Oleh :
Cover.......................................................................................... i
Daftar Isi………………………………………………………… ii
BAB I
Pendahuluan.......................................................................................... 1
BAB II
2.2.1 Dramaturgi.......................................................................................... 9
Metode Penelitian
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 19
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang sejarah di Desa Jatiduwur memiliki riwayat sejarah yang cukup
terkenal di Kabupaten. Desa ini pada zaman Kerajaan Majapahit merupakan wilayah
pelabuhan kapal-kapal yang akan menuju ke Kerajaan Majapahit. Tentara Tar-tar yang
1
masuk ke kota Kerajaan Majapahit berlabuh di desa ini. Terdapat bukti yang menjadi
peninggalan yakni dermaga pelabuhan yang terletak di Desa Jatiduwur.(Nanang, dkk.,
2012: 56). Selain itu sampai saat ini masih dapat dilihat bukti ada beberapa rumah di
sekitar wilayah dermaga memiliki konstruksi bangunan yang kokoh.
Pada umumnya keyakinan warga di Desa Jatiduwur terhadap nilai nilai tradisi
sangat kuat dan kental. Beberapa tradisi yang dimiliki oleh warga di Desa Jatiduwur
sangat mengedapankan gotong royong dan hidup rukun antar tetangga. Dapat dikatakan
dalam contoh satu hal dari segi empati masyarakat Desa Jatiduwur antar warga sekitar.
Dalam acara pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur yang diadakan oleh penerus
Kesenian Wayang Topeng Jatiduwur para tetangga dan ibu ibu bergotong royong untuk
datang dan membantu persiapan acara pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur,hal
tersebut dapat dikatakan dan dilihat bahwa warga sekitar di Desa Jatiduwur sangat
mengedepankan rasa sosial dan toleransi tinggi antar warga.
2
tidak diperbolehkan diletakkan di bawah seperti dibawah,meja,kursi dan lain sebagainya.
Setiap orang yang memegang topeng harus memangku atau membawa topeng dengan
sangat hati hati saat topeng dibawa atau sebelum pementasan, setiap penokohan dari
nama tokoh topeng telah ditetapkan antara lain Klana,Raja Sabrang yang terdiri
Patih,Bajoel Sengaran,Ganda Mastaka,Raja Lembu Amiluhur dll terdapat 2 versi cerita
awal mula kesenian Wayang Topeng Jatid Duwur.
Terdapat dua topeng yang telah menjadi milik Ki Purwo asal usul berasal dari
Driyorejo dan kedua topeng tersebut dibawa menuju ke Desa Jatiduwur.Asal mula bahwa
Ki Purwo merupakan penduduk asli Driyorejo dan menjalin asmara dengan seorang
wanita yang bernama Panesi dari Desa Jatiduwur singkat cerita Ki Purwo dan Panesi
menikah dan menetap di Desa Jatiduwur.Seriring berjalannya waktu koleksi topeng yang
dimiliki Ki Purwo semakin bertambah. Pohon beringin yang terletak di hutan Desa
Jatiduwur merupakan tempat pembuatan topeng Ki Purwo. Dapat dikatakan pembuatan
wayang topeng ini Ki Purwo membuatnya dengan menjalankan puasa dan bertapa setiap
malam Jumat, seiring berjalannya waktu topeng yang dibuat oleh Ki Purwo telah
mencapai 31 topeng. Dalam hal kepercayaan masyarakat sekitar termasuk keluarga dari
Ki Purwo sangat meyakini bahwa pembuatan topeng berada di bawa pohon beringin.
Maka dari itu, hal hal mistis sering terjadi dan menganggap Topeng Jatiduwur memiliki
energi berbeda dan dipercaya topeng tersebut merupakan benda sakral. Dapat dilihat
dalam hal ini masyarakat sekitar yang meyakini akan berdatangan menuju kediaman Ibu
Sumarni selaku penerus Kesenian Wayang Topeng Jatiduwru, keyakinan dari
masyakarakat yang terjadi biasanya ketika anak dari salah satu masyarakat terkena sakit
maka mereka akan meminta “ditungkuli” oleh topeng. Hal tersebut membawa keyakinan
bahwa topeng tersebut dapat menyembuhkan orang sakit. Topeng Jati Duwur juga
diyakini oleh masyarajat jika dijadikan sarana ritual pelepasan nadzar (Sumarni,
wawancara 25 Nopember 2012).
Lain halnya dengan informasi yang didapatkan, dari segi sumber yang berbeda
Supriyo mengatakan bahwa topeng tersebut tidak dibuat oleh Ki Purwo sendiri
melainkan topeng tersebut dibeli oleh Ki Purwo di Trowulan Kabupaten Mojokerto.
Supriyo memberi informasi tentang latar belakang Topeng tersebut diberikan oleh Sumaji
(alm) yang merupakan cicit Purwo yang tinggal di Desa Karobelah Kecamatan
Mojoagung. Sumaji dapat dikatakan sebagai anak dari Sumosain yang merupakan cucu
Ki Purwo dan dianggap mengetahui perjalanan topeng yang dimiliki oleh keluarga
besarnya.
3
Saat ini (Sumarni) adalah pewaris dari pihak perempuan yang dianggap tidak tahu
menahu tentang sejarah topeng dan Sumaji merupakan keturunan dari pihak laki-laki
yang dianggap lebih tahu (Supriyo, wawancara 7 Desember 2013). Maka dari itu Supriyo
memberikan informasi latar belakang Wayang Topeng Jatiduwur dibeli dari Trowulan
kepada Kompas ketika meliput pergelaran tahun 2006. Hingga saat ini informasi yang
tersebar ke luar desa Jati Duwur Wayang Topeng dibawa oleh Purwo ke Jati Duwur dari
proses membeli di Trowulan. Secara tertulis, dalam versi kedua ini dapat dikatakan
banyak diketauhi oleh masyarakat lainnya dan terutama dari luar Desa Jatiduwur. Namun
dapat dikatakan, informasi ini belum memiliki data pendukung yang kuat. Sumaji yang
dipercaya Supriyo mempunyai informasi asal-usul topeng Jati Duwur saat ini sudah
meninggal, sementara itu dari garis keturunan Sumaji dan ayahnya yang bernama
Sumosain tidak pernah ikut terlibat dalam perawatan maupun pertunjukan Wayang
Topeng. Menurut Sumarni, Sumosain adalah kakak Paitah (ibunya), yang sejak menikah
meninggalkan Desa Jati Duwur dan tinggal di Karobelah Mojoagung (Sumarni,
wawancara 13 Juni 2015 dalam Yanuartuti,2018)
Salah satu topeng yang di istimewakan yaitu Topeng Klana, Topeng Klana
merupakan satu satunya Topeng yang harus terlibat pertunjukkan dalam semua lakon
cerita serta topeng yang pertama kali dibuat oleh Ki Purwo,terdapat riset yang
mengatakan bahwa pada tahun 2018 telah ditetapkan bahwa Topeng Klana merupakan
Warisan Budaya tak benda yang telah diakui oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
pada tahun 2018 yang berumur 600-700 tahun. Seperti halnya pertunjukkan Wayang
Topeng Jatiduwur ini terdapat tarian wajib yang dipentaskan yaitu tarian klana, tarian
klana ini dipentaskan sebelum lakon cerita dimulai dan sama halnya dengan kesenian
tradisional lainnya seperti ludruk yang mempunyai pakem sebelum pertunjukkan tarian
pembuka yaitu tari remo.
Pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur ini terdapat beberapa lakon yang telah
diteliti seperti Lakon Cerita Wiruncana Murca yang sudah diteliti oleh Ezzil Presti
mengangkat topik Analisis Lakon Cerita Wiruncana Murca dalam Pertunjukkan Wayang
Topeng Jatiduwur Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang, Patah Kuda Narawangsa
yang telah diteliti oleh Setyo Yanuartuti yang berjudul Revitalisasi Pertunjukkan
Wayang Topeng Jatiduwur pada Lakon Patah Kuda Narawangsa.
