Anda di halaman 1dari 36

USULAN PENCIPTAAN

AKULTURASI BUDAYA PERNIKAHAN


MASYARAKAT TRANSMIGRASI DESA
PERINTIS KABUPATEN TEBO MELALUI FILM
DOKUMENTER EXPOSITORY

Andi Octari

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


INTITUT SENI INDONESIA PADANGPANJANG
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN
TELEVISI DAN FILM
2023
USULAN PENCIPTAAN

AKULTURASI BUDAYA PERNIKAHAN


MASYARAKAT TRANSMIGRASI DESA
PERINTIS KABUPATEN TEBO MELALUI FILM
DOKUMENTER EXPOSITORY

Andi Octari

06101619

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


INTITUT SENI INDONESIA PADANGPANJANG
FAKULTA S SENI RUPA DAN DESAIN
TELEVISI DAN FILM
2023
USULAN PENCIPTAAN TELAH DISETUJUI

Tanggal ….. Maret 2023

Pembimbing Akademik,

Choiru Pradhono, S.Sn.,M.Sn


NIP. 19761014 200812 1 002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Televisi Dan Film


Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Padangpanjang

Hery Sasongko, S.Sn., M.Sn.


NIP.19780630 200812 1 004

iii
USULAN PENCIPTAAN INI TELAH DISETUJUI

Tanggal …. Mei 2023

Judul : Akulturasi budaya pernikahan masyarakat transmigrasi desa


Perintis kabupaten Tebo melalui film dokumenter expository
Nama: Andi Octari
NIM : 06101619

Dewan Penguji

Ketua Penguji : Edy Suisno,S.Sn.,M.Sn ( )


NIP. 19720301 200112 1 002

Anggota Penguji : Choiru Pradhono,S.Sn.,M.Sn. ( )


NIP. 19761014 200812 1 002

Anggota Penguji : Zainal Abidin.,S.Sn.,M.Sn. ( )


NIP. 19730603 200112 1 001
Anggota Penguji : Wahyu Nova Riski.,S.Sn.MGMC ( )
NIP. 19921115 202203 1 014

Padang Panjang, Mei 2023

Mengetahui,

Ketua Program Studi Televisi Dan Film


Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Padangpanjang

Hery Sasongko, S.Sn, M.Sn.


NIP.19780630 200812 1 004

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN.............................................................................i

HALAMAN SAMPUL DALAM..........................................................................ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................iii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI............................................................iv

DAFTAR ISI...........................................................................................................v

DAFTAR TABEL.................................................................................................vi

DAFTAR GAMBAR...........................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................1

B. Rumusan Penciptaan.................................................................................6

C. Tujuan dan Manfaat Penciptaan................................................................6

D. Tinjauan Karya..........................................................................................7

E. Landasan Teori Penciptaan.....................................................................10

F. Metode Penciptaan..................................................................................18

G. Jadwal Pelaksanaan.................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27

v
DAFTAR TABEL

NO. Nama Tabel Halaman

1. Jadwal Pelaksanaan 26

vi
DAFTAR GAMBAR

NO. Nama Gambar Halaman

1. Tumbnail Youtube Dokumenter Bumi Daya Segandu 8

2. Poster City Of Gold 9

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Desa perintis berada di kabupaten Tebo Provinsi Jambi merupakan

sebuah desa yang memiliki penduduk dari berbagai macam suku. Rata-rata

penduduk Desa Perintis merupakan masyarakat trasmigrasi dari pulau Jawa

dan perantauan dari Provinsi Sumatera Utara. Dengan beragamnya suku yang

ada di desa perintis menyebabkan berbagai macam acara adat sudah tidak

murni menggunakan adat suku masing masing. Hal tersebut juga terjadi pada

upacara pernikahan di masyarakat suku jawa di desa perintis. Misalnya

seorang pengantin yang memiliki suku jawa dengan pengantin yang memiliki

suku melayu, pada umumnya akan di adakan musyawarah kedua belah pihak

untuk menentukan adat yang di pakai untuk melangsungkan perkawinan.

Pada dasarnya adat perkawinan yang di pakai di desa perintis, adalah

perpaduan dari beberapa adat yang ada di sana, sehingga tampak akulturasi

budaya antar suku yang ada. Salah satu contoh adanya akulturasi budaya pada

acara pernikahan masyarakat transmigrasi di desa perintis adalah dari segi

penghidangan makanan, menurut sumber dari beberapa orang transmigrasi

yang pernah pengkarya temui beberapa waktu lalu beliau mengatakan bahwa

suku jawa asli menghidangkan makanan kepada para tamu dengan cara

disuguhkan. Terutama kepada orang yang lebih tua setelah transmigrasi dan

adanya percampuran suku di desa perintis kabupaten Tebo penghidangan

1
makanan kepada tamu di sebuah acara pernikahan dilakukan dengan para

tamu

2
2

mengambil sendiri hidangan yang telah disediakan atau biasa disebut dengan

prasmanan. Selain itu masyarakat transmigragi di desa perintis juga

menggunakan upacara adat tepung tawar di acara pernikahan mereka yang

dimana upacara tersebut adalah upacara adat masyarakat melayu.

