pertama adalah penentukan perbedaan naskah dan lakon.
- Naskah merupakan bentuk rencana atau cerita yang tertulis dari cerita drama.
- Lakon yang dapat diartikan sebagai perwujudan dari sebuah naskah drama dengan .
Terdapat beberapa unsur prinsip dalam drama.
Dalam hal plot menurut Harymawan dalam bukunya plot dapat dikatakan alur, rangka
cerita yang tersusun menjadi empat bagian antara lain : Protasio,Epitasio,Catastasis dan
Catastrophe. (Harymawan,1993:26)
2.4 Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir dapat dikatakan sebagai konsep dan tahapan-tahapan sebuah
fenomena diteliti. Kerangka berfikir juga mempunyai fungsi dalam hal mengarahkan dan
memperjelas arah serta dasar memperinci penelitian. Kerangka berfikir yang baik
menjelaskan runtutan variabelnya secara teoritis, maka peneliti harus menguasai teori-teori
dalam proses penelitian. Berikut merupakan kerangka berpikir yang dirancang oleh peneliti.

KESENIAN
TRADISIONAL

WAYANG
TOPENG
JATIDUWUR

LAKON PERTUNJUKKAN
GUNUNG SARI KEMBAR
DALAM PERTUNJUKKAN
WAYANG TOPENG
JATIDUWUR

STRUKTUR DRAMATIK
GUNUNG SARI KEMBAR
DALAM
PERTUNJUKKAN
WAYANG YOPENG
JATIDUWUR
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian Deskriptif Kualitatif

3.1.1 Observasi deskriptif

Observasi deskriptif dilakukan pada peneliti pada saat memasuki situasi social tertentu
sebagai sebagai objek penelitian. Pada tahap ini peneliti belum membawa masalah yang akan
diteliti, maka peneliti melakukan penjelajah umum dan menyeluruh, melakukan deskripsi
dengan apa yang semua dilihat, didengar dan dirasakan. Semua data direkam oleh karena itu
hasil observasi ini disimpulkan dalam keadaan yang belum tertata. Observasi dalam tahap ini
biasanya disebut dengan grand tour observation dan peneliti menghasilkan kesimpulan
pertama. Bila dilihat dari segi analisis maka peneliti melakukan analisis domain, sehingga
mampu mendeskripsikan terhadap semua yang ditemui (Sugiyono,2010:69). Peneliti memilih
menggunakan metode observasi deksriptif dengan mengamati pertunjukkan Wayang Topeng
Jatiduwur, melakukan berbagai wawancara dengan narasumber dalam hal ini peniliti dapat
menghasilkan kesimpulan yang tepat dengan menggunakan metode observasi desktriptif.
3.1.2 Wawancara Semiterstruktur

Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept interview dimana dalam
pelaksanaannya lebih bebas dengan wawancara terstruktur.Tujuan dari wawancara ini adalah
menemukan permasalahan lebih terbuka dimana pihak yang diwawancara diminta pendapat
dan ide idenya. Melalui wawancara semi terstruktur ini penulis dapat lebih mudah untuk
mengumpulkan data pada saat wawancara.
3.1.3 Wawancara tak berstruktur

Wawancara tak berstruktur adalah wawancara bebas dimana peneliti tidak


menggunakan pedoman yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan. Wawancara yang digunakan oleh penulis disini dalam
Analisis Lakon Gunung Sari Kembar dalam Pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur dapat
menemukan sumber sumber baru pada saat wawancara tidak terstruktur baik dari segi
sejarah,problematika dan lain lain.

16
3.2 Sumber Data

Dalam menggali data penelitian, terdapat tiga sumber data, yakni, place, person, dan
paper. Berikut penjelasannya:
a. Place, yaitu sebuah tempat atau lokasi terselenggaranya sebuah pementasan yang diteliti
sehingga dapat digunakan sebagai sumber data penelitian.
b. Person, yaitu orang-orang yang bisa memberikan informasi mengenai data penelitian yang
kita teliti
c. Paper, yakni dokumen atau literatur yang dapat digunakan sebagai sumber data penelitian.
3.3 Objek Penelitian
Objek bagi sebuah penelitian adalah sebagai bahan utama sebagai landasan pada
tahapan atau kegiatan penelitian. Yang dimana objek tersebut dijadikan sebagai bahan pokok
utama terhadap permasalahan yang memiliki banyak karakter serta sudut pandang maupun
kondisi. Objek penelitian yang digunakan penulis disini adalah Lakon cerita Gunung Sari
Kembar pada Pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur.

3.4 Subjek Penelitian

Subjek penelitian merupakan apa atau siapa yang diteliti. Menentukan Subjek Penelitian,
tentulah seorang peneliti harus mempunyai alasan kenapa dan apa penyebab ketertarikan
peneliti untuk meneliti tokoh tersebut. Pada penelitian kali ini, peneliti mengangkat
Analisis Tekstual Wayang Topeng Jatiduwur Lakon Gunung Sari Kembar yang
merupakan lakon penting dalam salah satu naskah Wayang Topeng Jatiduwur.

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Dalam mengumpulkan semua data guna membantu dalam tahapan penelitian,
peneliti mengunakan beberapa cara diantaranya sebagai berikut:

3.5.1. Observasi
Observasi juga merupakan hal yang sangat efektif untuk mengumpulkan data, dari
data itu menjadi bahan penelitian. observasi ini dilakukan dengan cara mencari bahan
yang mampu membantu dalam memberikan informasi untuk melengkapi data yang akan
didapat oleh peneliti serta mempermudah peneliti mendapatkan informasi yang
dibutuhkan.

17
3.5.2. Studi kepustakaan
Dalam penelitian, studi kepustakaan sangat diperlukan dalam mengumpulkan
data. Fungsinya sebagai sumber data serta informasi yang dapat digunakan dalam
penelitian. Studi kepustakaan bagi penelitian ini sangat berpengaruh penting bagi peneliti
sehingga dapat mempermudah dalam mengolah bahan penelitian bagi peneliti terutama
dalam Analisis Tekstual Lakon Gunung Sari Kembar.

3.6 Metode Analisis Data


Setelah seluruh data terkumpul, peneliti menganalisis data yang telah didapatkan.
Analisis data dilakukan sebagai kegiatan pemaparan dalam bentuk deskripsi terhadap
masing-masing data secara fungsional dan rasional (Siswantoro, 2010:80-81). Data-data
yang telah didapatkan dianalisis menggunakan beberapa tahapan tertentu, menurut
Sugiyono (2012:247-253) dan adapun tahap-tahap terhadap teknik analisis data sebagai
berikut.

3.6.1 Reduksi data

Tahapan ini adalah tahapan memfokuskan, memilih, memilah, dan merangkum data
bahan penelitian, hal tersebut bertujuan untuk memfokuskan pada hal hal yang penting,
dicari tema dan pola sehingga memberikan kemudahan peneliti untuk menganalisis data
serta mengambil data dalam penelitian. (Sugiyono,2010:92). Peneliti menggunakan
tahapan reduksi data untuk dapat memilah secara baik dan mendapatkan hasil dari
pengambilan data sebelumnya sehingga informasi atau bahan penelitian lebih jelas.
3.6.2 Penyajian Data

Penyajian data berarti menyusun segala informasi yang ada kedalam bentuk tertentu,
seperti misal teks deskriptif, bagan, atau gambar yang memudahkan peneliti dalam
mengerucutkan hasil analisis kedalam sebuah kesimpulan.