Cerita lakon Wayang Topeng Jatiduwur sudah mengalami perkembangan terdapat
cerita lakon baru yang diciptakan oleh penerus Wayang Topeng Jatiduwur salah satunya
Lakon Gunung Sari Kembar. Lakon Gunung Sari Kembar ini adalah salah satu lakon
4
baru yang menjadi cerita lakon dari Wayang Topeng Jatiduwur yang pernah dipentaskan
pada tahun 2017, dalam penelitian ini peneliti tertarik mengangkat cerita Gunung Sari
Kembar menggunakan kajian analisis tekstual pada lakon cerita Gunung Sari Kembar
dikarenakan terdapat unsur dramatik yang mencolok terutama pada konflik, bahasa yang
digunakan menggunakan bahasa Jawa dengan ciri khas dialog yang berbeda beda antara
tokoh satu dengan yang lain. Disini alasan penulis mengkaji analisis tekstual lakon cerita
Gunung Sari Kembar sebagai pengembangan data lakon cerita dari Wayang Topeng
Jatiduwur yang sebelumnya terdapat 2 cerita lama yang sudah dianalisis dengan topik
yang berbeda dengan demikian cerita Lakon Gunung Sari Kembar sebagai cerita baru
yang telah dikembangkan menjadi ketertarikan penulis untuk meneliti analisis struktur
dramatik lakon Gunung Sari Kembar.
1.1 Rumusan Masalah
1.1.1 Bagaimana struktur dramatic pertunjukkan lakon Gunung Sari Kembar dalam
pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur ?
5
1.4 Definisi Operasional
6
pertunjukan dramatari tradisional yang dalam perlakonannya ada dalang, anak wayang dan
panjak, yang menceritakan lakon Panji, Ramayana Mahabarata, Menak atau Brawijaya
(Pramono, wawancara 12 April 2014 dalam Yanuarti,2018)
7
BAB II
Kajian Pustaka
2.1 Hasil Penelitian Yang Relevan
2.1.1 Analisis Lakon Wiruncana Murca Dalam Pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur di
Desa Jatiduwur Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang. (Presti,2014)
Analisis Lakon Wiruncana Murca Dalam Pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur di
Desa Jatiduwur Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang yang ditulis oleh Ezzil Presti
Agustin Mahasiswa S1 Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik yang membahas tentang
Analisis Struktur Lakon Wiruncana Murca Dari hasil penelitian yang relevan disini peneliti
menemukan persamaan bahwa objek yang diteliti sama sama menggunakan Kesenian
Wayang Topeng Jatiduwur. Dengan mempunyai perbedaan objek Lakon Cerita yang diteliti
peneliti terdahulu menggunakan lakon cerita Wiruncana Murca dan Peneliti sekarang
menggunakan Lakon Cerita Gunung Sari Kembar.
2.1.2 Revitalisasi Pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur Lakon Patah Kuda Narawangsa
(Yanuartuti,2016).
Penelitian ini adalah Disertasi Tahun 2017 yang ditulis oleh Setyo Yanuartuti yang
membahas tentang Revitalisasi Kesenian Wayang Topeng Jatiduwur dalam teks
pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur memiliki ciri ciri sebagai Wayang Topeng Jawa
Timur yang terletak pada peran dalang yang memiliki estetika keharmonisan dan
keselarasan. Wayang Topeng Jatiduwur menunjukkan ciri khas Pertunjukkan Jombangan
yang multikultur. Hasil Penelitian yang dilakukan terdapat persamaan yang ditemukan
antara penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang yaitu Objek dari penelitian sama
sama menggunakan Kesenian Wayang Topeng Jatiduwur dengan perbedaan Objek Lakon
yang berbeda peneliti terdahulu menggunakan Cerita Lakon Patah Kuda Narawangsa
sedangkan peneliti sekarang menggunakan Lakon Cerita Gunung Sari Kembar.
2.1.3 Analisis Struktural Pada Naskah Drama Karya Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 2
Gumukkas
Penelitian terdahulu yang ditulis oleh Reni Suprihatin pada tahun 2013 Universitas
Muhammadiyah Jember yang membahas tentang analisis struktural naskah drama dari karya
siswa yang mendapat kesimpulan bahwa karya siswa telah memenuhi unsur instrinsik dalam
drama. Dari hasil yang yang didapatkan terdapat persamaan dan perbedaan dari penelitian
ini. Persamaan membahas tentang analisis struktural pada naskah dan mempunyai
perbedaan objek penelitian yang berbeda peneliti terdahulu menggunakan objek karya
naskah dari siswa yang berkonteks modern dan di analisis nemun penulis disini
menggunakan objek naskah dan vidio sebagai sumber penelitian.
2.1.4 Adaptacion Of The Wiruncana Murca Play in the Wayang Topeng Jatiduwur
Jurnal yang ditulis oleh Setyo Yanuartuti dkk yang membahas tentang sebuah
pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur dengan lakon Wiruncana Murca pada acara
Festival Panji. Wayang Topeng Jatiduwur dengan lakon Wiruncana Murca, Wayang
Topeng dibangun kembali dengan konteks yang berbeda yaitu Festival Panji. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis proses transformasi lakon Wiruncana Murca dengan
pendekatan adaptasi. Hasil pementasan Wayang Topeng Jatiduwur dilakukan karena
terdapat perbedaan kontekstualitas dari konteks budaya ritual masyarakat desa Jatiduwur
dengan konteks Festival Panji Nasional. Dari hasil yang dikaitkan terdapat perbedaan dan
persamaan antara penelitian terdahulu dengan peneliti sekarang. Peneliti terdahulu dengan
peneliti sekarang sama sama menggunakan objek Wayang Topeng Jatiduwur dan dari sisi
perbedaan adalah cerita lakon yang dibawakan berbeda peneliti terdahulu menggunkan
objek cerita lakon wiruncana murca sedangkan penulis menggunkan objek lakon Gunung
Sari Kembar serta terdapat perbedaan dari kajian kontekstual dari konteks budaya
sedangkan penulis menggunakan analisis tekstual pada lakon cerita Gunung Sari Kembar.
2.1.5 Sastra Lisan Lakon Lahire Panji
Penelitian ini ditulis oleh Eggy Fajar Andalas mahasiswa Universitas Airlangga
pada Pertunjukkan Wayang Topeng Malang Padepokan Mangun Dharma. Peneliti
membahas tentang Cerita Lakon Sastra Lisan Wayang Topeng Malang menggunakan
metode penelitian sosiologi yang menghasilkan bahwa cerita panji yang digunakan dalam
pertunjukkan Wayang Topeng bersifat cair. Pertunjukkan Wayang Topeng Malang dengan
Lakon Lahire Panji berfungsi sebagai media pengharapan kelahiran dan kerukunan antar
manusia sarana hiburan,pembelajaran dan sarana pemertahanan tradisi. Dari hasil
penelitian yang dilakukan terdapat persamaan dan perbedaan antara peneliti terdahulu
dengan penulis.Persamaan peneliti terdahulu dengan penulis adalah objek dari penelitian
sama sama menggunakan Wayang Wong dan perbedaan dari peneliti terdahulu dengan
penulis adalah Kajian yang digunakan peneliti terdahulu dari sosiologi sastra sedangkan
penulis menggunakan kajian analisis tekstual.
2.1.6 Menganalisis Unsur Intrinsik “KASTASPORA” Karya Han Gragas Sebagai Upaya
Menyediakan Bahan Ajar Menulis Teks Cerpen
Penelitian terdahulu yang ditulis oleh Dian Maryati dkk yang membahas tentang analisis
unsur intrinsik berupa tokoh,alur,latar,tema, amanat dengan sampel 20 siswa. Pada cerpen
sebagai upaya dalam menyediakan bahan ajar dengan menggunakan metode deskriptif
kualitatif. Dari hasil penelitian terdahulu perbedaan yang telah digunakan satu sama lain
adalah objek peneliti terdahulu menggunakan objek penelitian cerpen dengan Judul
“KASTAPORA” dengan analisis intrinsik sedangkan penulis menggunakan analisis
tekstual, persamaan penelitian terdahulu dengan sekarang adalah dengan menggunakan
metode penelitian deskriptif kualitatif.
Dalam sumber Kajian yang Relevan di atas dalam penelitian, penulis membandingkan
persamaan dan perbedaan penulisan terdahulu dengan apa yang diteliti kedudukan penulisan
dalam penelitian ini menjadi acuan posisi dari penelitian ini yaitu “ Analisis Tekstual Lakon
Gunung Sari Kembar Dalam Pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur di Desa Jatiduwur
Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang.