Pengkarya sebagai sutradara ingin memproduksi film dokumenter ini

sebagai sebuah upaya konservasi dalam bentuk media audiovisual yang

memang selama ini masih belum tersentuh dengan maksimal. Bentuk

konservasi audiovisual ini akan memberikan sebuah arsip yang mampu

tersimpan dalam jangka waktu panjang dan mampu memberikan informasi

yang faktual. Selain sebagai upaya pengarsipan, diharapkan pembuatan film

dokumenter tentang akulturasi budaya pernikahan ini juga untuk lebih

memperkenalkan akulturasi budaya terutama pernikahan di masyarakat

Indonesia umumnya sebagai upaya konservasi terhadap salah satu kearifan

lokal di Indonesia. Pengkarya akan memproduksi lalu memeprtontonkan film

ini, untuk membagi semangat dan untuk melestarikan budaya jawa yang telah

terakulturasi. Pengkarya sebagai seorang cucu tranmigrasi ingin menunjukkan

kepada Indonesia bahwa masyarakat trasnmigrasi di sumatera dapat hidup

berdampingan dan berbaur dengan warga asli daerah yang mereka datangi,

dimana hal tersebut merupakan hal yang sangat membanggakan. Pengkarya

juga berharap penonton tak hanya mendapat informasi tentang akulturasi

budaya pernikahan tetapi juga terhibur dengan film yang akan dibuat, karena

mencantumkan bagaimana perjalanan masyarakat jawa bisa sampai ke

sumatera yang sejatinya sangat menghibur dan menginspirasi.


3

Selain itu film dokumenter ini secara pribadi bagi pengkarya adalah

cara pengkarya untuk melestarikan budaya jawa yang telah terakulturasi,

karena budaya yang terakulturasi ini sebagai bentuk penerimaan dan

penghargaan terhadap budaya lain dan ketika akulturasi ini berlanjut hal itu

akan menjaga keharmonisan antar suku di desa perintis. Sehingga masyarakat

transmigrasi bisa menjalankan budayanya tanpa menghilangkan budaya asli

walaupun di desa Perintis.

Film merupakan salah satu karya seni, film saat ini menjadi fenomena

dalam kehidupan modern, saat ini juga film dapat dikaji secara mendalam.

Menurut Palapah dan Syamsudin (1986) film adalah media hiburan yang

menggabungkan antara jalan cerita, gambar bergerak, dan suara dalam satu

bingkai kesenian. Ketiga unsur ini terdapat dalam unsur-unsur setiap

pembuatan film, oleh karenanya seringkali film dipergunakan sebagai salah

satu unsur media pembelajaran. Film merupakan salah satu media yang

digunakan untuk menyampaikan pesan dan ideologi ke masyarakat, film juga

menjadi media hiburan yang menggabungkan antara jalan cerita, gambar

bergerak, dan suara dalam satu bingkai kesenian. Ketiga unsur ini terdapat

dalam unsur-unsur setiap pembuatan film, oleh karenanya seringkali film

dipergunakan sebagai salah satu unsur media pembelajaran.

Film dokumenter adalah jenis film yang menjadi pilihan pengkarya

dalam melakukan penciptaan dalam tugas akhir ini. Film dokumenter

menyajikan fakta dan data. Film dokumenter tidak menciptakan kejadian,

tetapi film dokumenter adalah merekam kejadian atau peristiwa


4

sesungguhnya. oleh karena itu pengkarya tertarik untuk melakukan riset film

dokumenter pada tugas akhir ini. Perkembangan jaman saat ini film

dokumenter banyak terjadi pengembangan. Salah satunya dalam gaya bertutur

yang bervariasi. Adapun dibeberapa negara mengeluarkan teori dan

pendekatan yang kemudian berkembang menjadi bentuk representasi, seperti

Kino Prada di Rusia, Cinema Verite di Prancis dan Direct Cinema di AS.

Masih banyak lagi pengembangan tipe, kategori dan bentuk penuturan dalam

pembuatan film dokumenter, dalam hal ini ada beberapa macam gaya yang

menjadi bentuk bertutur di antara lain : puitis, ekspositori, observasional,

parsitipatori, reflextif, dan performatif.

Dalam praktiknya, pengkarya menggunakan pendekatan dokumenter

dengan gaya expository. Pendekatan ini dipilih agar penonton tidak salah

memahami pesan yang ingin disampaikan dalam film dokumenter ini.

Dengan visual yang didukung narasi, maka penonton lebih mudah memahami

maksud dari film ini. Format dokumenter ekspositori menyajikan informasi

langsung kepada pemirsa dalam bentuk teks atau suara melalui pembawa

acara atau narator. Kedua media tersebut menyapa penonton sebagai orang

ketiga (dengan arti bahwa mereka berhadapan dengan penonton).