3.7 Validasi Data


Dalam hal ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif yang
mengharuskan peneliti mempunyai data valid dan tepat, maka dari itu fungsi dari
validasi data yakni memastikan bahwa kesimpulan dari hasil analasis data yang
dilakukan oleh peneliti sesuai. Hal ini dilakukan untuk menghindari hasil akhir yang
invalid atau tidak sesuai dengan hasil analisis. Teknik validitas data yang dipilih oleh
peneliti yakni teknik triangulasi.Hal yang dimaksud dalam teknik triangulasi ini
melakukan pemeriksaan atau verifikasi ulang terhadap data dan menggunakan berbagai

18
cara, melalui berbagai sumber, dari berbagai waktu. data. . Menurut Sugiyono
(2012:274) terdapat tiga triangulasi data, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan
trangulasi waktu. Demi menyesuaikan kebutuhan penelitian, peneliti memilih 2 metode
triangulasi, yakni triangulasi sumber dan triangulasi teknik, berikut penjelasannya:
3.7.1 Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber merupakan cara untuk memverifikasi data dengan menggunakan
lebih dari satu sumber data, misalnya dengan menggunakan observasi lapangan,
wawancara, dokumen sejarah, buku, dan lain-lain. Peneliti menggunkan teknik
triangulasi sumber sebagai bahan pengumpulan data yang telah diteliti.

3.7.2 Triangulasi Teknik


Triangulasi teknik yakni cara untuk memverifikasi data dengan menggunakan lebih
dari satu metode, misalnya membandingkan data, wawancara, serta dokumen terkait
yang digunakan sebagai acuan penelitian. Disini peneliti menggunakan triangulasi teknik
dikarenakan dalam pengambilan data terdapat beberapa metode yang diterapkan
termasuk wawancara,perbandingan data serta dokumen yang terkait dengan topik
penelitian sehingga akan mempermudah peneliti dalam pengambilan

19
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Struktur Pertunjukkan
Struktur Perunjukkan dalam Wayang Topeng Jatiduwur yang menjadi runtutan sebelum acara
dimulai sampai masuk dalam sebuah cerita pertunjukkan. Wayang Topeng Jatiduwur sendiri
sebelum melakukan pementasan terdapat beberapa ritual yang dilakukan begitupun dengan
pertunjukkannya. Wayang Topeng Jatiduwur sendiri mempunyai beberapa pakem yang memang
harus dilaksanakan seperti melakukan ijin sebelum pementasan, pemberian sajen saat ingin pentas
dan pengamalam doa untuk leluhur, adapun bukti foto dibawah ini :

- Ritual sebelum Pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur

Dalam pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur sebelum dilakukannya pementasan


terdapat ritual yang bertujuan untuk meminta ijin kepada leluhur, kirim doa kepada leluhur
sebagai pertanda akan dilaksanakannya pementasan Wayang Topeng Jatiduwur.

- Ritual Pengeluaran Topeng Sebelum Pertunjukkan

Sebelum pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur dimulai terdapat beberapa hal yang
dilakukan yaitu memberi penghormatan berupa sesajen yang diletakkan dibawah kotak
penyimpanan Topeng

20
- Tarian Klana

Dalam pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur pada awalan pertunjukkan terdapat tarian
klana yang ditandai sebagai tarian pembuka dengan menggunakan Topeng Klana. Dengan
iringan musik dan tarian khas yang menjadi tanda pembuka dalam pertunjukkan Wayang
Topeng Jatiduwur.

- Jejeran Awal (Pembukaan)

Jejeran Awal merupakan adegan pembuka dalam cerita Wayang Topeng Jatiduwur yang
menandakan cerita tersebut telah dimulai yang diawali dengan dalang sebagai penanda
dimulainya Lakon Wayang Topeng Jatiduwur ,

21
- Perang Gagal

Perang gagal dapat dikatakan sebagai perang awal sebelum konflik yang menandakan
terjadinya perang sebelum konflik

- Goro Goro / Hiburan

Goro goro merupakan hiburan yang di selipkan dalam pertunjukkan Wayang Topeng
Jatiduwur yang bertujuan untuk membuat suasa hangat dalam sebuah lakon. Biasanya goro
goro ini dapat dikatakan hiburan atau dagelan sebelum konflik puncak dalam pementasan.

- Perang Puncak

Perang puncak dapat dikatakan sebagai konflik puncak dalam sebuah pertunjukkan Wayang
Topeng Jatiduwur yang menjadikan titik tegang dalam pertunjukkan. Konflik puncak ini
biasanya dengan adegan perang atau berkelahi.

- Jejeran Akhir

Jejeran Akhir merupakan adegan dalam pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur yang sudah
mulai menemukan solusi atau penyelesaian dalam konflik permasalahan biasanya dibuktikan
dengan adanya kekalahan dalam perang.

- Tarian

Tarian disini dapat diartikan sebagai ending dalam sebuah cerita. Biasanya dalam pertunjukkan
ini terdapat tarian yang menggambarkan bahwa cerita tersebut telah berakhir.

4.1 Struktur Dramatik


Analisis Struktur Dramatik pada Lakon Gunung Sari Kembar pada Pertunjukkan Wayang
Topeng Jatiduwur yang berbentuk plot dari kumpulan peristiwa atau seleksi dan perintah di dalam
sebuah adegan drama disini peneliti terdapat unsur dalam struktur dramatik yaitu : Plot/Alur,
Penokohan, Latar/Setting dan Tema.
4.1 Plot/ Alur
Plot/Alur yang digunakan peneliti dalam penelitian ini merupakan Plot Linier yang dimulai pada
saat terjadi klimaks, mempunyai alur maju dan secara runtut dalam sebuah cerita.
- Eksposisi

Pengantar peristiwa atau awal cerita dari Lakon Gunung Sari Kembar dengan sebuah pembuka
nyanyian atau ritual yang memuji Tuhan dengan dialog pembuka dengan adegan awal Prabu Klana

22
Bledek Linggabuana sedang merasakan kasmaran terhadap Dewi Sekartaji dari Kerajaan
Bantarangin.

Prabu Klana : “ Ya begitu para abdi semua senang. Ya syukur kalo begitu jika
banyak tempat para abdi semua percaya pada ucapanku.
Patih Patih Guntur Sekti kamu saya suruh menghadap kesini aku kan
menyuruh pergi ke Kerajaan Kediri mintalah Dewi Sekartaji,
lamarkan Dewi Sekartaji bisa apa tidak patih “
Patih Guntur Sekti : “ Baik baginda abdi dhalem sebelumnya tidak ada, sebelumnya
kelaparan abdi dhalem menerima semua yang jadi permintaan
Prabu”
Prabu Klana : “ Ihhhhh... hahahaha, syukur jika seperti itu Patih senang rasanya
hati jika seperti itu Patih,jangan terlalu lama patih berangkatlah ke
Kediri saya suruh mintalah Dewi Sekartaji dan lamarkanlah Dewi
Sekartaji”
Patih Guntur Sekti : “ Iya baginda besok saya bersama prajuti ke Negeri Kediri”
Prabu Klana : “ Sekarang juga, berangkatlah Patih, Gajah Gelar Singo Barong
bawalah Prajurit bersamamu Patih”
Patih Guntur Sekti : “ Iya Prabu, yang saya minta ialah izin”
Prabu Klana : “ Iya berhati hatilah Patih”
Prabu Guntur Sekti : “ Baik Baginda”
(Patih Guntur Sekti dan para prajurit berangkat ke Negeri Kediri)

- Komplikasi
Bagian komplikasi bagian yang mengarahkan penceritaan menuju perselisihan atau konflik
konflik. Berikut beberapa dialog yang menunjukkan awal mula bagian konflik dari Lakon Gunung
Sari Kembar.