2.2.1 Dramaturgi
Dramaturgi menurut Autar Abdillah dalam bukunya Dramaturgi merupakan ilmu
yang mempelajari tentang hukum dan konvensi drama hukum hukum drama yang
mencakup Tema,Alur (plot),karakter (penokohan) dan latar (setting). Pengertian drama
muncul sebagai bahan dan upaya untuk memahami kehidupan. Drama dimengerti mula
dari konteks sebagai salah satu genre sastra hingga ke pertunjukkan teater. Sebagai
sebuah karya sastra, drama berkaitan erat dengan adanya media lain, seperti teater radio
dan televisi. Dalam pengembangan dramaturgi tersebut dibutuhkan pula para dramatug
untuk menelaah kaidah kaidah seni pertunjukkan. Ruang lingkup dramaturgi sendiri.
Dramaturgi yang berhenti pada hukum hukum drama, perlu perkembangan lebih
lanjut, dramaturgi itu sendiri disiplin yang mempelajari bagaimana seseorang actor
maupun sutrada melakukan eksplorasi terhadap wilayah wilayah dramatic dan teateral
serta menjalin hubungan terhadap wilayah artistic dan penonton.( Abdillah,2008:13)
Sedangkan arti kata dramaturgi dalam buku RMA. Harymawan Dramaturgi adalah
ajaran masalah hukum dan konvensi drama . Kata drama berasal dari kata Yunani yang
berarti berbuat, berlaku,bertindak, bereaksi dan sebagainya. Arti kata drama merupakan
kualitas komunikasi, situasi, action (segala hal yang terlihat dalam pentas) yang
menimbulkan perhatian, kehebatan( exticing) dan ketegangan pada pendengar/penonton.
(Harymawan, 1993:1). Dalam kontruksi cerita drama naskah dan lakon memiliki
pengartian yang berbeda. Naskah adalah bentuj/rencana tertulis dari cerita drama
sedangkan lakon merupakan hasil perwujudan dari naskah yang dimainkan.
(Harymawan, 1993:23).
Teater Rakyat yang bersumber pada pada teater kraton dan yang terakhir teater
tradisional berkembang di pedesaan. Teater rakyat lahir ditengah tengah rakyat dan masih
menunjukkan kaitan dengan upacara adat dan keagamaan. Artinya pertunjukkan yang hanya
dilaksanakan dalam kaitan dengan upacara tertentu. Unsur unsur teater rakyat yang pokok
adalah cerita,pelaku dan penonton. (Sumardjo,1997:17)
- Nilai dan laku dramatic dilakukan secara spontan dan dalam satu adegan terdapat dua
unsur emosi sekaligus, yakni tertawa dan menangis.
- Pertunjukkan mempergunakan tetabuhan atau music tradisional
- Penonton mengikuti pertunjukkan secara santai dan akrab, dan bahkan tidak
terelakkan adanya dialog langung antara pelaku dan publiknya
- Mempergunakan bahasa daerah
- Tempat pertunjukkan terbuka dalam bentuk arena (dikelilingi penonton).
Struktur Teks Drama terbentuk dari adanya plot yang berupa gabungan sntsr peristiwa
atau seleksi dan perintah adegan dalam drama yang secara umum didasari pada cerita. Plot
berbeda dengan cerita, cerita adalah catatan peristiwa yang utuh,rangkaian peristiwa biasanya
dijelaskan secara kronologis. Cerita sebagai catatan naratif dari apa yang dilakukan orang
berbentuk isi pokok percakapan sehari hari melalui koran dan televisi maupun novel dan film
(Abdillah,2008:30)
2.2.3.1 Plot/Alur
Plot atau merupakan kerangka penceritaan yang mengubah jalannya cerita.Plot dapat
dibagi menjadi pengantar menuju pemahaman terhadap peristiwa peristiwa yang terjadi
dalam sebuah drama. Secara umum plot dapat dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu, plot awal,
tengah dan akhir.
1. Awal
3. Akhir
Kesimpulan
Penyelesaian merupakan upaya untuk menyelesaikan krisis yang terjadi dari dua atau
lebih tokoh cerita
Denoument
Catarsis merupakan satu konsep penting dalam drama tragedi yang diartikan sebagai
penyucian jiwa
Terdapat dua aspek penting yang selalu mempengaruhi perkembangan plot, yaitu :
a. Adegan Pembuka : Adegan drama berawal dan menyusun irama dan gaya terlebih
dahulu untuk segala sesuatu yang dapat diikuti.
b. Krisis dan klimaks : Dalam drama bergaya tradisional, sangat jelas proses membangun
satu krisis ke krisis lainnya. Krisis akhir menjadi penting, dan menjadi titik tolak
bangunan klimaks penceritaan.
- Plot Linier
Plot ini sangat umum digunakan dalam karya karya drama karena (kesannya) lebih
mudah untuk ditangkap atau diterima oleh pembacanya.Disamping itu plot linier ini
juga tidak terlalu rumit dan proses analisanya, dikarenakan secara struktural lebih
singkat dan padat.
- Plot Sirkuler
Cerita yang berkisar pada satu peristiwa saja. Plot ini sedikit rumit bila tidak
mengenali karakter filosofis dari karya drama terseut. Kesiasiaan manusia yang
menjadikan plot ini menciptakan berbagai pengulangan dan pembuatan unsur plot
yang tidak saling berkaitan.
- Plot Episodik
Jalinan cerita terpisah kemudian bertemu pada akhir cerita dalam penyusunannya
drama episodik awalnya dimulai secara relatif dalam cerita, dan tidak memadatkan
perilaku justru memperluasnya.Kekhasan drama episodik meliputi suatu perluasan
masa waktu kadang kadang bertahun tahun dan jarak dan tempat yang lebih jauh.
2.2.3.2 Penokohan
KESENIAN
TRADISIONAL
WAYANG
TOPENG
JATIDUWUR
LAKON PERTUNJUKKAN
GUNUNG SARI KEMBAR
DALAM PERTUNJUKKAN
WAYANG TOPENG
JATIDUWUR
STRUKTUR DRAMATIK
GUNUNG SARI KEMBAR
DALAM
PERTUNJUKKAN
WAYANG YOPENG
JATIDUWUR
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian Deskriptif Kualitatif
Observasi deskriptif dilakukan pada peneliti pada saat memasuki situasi social tertentu
sebagai sebagai objek penelitian. Pada tahap ini peneliti belum membawa masalah yang akan
diteliti, maka peneliti melakukan penjelajah umum dan menyeluruh, melakukan deskripsi
dengan apa yang semua dilihat, didengar dan dirasakan. Semua data direkam oleh karena itu
hasil observasi ini disimpulkan dalam keadaan yang belum tertata. Observasi dalam tahap ini
biasanya disebut dengan grand tour observation dan peneliti menghasilkan kesimpulan
pertama. Bila dilihat dari segi analisis maka peneliti melakukan analisis domain, sehingga
mampu mendeskripsikan terhadap semua yang ditemui (Sugiyono,2010:69). Peneliti memilih
menggunakan metode observasi deksriptif dengan mengamati pertunjukkan Wayang Topeng
Jatiduwur, melakukan berbagai wawancara dengan narasumber dalam hal ini peniliti dapat
menghasilkan kesimpulan yang tepat dengan menggunakan metode observasi desktriptif.
3.1.2 Wawancara Semiterstruktur
Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept interview dimana dalam
pelaksanaannya lebih bebas dengan wawancara terstruktur.Tujuan dari wawancara ini adalah
menemukan permasalahan lebih terbuka dimana pihak yang diwawancara diminta pendapat
dan ide idenya. Melalui wawancara semi terstruktur ini penulis dapat lebih mudah untuk
mengumpulkan data pada saat wawancara.
3.1.3 Wawancara tak berstruktur
16
3.2 Sumber Data
Dalam menggali data penelitian, terdapat tiga sumber data, yakni, place, person, dan
paper. Berikut penjelasannya:
a. Place, yaitu sebuah tempat atau lokasi terselenggaranya sebuah pementasan yang diteliti
sehingga dapat digunakan sebagai sumber data penelitian.
b. Person, yaitu orang-orang yang bisa memberikan informasi mengenai data penelitian yang
kita teliti
c. Paper, yakni dokumen atau literatur yang dapat digunakan sebagai sumber data penelitian.
3.3 Objek Penelitian
Objek bagi sebuah penelitian adalah sebagai bahan utama sebagai landasan pada
tahapan atau kegiatan penelitian. Yang dimana objek tersebut dijadikan sebagai bahan pokok
utama terhadap permasalahan yang memiliki banyak karakter serta sudut pandang maupun
kondisi. Objek penelitian yang digunakan penulis disini adalah Lakon cerita Gunung Sari
Kembar pada Pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur.