Dokumenter tentang akulturasi budaya pernikahan ini akan mengajak

penontonya agar mengikuti alur dan memberikan pesan secara langsung

dengan menampilkan beberapa footage-footage gambar yang juga di dukung

oleh statement narasumber sebagai informasinya. Ada beberapa hal yang

melatar belakangi dokumenter ini menggunakan gaya expository, yaitu gaya


5

expository lebih mudah mengarahkan penontonya sehingga dokumenter

expository dapat mudah dicerna. Pada dokumenter akultursi budaya

pernikahan ini ada informasi yang sulit dijelaskan oleh narsumber karena

Bahasa yang digunakan narasumber di desa Perintis masih campur aduk

dengan Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia, sehingga dari informasi yang

dijelaskan dengan narator dapat memberikan informasi yang mudah di cerna

oleh masyarakat. Dokumenter dengan gaya expository dapat membantu

memberikan penekanan informasi secara langsung kepada penontonya lewat

gambar-gambar baik berupa stock shoot video, foto ataupun melalui motion

graphic, sehingga informasi yang disampaikan lewat dokumenter ini dapat

menginformasikan kepada penontonya dengan baik.

Dokumenter ini menurut Gerzon R. Ayawaila “Gaya expository”

merupakan tipe pemaparan yang terhitung konvensional, umumnya

merupakan tipe format dokumenter televisi yang menggunakan narator

sebagai penutur tunggal, karena itu narasi atau narator disini disebut voice of

God, karena aspek subjektivitas narator” (Ayawaila, 2008:101). Pada

dokumenter akulturasi budaya pernikahan ini informasi akan disampaikan

lewat statement narasumber yang akan didukung oleh narator dalam film,

yang menjelaskan berbagai isi cerita yang didukung oleh beberapa footage

pendukung agar gaya expositotry dalam dokumenter ini dapat tersampaikan.

Expository dengan menggunakan beberapa wawancara yang memungkinkan

orang lain (selain pembuat film) biasa memberikan komentar, baik secara
6

langsung atau dengan voice over dan juga menggunakan archival footage

seperti foto, film footage, gambar dan sebagainya. (Tanzil, 2010:8).

Berdasarkan latar belakang diatas, disusun judul usulan penciptaan

“akulturasi budaya pernikahan pada mayarakat transmigrasi Desa Perintis

Kabupaten Tebo melalui film dokumenter exspository”. Dalam penciptaan ini

akan diidentifikasi bagaimana akulturasi budaya pernikahan pada mayarakat

transmigrasi desa perintis.

B. Rumusan Penciptaan

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan sebelumnya,

rumusan ide dalam penciptaan film dokumenter ini adalah bagaimana

menyutradarai film dokumenter akulturasi budaya pernikahan dengan

pendekatan expository?

C. Tujuan dan Manfaat Penciptaan

1. Tujuan Penciptaan

a. Tujuan Umum

Penciptaan ini bertujuan untuk mengetahui realita akulturasi

budaya pernikahan, dan memberikan informasi, pengetahuan,

inspirasi, motivasi maupun isu terhadap objek yang di angkat tentang

bagaimana akulturasi budaya pernikahan pada mayarakat transmigrasi

Desa Perintis Kabupaten Tebo

b. Tujuan Khusus

Penciptaan ini bertujuan untuk memberikan informasi dalam

bentuk dokumenter dengan pendekatan ekspositori sehingga


7

memudahkan semua orang dalam menyerap informasi yang

disampaikan, untuk memperlihatkan sudut pandang pengkarya dalam

member kejelasan tentang akulturasi budaya pernikahan pada

mayarakat transmigrasi Desa Perintis Kabupaten Tebo

2. Manfaat Penciptaan

a. Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil dari penciptaan ini dapat memberikan

sumbangan pemikiran, sehingga dapat bermanfaat menambah

pengetahuan mengenai akulturasi budaya pernikahan pada

mayarakat transmigrasi Desa Perintis Kabupaten Tebo pada film

dokumenter expository

b. Manfaat Praktis

Penciptaan ini diharapkan dapat menjadi informasi atau

dukungan bagi para sineas dan pengkarya lainnya tentang informasi

mengenai akulturasi budaya pernikahan pada mayarakat transmigrasi

Desa Perintis Kabupaten Tebo pada film dokumenter expository

untuk melakukan proses pembuatan film selanjutnya.

D. Tinjauan Karya

1. Dokumenter Bumi Dayak Segandu

Dokumenter Bumi Dayak Segandu adalah dokumenter televisi

tugas akhir karya Fajar Kartika Putu Warta mahasiswa Jurusan Televisi

surakarta angkatan 2007. Dokumenter ini menceritakan tentang


8

sekelompok masyarakat suku dayak yang dianggap penganut ajaran sesat

oleh masyarakat lainnya, terlebih oleh Majelis Ulama Indonesia

mengenai ritual-ritual yang dijalakan oleh sekelompok masyarakat

tersebut. Sebagai tinjauan karya persamaannya pada objek yang diangkat

dengan

dokumenter yang

akan saya buat yakni

sama- sama suatu

realitas

sekelompok masyarakat.