Prabu Klana : “ Patih Guntur Sakti, mengapa kamu kembali lagi ? Kamu saya
suruh ke Kerajaan Bantarangin bagaimana kabarnya patih ?”
Patih Guntur Sakti : “ Iya sinuwun, saya bersama prajurit sudah datang ke Kerajaan
Kediri sinuwun dan saya sudah mengungkapkan apa yang jadi
keinginan sinuwun itu diterima.”
Prabu Klana : “ Senangnya hatiku patih, kalo begitu apa permintaanmu patih ?”
Patih Guntur Sekti : “ Saya tidak meminta apa apa sinuwun.”
Prabu Klana : “ Apa yang diminta Dewi Sekartaji Patih? Apa meminta begitu?
Apa meminta laut bakal aku turuti Patih”
Patih Guntur Sekti : “ Mohon maaf sinuwun, yang menjadi permintaan Dewi Sekartaji
yaitu Sekar Tunggung Lungging Jangga begitu sinuwun”
23
Prabu Klana : “ Jika seperti itu puaskanlah olehmu tidur, (Prabu Klana melipat
tangan untuk menutupi lubang di badan dan yang ada di jiwa, Prabu Klana membuang
wujud Gunung Sari”
Prabu Klana : “Patih Guntur Sekti”
Patih Guntur Sekti : “ Maaf sinuwun, jadi sinuwun tidak menyamakan dengan gambar ? “
Prabu Klana : “ Oh ya, jika begini patih yang jadi urusanku” Patih
Guntur Sekti : “ Jika benar begitu sinuwun”
Prabu Klana : “ Jika seperti itu kamu kembalilah ke Kerajaan
Bantarangin, aku akan mencari Sekar Tunggung Lungging Jangga”

- Klimaks

Klimaks merupakan penggambaran dari puncak perselisihan yang terjadi akibat adanya
perseteruan dua atau lebih tokoh cerita. Lakon Gunung Sari Kembar yang menggambar tragedi
pembunuhan Raden Panji oleh Gunung Sari Palsu atas perselisihan antara Prabu Klana Bledek
Linggabuana dengan Raden Panji demi mendapatkan Dewi Sekartaji. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan adanya dialog sebagai berikut.

Prabu Klana : “ Jika saya lihat, waduh raden panji aku akan menuruti apa yang
menjadi kemauannya” ( Prabu klana mengubah dirinya menjadi Gunung Sari, Prabu Klana
membunuh Raden Panji dan membawa kepala Raden Panji)
Patih Kertolo : “ Berhenti, ayo mau kemana kamu”
(Patih Kertolo mengejar Gunung sari asli)
Patih Kertolo : “ Ampun den ampun, kamu sudah kelewatan ini Raden Panji
Asmara Bangun”
(Gunung Sari Asli dan Patih Kertala membawa tubuh Raden Panji) (Gunung
Sari Palsu measuk membawa kepala Raden Panji) Gunung sari Palsu : “
Weeehhh jadi kamu kok bodoh”
Patih Ketolo : “ Hee ladalah ini yang menjadikan perkara ayo lawan aku, mau lari
kemana kamu!”
(Patih Kertolo dan Gunung Sari Palsu Perang)
(Gunung Sari Palsu Berubah wujud menjadi Prabu Klana)

24
Patih Kertala mengejar Prabu Klana
Patih Kertala : “ Ayo mau lari kemana kamu”
(Prabu Klana Berangkat menuju Dewi Sekartaji dengan membawa Kepala Raden
Panji)

- Resolusi
Pembentukan setelah terjadinya klimaks merupakan resolusi dimana dalam cerita lakon buGunung
Sari Kembar terdapat cara atau menuju dalam hal penyelesaian konflik tersebut atau dapat
dikatakan masa penurunan setelah konflik cerita dalam cerita Lakon Gunung Sari Kembar ini
setelah tragedy pembunuhan Raden Panji oleh Gunung Sari Palsu berikut bukti dialog berikut :

Patih Kertala mengejar Prabu Klana


Patih Kertala : “ Ayo mau lari kemana kamu”

(Prabu Klana Berangkat menuju Dewi Sekartaji dengan membawa Kepala Raden
Panji)
Dewi Sekartaji : “ beberapa hari ini aku sedih memikirkan Kakang Panji Asmara
Bangun, kamu kapan datang kakang Panji Asmara Bangun Kakang panji Ohhh kakang
panji.
Prabu Klana : “ Yayii Yayiii owwalah”
(Patih Kertala dan Gung Sari Asli datang membawa badan Raden Panji)
Patih kertala : “ Oala, ya ini orang yang aku cari mau lari kemana kamu.”
(Prabu Klana, Patih Kertala dan Gunung Sari Perang) Patih
Kertala : “ terimalah tanganku iki” (Prabu
Klana kalah lalu pergi)

- Konklusi
Konklusi itu sendiri merupakan penyelesaian dalam sebuah adegan cerita terdapat penurunan
yang menjadikan acuan dalam cerita Lakon Gunung Sari Kembar sehingga terdapat
penyelesaian dalam sebuah cerita. Berikut bukti dialog dari konklusi :

Gunung Sari : “ Ini Panji Asmara Bangun gusti Patih.”


Raja Lembu Amiluhur : “Duduklah dulu nak, mengapa kamu menangis apa yang
menjadi kedukaan ini ?”
Patih Kertala : “ Iya Romo, Panji Amsra Bangun di penggal
lehernya oleh Prabu Klana Bledek.”

25
Raja Lembu Amiluhur : “ Ohh jadi seperti itu, jangan riasu nak. Orang yang
meninggal itu sudah ditakdirkan, meninggalnya manusia itu hanya gusti yang menguasai
jagat dunia maha kuasa. Jika seperti itu ayo sama sama meminta kepada Gusti yang maha
kuasa supaya menunjukkan Panji Asmara Bangun agar hidup kembali.”
Rahayu rahayu rahayu saking dumadi kabisanggih Raden
Panji hidup kembali
Raden Panji : “ Dewi Sekartaji.”
Dewi sekartaji : “ Iya Kakang Panji smara Bangun.”
Raja Lembu Amiluhur : “ Jika sudah seperti ini Raden Panji Asmara Bangun kamu saya
nikahkan dengan Putriku Dewi Sekartaji.”
Dewi Sekartaji : “ Iya Rama saya mau.”