Subjek penelitian merupakan apa atau siapa yang diteliti. Menentukan Subjek Penelitian,
tentulah seorang peneliti harus mempunyai alasan kenapa dan apa penyebab ketertarikan
peneliti untuk meneliti tokoh tersebut. Pada penelitian kali ini, peneliti mengangkat
Analisis Tekstual Wayang Topeng Jatiduwur Lakon Gunung Sari Kembar yang
merupakan lakon penting dalam salah satu naskah Wayang Topeng Jatiduwur.
3.5.1. Observasi
Observasi juga merupakan hal yang sangat efektif untuk mengumpulkan data, dari
data itu menjadi bahan penelitian. observasi ini dilakukan dengan cara mencari bahan
yang mampu membantu dalam memberikan informasi untuk melengkapi data yang akan
didapat oleh peneliti serta mempermudah peneliti mendapatkan informasi yang
dibutuhkan.
17
3.5.2. Studi kepustakaan
Dalam penelitian, studi kepustakaan sangat diperlukan dalam mengumpulkan
data. Fungsinya sebagai sumber data serta informasi yang dapat digunakan dalam
penelitian. Studi kepustakaan bagi penelitian ini sangat berpengaruh penting bagi peneliti
sehingga dapat mempermudah dalam mengolah bahan penelitian bagi peneliti terutama
dalam Analisis Tekstual Lakon Gunung Sari Kembar.
Tahapan ini adalah tahapan memfokuskan, memilih, memilah, dan merangkum data
bahan penelitian, hal tersebut bertujuan untuk memfokuskan pada hal hal yang penting,
dicari tema dan pola sehingga memberikan kemudahan peneliti untuk menganalisis data
serta mengambil data dalam penelitian. (Sugiyono,2010:92). Peneliti menggunakan
tahapan reduksi data untuk dapat memilah secara baik dan mendapatkan hasil dari
pengambilan data sebelumnya sehingga informasi atau bahan penelitian lebih jelas.
3.6.2 Penyajian Data
Penyajian data berarti menyusun segala informasi yang ada kedalam bentuk tertentu,
seperti misal teks deskriptif, bagan, atau gambar yang memudahkan peneliti dalam
mengerucutkan hasil analisis kedalam sebuah kesimpulan.
18
cara, melalui berbagai sumber, dari berbagai waktu. data. . Menurut Sugiyono
(2012:274) terdapat tiga triangulasi data, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan
trangulasi waktu. Demi menyesuaikan kebutuhan penelitian, peneliti memilih 2 metode
triangulasi, yakni triangulasi sumber dan triangulasi teknik, berikut penjelasannya:
3.7.1 Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber merupakan cara untuk memverifikasi data dengan menggunakan
lebih dari satu sumber data, misalnya dengan menggunakan observasi lapangan,
wawancara, dokumen sejarah, buku, dan lain-lain. Peneliti menggunkan teknik
triangulasi sumber sebagai bahan pengumpulan data yang telah diteliti.
19
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Struktur Pertunjukkan
Struktur Perunjukkan dalam Wayang Topeng Jatiduwur yang menjadi runtutan sebelum acara
dimulai sampai masuk dalam sebuah cerita pertunjukkan. Wayang Topeng Jatiduwur sendiri
sebelum melakukan pementasan terdapat beberapa ritual yang dilakukan begitupun dengan
pertunjukkannya. Wayang Topeng Jatiduwur sendiri mempunyai beberapa pakem yang memang
harus dilaksanakan seperti melakukan ijin sebelum pementasan, pemberian sajen saat ingin pentas
dan pengamalam doa untuk leluhur, adapun bukti foto dibawah ini :
Sebelum pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur dimulai terdapat beberapa hal yang
dilakukan yaitu memberi penghormatan berupa sesajen yang diletakkan dibawah kotak
penyimpanan Topeng
20
- Tarian Klana
Dalam pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur pada awalan pertunjukkan terdapat tarian
klana yang ditandai sebagai tarian pembuka dengan menggunakan Topeng Klana. Dengan
iringan musik dan tarian khas yang menjadi tanda pembuka dalam pertunjukkan Wayang
Topeng Jatiduwur.
Jejeran Awal merupakan adegan pembuka dalam cerita Wayang Topeng Jatiduwur yang
menandakan cerita tersebut telah dimulai yang diawali dengan dalang sebagai penanda
dimulainya Lakon Wayang Topeng Jatiduwur ,
21
- Perang Gagal
Perang gagal dapat dikatakan sebagai perang awal sebelum konflik yang menandakan
terjadinya perang sebelum konflik
Goro goro merupakan hiburan yang di selipkan dalam pertunjukkan Wayang Topeng
Jatiduwur yang bertujuan untuk membuat suasa hangat dalam sebuah lakon. Biasanya goro
goro ini dapat dikatakan hiburan atau dagelan sebelum konflik puncak dalam pementasan.
- Perang Puncak
Perang puncak dapat dikatakan sebagai konflik puncak dalam sebuah pertunjukkan Wayang
Topeng Jatiduwur yang menjadikan titik tegang dalam pertunjukkan. Konflik puncak ini
biasanya dengan adegan perang atau berkelahi.
- Jejeran Akhir
Jejeran Akhir merupakan adegan dalam pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur yang sudah
mulai menemukan solusi atau penyelesaian dalam konflik permasalahan biasanya dibuktikan
dengan adanya kekalahan dalam perang.
- Tarian
Tarian disini dapat diartikan sebagai ending dalam sebuah cerita. Biasanya dalam pertunjukkan
ini terdapat tarian yang menggambarkan bahwa cerita tersebut telah berakhir.
Pengantar peristiwa atau awal cerita dari Lakon Gunung Sari Kembar dengan sebuah pembuka
nyanyian atau ritual yang memuji Tuhan dengan dialog pembuka dengan adegan awal Prabu Klana
22
Bledek Linggabuana sedang merasakan kasmaran terhadap Dewi Sekartaji dari Kerajaan
Bantarangin.
Prabu Klana : “ Ya begitu para abdi semua senang. Ya syukur kalo begitu jika
banyak tempat para abdi semua percaya pada ucapanku.
Patih Patih Guntur Sekti kamu saya suruh menghadap kesini aku kan
menyuruh pergi ke Kerajaan Kediri mintalah Dewi Sekartaji,
lamarkan Dewi Sekartaji bisa apa tidak patih “
Patih Guntur Sekti : “ Baik baginda abdi dhalem sebelumnya tidak ada, sebelumnya
kelaparan abdi dhalem menerima semua yang jadi permintaan
Prabu”
Prabu Klana : “ Ihhhhh... hahahaha, syukur jika seperti itu Patih senang rasanya
hati jika seperti itu Patih,jangan terlalu lama patih berangkatlah ke
Kediri saya suruh mintalah Dewi Sekartaji dan lamarkanlah Dewi
Sekartaji”
Patih Guntur Sekti : “ Iya baginda besok saya bersama prajuti ke Negeri Kediri”
Prabu Klana : “ Sekarang juga, berangkatlah Patih, Gajah Gelar Singo Barong
bawalah Prajurit bersamamu Patih”
Patih Guntur Sekti : “ Iya Prabu, yang saya minta ialah izin”
Prabu Klana : “ Iya berhati hatilah Patih”
Prabu Guntur Sekti : “ Baik Baginda”
(Patih Guntur Sekti dan para prajurit berangkat ke Negeri Kediri)
- Komplikasi
Bagian komplikasi bagian yang mengarahkan penceritaan menuju perselisihan atau konflik
konflik. Berikut beberapa dialog yang menunjukkan awal mula bagian konflik dari Lakon Gunung
Sari Kembar.
Prabu Klana : “ Patih Guntur Sakti, mengapa kamu kembali lagi ? Kamu saya
suruh ke Kerajaan Bantarangin bagaimana kabarnya patih ?”
Patih Guntur Sakti : “ Iya sinuwun, saya bersama prajurit sudah datang ke Kerajaan
Kediri sinuwun dan saya sudah mengungkapkan apa yang jadi
keinginan sinuwun itu diterima.”
Prabu Klana : “ Senangnya hatiku patih, kalo begitu apa permintaanmu patih ?”
Patih Guntur Sekti : “ Saya tidak meminta apa apa sinuwun.”