Gambar 1
Tumbnail Youtube Dokumenter Bumi Daya
Segandu
Sumber: Youtube Eagle Awards

Dokumenter yang akan saya buat tidak lebih menyoroti anggapan

dari pihak luar mengenai akulturasi budaya pernikahan, melainkan cerita

dari masyarakat tersebut mengenai akulturasi yang terjadi dan yang

dialami, yang menjadi suatu kearifan lokal yang menambah eksotika

keragaman tradisi dan budaya yang dimiliki Indonesia. Pengambilan shot

saat wawancara dengan narasumber dapat dijadikan referensi pada


9

dokumenter yang akan saya buat yakni pengambilan gambar medium

shot, serta penggunaan penyampaian gaya expository juga menjadikan

referensi dalam pembuatan dokumenter yang akan saya buat nantinya.

Perbedaan lainnya pada dokumenter yang akan saya buat yakni

menggunakan multi kamera pada saat pengambilan gambar wawancara,

sedangkan Dokumenter Bumi Dayak Segandu menggunakan single

kamera. Dokumenter Bumi Dayak Segandu juga banyak menampilkan

visual pernyataan wawancara dari narasumber, sedangkan dalam

dokumenter yang akan saya buat tidak akan banyak menampilkannya.

Pesan dalam dokumenter saya akan disampaikan oleh narator. Narasi

yang disampaikan merupakan fakta hasil riset ataupun pertanyaan yang

diberikan pada narasumber, namun dilakukan sebelum praproduksi

ataupun produksi yang lalu dibacakan kembali oleh narator sebagai

penyampai informasi.

2. City Of Gold

City of Gold adalah sebuah film

dokumenter Kanada tahun 1957 karya

Colin Low dan Wolf Koenig , yang

mengisahkan Kota Dawson selama

Demam Emas Klondike. Film ini banyak

menggunakan foto arsip dan gerakan kamera secara inovatif untuk

menganimasikan foto, sambil juga menggabungkan narasi dan musik

untuk menghadirkan drama secara keseluruhan.


10

Gambar 2
Poster City Of Gold
Sumber: Wikipedia

Film menggambarkan demam emas Klondike yang tinggi, ketika

calon penambang berjuang melalui kondisi yang keras untuk mencapai

ladang emas lebih dari 3000 km di utara peradaban. Sebagai Tunjauan

karya persamaan film yang akan saya buat dengan film ini adalah saya

akan Menggunakan kumpulan foto dokumentasi sejarah transmigrasi di

awal film, yang akan menggambarkan bahwa di desa perintis adalah

benar benar daerah trasnmigrasi, serta penggunaan penyampaian gaya

expository juga menjadikan referensi dalam pembuatan dokumenter yang

akan saya buat nantinya.

E. Landasan Teori Penciptaan

1. Dokumenter

Dokumenter merupakan upaya menceritakan ulang sebuah

kejadian realitas menggunakan fakta dan data (Nicholas 2001:1). Film

dokumenter biasanya disajikan dari sudut pandang tertentu dan


11

memusatkan perhatian pada sebuah isu social tertentu yang sangat

memungkinkan untuk dapat menarik perhatian dari penonton.

Dokumenter adalah karya audio visual yang berdasarkan fakta dan

realita bukan menciptakan peristiwa tetapi menyajikan suatu peristiwa.

Program dokumenter adalah program yang menyajikan suatu kenyataan

berdasarkan pada fakta objektif yang memiliki nilai esensial dan

eksistensial, artinya menyangkut kehidupan, lingkungan hidup, dan situasi

nyata. (Wibowo 2007 : 146). John Grierson, salah seorang bapak film

dokumenter, menyatakan bahwa film dokumenter adalah penggunaan

cara–cara kreatif dalam upaya menampilkan kejadian atau realitas. Hal

yang tak kalah penting selain setia kepada fakta adalah sikap jujur

pembuat film dalam menyikapi persoalan yang menjadi topik utama

filmnya. (Tanzil 2001: 5).

Bill Nichols dalam bukunya Introduction to Documentary mencoba

untuk membuat klasifikasi film dokumenter. Ia mengemukakan ada enam

model utama yang berfumngsi layaknya sub genre film dokumenter itu

sendiri antara lain: puitis, ekspositori, observasional, parsitipatori,

reflextif, dan performative (Tanzil,2010).

Film dokumenter adalah upaya untuk menceritakan kembali suatu

peristiwa atau kenyataan dengan menggunakan fakta atau data (Tanzil,

2010:1). Film dokumenter tidak bisa berdiri sendiri karena tidak

membutuhkan suspense untuk menyamarkan heterogenitas agar dianggap

autentik. Film dokumenter itu ada dan diakui keberadaannya karena film
12

memiliki tujuan dalam setiap kemunculannya. Tujuan tersebut adalah

untuk menyebarluaskan informasi, mendidik dan tidak mengesampingkan

promosi orang atau kelompok tertentu (Effendy, 2014: 2).