( Raden Panji dan Dewi Sekartaji Menikah)


- Katarsis
Penyucian jiwa yang berarti kesimpulam dari sebuah cerita yang memberikan pesan atau
amanat serta gambaran akhir dari cerita Lakon Gunung Sari Kembar berikut kesimpulan :

Lakon Gunung Sari Kembar yang menceritakan tentang sayembara memperebutkan Dewi Sekartaji
namun disisi lain Raja Klana Bledek Linggabuana juga menginginkan Dewi Sekartaji dan diutuslah
Patih Guntur Sekti untuk berangkat ke Kerajaan Bantarangin dan pinangan Raja Klana Bledek
Linggabuana diterima dengan syarat harus membawa “Sekar Tunggung Lungging Jangga” yang
diartikan sebagai kepala manusia. Prabu Klana Bledek Linggabuana akhirnya mempunyai fikiran
licik untuk membunuh Raden Panji dan membawa Kepala Raden Panji ke hadapan Dewi Sekartaji
dengan alih alih tidak yang membunuh Raden Panji adalah Gunung Sari. Peperangan pun tidak
terelakkan Gunung Sari Asli bertarung dengan Patih Kertala namun disisi lain mereka telah ditipu
oleh Gunung Sari Palsu. Pada akhirnya Prabu Klana Bledek Linggobuono tercium apa yang telah
dilakukan dan perang pun tak terelakkan. Prabu Klana Bledek Linggabuana yang kalah telak dalam
peperangan akhirnya pergi. Badan Raden Panji yang telah dibawa oleh Patih Kertolo dan Gunung
Sari Asli ke hadapan Raja Lembu Amiluhur pada akhirnya Raden Panji dapat hidup kembali dan
menikah dengan Dewi Sekartaji. 4.2 Penokohan
Dalam hal penokohan terdapat 3 pembagian dalam sebuah karakter antara lain protagonis,
antagonis dan tirtagonis.
4.2.1 Protagonis
Penokohan protagonis dapat dikatakan tokoh dengan baik yang mendukung cerita dalam Lakon
Gunung Sari Kembar berikut pembagian tokoh protagonist dalam hal sosiologis,psikologis dan
fisiologis.
26
 Raden Panji

1. Fisiologis Raden Panji


Raden Panji merupakan kekasih dari Dewi Sekartaji yang akan menikahi Dewi
Sekartaji berikut bukti fisik Raden Panji :

Raden Panji merupakan pangeran yang gagah, memiliki wajah yang tampan Raden
Panji yang dapat dibuktikan dengan bukti gambar dibawah ini :

2. Psikologis Raden Panji

Psikologis Raden Panji memiliki karakter yang tegas, bijaksana dan pemberani dalam
Lakon Gunung Sari Kembar ini Raden Panji merupakah salah satu tokoh protagonist
27
saat meminta izin kepada Dewi Kilisuci untuk melawan Prabu Klana Bledek
Linggabuana yang dapat di buktikan dengan dialog sebagai berikut :

Raden Panji : “ Inggih bibik, saya terima dengan berbekal tangan


menjadikan jimat”

Dewi Kulisuci : “ Adik kamu dari kejauhan terlihat gelisah, apa yang
mengganggu pikiranmu ?”
Raden Panji : “ Iya bibik saya memikirkan keadaan wanita yang ada di
Kerajaan Bantarangin itu bibik”
Dewi Kilisuci : “ Ya kalau begitu, sudah waktunya kamu turun dari
Padepokan Dewi Kilisuci ini.”
Raden Panji : “ Iya bibik, jikalau yang menjadi kehendak bibik saya
meminta restu”
Dewi Kilisuci : “ Ya anakku segeralah berangkat saya doakan seperti air
mengalir”
3. Sosiologis Raden Panji

Raden Panji merupakan Raja yang berasal dari Kerajaan Jenggala. Raden Panji
mempunyai hubungan asmara dengan Dewi Sekartaji dengan di buktikan dialog
dibawah ini :

 Dewi Sekartaji

Dewi Sekartaji merupakan salah satu tokoh pada lakon Gunung Sari Kembar pada
pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur yang merupakan salah satu tokoh protagonis
dalam lakon tersebut.

1. Fisiologis Dewi Sekartaji

28
Dewi Sekartaji adalah putri dari Raja Lembu Amiluhur yang memiliki gestur
tubuh yang luwes, mempunyai fisik yang ideal. Dewi Sekartaji mempunyai ciri
fisik yang dapat dibuktikan dengan foto berikut.

2. Psikologis Dewi Sekartaji

Dalam hal psikologis Dewi sekartaji memiliki sifat yang baik, lemah lembut dan
patuh. Berikut ini dapat dibuktikan melalui dialog yang membuktikan bahwa
Dewi Sekartaji termasuk dalam peran protagonis :

Raja Lembu Amiluhur : “ Putriku Dewi Sekartaji “


Dewi Sekartaji : “ Iya Rama, saya datang Rama. Saya putrimu memberikan sungkem untuk
Rama”
Raja Lembu Amiluhur : “ Saya terima sungkem pangabektimu untuk Rama tidak
terlewat restu Rama terimalah”
Dewi Sekartaji : “ Iya Rama aku terima restu Rama bisa menjadikan jimat untuk putrimu."
3. Sosiologis Dewi Sekartaji

Dewi Sekartaji merupakan putri dari Raja Lembu Amiluhur dari Kerajaan Kediri.
Dewi Sekartaji merupakan putri tunggal yang menjalin hubungan dengan Raden
Panji. Berikut ini dialog yang menjadi bukti bahwa Dewi Sekartaji merupakan
anak dari Raja Lembu Amiluhur.

Raja Lembu Amiluhur : “ Putriku Dewi Sekartaji, ini Dewi sekartaji diminta untuk
Prabu Klana Bledek Linggabuana yang dari jauh.
Dewi Sekartaji : “ Iya Rama, putrimu sudah mengerti.”
Raja Lembu Amiluhur : “ Jika kamu mengerti apa yang akan kamu tolak apa yang akan
kamu terima?”
29
Dewi Sekartaji : “ Saya terima Rama, tetapi saya punya permintaan.”

4.2.2 Antagonis
Antagonis merupakan bagian tokoh yang menentang cerita atau dapat dikatakan sebagai
penyulut konflik dalam sebuah cerita. Dalam cerita Lakon Gunung Sari Kembar ini
terdapat beberapa tokoh yang menjadi peran antagonis antara lain :

 Prabu Klana Bledek Linggabuana


Prabu Klana Bledek Linggabuana merupakn tokoh utama dalam Lakon Wayang Topeng
Jatiduwur yang memegang kunci utama permasalahan dalam cerita Lakon Gunung Sari
Kembar
1. Fisiologis Prabu Klana Bledek Linggabuana
Prabu Klana Bledek Linggabuana mempunyai ciri fisik yang kekar, dada yang
dibusungkan menggambarkan dia adalah seorang yang memiliki kuasa. Memakai baju
berwarna merah keemasan dengan suluk yang menggambarkan Prabu Bledek
Linggabuana merupakan seorang Raja.