Prabu Klana : “ Apa yang diminta Dewi Sekartaji Patih? Apa meminta begitu?
Apa meminta laut bakal aku turuti Patih”
Patih Guntur Sekti : “ Mohon maaf sinuwun, yang menjadi permintaan Dewi Sekartaji
yaitu Sekar Tunggung Lungging Jangga begitu sinuwun”
23
Prabu Klana : “ Jika seperti itu puaskanlah olehmu tidur, (Prabu Klana melipat
tangan untuk menutupi lubang di badan dan yang ada di jiwa, Prabu Klana membuang
wujud Gunung Sari”
Prabu Klana : “Patih Guntur Sekti”
Patih Guntur Sekti : “ Maaf sinuwun, jadi sinuwun tidak menyamakan dengan gambar ? “
Prabu Klana : “ Oh ya, jika begini patih yang jadi urusanku” Patih
Guntur Sekti : “ Jika benar begitu sinuwun”
Prabu Klana : “ Jika seperti itu kamu kembalilah ke Kerajaan
Bantarangin, aku akan mencari Sekar Tunggung Lungging Jangga”
- Klimaks
Klimaks merupakan penggambaran dari puncak perselisihan yang terjadi akibat adanya
perseteruan dua atau lebih tokoh cerita. Lakon Gunung Sari Kembar yang menggambar tragedi
pembunuhan Raden Panji oleh Gunung Sari Palsu atas perselisihan antara Prabu Klana Bledek
Linggabuana dengan Raden Panji demi mendapatkan Dewi Sekartaji. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan adanya dialog sebagai berikut.
Prabu Klana : “ Jika saya lihat, waduh raden panji aku akan menuruti apa yang
menjadi kemauannya” ( Prabu klana mengubah dirinya menjadi Gunung Sari, Prabu Klana
membunuh Raden Panji dan membawa kepala Raden Panji)
Patih Kertolo : “ Berhenti, ayo mau kemana kamu”
(Patih Kertolo mengejar Gunung sari asli)
Patih Kertolo : “ Ampun den ampun, kamu sudah kelewatan ini Raden Panji
Asmara Bangun”
(Gunung Sari Asli dan Patih Kertala membawa tubuh Raden Panji) (Gunung
Sari Palsu measuk membawa kepala Raden Panji) Gunung sari Palsu : “
Weeehhh jadi kamu kok bodoh”
Patih Ketolo : “ Hee ladalah ini yang menjadikan perkara ayo lawan aku, mau lari
kemana kamu!”
(Patih Kertolo dan Gunung Sari Palsu Perang)
(Gunung Sari Palsu Berubah wujud menjadi Prabu Klana)
24
Patih Kertala mengejar Prabu Klana
Patih Kertala : “ Ayo mau lari kemana kamu”
(Prabu Klana Berangkat menuju Dewi Sekartaji dengan membawa Kepala Raden
Panji)
- Resolusi
Pembentukan setelah terjadinya klimaks merupakan resolusi dimana dalam cerita lakon buGunung
Sari Kembar terdapat cara atau menuju dalam hal penyelesaian konflik tersebut atau dapat
dikatakan masa penurunan setelah konflik cerita dalam cerita Lakon Gunung Sari Kembar ini
setelah tragedy pembunuhan Raden Panji oleh Gunung Sari Palsu berikut bukti dialog berikut :
(Prabu Klana Berangkat menuju Dewi Sekartaji dengan membawa Kepala Raden
Panji)
Dewi Sekartaji : “ beberapa hari ini aku sedih memikirkan Kakang Panji Asmara
Bangun, kamu kapan datang kakang Panji Asmara Bangun Kakang panji Ohhh kakang
panji.
Prabu Klana : “ Yayii Yayiii owwalah”
(Patih Kertala dan Gung Sari Asli datang membawa badan Raden Panji)
Patih kertala : “ Oala, ya ini orang yang aku cari mau lari kemana kamu.”
(Prabu Klana, Patih Kertala dan Gunung Sari Perang) Patih
Kertala : “ terimalah tanganku iki” (Prabu
Klana kalah lalu pergi)
- Konklusi
Konklusi itu sendiri merupakan penyelesaian dalam sebuah adegan cerita terdapat penurunan
yang menjadikan acuan dalam cerita Lakon Gunung Sari Kembar sehingga terdapat
penyelesaian dalam sebuah cerita. Berikut bukti dialog dari konklusi :
25
Raja Lembu Amiluhur : “ Ohh jadi seperti itu, jangan riasu nak. Orang yang
meninggal itu sudah ditakdirkan, meninggalnya manusia itu hanya gusti yang menguasai
jagat dunia maha kuasa. Jika seperti itu ayo sama sama meminta kepada Gusti yang maha
kuasa supaya menunjukkan Panji Asmara Bangun agar hidup kembali.”
Rahayu rahayu rahayu saking dumadi kabisanggih Raden
Panji hidup kembali
Raden Panji : “ Dewi Sekartaji.”
Dewi sekartaji : “ Iya Kakang Panji smara Bangun.”
Raja Lembu Amiluhur : “ Jika sudah seperti ini Raden Panji Asmara Bangun kamu saya
nikahkan dengan Putriku Dewi Sekartaji.”
Dewi Sekartaji : “ Iya Rama saya mau.”
Lakon Gunung Sari Kembar yang menceritakan tentang sayembara memperebutkan Dewi Sekartaji
namun disisi lain Raja Klana Bledek Linggabuana juga menginginkan Dewi Sekartaji dan diutuslah
Patih Guntur Sekti untuk berangkat ke Kerajaan Bantarangin dan pinangan Raja Klana Bledek
Linggabuana diterima dengan syarat harus membawa “Sekar Tunggung Lungging Jangga” yang
diartikan sebagai kepala manusia. Prabu Klana Bledek Linggabuana akhirnya mempunyai fikiran
licik untuk membunuh Raden Panji dan membawa Kepala Raden Panji ke hadapan Dewi Sekartaji
dengan alih alih tidak yang membunuh Raden Panji adalah Gunung Sari. Peperangan pun tidak
terelakkan Gunung Sari Asli bertarung dengan Patih Kertala namun disisi lain mereka telah ditipu
oleh Gunung Sari Palsu. Pada akhirnya Prabu Klana Bledek Linggobuono tercium apa yang telah
dilakukan dan perang pun tak terelakkan. Prabu Klana Bledek Linggabuana yang kalah telak dalam
peperangan akhirnya pergi. Badan Raden Panji yang telah dibawa oleh Patih Kertolo dan Gunung
Sari Asli ke hadapan Raja Lembu Amiluhur pada akhirnya Raden Panji dapat hidup kembali dan
menikah dengan Dewi Sekartaji. 4.2 Penokohan
Dalam hal penokohan terdapat 3 pembagian dalam sebuah karakter antara lain protagonis,
antagonis dan tirtagonis.
4.2.1 Protagonis
Penokohan protagonis dapat dikatakan tokoh dengan baik yang mendukung cerita dalam Lakon
Gunung Sari Kembar berikut pembagian tokoh protagonist dalam hal sosiologis,psikologis dan
fisiologis.
26
Raden Panji
Raden Panji merupakan pangeran yang gagah, memiliki wajah yang tampan Raden
Panji yang dapat dibuktikan dengan bukti gambar dibawah ini :
Psikologis Raden Panji memiliki karakter yang tegas, bijaksana dan pemberani dalam
Lakon Gunung Sari Kembar ini Raden Panji merupakah salah satu tokoh protagonist
27
saat meminta izin kepada Dewi Kilisuci untuk melawan Prabu Klana Bledek
Linggabuana yang dapat di buktikan dengan dialog sebagai berikut :
Dewi Kulisuci : “ Adik kamu dari kejauhan terlihat gelisah, apa yang
mengganggu pikiranmu ?”
Raden Panji : “ Iya bibik saya memikirkan keadaan wanita yang ada di
Kerajaan Bantarangin itu bibik”
Dewi Kilisuci : “ Ya kalau begitu, sudah waktunya kamu turun dari
Padepokan Dewi Kilisuci ini.”
Raden Panji : “ Iya bibik, jikalau yang menjadi kehendak bibik saya
meminta restu”
Dewi Kilisuci : “ Ya anakku segeralah berangkat saya doakan seperti air
mengalir”
3. Sosiologis Raden Panji
Raden Panji merupakan Raja yang berasal dari Kerajaan Jenggala. Raden Panji
mempunyai hubungan asmara dengan Dewi Sekartaji dengan di buktikan dialog
dibawah ini :
Dewi Sekartaji
Dewi Sekartaji merupakan salah satu tokoh pada lakon Gunung Sari Kembar pada
pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur yang merupakan salah satu tokoh protagonis
dalam lakon tersebut.