Menurut Bill Nichols (2001), ada beberapa tipe film dokumenter,

yaitu : Poetic Mode, Expository Mode, Observational Mode, Participatory

Mode, Reflexive Mode, Performative Mode.

a. Poetric Mode

Film dokumenter tipe poetic cenderung memiliki

interpretasi subjektif pada subjek–subjeknya. Pendekatan dari tipe

ini mengabaikan kandungan penceritaan tradisional yang

cenderung menggunakan karakter tunggal dan peristiwa yang harus

dikembangkan. Contoh : film “The Bridge” (1928) dan “Song of

Ceylon” (1934)

b. Expository Mode

Film dokumenter dengan kategori expository banyak

menggunakan voice over untuk berbagai tujuan, mulai dari

menyampaikan informasi sampai ke menawarkan sudut pandang

tertentu kepada penonton. Pada kategori ini narasi bisa dilakukan

tanpa memperlihatkan sang komentator (a voice-of-God-

commentary) seperti dalam film “Dead Birds” (1963), ataupun

dengan memperlihatkan sang narrator/komentator (a voice-of-

authority commentary) seperti yang terdapat dalam acara televisi di

Amerika yaitu “America’s Most Wanted”


13

c. Observasional Mode

Kategori ini lebih menekankan pada pembuatan film yang

berdasarkan kehidupan sehari-hari yang direkam secara spontan.

Pembuat film berusaha agar kehadiran mereka sekecil mungkin

memberikan pengaruh terhadap kehidupan keseharian dari para

subjeknya. Kekuatan mereka adalah kesabaran untuk menunggu

kejadian-kejadian yang signifikan berlangsung di hadapan kamera.

Pada kategori ini keberadaan kamera diusahakan tidak tampil

menonjol karena tidak ingin memberikan kesan bahwa para

subjeknya sedang dalam kegiatan khusus untuk keperluan

pengambilan gambar, seperti yang terlihat dalam film “High

School” (1968).

d. Participatory Mode

Tipe ini menekankan pada interaksi antara pembuat film

dan subjek yang berlangsung dengan memakai interview ataupun

keterlibatan langsung. Contohnya terlihat pada film “Chronicle of

a Summer” (1960).

e. Reflexive Mode

Dokumenter tipe ini lebih menekankan pada bagaimana

film itu dibuat sebagai representasi dari kenyataan artinya

penonton dibuat menjadi sadar akan adanya unsur–unsur film dan

proses pembuatan film tersebut, seperti terlihat dalam film “The

Man with a Movie Camera” (1929).


14

f. Performative Mode

Tipe ini lebih menekankan pada aspek subjektif ataupun

ekspresif dari keterlibatan si pembuat film dengan subjek dengan

penekanan pada dampak emosional dan sosial bagi penonton.

Contoh : film “Unfinished Diary” (1983).

Pada tahapan pembuatan film dokumenter selain melakukan

pemilihan gaya yang akan digunakan, pengkarya film dokumenter juga

harus mempersiapkan naskah yang akan digunakan dalam proses

pembuatan film dokumenter. Penulisan naskah adalah proses yang

dilakukan oleh seseorang secara bertahap, bemula dari ide,

dikembangkan menjadi ringkasan cerita (kerangka gagasan) kemudian

menyusun membuat treatment. Treatment yang baik harus meliputi

adegan-adegan penting serta mendetail dari naskah yang akan dibuat.

Setelah treatment selesai lalu dibuat naskah, dari naskah ini biasanya

dalam penulisan akan mengalami penulisan ulang (revisi) demi

menghasilkan naskah akhir.

Tidak semua naskah cerita dapat diangkat menjadi film. Naskah

yang baik untuk difilmkan adalah naskah yang mengandung peristiwa-

peristiwa yang bergerak yang bersifat aktif, bukan naskah yang penuh

dengan monolog yang miskin citraan konkret. oleh sebab itu, cerita silat

yang penuh dengan pergerakan lebih gampang diangkat menjadi karya

film. Dengan demikian, naskah yang disiapkan untuk menggarap sebuah

film dokumenter budaya, haruslah merupakan narasi yang


15

menggambarkan peristiwa-peristiwa yang saling berkaitan dalam sebuah

kesatuan peristiwa yang utuh.

Menurut Gerzon dalam bukunya Dokumenter dari ide sampai

produksi pada prinsipnya, penyusunan penulisan konsep naskah film

dokumenter dibagi menjadi 5 tahapan : ide, treatment atau storyline,

naskah syuting, naskah editing, naskah narasi.

a. Ide

Ide merupakan jantung sebuah karya seni, konsep struktur,

dan batasan dari isi keseluruhan cerita.

b. Treatment

Penulisan treatment untuk produksi dokumenter memiliki

fungsi penting. Fungsi treatment tak hanya menuliskan tentang

urutan adegan (scene) dan shot saja, tetapi harus ditulis secara

kongrit keseluruhan isi yang berkaitan dengan judul dan tema,

sehingga merupakan The Treatment of The Story. 