30
2. Psikologis Prabu Bledek Linggabuana
Prabu Klana Bledek Linggabuana merupakan seoarang Raja yang mempunyai
kekuasan sehingga memiliki sifat licik,serakah dan menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan apa yang diinginkan. Disini dapat dibuktikan dengan dialog sebagai
berikut :

Prabu Klana : “ Apa yang diminta Dewi Sekartaji Patih? Apa meminta begitu?
Apa meminta laut bakal aku turuti Patih”

Patih Guntur Sekti : “ Mohon maaf sinuwun, yang menjadi permintaan Dewi
Sekartaji yaitu Sekar Tunggung Lungging Jangga begitu sinuwun”

Prabu Klana : “ Jika seperti itu puaskanlah olehmu tidur, (Prabu Klana
melipat tangan untuk menutupi lubang di badan dan yang ada di jiwa,
Prabu Klana membuang wujud Gunung Sari”

Prabu Klana Bledek Linggabuana menjelma menjadi Gunung Sari dengan niatan
licik untuk membunuh Raden Panji demi mendapatkan apa yang diinginkan oleh
Dewi Sekartaji. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan jika Prabu Klana Bledek
Linggabuana memiliki sifat yang licik dan serakah.

31
3. Sosilogis Prabu Bledek Linggabuana.

Dalam segi sosiologis Prabu Klana Bledek Linggabuana merupakan seorang Raja yang menguasai
Kerajaan Bantarangin , jika digali lebih dalam dapat dikatakan Kerajaan Bantarangin berasal dari
Ponorogo. Prabu Klana Bledek Linggabuana terdapatt bukti dialog yang menyatakan bahwa Prabu
Klana seorang Raja dan berasal dari Kerajaan Bantarangin.

Prabu Klana : “ hahahaha Jagat Dewa Bathara ya patih saya terima sembah
hormatmu untuk lewat pangestuku terimalah Patih Guntur Sekti”

Patih Guntur Sekti : “ Iya baginda,semua saya terima dengan senang hati di arimbi
mencari jimat, jimatnya abdi dhalem di kepatihan Baginda”

Patih Guntur Sekti :” mengertilah aku Patih Guntur Sekti drai Kerajaan Bantarangin
suruhan Prabu Klana Bledek Linggabuana, kembali lagi siapa namamu ?”

4.2.3 Tirtagonis

Tirtagonis itu sendiri dapat dikatakan tokoh pembantu dalam sebuah cerita, tirtagonis
dapat berasal dari tokoh protagonist maupun antagonis.

 Patih Guntur Sekti

Dialog di atas membuktikan bahwa Prabu Klana Bledek Linggabuana adalah seorang Raja
yang berasal dari Kerajaan Bantarangin.

1. Fisiologis Patih Guntur Sekti

Patih Guntur Sekti merupakan Patih dari Prabu Klana Bledek Linggabuana yang memiliki
postur tubuh tidak jauh berbeda dengan Prabu Klana Bledek Linggabuana badan yang kekar
dan tegap, dada yang selalu di sosong ke depan. Patih Guntur Sekti dapat dilihat gestur yang
sedikit lebih kecil dibandingkan Prabu Klana Bledek Linggabuana dan memakai pakaian
seorang patih dengan menggunakan kostum berwarna merah. Perbedaan dengan Prabu Klana
Bledek Linggabuana adalah dari segi suluk kepala yang dipakai serta topeng yang dipakai
sangatlah berbeda.

32
2. Psikologis Patih Guntur Sakti

Patih Guntur Sekti adalah seorang Patih dari Kerajaan Bantarangin, seorang tokoh
yang sangat patuh terhadap raja dan gigih dalam melaksanakan tugas disisi lain terdapat
sifat congkak yang muncul dalam tokoh ini. Patih Guntur Sakti dapat dilihat dari
beberapa dialog yang menggambarkan bahwa Patih Guntur Sekti merupakan patih yang
gigih,patuh dan congkak.

Dialog yang menunjukan Patih Guntur Sakti adalah patih yang patuh :

Prabu Klana : “ Ya begitu para abdi semua senang. Ya syukur kalo begitu jika banyak
tempat para abdi semua percaya pada ucapanku.
Patih Patih Guntur Sekti kamu saya suruh menghadap kesini aku kan
menyuruh pergi ke Kerajaan Kediri mintalah Dewi Sekartaji, lamarkan
Dewi Sekartaji bisa apa tidak patih “

Patih Guntur Sekti : “ Baik baginda abdi dhalem sebelumnya tidak ada, sebelumnya
kelaparan abdi dhalem menerima semua yang jadi permintaan
Prabu”

Dialog yang membuktikan bahwa Patih Guntur Sakti merupakan patih yang gigih :

Patih Guntur Sekti :” weladalah semua keinginan kalian sama dengan keinginanku, hey jika
seperti itu kamu semua pergi dari sini jangan sampai diteruskan
karena keinginan kalian sama dengan keinginanku”

33
Ganda Mastaka :”walah jika begitu kita satu keinginan dan begini saja disini saya
peringatkan kamu saja kembalilah dari sini dan jika kamu tidak mau
kembali wahahahaha tak pukuli orang banyak kamu!”

Patih Guntur Sekti :” bicaramu kayak bisa memutuskan besi tebal ya terimalah tangan Patih
Guntur Sekti bisa hilang ketipanmu.”

Dialog yang membuktikan Patih Guntur Sekti congkak :


Patih Guntur Sekti : “iya iya iya. Heeee yang belakang itu yang wajahnya jelek ayo
mendekatlah kesini ku tanya dengan keras”

Buto Terong Kalamadya Barat : “ uhhhh bicaramu buruk seperti itu,bodoh jangan befitu
modelmu. Jelek jelek begini aku juga raja, goblok”

Patih Guntur Sekti : “hilaladalah aku dikepung para raja sewu, kamu yang

bernama siapa?”

3. Sosiologis Patih Guntur Sekti

Patih Guntur Sakti adalah seorang Patih yang berasal dari Kerajaan Bantarangin dengan
kondisi yang memang masih menjadi seorang Patih kepercayaan Prabu Klana Bledek
Linggabuana dengan kondisi ini dapat di buktikan dengan dialog sebagai berikut.

Patih Guntur Sekti : “ Iya baginda,semua saya terima dengan senang hati di arimbi
mencari jimat, jimatnya abdi dhalem di kepatihan Baginda”

Prabu Klana : “ hahahhaha, jagad dewa bathara ya patih saya terima sembah hormatmu
untukku, lewat pangestuku terimalah Patih Guntur Sakti”
Patih Guntur Sak : “Iya baginda,semua saya terima dengan senang hati di arimbi
mencari jimat, jimatnya abdi dhalem di kepatihan Baginda”
 Gunung Sari
1. Fisiologis Gunung Sari

Fisiologis Gunung Sari dapat dikatakan sebagai anak dari Raja Lembu Amiluhur
yang dari Kerajaan Kadiri. Gunung Sari dapat disebut sebagai sahabat dari Raden
Panji yang mempunyai ciri ciri fisik sebagai berikut :

34
2. Psikologis Gunung Sari

Watak dari Gunung Sari dapat dikatakan pemberani,sabar dan legowo. Dalam cerita
di gambarkan bahwa Gunung Sari ditipu daya oleh Prabu Klana yang menjelma
menjadi Gunung Sari palsu. Berikut bukti bahwa Gunung Sari memiliki sifat sabar,
pemberani dan legowo dengan dialog sebagai berikut :
Gunung Sari : “ Ini Panji Asmara Bangun gusti Patih.”
Raja Lembu Amiluhur : “Duduklah dulu nak, mengapa kamu menangis apa yang
menjadi kedukaan ini ?”
Patih Kertala : “ Iya Romo, Panji Amsra Bangun di penggal
lehernya oleh Prabu Klana Bledek.”
Bukti dialog diatas dapat menggambarkan bahwa Gunung Sari telah membantu Patih Kertala
untuk mengalahkan Gunung Sari palsu jika dibedah dapat dikatakan Gunung Sari asli telah
difitnah oleh Prabu Klana untuk menghadapai kesalahapahaman yang terjadi pada Patih Kertala
sehingga Gunung Sari merasa legowo atas perbuatan Prabu Klana yang menumbalkan Gunung
Sari asli.
35
3. Sosiologis Gunung Sari