28
Dewi Sekartaji adalah putri dari Raja Lembu Amiluhur yang memiliki gestur
tubuh yang luwes, mempunyai fisik yang ideal. Dewi Sekartaji mempunyai ciri
fisik yang dapat dibuktikan dengan foto berikut.
Dalam hal psikologis Dewi sekartaji memiliki sifat yang baik, lemah lembut dan
patuh. Berikut ini dapat dibuktikan melalui dialog yang membuktikan bahwa
Dewi Sekartaji termasuk dalam peran protagonis :
Dewi Sekartaji merupakan putri dari Raja Lembu Amiluhur dari Kerajaan Kediri.
Dewi Sekartaji merupakan putri tunggal yang menjalin hubungan dengan Raden
Panji. Berikut ini dialog yang menjadi bukti bahwa Dewi Sekartaji merupakan
anak dari Raja Lembu Amiluhur.
Raja Lembu Amiluhur : “ Putriku Dewi Sekartaji, ini Dewi sekartaji diminta untuk
Prabu Klana Bledek Linggabuana yang dari jauh.
Dewi Sekartaji : “ Iya Rama, putrimu sudah mengerti.”
Raja Lembu Amiluhur : “ Jika kamu mengerti apa yang akan kamu tolak apa yang akan
kamu terima?”
29
Dewi Sekartaji : “ Saya terima Rama, tetapi saya punya permintaan.”
4.2.2 Antagonis
Antagonis merupakan bagian tokoh yang menentang cerita atau dapat dikatakan sebagai
penyulut konflik dalam sebuah cerita. Dalam cerita Lakon Gunung Sari Kembar ini
terdapat beberapa tokoh yang menjadi peran antagonis antara lain :
30
2. Psikologis Prabu Bledek Linggabuana
Prabu Klana Bledek Linggabuana merupakan seoarang Raja yang mempunyai
kekuasan sehingga memiliki sifat licik,serakah dan menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan apa yang diinginkan. Disini dapat dibuktikan dengan dialog sebagai
berikut :
Prabu Klana : “ Apa yang diminta Dewi Sekartaji Patih? Apa meminta begitu?
Apa meminta laut bakal aku turuti Patih”
Patih Guntur Sekti : “ Mohon maaf sinuwun, yang menjadi permintaan Dewi
Sekartaji yaitu Sekar Tunggung Lungging Jangga begitu sinuwun”
Prabu Klana : “ Jika seperti itu puaskanlah olehmu tidur, (Prabu Klana
melipat tangan untuk menutupi lubang di badan dan yang ada di jiwa,
Prabu Klana membuang wujud Gunung Sari”
Prabu Klana Bledek Linggabuana menjelma menjadi Gunung Sari dengan niatan
licik untuk membunuh Raden Panji demi mendapatkan apa yang diinginkan oleh
Dewi Sekartaji. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan jika Prabu Klana Bledek
Linggabuana memiliki sifat yang licik dan serakah.
31
3. Sosilogis Prabu Bledek Linggabuana.
Dalam segi sosiologis Prabu Klana Bledek Linggabuana merupakan seorang Raja yang menguasai
Kerajaan Bantarangin , jika digali lebih dalam dapat dikatakan Kerajaan Bantarangin berasal dari
Ponorogo. Prabu Klana Bledek Linggabuana terdapatt bukti dialog yang menyatakan bahwa Prabu
Klana seorang Raja dan berasal dari Kerajaan Bantarangin.
Prabu Klana : “ hahahaha Jagat Dewa Bathara ya patih saya terima sembah
hormatmu untuk lewat pangestuku terimalah Patih Guntur Sekti”
Patih Guntur Sekti : “ Iya baginda,semua saya terima dengan senang hati di arimbi
mencari jimat, jimatnya abdi dhalem di kepatihan Baginda”
Patih Guntur Sekti :” mengertilah aku Patih Guntur Sekti drai Kerajaan Bantarangin
suruhan Prabu Klana Bledek Linggabuana, kembali lagi siapa namamu ?”
4.2.3 Tirtagonis
Tirtagonis itu sendiri dapat dikatakan tokoh pembantu dalam sebuah cerita, tirtagonis
dapat berasal dari tokoh protagonist maupun antagonis.
Dialog di atas membuktikan bahwa Prabu Klana Bledek Linggabuana adalah seorang Raja
yang berasal dari Kerajaan Bantarangin.
Patih Guntur Sekti merupakan Patih dari Prabu Klana Bledek Linggabuana yang memiliki
postur tubuh tidak jauh berbeda dengan Prabu Klana Bledek Linggabuana badan yang kekar
dan tegap, dada yang selalu di sosong ke depan. Patih Guntur Sekti dapat dilihat gestur yang
sedikit lebih kecil dibandingkan Prabu Klana Bledek Linggabuana dan memakai pakaian
seorang patih dengan menggunakan kostum berwarna merah. Perbedaan dengan Prabu Klana
Bledek Linggabuana adalah dari segi suluk kepala yang dipakai serta topeng yang dipakai
sangatlah berbeda.
32
2. Psikologis Patih Guntur Sakti
Patih Guntur Sekti adalah seorang Patih dari Kerajaan Bantarangin, seorang tokoh
yang sangat patuh terhadap raja dan gigih dalam melaksanakan tugas disisi lain terdapat
sifat congkak yang muncul dalam tokoh ini. Patih Guntur Sakti dapat dilihat dari
beberapa dialog yang menggambarkan bahwa Patih Guntur Sekti merupakan patih yang
gigih,patuh dan congkak.
Dialog yang menunjukan Patih Guntur Sakti adalah patih yang patuh :
Prabu Klana : “ Ya begitu para abdi semua senang. Ya syukur kalo begitu jika banyak
tempat para abdi semua percaya pada ucapanku.
Patih Patih Guntur Sekti kamu saya suruh menghadap kesini aku kan
menyuruh pergi ke Kerajaan Kediri mintalah Dewi Sekartaji, lamarkan
Dewi Sekartaji bisa apa tidak patih “
Patih Guntur Sekti : “ Baik baginda abdi dhalem sebelumnya tidak ada, sebelumnya
kelaparan abdi dhalem menerima semua yang jadi permintaan
Prabu”
Dialog yang membuktikan bahwa Patih Guntur Sakti merupakan patih yang gigih :
Patih Guntur Sekti :” weladalah semua keinginan kalian sama dengan keinginanku, hey jika
seperti itu kamu semua pergi dari sini jangan sampai diteruskan
karena keinginan kalian sama dengan keinginanku”
33
Ganda Mastaka :”walah jika begitu kita satu keinginan dan begini saja disini saya
peringatkan kamu saja kembalilah dari sini dan jika kamu tidak mau
kembali wahahahaha tak pukuli orang banyak kamu!”
Patih Guntur Sekti :” bicaramu kayak bisa memutuskan besi tebal ya terimalah tangan Patih
Guntur Sekti bisa hilang ketipanmu.”
Buto Terong Kalamadya Barat : “ uhhhh bicaramu buruk seperti itu,bodoh jangan befitu
modelmu. Jelek jelek begini aku juga raja, goblok”
Patih Guntur Sekti : “hilaladalah aku dikepung para raja sewu, kamu yang
bernama siapa?”
Patih Guntur Sakti adalah seorang Patih yang berasal dari Kerajaan Bantarangin dengan
kondisi yang memang masih menjadi seorang Patih kepercayaan Prabu Klana Bledek
Linggabuana dengan kondisi ini dapat di buktikan dengan dialog sebagai berikut.