Penulisan treatment harus di jelaskan mengenai apa yang

akan diketengahkan dalam dokumenter tersebut. Penempatan

narasi/komentar, khususnya pada adegan dimana visual tidak

mampu, menyampaikan informasi yang dibutuhkan penonton,

harus diinformasikan di dalam treatment. Apabila ada

wawancara, maka dalam treatment perlu pula dijelaskan,

meskipun isi wawancara tidak perlu ditulis. Selain itu sebuah


16

treatment juga sudah memberikan alur cerita jelas, serta

atmosfir bagi penataan suara yang diperlukan.

c. Naskah syuting atau skenario

Pada prinsipnya skenario berfungsi sebagai panutan,

penentuan, pembatasan dan gambaran pra-visual. Penulisan

dokumenter kadang memerlukan suatu proses panjang sebagai

tahapan kerja dalam pra produksi. Penggunaan skenario

kongkrit pada film fiksi mutlak diperlukan. Dokumenter juga

membutuhkan skenario, tetapi kemutlakannya tak sama seperti

tahapan kerja film fiksi. Fungsi serta arti Treatment dan

Skenario dapat dibedakan. Treatment berfungsi memberikan

gambaran mengenai apa yang akan diketengahkan, sedangkan

Skenario menjadi gambaran kongkrit mengenai bagaimana

film tersebut akan diketengahkan.

d. Naskah Editing

Naskah editing merupakan penentuan visualisasi cerita.

Meskipun bentuk penulisannya tidak begitu berbeda dengan

scenario, isinya dapat saja berbeda dalam hal kontruksi shot,

adegan,dan sekuens. Tidak aneh jika naskah editing dapat

diubah beberapa kali karena proses editing harus melalui

beberapa tahapan hingga mencapai hasil akhir

e. Naskah narasi
17

Naskah narasi merupakan susunan penulisan narasi yang

nantinya akan dibacakan oleh narator secara voice over ketika

proses mixing.

2. Gaya Expository

Dalam praktiknya, pengkarya menggunakan pendekatan

dokumenter dengan gaya expository. Pendekatan ini dipilih agar penonton

tidak salah memahami pesan yang ingin disampaikan dalam film

dokumenter ini. Dengan visual yang didukung narasi, maka penonton

lebih mudah memahami maksud dari film ini. Tipe pemaparan ekspositori

terhitung konvensional, umumnya merupakan format dokumenter yang

menggunkan narator sebagai penutur tunggal. Karena itu narator disini

disebut sebagai voice of God, karena aspek subjektivitas narator (Ayawila,

2008: 80).

Narasi yang disampaikan dalam film dokumenter ekspositori dapat

berupa suara voice over (VO) maupun tulisan. Film tentang akulturasi

budaya pernikahan ini akan menggunakan dengan bentuk ekspositori.

Bentuk dokumenter ini menampilkan pesan kepada penonton secara

langsung, melalui presenter atau narasi berupa tulisan maupun suara.

Fakta yang dipaparkan dalam film dokumenter gaya ekspositori

disampaikan melalui narasi berupa teks atau suara untuk memperjelas

peristiwa yang terjadi kepada penonton. Penonton dituntun untuk

memahami maksud yang ingin disampaikansutradara melalui paparan

narasi yang ditampilkan.


18

Narasi dalam dokumenter ekspositori digunakan untuk

memberikan informasi yang belum terwakili dalam gambar. Narasi

digunakan untuk memberikan sudut pandang yang jelas agar tidak terjadi

perbedaan penafsiran antara teller (pembuat film) dan narratee

(penonton). Narasi film dokumenter terdiri dari beberapa sudut pandang

berdasarkan pada posisi narator yang menyampaikan cerita. Sudut

pandang atau point of view tersebut terdiri dari orang pertama, orang

kedua, orang ketiga yang bersifat objektif serta orang ketiga yang bersifat

subjektif. Film ini akan menggunakan sudut pandang orang pertama untuk

menyampaikan narasi. Narasi akan disampaikan oleh narator film

dokumenter sebagai perwakilan untuk menceritakan kisah kepada

penonton.

F. Metode Penciptaan

1. Persiapan

Dalam tahapan ini pengkarya lebih memfokuskan untuk mencari

berbagai sumber referensi informasi yang berkaitan dengan film

dokumenter yang akan di buat baik dalam pemaparan, teknik editing,

buku- buku referensi mengenai tema yang akan diangkat, dan lain-lainnya.

2. Perancangan

Tahap perancangan pengkarya menentukan atau merancang konsep

yang telah didapat dari hasil pengamatan. Menganalisa setiap scene-scene

untuk mengaplikasikan konsep dan teknik yang akan pengkarya garap.


19

Juga mencari referensi berkaitan dengan motode yang dipakai sehingga

menghasilkan metode yang cocok untuk diaplikasikan pada treatment

yang akan di produksi.

3. Perwujudan

a. Pra Produksi

Pra produksi merupakan tahapan kerja paling penting dalam

produksi film dokumenter. Keberhasilan sebuah film sangat ditentukan

melalui tahapan ini. Tahapan praproduksi dalam pembuatan film

dokumenter ini sangat mengutamakan perencanaan yang matang,

sehingga pekerjaan selanjutnya dalam proses produksi dan pasca

produksi dapat lebih efektif dan efisien. Adapun tahapan-tahapan pra

produksi film dokumenter antara lain :

1. Menentukan Konsep dan Ide Cerita

Ide dapat di peroleh dari kepekaan kita terhadap

lingkungan sosial, budaya, politik dan alam semesta. Dengan

kata lain ide dapat diperoleh dari apa yang dilihat, dibaca dan

didengar, bukan berdasarkan imajinatif. Gerzon R. Ayawaila

(2008:34) tiga hal yang perlu dimantapkan dalam menetapkan

konsep yaitu: apa yang akan dibuat, bagaimana produk tersebut

dikemas dan siapa target penontonnya. Dalam pembuatan film

dokumenter juga harus mempertimbangkan apa yang akan


20

diangkat sehingga berpengaruh pada gaya dan bentuk film

dokumenter.