Sosiologis Gunung Sari merupakan anak dari Raja Lembu Amiluhur yang berasal dari
Kerajaan Kadiri. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan dialog yang sebagai berikut :

Raja Lembu Amiluhur : “ Putraku Raden Gunung Sari”


Gunung Sari : “ Iya Rama, putramu memberikan sungkem bakti untuk Rama.
Raja Lembu Amiluhur : “Iya, saya terima sungkem baktimu untuk Rama tidak lain restuku
terimalah nak”
Gunung Sari : “ Owalah iya saya terima Baginda, ada energi karena menjadikan jimat
putramu Rama.

 Patih Kertala

1. Fisiologis Patih Kertala

Patih Kertala merupakan seorang patih yang mempunyai fisik mempunyai garis alis
yang tegas dan menggambarkan bahwa Patih Kertala sangat pemberani. Disini dapat
dibuktikan dengan penggambaran Patih Kertala sebagai berikut :

2. Psikologis Patih Kertala

Dalam segi psikologis dapat dikatakan bahwa Patih Kertala merupakan peran
Prontagonis dalam lakon cerita Gunung Sari Kembar. Patih Kertala jika dilihat dalam
cerita memiliki karakter yang tegas, pemberani dan tangguh. Hal ini dapat dibuktikan
dengan dialog dibawah ini :

Prabu Klana : “ Jika saya lihat, waduh raden panji aku akan menuruti apa yang
menjadi kemauannya” ( Prabu klana mengubah dirinya menjadi Gunung Sari, Prabu Klana
membunuh Raden Panji dan membawa kepala Raden Panji)
36
Patih Kertolo : “ Berhenti, ayo mau kemana kamu”
(Patih Kertolo mengejar Gunung sari asli)
Patih Kertolo : “ Ampun den ampun, kamu sudah kelewatan ini Raden Panji
Asmara Bangun”
3. Sosiologis Patih Kertala

Latar Patib Kertala merupakan Patih dari Kerajaan Jenggala yang dibawahi oleh
Raden Panji Asmara Bangun. Dapat dikatakan Patih Kertala merupakan sahabat dari
Raden Panji Asmara bangun, hal seperti ini dapat dibuktikan dengan dialog sebegai
berikut :

(Patih Kertala dan Gung Sari Asli datang membawa badan Raden Panji)
Patih kertala : “ Oala, ya ini orang yang aku cari mau lari kemana kamu.”
(Prabu Klana, Patih Kertala dan Gunung Sari Perang)

Patih Kertala :“ terimalah tanganku iki”

37
4.3 Tema

Cerita Lakon Gunung Sari Kembar yang menceritakan perselisihan,perebutan untuk


medapatkan Dewi Sekartaji. Dengan menggunakan kekuasaan masing masing dan berbagai
cara masing masing , terdapat berbagai tokoh yang sangat menonjol namun dalam hal ini
perrebutan antara Prabu Klana B ledek Linggabuana dan Panji Asmara Bangun merupakan
inti dari cerita ini. Sikap licik dari Prabu Klana Bledek Linggabuana yang menjelma
menjadi Gunung Sari hanya untuk memenggal Kepala Panji Asmara Bangun demi
memenuhi syarat Dewi Sekartaji yang meminta Sekar Tunggung Lungging Jangga (Kepala
Manusia). Adanya hasrat dan kelicikan dari Prabu Klana Bledek dapat dibuktikan dengan
dialog berikut.

Patih Guntur Sekti : “ Mohon maaf sinuwun, yang menjadi permintaan Dewi Sekartaji
yaitu Sekar Tunggung Lungging Jangga begitu sinuwun”

Prabu Klana : “ Jika seperti itu puaskanlah olehmu tidur, (Prabu Klana
melipat tangan untuk menutupi lubang di badan dan yang ada di jiwa, Prabu Klana
membuang wujud Gunung Sari”)

Dari dialog di atas dapat disimpulkan bahwa Prabu Klana Bledek Linggabuana
memiliki niat jahat dari awal untuk menjelma menjadi Gunung Sari yang dimana
Gunung Sari merupakan sahabat dari Panji Asmara Bangun. Dapat disimpulkan bahwa
tema dari cerita Lakon Gunung Sari Kembar merupakan perselisihan dan perebutan
untuk mendapatkan Dewi Sekartaji. Tema yang dapat diangkat dari cerita Lakon Gunung
Sari Kembar adalah Romansa Tragedi atau dapat dikatan bermula dari adanya ambisi
dari Prabu Klana Bledek Linggabuana untuk mempersunting Dewi Sekartaji yang
mengakibatkan tragedy terbunuhnya Raden Panji.

4.4 Latar/Setting

Latar tempat setting dalam cerita Lakon Wayang Topeng Jatiduwur terdapat berbagai
tempat yang berbeda yang dibagi menjadi berbagai adegan.

- Adegan 1

Adegan pertama menceritakan tentang Prabu Klana Beldek menyampaikan


niatnya untuk meminang Dewi Sekartaji kepada Patih Guntur Sekti yang berada di

38
Kerajaan Bantarangin.

Prabu Klana : “ Dari awal Patih, kamu saya suruh menghadap ke hadapanku sini karena
ada hal penting yang akan kita diskusikan pada malam ini, tetapi
sebelumnya laporkan seperti apa tempat
Kerajaan dan para abdi dhalem”
Patih Guntur Sekti : “ Ya baginda, persembahan saya ditanam di Bantaran tidak ada
kekurangan semua pada rukun siap bekerja untuk baginda tidak ada
yang pindah yang ada sama dengan paribahasa tidak ada yang
kasihan melihat keindahan dan
kerukunan di Kerajaan Bantarangin sini baginda”
Prabu Klana : “ Ya begitu para abdi semua senang. Ya syukur kalo begitu jika banyak
tempat para abdi semua percaya pada ucapanku.
Patih Patih Guntur Sekti kamu saya suruh menghadap kesini aku kan
menyuruh pergi ke Kerajaan Kediri mintalah Dewi Sekartaji,
lamarkan Dewi Sekartaji bisa apa tidak patih “
Patih Guntur Sekti : “ Baik baginda abdi dhalem sebelumnya tidak ada, sebelumnya
kelaparan abdi dhalem menerima semua yang jadi permintaan
Prabu”
Prabu Klana : “ Ihhhhh... hahahaha, syukur jika seperti itu Patih senang rasanya hati jika
seperti itu Patih,jangan terlalu lama patih berangkatlah ke Kediri
saya suruh mintalah Dewi Sekartaji dan lamarkanlah Dewi
Sekartaji”
Prabu Klana Bledek Linggabuana menugaskan Patih Guntur Sekti untuk
berangkat ke Kerajaan Kadiri bertujuan melamar Dewi Sekartaji. Dapat disimpulkan
bahwa latar tempat Patih Guntur Sekti menghadap Prabu Klana Bledek Linggabuana
di Kerajaan Bantarangin.