Patih Guntur Sekti : “ Iya baginda,semua saya terima dengan senang hati di arimbi
mencari jimat, jimatnya abdi dhalem di kepatihan Baginda”
Prabu Klana : “ hahahhaha, jagad dewa bathara ya patih saya terima sembah hormatmu
untukku, lewat pangestuku terimalah Patih Guntur Sakti”
Patih Guntur Sak : “Iya baginda,semua saya terima dengan senang hati di arimbi
mencari jimat, jimatnya abdi dhalem di kepatihan Baginda”
Gunung Sari
1. Fisiologis Gunung Sari
Fisiologis Gunung Sari dapat dikatakan sebagai anak dari Raja Lembu Amiluhur
yang dari Kerajaan Kadiri. Gunung Sari dapat disebut sebagai sahabat dari Raden
Panji yang mempunyai ciri ciri fisik sebagai berikut :
34
2. Psikologis Gunung Sari
Watak dari Gunung Sari dapat dikatakan pemberani,sabar dan legowo. Dalam cerita
di gambarkan bahwa Gunung Sari ditipu daya oleh Prabu Klana yang menjelma
menjadi Gunung Sari palsu. Berikut bukti bahwa Gunung Sari memiliki sifat sabar,
pemberani dan legowo dengan dialog sebagai berikut :
Gunung Sari : “ Ini Panji Asmara Bangun gusti Patih.”
Raja Lembu Amiluhur : “Duduklah dulu nak, mengapa kamu menangis apa yang
menjadi kedukaan ini ?”
Patih Kertala : “ Iya Romo, Panji Amsra Bangun di penggal
lehernya oleh Prabu Klana Bledek.”
Bukti dialog diatas dapat menggambarkan bahwa Gunung Sari telah membantu Patih Kertala
untuk mengalahkan Gunung Sari palsu jika dibedah dapat dikatakan Gunung Sari asli telah
difitnah oleh Prabu Klana untuk menghadapai kesalahapahaman yang terjadi pada Patih Kertala
sehingga Gunung Sari merasa legowo atas perbuatan Prabu Klana yang menumbalkan Gunung
Sari asli.
35
3. Sosiologis Gunung Sari
Sosiologis Gunung Sari merupakan anak dari Raja Lembu Amiluhur yang berasal dari
Kerajaan Kadiri. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan dialog yang sebagai berikut :
Patih Kertala
Patih Kertala merupakan seorang patih yang mempunyai fisik mempunyai garis alis
yang tegas dan menggambarkan bahwa Patih Kertala sangat pemberani. Disini dapat
dibuktikan dengan penggambaran Patih Kertala sebagai berikut :
Dalam segi psikologis dapat dikatakan bahwa Patih Kertala merupakan peran
Prontagonis dalam lakon cerita Gunung Sari Kembar. Patih Kertala jika dilihat dalam
cerita memiliki karakter yang tegas, pemberani dan tangguh. Hal ini dapat dibuktikan
dengan dialog dibawah ini :
Prabu Klana : “ Jika saya lihat, waduh raden panji aku akan menuruti apa yang
menjadi kemauannya” ( Prabu klana mengubah dirinya menjadi Gunung Sari, Prabu Klana
membunuh Raden Panji dan membawa kepala Raden Panji)
36
Patih Kertolo : “ Berhenti, ayo mau kemana kamu”
(Patih Kertolo mengejar Gunung sari asli)
Patih Kertolo : “ Ampun den ampun, kamu sudah kelewatan ini Raden Panji
Asmara Bangun”
3. Sosiologis Patih Kertala
Latar Patib Kertala merupakan Patih dari Kerajaan Jenggala yang dibawahi oleh
Raden Panji Asmara Bangun. Dapat dikatakan Patih Kertala merupakan sahabat dari
Raden Panji Asmara bangun, hal seperti ini dapat dibuktikan dengan dialog sebegai
berikut :
(Patih Kertala dan Gung Sari Asli datang membawa badan Raden Panji)
Patih kertala : “ Oala, ya ini orang yang aku cari mau lari kemana kamu.”
(Prabu Klana, Patih Kertala dan Gunung Sari Perang)
37
4.3 Tema
Patih Guntur Sekti : “ Mohon maaf sinuwun, yang menjadi permintaan Dewi Sekartaji
yaitu Sekar Tunggung Lungging Jangga begitu sinuwun”
Prabu Klana : “ Jika seperti itu puaskanlah olehmu tidur, (Prabu Klana
melipat tangan untuk menutupi lubang di badan dan yang ada di jiwa, Prabu Klana
membuang wujud Gunung Sari”)
Dari dialog di atas dapat disimpulkan bahwa Prabu Klana Bledek Linggabuana
memiliki niat jahat dari awal untuk menjelma menjadi Gunung Sari yang dimana
Gunung Sari merupakan sahabat dari Panji Asmara Bangun. Dapat disimpulkan bahwa
tema dari cerita Lakon Gunung Sari Kembar merupakan perselisihan dan perebutan
untuk mendapatkan Dewi Sekartaji. Tema yang dapat diangkat dari cerita Lakon Gunung
Sari Kembar adalah Romansa Tragedi atau dapat dikatan bermula dari adanya ambisi
dari Prabu Klana Bledek Linggabuana untuk mempersunting Dewi Sekartaji yang
mengakibatkan tragedy terbunuhnya Raden Panji.
4.4 Latar/Setting
Latar tempat setting dalam cerita Lakon Wayang Topeng Jatiduwur terdapat berbagai
tempat yang berbeda yang dibagi menjadi berbagai adegan.
- Adegan 1
38
Kerajaan Bantarangin.
Prabu Klana : “ Dari awal Patih, kamu saya suruh menghadap ke hadapanku sini karena
ada hal penting yang akan kita diskusikan pada malam ini, tetapi
sebelumnya laporkan seperti apa tempat
Kerajaan dan para abdi dhalem”
Patih Guntur Sekti : “ Ya baginda, persembahan saya ditanam di Bantaran tidak ada
kekurangan semua pada rukun siap bekerja untuk baginda tidak ada
yang pindah yang ada sama dengan paribahasa tidak ada yang
kasihan melihat keindahan dan
kerukunan di Kerajaan Bantarangin sini baginda”
Prabu Klana : “ Ya begitu para abdi semua senang. Ya syukur kalo begitu jika banyak
tempat para abdi semua percaya pada ucapanku.
Patih Patih Guntur Sekti kamu saya suruh menghadap kesini aku kan
menyuruh pergi ke Kerajaan Kediri mintalah Dewi Sekartaji,
lamarkan Dewi Sekartaji bisa apa tidak patih “
Patih Guntur Sekti : “ Baik baginda abdi dhalem sebelumnya tidak ada, sebelumnya
kelaparan abdi dhalem menerima semua yang jadi permintaan
Prabu”
Prabu Klana : “ Ihhhhh... hahahaha, syukur jika seperti itu Patih senang rasanya hati jika
seperti itu Patih,jangan terlalu lama patih berangkatlah ke Kediri
saya suruh mintalah Dewi Sekartaji dan lamarkanlah Dewi
Sekartaji”
Prabu Klana Bledek Linggabuana menugaskan Patih Guntur Sekti untuk
berangkat ke Kerajaan Kadiri bertujuan melamar Dewi Sekartaji. Dapat disimpulkan
bahwa latar tempat Patih Guntur Sekti menghadap Prabu Klana Bledek Linggabuana
di Kerajaan Bantarangin.
- Adegan 2
Adegan kedua adalah Patih Guntur Sekti menuju Kerajaan Kadiri dan dihadang
oleh Para Ratu meliputi ( Ganda Mastaka,Buto Terong,Bajol Sengoro dan
Ambarawa) yang mempunyai tujuan yang sama ingin melamar Dewi Sekartaji. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan dialog dan foto berikut :
Patih Guntur Sekti : “ Prajurit semua ada gapura apakah itu Kerajaan Kediri” Prajurit
: “ ya betul, itu kerajaan kediri
39
Patih Guntur Sekti : “ jika begitu ayo menuju kesana”
Para Ratuh : “haahahaha arghhhh ahahahaha (tertawa)”
Patih Guntur Sekti :”wehalah belum genap satu jangkah jalanku ternyata bertemu
para ratuh, para ratuh siapa namamu?”
Para Ratuh : “ehhhhhh hahaha bodoh jika dilihat dari penampilanmu patih,
raja darimana he?”
Patih Guntur Sekti :” mengertilah aku Patih Guntur Sekti drai Kerajaan Bantarangin
suruhan Prabu Klana Bledek Linggabuana, kembali lagi siapa
namamu ?”
Ganda Mastaka : “ Hee kamu tanya saya ? Hahahhaha aku ini Ganda Mastaka dari
Kerajaan Sewu dan temanku ini semua yang ada di sisi kanan ini
Bajoel Sengoro”
Patih Guntur Sekti bertemu Para Ratu di depan gapura Kerajaan Kediri, dan
menanyakan siapa yang berada di depannya dan apa maksud dan tujuan dari Para Ratuh.