2. Riset

Pembuatan film dokumenter harus melakukan riset

(pengumpulan data secara mendalam) untuk memperkuat ide

dan pengembangannya. Hasil riset menjadi titik awal

pembentukan kerangka mengenai arah dan tujuan pembahasan

serta subjek-subjek yang akan menjadi tokoh dalam karakter

film. Setelah mengetahui hasil riset maka threatment

(pengembangan dari sinopsis film) dapat segera dituliskan guna

memudahkan dalam pelaksanaan produksi.

3. Membuat Treatment

Treatment atau storyline merupakan sketsa yang dapat

memberikan gambaran pendekatan dan keseluruhan isi cerita

dokumenter. Treatment mutlak diperlukan bagi dokumenter,

meskipun tidak ada yang baku dalam bentuk dan penulisan

treatment.(Ayawaila, 2008:38) Treatment merupakan panduan

dan batasan dalam pembuatan dokumenter. Pada proses

produksi, terkadang peristiwa di lapangan tidak sama dengan

apa yang telah dibayangkan, banyak hal-hal baru yang muncul

dan seringkali menarik. Tidak semua hal yang ditemui di

lapangan dapat kita masukan ke dalam cerita dokumenter

tersebut, terlalu banyak materi yang disampikan justru akan


21

membuat cerita tidak terfokus pada permasalahan yang hendak

diangkat dan menjadi semakin melebar. Sebagai upaya

antisipasi terhadap kemungkinan hal tersebut, maka perlu

dibuat sebuah batasan. Kurang lebih, inilah fungsi dari sebuah

treatment.

4. Membuat Naskah Syuting

Shooting Script adalah sebuah naskah film yang

digunakan dalam proses produksi atau waktu shooting

berlangsung. Jadi, antara shooting script dengan naskah

(screen play) sebetulnya tidak jauh berbeda. Dalam sebuah

shooting script sudah ada campur tangan dari sutradara.

5. Membuat Naskah Narasi

Naskah narasi atau narration script merupakan susunan

penulisan narasi yang nantinya akan dibacakan oleh seorang

narrator ketika proses mixing. Pada penulisannya tidak terdapat

aturan yang baku. Naskah narasi lebih digunakan sebagai alat

bantu yang berfungsi untuk menjelaskan apa dan bagaimana

penyampaian dalam film tersebut (Ayawaila,2008:59).

6. Pemilihan Tim Produksi

Tim produksi adalah gabungan dari beberapa orang

yang mempunyai visi dan misi yang sama terhadap apa yang

ingin dicapai pada produksi film, tentunya tim harus sejalan

dengan apa yang diharapkan oleh sutradara. Tim bisa terdiri


22

dari dua orang saja atau bahkan lebih, semua itu tergantung

dari kebutuhan pembuat film agar berjalan dengan lancar. Tim

akan dibagi ke berbagai divisi, seperti kameraman,

perlengkapan, artistik dan lain-lain.

7. Menyiapkan Daftar Pertanyaan dan Mempersiapkan

Perlengkapan Produksi

Wawancara merupakan sumber informasi dan

penyampai pesan yang paling dominan dalam film dokumenter

ini, sehingga daftar pertanyaan yang akan diajukan dalam

wawancara dibuat dengan persiapan yang matang berdasarkan

hasil riset. Daftar pertanyaan yang dibuat harus mampu

membentuk struktur cerita berdasarkan treatment yang dibuat.

Tahapan penting lain sebelum melakukan produksi film

dokumenter ini adalah mempersiapkan perlengkapan produksi.

Perlengkapan yang digunakan pada saat produksi disesuaikan

dengan kebutuhan, sehingga dapat efektif dan efisien. Lokasi

shooting yang terpencil juga menuntut untuk menyiapkan

cadangan kebutuhan perlengkapan produksi habis pakai agar

tidak memakan waktu ketika terjadi permasalahan.

8. Perencanaan waktu produksi

Tahapan perancangan waktu produksi adalah tahapan

menentukan jadwal pelaksanaan pengambilan gambar pada

proses pembuatan film. Hal ini dilakukan agar proses produksi


23

sebuah film dapat berjalan sesuai dengan budget yang tekah

ditentukan dan tidak menjadi over budgeting.

b. Produksi

Setelah semua kegiatan pra-produksi serta kegiatan lain yang

berkaitan dengan preparasi selesai dilaksanakan, maka tahap

selanjutnya adalah melaksanakan pengambilan gambar adegan (take

shot) atau yang lebih dikenal kaum awam dengan sebutan “syuting”.