- Adegan 2

Adegan kedua adalah Patih Guntur Sekti menuju Kerajaan Kadiri dan dihadang
oleh Para Ratu meliputi ( Ganda Mastaka,Buto Terong,Bajol Sengoro dan
Ambarawa) yang mempunyai tujuan yang sama ingin melamar Dewi Sekartaji. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan dialog dan foto berikut :

Patih Guntur Sekti : “ Prajurit semua ada gapura apakah itu Kerajaan Kediri” Prajurit
: “ ya betul, itu kerajaan kediri

39
Patih Guntur Sekti : “ jika begitu ayo menuju kesana”
Para Ratuh : “haahahaha arghhhh ahahahaha (tertawa)”
Patih Guntur Sekti :”wehalah belum genap satu jangkah jalanku ternyata bertemu
para ratuh, para ratuh siapa namamu?”
Para Ratuh : “ehhhhhh hahaha bodoh jika dilihat dari penampilanmu patih,
raja darimana he?”
Patih Guntur Sekti :” mengertilah aku Patih Guntur Sekti drai Kerajaan Bantarangin
suruhan Prabu Klana Bledek Linggabuana, kembali lagi siapa
namamu ?”
Ganda Mastaka : “ Hee kamu tanya saya ? Hahahhaha aku ini Ganda Mastaka dari
Kerajaan Sewu dan temanku ini semua yang ada di sisi kanan ini
Bajoel Sengoro”

Patih Guntur Sekti bertemu Para Ratu di depan gapura Kerajaan Kediri, dan
menanyakan siapa yang berada di depannya dan apa maksud dan tujuan dari Para Ratuh.
Patih Guntur Sekti yang mengetahui niat Para Ratuh sama dengannya untuk melamar
Dewi Sekartaji sehingga terjadi perkelahian yang bertempat di depan Gapura Kerajaan

Kadiri.

Adegan 3

Adegan ketiga bertemunya Patih Guntur Sekti dengan Raja Lembu Amiluhur di
Kerajaan Kadiri yang ingin menyampaikan niat untuk melamar Dewi Sekartaji.

Raja Lembu Amiluhur : “ Ini tidak enak didalam hatiku ada apa negara kita, aku melihat
burung gagak bersuara, ini ada ayam jago bertarung di tengah
halaman akan ada hal buruk apa kok anak manusia beramai ramai
dan dari mana menuju Kerajaan Kediri, coba minggir sebentar.”

Patih Guntur Sekti : “ Permisi perkenalkan saya, Patih Guntur Sakti paduka Baginda”

Raja Lembu Amiluhur : “ Lagi enak berdiskusi kok ada satria aggah perkasa siapa
namamu ?”

Patih Guntur Sakti : “ Weeec ladalah aku Patih Guntur Sakti, dari Kerajaan
40
Bantarangin suruhan Prabu Klana Bledek Linggobuono,
kembali siapa namamu ?”

Raja Lembu Amiluhur :” Jika kamu tanya saya, saya Prabu Lembu Amiluhur yang
memimpin Kerajaan Kediri kamud atang kesini ada perlu apa
Patih Guntur Sakti ?”

Patih Guntur Sakti : “ Ihhhh hahahaha ya ini yang saya cari, saya datang kesini akan
meminta putrimu Dewi Sekartaji artinya aku ingin
melamar Dewi Sekarjati.”

Raja Lembu Amiluhur : “Sebentar tidak semudah itu jika begitu saya tawari dulu putriku.”

- Adegan 4

Adegan ke empat yang menceritakan tentang Patih Guntur Sekti kembali ke


Kerajaan Bantarangin untuk menyampaikan syarat yang diberikan kepada Prabu Klana
Bledek Linggabuana. Disini dapat disimpulkan bahwa latar adegan kembali berada di
Kerajaan Bantarangin dengan bukti foto dan dialog sebagai berikut.

( Patih Guntur Sekti Pulang ke Kerajaan Bantarangin)

Prabu Klana : “ Patih Guntur Sakti, mengapa kamu kembali lagi ? Kamu saya
suruh ke Kerajaan Bantarangin bagaimana kabarnya patih ?”

Patih Guntur Sakti : “ Iya sinuwun, saya bersama prajurit sudah datang ke Kerajaan
Kediri sinuwun dan saya sudah mengungkapkan apa yang jadi
keinginan sinuwun itu diterima.”

Prabu Klana : “ Senangnya hatiku patih, kalo begitu apa permintaanmu


patih ?”

Patih Guntur Sekti : “ Saya tidak meminta apa apa sinuwun.”

- Adegan 5

Adegan ke lima adalah adegan Raden Panji menemui Dewi Kilisuci yang berada di
padepokan dikarenakan Raden Panji telah merasa gelisah memikirkan Dewi Sekartaji
sehingga Dewi Kilisuci memberi isyarat untuk segera turun atau menemui Dewi Sekartaji.
Hal tersebut dapat dibuktikan dengan dokumentasi dan dialog tokoh sebagai berikut.
41
( Raden Panji dan Dewi Kilisuci Bertemu) Dewi
Kilisuci : “ Adik Raden Panji Asmara Bangun” Raden
Panji : “ Iya bibik, slam hormat bibik”
Dewi Kilisuci : “ Iya adik, saya terima salam adik”

Raden Panji : “ Inggih bibik, saya terima dengan berbekal tangan


menjadikan jimat”

Dewi Kulisuci : “ Adik kamu dari kejauhan terlihat gelisah, apa yang
mengganggu pikiranmu ?”

Raden Panji : “ Iya bibik saya memikirkan keadaan wanita yang ada di
Kerajaan Bantarangin itu bibik”

Dewi Kilisuci : “ Ya kalau begitu, sudah waktunya kamu turun dari


Padepokan Dewi Kilisuci ini.”

Raden Panji : “ Iya bibik, jikalau yang menjadi kehendak bibik saya
meminta restu”

Dewi Kilisuci : “ Ya anakku segeralah berangkat saya doakan seperti air mengalir”

- Adegan 6

Adegan ke enam yang menceritakan Panji Asmara Bangun yang turun dari
Padepokan menuju ke Kerajaan Kadiri. Panji Amsra bangun yang tidur di hutan
dengan lelap tidak sadar Prabu Klana telah mengincar Raden untuk dipenggal
kepalanya dengan menggunakan wujud Gunung Sari. Berikut bukti dokumentasi dan
dialog yang menunjukkan latar tempat hutan Raden Panji di penggal kepalanya.