Patih Guntur Sekti yang mengetahui niat Para Ratuh sama dengannya untuk melamar
Dewi Sekartaji sehingga terjadi perkelahian yang bertempat di depan Gapura Kerajaan
Kadiri.
Adegan 3
Adegan ketiga bertemunya Patih Guntur Sekti dengan Raja Lembu Amiluhur di
Kerajaan Kadiri yang ingin menyampaikan niat untuk melamar Dewi Sekartaji.
Raja Lembu Amiluhur : “ Ini tidak enak didalam hatiku ada apa negara kita, aku melihat
burung gagak bersuara, ini ada ayam jago bertarung di tengah
halaman akan ada hal buruk apa kok anak manusia beramai ramai
dan dari mana menuju Kerajaan Kediri, coba minggir sebentar.”
Patih Guntur Sekti : “ Permisi perkenalkan saya, Patih Guntur Sakti paduka Baginda”
Raja Lembu Amiluhur : “ Lagi enak berdiskusi kok ada satria aggah perkasa siapa
namamu ?”
Patih Guntur Sakti : “ Weeec ladalah aku Patih Guntur Sakti, dari Kerajaan
40
Bantarangin suruhan Prabu Klana Bledek Linggobuono,
kembali siapa namamu ?”
Raja Lembu Amiluhur :” Jika kamu tanya saya, saya Prabu Lembu Amiluhur yang
memimpin Kerajaan Kediri kamud atang kesini ada perlu apa
Patih Guntur Sakti ?”
Patih Guntur Sakti : “ Ihhhh hahahaha ya ini yang saya cari, saya datang kesini akan
meminta putrimu Dewi Sekartaji artinya aku ingin
melamar Dewi Sekarjati.”
Raja Lembu Amiluhur : “Sebentar tidak semudah itu jika begitu saya tawari dulu putriku.”
- Adegan 4
Prabu Klana : “ Patih Guntur Sakti, mengapa kamu kembali lagi ? Kamu saya
suruh ke Kerajaan Bantarangin bagaimana kabarnya patih ?”
Patih Guntur Sakti : “ Iya sinuwun, saya bersama prajurit sudah datang ke Kerajaan
Kediri sinuwun dan saya sudah mengungkapkan apa yang jadi
keinginan sinuwun itu diterima.”
- Adegan 5
Adegan ke lima adalah adegan Raden Panji menemui Dewi Kilisuci yang berada di
padepokan dikarenakan Raden Panji telah merasa gelisah memikirkan Dewi Sekartaji
sehingga Dewi Kilisuci memberi isyarat untuk segera turun atau menemui Dewi Sekartaji.
Hal tersebut dapat dibuktikan dengan dokumentasi dan dialog tokoh sebagai berikut.
41
( Raden Panji dan Dewi Kilisuci Bertemu) Dewi
Kilisuci : “ Adik Raden Panji Asmara Bangun” Raden
Panji : “ Iya bibik, slam hormat bibik”
Dewi Kilisuci : “ Iya adik, saya terima salam adik”
Dewi Kulisuci : “ Adik kamu dari kejauhan terlihat gelisah, apa yang
mengganggu pikiranmu ?”
Raden Panji : “ Iya bibik saya memikirkan keadaan wanita yang ada di
Kerajaan Bantarangin itu bibik”
Raden Panji : “ Iya bibik, jikalau yang menjadi kehendak bibik saya
meminta restu”
Dewi Kilisuci : “ Ya anakku segeralah berangkat saya doakan seperti air mengalir”
- Adegan 6
Adegan ke enam yang menceritakan Panji Asmara Bangun yang turun dari
Padepokan menuju ke Kerajaan Kadiri. Panji Amsra bangun yang tidur di hutan
dengan lelap tidak sadar Prabu Klana telah mengincar Raden untuk dipenggal
kepalanya dengan menggunakan wujud Gunung Sari. Berikut bukti dokumentasi dan
dialog yang menunjukkan latar tempat hutan Raden Panji di penggal kepalanya.
Prabu Klana Bledek Linggabuana yang menjelma menjadi Gunung Sari tertangkap basah oleh
42
Patih Kertala sedang memenggal kepala Raden Panji dan pergi menuju Kerajaan Kediri.
Prabu Klana Bledek Linggabuana yang menjelma menjadi Gunung Sari Palsu berperang
dengan Patih Kertala yang menganggap bahwa itu adalah Gunung Sari asli namun dalam
peperangan ini ternyata Prabu Klana kalah dan meninggalkan Kepala Raden Panji di hutan. Patih
Kertala membawa kepala Raden Panji ke Kerajaan Kadiri. Disini dapat disimpulkan bahwa latar
tempat terjadinya peperangan dan adegan pemenggalan kepala Raden Panji berada di hutan.
- Adegan 7
Latar tempat pada adegan 7 ini kembali ke Kerajaan Kadiri dimana raden Panji yang telah tewas
dikembalikan ke Kerajaan Kediri untuk bertemu Dewi Sekartaji. Adapun dialog dan dokumentasi
Raden Panji berada di Kerajaan Kadiri sebagai berikut.
Raja Lembu Amiluhur : “Duduklah dulu nak, mengapa kamu menangis apa yang
menjadi kedukaan ini ?”
Raja Lembu Amiluhur : “ Ohh jadi seperti itu, jangan riasu nak. Orang yang
meninggal itu sudah ditakdirkan, meninggalnya manusia itu hanya gusti yang menguasai
jagat dunia maha kuasa. Jika seperti itu ayo sama sama meminta kepada Gusti yang maha
kuasa supaya menunjukkan Panji Asmara Bangun agar hidup kembali.”
Adegan 8 dapat dikatakan adegan akhir dengan bertemunya Raden Panji Asmara bangun
dengan Dewi Sekartaji setelah Panji Asmara Bangun hidup kembali dan menikah dengan Dewi
Sekartaji, hal tersebut dapat dibuktikan dengan potongan gambar dan dialog Panji Asmara
Bangun dan Dewi Sekartaji menikah.
44
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Simpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
Lakon Gunung Sari Kembar merupakan salah satu lakon dari Wayang Topeng Jatiduwur.
Wayang Topeng Jatiduwur yang termasuk kesenian Wayang Wong dari Desa Jatiduwur
Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang. Pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur
mengawali dengan sebuah Tarian Klana sebagai acara pembuka. Dalam pertunjukkan
Wayang Topeng Jatiduwur tokoh yang memerankan menggunakan topeng sesuai dengan
karakter masing masing. Analisis struktur dramatik cerita Lakon Gunung Sari Kembar
dengan plot linier dimulai dari penggambaran cerita atau pengenalan tokoh di awal agedan
yang dinamakan eksposisi Lakon Gunung Sari. Terdepat urutan dalam penggunaan plot
linier yaitu Eksposisi,Komplikasi,Klimaks,Resolusi dan Konklusi. Penokohan Lakon
Wayang Topeng Jatiduwur dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 Protagonis dan Antagonis
dalam Lakon Cerita terdapat penokohan yang sangat menonjol dari segi
Psikologis,Fisiologis dan Sosiologis. Lakon Wayang Topeng Jatiduwur. Penggambaran
setting berpacu dalam plot atau alur cerita yang dibuktikan dengan dialog dan gambar dari
pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur selain dalam hal setting atau latar tempat yang
membangun adanya sebuah cerita dalam pertunjukkan Lakon Gunung Sari Kembar dalam
pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur terdapat Tema yang disajikan dalam pertunjukkan
Wayang Topeng Jatiduwur dengan lakon Gunung Sari Kembar merupakan bertema
Romansa Tradegi. Bentuk yang disajikan dalam pertujukkan Wayang Topeng Jatiduwur
dengan kearifan lokalnya mempunyai bentuk pertunjukkan yang unik di mulai dengan
adanya ritual sebelum pertunjukkan, bisa disebut juga dengan teater tradisi. Kesenian
Wayang Topeng Jatiduwur merupakan dapat disebut dengan kesenian tradisi yang lengkap
dikarenakan pertunjukkan Wayang Topeng Jatiduwur terdapat beberapa gabungan kesenian
antara lain terdapat tarian,teater,rupa dan iringan musik yang khas . Gabungan dari berbagai
kesenian ini menjadikan Wayang Topeng Jatiduwur memiliki unsur kesenian yang kuat
dalam lakon ceritanya.
45
DAFTAR PUSTAKA
47
48