Produksi juga merupakan proses yang paling menentukan

keberhasilan penciptaan sebuah karya film. proses yang dalam kata

lain bisa disebut dengan shooting (pengambilan gambar) ini dipimpin

oleh seorang sutradara, orang yang palingbertanggung jawab dalam

proses ini. orang yang ikut dalam proses ini antara lain kameraman

atau DOP (Director Of Photography) yang mengatur cahaya, warna,

dan merekam gambar. Artistik yang mengatur set, make up, wardrobe

dan lain sebagainya, dan Soundman yang merekam suara.

c. Pasca-Produksi

1. Load dan Pemilihan Data

Proses Load ini hanya proses memindahkan data ke media

penyimpanan saja tanpa sampai memilah-milah data. Adapun

proses memilah-milah data dilakukan setelah proses produksi telah

selesai. Setelah melakukan proses load data, tahapan selanjutnya

adalah pengelompokkan file. Pengelompokkan file bertujuan agar

mater-materi dokumenter mudah dicari. Proses ini dilakukan


24

dengan cara menyatukan materi-materi sesuai dengan hari dan

lokasi shooting yang dibuat dalam satu folder. Selanjutnya dari

folder tersebut disatukan setiap aktivitas maupun moment pada hari

tersebut dan diberikan penamaan folder yang sesuai dengan

masing-masing aktivitas. Proses seperti ini sangat membantu pada

tahapan editing, guna dalam pencarian materi gambar.

2. Transkrip Hasil Wawancara

Transkip hasil wawancara adalah proses menuliskan

kembali hasil wawancara ke dalam format teks. Pada proses ini

seluruh materi pembahasan pada wawancara dengan narasumber

ditulisakan dalam format teks yang kemudian akan dipilih bagian

statement-statement narasumber mana yang akan digunakan dan

dimasukkan dalam film. Proses ini membantu pada tahap penulisan

naskah editing dan juga membantu dalam penyusunan struktur

cerita.

3. Editing Offline

Dalam editing offline dilakukan penyusunan materi serta

steatment-steatment dari narasumber kedalam satu timeline yang

terdiri dari tiga segment hingga membentuk suatu alur cerita sesuai

konsep struktur penuturan yang telah dirancang. Dalam proses

offline juga dilakukan proses preview yang ditampilkan kepada

dosen pembimbing dan juga pihak lain agar mendapat masukan


25

guna menganilisis apakah informasi yang mau disampaikan sudah

tersampai atau belum.

4. Editing Online

Proses editing online dilakukan setelah editing offline

selesai. Ada beberapa pertimbangan sebelum melanjutkan ketahap

editing online, pertimbangan tersebut meliputi tersampainya

informasi yang disampaikan, struktur penuturan yang sudah baik,

serta cutting point yang sudah dirasa cukup untuk memasuki

tahapan selanjutnya. Editing online di sini merupakan proses

mensinkronkan semua gambar yang telah tersusun, memberikan

warna pada gambar, mixing audio, memasukkan caption nama

narasumber, memasukkan teks grafis, serta ilustrasi musik ke

dalam timeline editing. Proses editing online merupakan proses

terpenting dan proses akhir dalam menjadikaannya sebuah karya

dalam bentuk yang utuh dan layak dikonsumsi oleh penonton.

5. Preview

Proses preview kembali dilakukan setelah proses editing

online telah selesai dikerjakan. Preview ini ditontonkan langsung

yang akan menjadi pertimbangan sebelum pemutaran/screening

kepada masyarakat umum. Preview adalah tahapan paling akhir

dan paling penting serta menjadi pertanggung jawaban kepada


26

penonton saat pemutaran dilakukan setelah melewati proses-proses

sebelumnya.

4. Penyajian

Setelah hasil akhir (Final) film , maka film akan dipersiapkan

untuk ditayangkan ke penonton banyak dan berharap film tersebut dapat

menginspirasi banyak orang.

G. Jadwal Pelaksanaan

Tabel 1
Jadwal Pelaksanaan
Peksanaan
No. Tahapan Februari Maret April Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Penemuan Ide Cerita
2. Riset Wawancara
3. Mengevaluasi Hasil
Wawancara
4. Pra Produksi
5. Produksi
27

6. Pasca Produksi
7. Editing
DAFTAR PUSTAKA

Ayawaila, G. R. (2008). Dokumenter dari ide sampai produksi. FFTV-IKJ Press,


Jakarta.

Effendy, H. (2014). Mari Membuat Film. Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta

Koentjaramingrat. (2002). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta. PT. Rineka Cipra

Lestari, V. D. (2018). Penyutradaraan Film Dokumenter Ekspositori “Asa”


Dengan Pendekatan Naratif Struktur Cerita Tiga Babak (Doctoral
dissertation, Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta).

Nichols, Bill. (2001). Introdution to Documentary. Indiana University Press

Nugroho, Fajar. (2007). Cara Pinter Bikin Film Dokumenter. Indonesia Cerdas.

Pratista, Himawan. (2017). Memahami Film Edisi 2. Yogyakarta: Montase Press

Tanzil, Chandra. (2010). Pemula dalam Film Dokumenter: Gampang-Gampang


Susah. Jakarta: In-Docs.

27

Anda mungkin juga menyukai