( Raden Panji Tidur di Hutan)


Prabu Klana : “ Jika saya lihat, waduh raden panji aku akan menuruti apa yang
menjadi kemauannya” ( Prabu klana mengubah dirinya menjadi Gunung Sari, Prabu Klana
membunuh Raden Panji dan membawa kepala Raden Panji)

Patih Kertolo : “ Berhenti, ayo mau kemana kamu”

Prabu Klana Bledek Linggabuana yang menjelma menjadi Gunung Sari tertangkap basah oleh

42
Patih Kertala sedang memenggal kepala Raden Panji dan pergi menuju Kerajaan Kediri.

(Patih Kertolo mengejar Gunung sari asli)


Patih Kertolo : “ Ampun den ampun, kamu sudah kelewatan ini Raden Panji
Asmara Bangun”
(Gunung Sari Asli dan Patih Kertala membawa tubuh Raden Panji) (Gunung
Sari Palsu measuk membawa kepala Raden Panji) Gunung sari Palsu : “
Weeehhh jadi kamu kok bodoh”
Patih Ketolo : “ Hee ladalah ini yang menjadikan perkara ayo lawan aku, mau
lari kemana kamu!”
(Patih Kertolo dan Gunung Sari Palsu Perang)
(Gunung Sari Palsu Berubah wujud menjadi Prabu Klana)

Prabu Klana Bledek Linggabuana yang menjelma menjadi Gunung Sari Palsu berperang
dengan Patih Kertala yang menganggap bahwa itu adalah Gunung Sari asli namun dalam
peperangan ini ternyata Prabu Klana kalah dan meninggalkan Kepala Raden Panji di hutan. Patih
Kertala membawa kepala Raden Panji ke Kerajaan Kadiri. Disini dapat disimpulkan bahwa latar
tempat terjadinya peperangan dan adegan pemenggalan kepala Raden Panji berada di hutan.
- Adegan 7
Latar tempat pada adegan 7 ini kembali ke Kerajaan Kadiri dimana raden Panji yang telah tewas
dikembalikan ke Kerajaan Kediri untuk bertemu Dewi Sekartaji. Adapun dialog dan dokumentasi
Raden Panji berada di Kerajaan Kadiri sebagai berikut.

Gunung Sari : “ Ini Panji Asmara Bangun gusti Patih.”

Raja Lembu Amiluhur : “Duduklah dulu nak, mengapa kamu menangis apa yang
menjadi kedukaan ini ?”

Patih Kertala : “ Iya Romo, Panji Amsra Bangun di penggal


lehernya oleh Prabu Klana Bledek.”

Raja Lembu Amiluhur : “ Ohh jadi seperti itu, jangan riasu nak. Orang yang
meninggal itu sudah ditakdirkan, meninggalnya manusia itu hanya gusti yang menguasai
jagat dunia maha kuasa. Jika seperti itu ayo sama sama meminta kepada Gusti yang maha
kuasa supaya menunjukkan Panji Asmara Bangun agar hidup kembali.”

Rahayu rahayu rahayu saking dumadi kabisanggih RadenPanji hidup kembali.


43
- Adegan 8

Adegan 8 dapat dikatakan adegan akhir dengan bertemunya Raden Panji Asmara bangun
dengan Dewi Sekartaji setelah Panji Asmara Bangun hidup kembali dan menikah dengan Dewi
Sekartaji, hal tersebut dapat dibuktikan dengan potongan gambar dan dialog Panji Asmara
Bangun dan Dewi Sekartaji menikah.

Rahayu rahayu rahayu saking dumadi kabisanggih Raden


Panji hidup kembali
Raden Panji : “ Dewi Sekartaji.”
Dewi sekartaji : “ Iya Kakang Panji smara Bangun.”
Raja Lembu Amiluhur : “ Jika sudah seperti ini Raden Panji Asmara Bangun kamu saya
nikahkan dengan Putriku Dewi Sekartaji.”
Dewi Sekartaji : “ Iya Rama saya mau.”

( Raden Panji dan Dewi Sekartaji Menikah)

44
BAB V

KESIMPULAN
5.1 Simpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
Lakon Gunung Sari Kembar merupakan salah satu lakon dari Wayang Topeng Jatiduwur.
Wayang Topeng Jatiduwur yang termasuk kesenian Wayang Wong dari Desa Jatiduwur
Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang. Pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur
mengawali dengan sebuah Tarian Klana sebagai acara pembuka. Dalam pertunjukkan
Wayang Topeng Jatiduwur tokoh yang memerankan menggunakan topeng sesuai dengan
karakter masing masing. Analisis struktur dramatik cerita Lakon Gunung Sari Kembar
dengan plot linier dimulai dari penggambaran cerita atau pengenalan tokoh di awal agedan
yang dinamakan eksposisi Lakon Gunung Sari. Terdepat urutan dalam penggunaan plot
linier yaitu Eksposisi,Komplikasi,Klimaks,Resolusi dan Konklusi. Penokohan Lakon
Wayang Topeng Jatiduwur dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 Protagonis dan Antagonis
dalam Lakon Cerita terdapat penokohan yang sangat menonjol dari segi
Psikologis,Fisiologis dan Sosiologis. Lakon Wayang Topeng Jatiduwur. Penggambaran
setting berpacu dalam plot atau alur cerita yang dibuktikan dengan dialog dan gambar dari
pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur selain dalam hal setting atau latar tempat yang
membangun adanya sebuah cerita dalam pertunjukkan Lakon Gunung Sari Kembar dalam
pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur terdapat Tema yang disajikan dalam pertunjukkan
Wayang Topeng Jatiduwur dengan lakon Gunung Sari Kembar merupakan bertema
Romansa Tradegi. Bentuk yang disajikan dalam pertujukkan Wayang Topeng Jatiduwur
dengan kearifan lokalnya mempunyai bentuk pertunjukkan yang unik di mulai dengan
adanya ritual sebelum pertunjukkan, bisa disebut juga dengan teater tradisi. Kesenian
Wayang Topeng Jatiduwur merupakan dapat disebut dengan kesenian tradisi yang lengkap
dikarenakan pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur terdapat beberapa gabungan kesenian
antara lain terdapat tarian,teater,rupa dan iringan musik yang khas . Gabungan dari berbagai
kesenian ini menjadikan Wayang Topeng Jatiduwur memiliki unsur kesenian yang kuat
dalam lakon ceritanya.

45
DAFTAR PUSTAKA

A.A.M., D. (1999). Estetika. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukkan Indonesia.


Abdillah, A. (2008). Dramaturgi 1. Surabaya: Unesa Press.
Harymawan RMA. (1993). Dramaturgi. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
J, S. (1997). Perkembangan Teater dan Drama Indonesia. Bandung: STSI Press.
46
Maryanti, D. R. (2018). Menganalisis Unsur Intrinsik Cerpen "KATASPORA" Karya Han Gagas Sebagai
Upaya Menyediakan Bahan Ajar Menulis Teks Cerpen. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, 1(5).
Presti, E. (2014). Analisis Lakon Wiruncana Murca Dalam Pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur di Desa
Jatiduwur Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang. Jurnal Unesa.ac.id, Jilid 1 no 5.
Sugiyono. (2012). Metodologi Penelitian Kualitati dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suprihatin, R. (2017). Analisis Struktural Pada Naskah Drama Karya Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 2
Gumukkas Tahun Pelajaran 2016/2017. Undergraduate Thesis Universitas Muhammadiyah Jember,
1 vol 5.
Yanuartuti, A. (2020). Adaptacion of The Wiruncana Murca Play in The Wayang Topeng Jatiduwur
(Jombang Mask Puppet) Jombang Perfomance. Harmonia Jurnal of The Art Research and
Education, 20 vol 58.
Yudiariani. (2007). Analisis Tekstual Pertunjukan Marco de Marinis . Ekspresi, 1-20.

47
48

Anda mungkin juga menyukai